- Menyatakan gugatan Penggugat bukan gugatan sederhana;
- Memerintahkan Panitera untuk mencoret perkara nomor 10/Pdt.G.S/2021/PN Bjn dalam register yang sedang berjalan untuk itu;
- Memerintahkan pengembalian sisa panjar biaya perkara kepada Penggugat;
Putusan PN BOJONEGORO Nomor 10/Pdt.G.S/2021/PN Bjn |
|
Nomor | 10/Pdt.G.S/2021/PN Bjn |
Tingkat Proses | Pertama |
Klasifikasi |
Perdata |
Kata Kunci | Perbuatan Melawan Hukum |
Tahun | 2021 |
Tanggal Register | 25 Nopember 2021 |
Lembaga Peradilan | PN BOJONEGORO |
Jenis Lembaga Peradilan | PN |
Hakim Ketua | Hakim Tunggal Hario Purwo Hantoro |
Hakim Anggota | Hakim Tunggal Hario Purwo Hantoro |
Panitera | Panitera Pengganti: Kusaeri |
Amar | Lain-lain |
Amar Lainnya | DISMISSAL |
Catatan Amar |
Menimbang, bahwa Penggugat dalam posita surat gugatannya tertanggal 24 November 2021 yang pada pokoknya menerangkan bahwa pada bulan Mei 2018 saya ada membeli 2 (dua) kavling di Amertha Land Jalan Meliwis dengan pembayaran senilai Rp.180.000.000,- (seratus delapan puluh juta rupiah) dengan 2x pembayaran secara cash melalui transfer ke rekening Indra Sucipto, dijanjikan sertifikat akan keluar 3 (tiga) bulan setelah pembayaran. pada bulan september 2018 saya menanyakan kembali tentang sertifikat tersebut, penjual mengatakan bahwa lagi di proses paling telat Desember 2018 akan keluar. Pada bulan Desember 2018 saya menanyakan kembali sertifikat tersebut penjual mengatakan masih dalam proses saya berulang kali menanyakan sampai tahun 2021 masih tetap dengan jawaban yang sama masih dalam proses sampai terakhir pada 9 Juni 2021 saya melaporkan kepada BPSK, dan dalam proses tersebut telah keluar surat putusan dari BPSK tertanggal 17 Juni 2021 dengan kesepakatan jadwal pengembalian uang jual beli beserta kompensasinya. namun demikian kesepakatan tersebut tidak pernah ditepati oleh pihak penjual dengan berbagai alasan. Dan kami masih berusaha untuk berkomunikasi dan memberikan waktu kembali untuk penjual. Pada tanggal 06 Agustus saya ketemuan dengan penjual untuk menanyakan kepastiannya lagi dan penjual minta waktu lagi paling telat September. Pada saat pertemuan beliau ada mengatakan sertifikat sudah jadi sebenarnya tapi beliau tidak ada uang untuk menebus sertifikat tersebut. Saya bertanya bisa tidak tebusin sertifikat saya saja ? Beliau mengatakan ya tidak bisa harus di tebus semuanya. Lalu saya ada minta tukar tanah saja di bumi nirwana yang sudah jelas ada sertifikatnya. Tapi beliau mengatakan kredit KPR sekarang lagi susah. Lalu pada tanggal 11 Agustus saya dan suami mengadakan pertemuan kembali dan membahas tentang janji beliau. Dan beliau minta waktu lagi sampai tanggal 11 September. Pada waktunya tiba tanggal 11 september saya tagih janjinya beliau, beliau minta waktu seminggu. Pada tanggal 21 September saya tagih lagi lalu beliau mentransfer Rp5.000.000,00. beliau mengatakan sisanya minta waktu lagi sampai oktober. Pada tanggal 12 oktober saya tagih lagi beliau mengatakan lagi proses bank minta waktu lagi sampai 25 Oktober. Pada tanggal 25 Oktober saya tagih lagi janji beliau, dan beliau mengatakan proses bank sudah selesai tinggal tunggu setor validasi ke dispenda; Lalu suami saya datang ke notaris ida untuk menanyakan sertikatnya kapan keluarnya?? Kata staff notaris sertifikat tersebut sudah keluar tapi kavlingan yang saya punya sudah di BALIK NAMAKAN ke orang lain. Betapa terkejutnya saya, sedangkan sertifikat sudah keluar pihak penjual tidak ada kasih kabar ke saya malah di pindah tangankan ke orang lain. Sedangkan beliau belum ada pembayaran pelunasan ke saya; Pada tanggal 03 November saya chat beliau dan dengan janji-janji yang sama masih proses dispenda. Beliau telephone saya, beliau minta saya sabar sedikit. Saya tanya kira-kira kapan mau transfer? Beliau tidak bisa menjanjikan; Pada tanggal 13 oktober saya chat beliau lagi tapi tidak ada balasan apa-apa dari beliau; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (1) ) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, menyebutkan bahwa gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/ atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); Menimbang, bahwa kemudian di dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, menyebutkan bahwa ?Tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah : a. Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, atau b. Sengketa hak atas tanah?; Menimbang, bahwa Penggugat di dalam petitum gugatannya pada point 2 meminta supaya menyatakan demi hukum perbuatan Tergugat (wanprestasi atau perbuatan melawan hukum) kepada Penggugat, dan dari kata atau tersebut menunjukkan bahwa uraian petitum Penggugat tersebut tidak jelas apa yang di tuntut yaitu apakah meminta perbuatan Tergugat sebagai perbuatan wanprestasi saja atau perbuatan melawan hukum saja atau keduanya yaitu perbuatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, sementara di dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana menerangkan secara jelas bahwa perkara gugatan sederhana hanya bisa diajukan terhadap perkara wanpresasi saja atau perbuatan melawan hukum saja atau keduanya yaitu wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut oleh karena gugatan Penggugat tidak menyebutkan secara jelas apakah gugatan wanprestasi saja atau perbuatan melawan hukum saja atau kedua duanya, maka Hakim menilai bahwa gugatan Penggugat tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, sehingga Hakim menilai perkara tersebut bukan perkara yang bisa diselesaikan melalui gugatan sederhana; Menimbang, bahwa selain itu juga Penggugat pada pokoknya di dalam surat gugatannya sebagaimana tersebut di atas telah menyelesaikan permasalahannya antara Penggugat dengan Tergugat melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dan telah ada putusan dari BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) pada tanggal 17 Juni 2021; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti pendahuluan yang diajukan Penggugat, yang mana Penggugat salah satunya melampirkan bukti surat berupa Putusan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Bojonegoro, tertanggal 17 Juni 2021, sehingga berdasarkan hal tersebut Hakim menilai bahwa terhadap permasalahan Penggugat dengan Tergugat tersebut telah di selesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan telah ada Putusan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersifat final dan mengikat, artinya putusan tersebut merupakan putusan akhir yang bersifat final dan mengikat bagi kedua belah pihak sepanjang tidak diajukan upaya keberatan sebagaimana Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa Putusan Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan, artinya bahwa terhadap Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen apabila tidak diajukan keberatan maka terhadap pelaksanaan eksekusi terhadap putusan tersebut dapat dimintakan kepada Pengadilan Negeri; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas oleh karena pihak Penggugat dan Tergugat telah memilih Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk menyelesaikan permasalahan Penggugat dan Tergugat dan juga telah ada putusan akhirnya yang bersifat final dan mengikat, maka apabila pihak Penggugat meminta supaya Tergugat memenuhi isi putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pihak Penggugat dapat langsung mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri sebagaimana Pasal 57 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Demikian juga setelah Hakim mempelajari posita surat gugatan Penggugat yang mana Penggugat di dalam posita surat gugatannya juga mempersoalkan mengenai adanya sertifikat yang sudah di baliknamakan ke orang lain yang mana penjual tidak memberi kabar kepada Penggugat mengenai hal itu dan malah di pindah tangankan kepada orang lain, sehingga berdasarkan hal tersebut maka Hakim menilai bahwa di dalam gugatan Penggugat ini pihak Penggugat juga mempermasalahkan mengenai sengketa hak atas tanah yang sudah di balik namakan kepada pihak lain, sehingga berdasarkan hal tersebut oleh karena pihak Penggugat juga mempermasalahkan sengketa hak atas tanah di surat gugatannya maka Hakim menilai perkara a quo bukan perkara gugatan sederhana; Menimbang, bahwa oleh karena perkara a quo bukan termasuk perkara yang bisa diselesaikan menurut hukum acara gugatan sederhana maka memerintahkan Panitera untuk mencoret perkara nomor 10/Pdt.G.S/2021/PN Bjn dalam register yang sedang berjalan untuk itu; Menimbang, bahwa mengenai panjar biaya perkara untuk segera dikembalikan kepada Penggugat; Memperhatikan, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan; MENETAPKAN: |
Tanggal Musyawarah | 26 Nopember 2021 |
Tanggal Dibacakan | 26 Nopember 2021 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Lampiran
- Download Zip
- 10/Pdt.G.S/2021/PN_Bjn.zip
- Download PDF
- 10/Pdt.G.S/2021/PN_Bjn.pdf
Putusan Terkait
-
Pertama : 10/Pdt.G.S/2021/PN Bjn
Statistik7634