Putusan PTA BANJARMASIN Nomor 36/Pdt.G/2019/PTA.Bjm |
|
Nomor | 36/Pdt.G/2019/PTA.Bjm |
Tingkat Proses | Banding |
Klasifikasi |
Perdata Agama Perdata Agama Perceraian |
Kata Kunci | Cerai Gugat |
Tahun | 2019 |
Tanggal Register | 25 Juni 2019 |
Lembaga Peradilan | PTA BANJARMASIN |
Jenis Lembaga Peradilan | PTA |
Hakim Ketua | H. Wardi Syukri |
Hakim Anggota | H. Saifuddin Khalil, I.brh. Arfan Muhammad |
Panitera | Lisna Hilalina, S.ag. |
Amar | Menguatkan |
Catatan Amar |
PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa permohonan banding Pembanding tertanggal 22 April 2019 dengan menyerahkan bukti pembayaran biaya banding telah diajukan dalam tenggang waktu banding sebagaimana maksud Pasal 7 ayat (1) dan (4) Undang Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan, dan permohonan banding aquo telah ditujukan ke Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin sesuai syarat dan tata cara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku sejalan dengan bunyi Pasal 51 ayat (1) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, jo Pasal 26 ayat (1) Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dan atas dasar hukum tersebut, maka permohonan banding tersebut secara formil dapat diterima. Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding memandang pemeriksaan perkara pengesahan nikah, baik yang berhubungan dengan pemeriksaan pihak yang berperkara yakni pengakuan Penggugat yang telah dinikah oleh Tergugat, serta saksi-saksi Penggugat yang meneguhkan dalil-dalil permohonannya secara hukum Pengadilan Agama Pelaihari memutus dalam perkara pengesahan nikah telah tepat dan benar. Menimbang, bahwa Hakim Majelis Tingkat Banding setelah membaca dan menelaah dengan saksama proses pemeriksaan dan pertimbangan hukum putusan perkara di tingkat pertama pada dasarnya secara substansial telah mempedomani ketentuan hukum acara yang berlaku, kecuali dalam hal analisa pertimbangan hukum tentang fakta-fakta/alasan gugatan cerai yang didalilkan oleh Penggugat dengan saksi-saksinya dan bantahan Tergugat dengan saksi-saksinya dipandang perlu memperbaiki pertimbangan hukum selengkapnya diuraikan di bawah ini. Menimbang, bahwa dalam upaya mendamaikan para pihak, Pengadilan Agama Pelaihari telah mengupayakan perdamaian melalui proses mediasi dengan mendasarkan pada ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016. Bahkan Majelis Hakim secara langsung telah berusaha mendamaikan para pihak dalam setiap persidangan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 82 Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, akan tetapi usaha tersebut juga tidak berhasil; Menimbang, bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 247 K/Sip/1953 tanggal 6 April 1955 bahwa hakim banding tidak wajib meninjau satu persatu dalil yang termuat dalam suatu memori banding dan juga tidak wajib meninjau satu persatu segala pertimbangan hakim tingkat pertama. Menimbang, bahwa berdasar dalil Penggugat / Terbanding dimana Tergugat / Pembanding kurang bisa memenuhi nafkah hidup secara layak karena tidak bekerja, sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga. Menimbang, bahwa Tergugat / Pembanding mengaku sakit akibat sesudah terjadi kecelakaan pada tahun 2008, yang mengakibatkan cacat pada bagian kaki, sehingga bekerja tidak lagi bisa seperti dulu. Dan hanya bisa memelihara sapi. Menimbang, bahwa Penggugat / Terbanding membantah kalau sapi yang dipelihara Tergugat / Pembanding tersebut telah dijual dan bahkan selama ini biaya hidup adalah hasil perjudian dan dari perolehan Penggugat / Terbanding yang berjualan didepan rumahnya. Menimbang, bahwa berdasar pengakuan Penggugat / Terbanding dalam dalil dimuka persidangan pada bulan Oktober 2018 terjadi cekcok mulut antara Penggugat / Terbanding dengan Tergugat / Pembanding ketika berencana melangsungkan pernikahan anak perempuannya, kemudian berlanjut pada hari perkawinan anak mereka dan langsung berpisah tempat tinggal dimana Penggugat / Terbanding harus pergi meninggal tempat tinggal dan selama itu pula tinggal di tempat Saudara / adik Penggugat / Terbanding. Bahwa puncak perselisihan dan pertengkaran dimana Penggugat / Terbanding bersama adik kandungnya meninggalkan kediaman bersama, yakni pulang ketempat tinggal adiknya dan sampai sekarang tidak pernah rukun lagi; Menimbang, bahwa perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat / Terbanding dengan Tergugat / Pembanding tidak mungkin terjadi dengan serta merta dan tiba-tiba, akan tetapi merupakan akumulasi dari masalah-masalah yang tidak terakomodasi secara baik dan sulit diungkap secara transparan di depan persidangan, akan tetapi jika dirasakan dalam hati akan merupakan gumpalan-gumpalan api yang akan meledak setiap saat jika rasa itu tidak dapat dikendalikan lagi. Perasaan tersebut hanya yang bersangkutan saja yang dapat merasakannya. Dan ledakan tersebut terjadi pada saat Terbanding mengajukan gugatan cerai, yang berarti tidak ingin melanjutkan perkawinannya lagi. Menimbang, bahwa berdasar pada pasal 1908 KUH Perdata Hakim bebas mempertimbangkan atau menilai keterangan saksi berdasar kesamaan, atau saling berhubungan antara saksi yang satu dengan saksi lain dan dianggap mendukung dengan pendapatnya. Menimbang, bahwa dalam sengketa rumah tangga khusus mengenai perselisihan dan pertengkaran untuk membuktikannya adalah hal yang sangat sulit, karena itu adalah sangat wajar dan cenderung memilih keluarga untuk dijadikan saksi dikarenakan lebih mengetahui permasalahan sengketa rumah tangga karena hubungan keluarga dan kedekatan emosional. Pandangan ini sesuai dengan Undang-Undang memberikan ruang untuk membuktikan sengketa rumah tangga justru kepada keluarga incasu adik kandung Penggugat / Terbanding Mahmuddin bin Jainuddin dan adik ipar Herlinda binti Kartawilono (vide pasal 22 ayat 2 PP No 9 tahun 1975); Menimbang, bahwa berdasar pada kesaksian dua orang saksi Penggugat / Terbanding masing-masing bernama Mahmuddin bin Zainuddin dan Herlinda binti Kartawilono yang mengetahui langsung perselisihan dan pertengkaran serta satu orang saudara dari pihak Tergugat / Pembanding bernama Hamdanah binti Atim bahwa pertengkaran tersebut tidak bisa dielakkan antara kedua belah pihak dan akibatnya masing-masing justru memperkeruh pertengkaran dimana kedua belah pihak yang berperkara lebih condong membela saudaranya. Menimbang, bahwa akibat dari pertengkaran tersebut Penggugat / Terbanding memilih untuk pergi dan meninggalkan Tergugat / Pembanding keluar dari tempat tinggal bersama, dan memilih tinggal bersama-sama dengan keluarga / saudara kandung dari Penggugat / Terbanding. Menimbang, bahwa Tergugat / Pembanding tidak hanya marah kepada Penggugat / Terbanding juga telah menyerahkan kepada Saudara kandungnya (Mahmuddin bin Zainuddin) yang maksud Tergugat / Pembanding sudah tidak bertanggung jawab lagi terhadap Penggugat / Terbanding, oleh karena itu Penggugat / Terbanding wajar jika menolak Tergugat / Pembanding yang pernah mengajak untuk rukun lagi. Menimbang, bahwa perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat / Terbanding dengan Tergugat / Pembanding terjadi pada saat setelah acara resepsi anak mereka berakhir, dan diikuti dengan penyerahan Penggugat / Terbanding kepada Saudara Kandungnya, yang berarti tidak ingin melanjutkan perkawinannya lagi. Jika salah satu pihak sudah tidak ingin melanjutkan perkawinannya dan minta cerai, maka sudah dapat diartikan atau ada petunjuk persangkaan bahwa rumah tangga tersebut sudah rapuh dan tidak utuh lagi, tidak sebagaimana yang diharapkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; Menimbang, bahwa Tergugat / Pembanding cemburu dan menuduh Penggugat / Terbanding menjalin hubungan asmara dengan lelaki lain, yang hanya didukung dengan kesaksian satu orang saksi bernama Roni Mesya bin Syamsudin Taher. Menimbang, bahwa Roni Mesya bin Syamsudin Taher menerangkan Penggugat / Terbanding berselingkuh dengan laki-laki lain bernama Rudi, namun perselingkuhan itu tidak menjelaskan apakah ia sampai melakukan hubungan layaknya suami-istri atau bagaimana, tidak ada penjelasan lebih jauh. Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan saksi (Roni Mesya bin Syamsudin Taher) ia berteman baik dengan Rudi, sedangkan Penggugat / Terbanding membantahnya bahwa keterangan Rudi sengaja dibuat-buat yakni ingin memfitnah Penggugat / Terbanding. Maka keterangan saksi (Roni Mesya bin Syamsudin Taher) dapat digolongkan tidak proporsional dan tidak sah walau perintah memberikan keterangan berdasarkan sumpah; Menimbang, bahwa Tergugat / Pembanding menghadirkan saksi adik kandungnya bernama Hamdanah binti H. Atim yang mendengar langsung perselisihan dan pertengkaran tersebut, oleh karena itu kesaksian tersebut justru membuktikan adanya perselisihan dan pertengkaran yang maksudnya meneguhkan dalil gugatan Penggugat, maka majelis Hakim Tinggi berpendapat bahwa kesaksian tersebut justru meneguhkan dalil gugatan Penggugat dalam cerai gugat ini; Menimbang, bahwa berkaitan dengan sanggahan Tergugat / Pembanding berkelausula yang tidak dikuatkan dua orang saksi, oleh karenanya bantahan tersebut tidak terbukti dan harus dikesampingkan, sedangkan dalil Penggugat / Terbanding bahwa ia hanya kenal dan tidak berselingkuh dengan Rudi adalah terbukti dan dapat dibenarkan. Menimbang, bahwa rumah tangga tersebut semakin pecah atau sudah tidak utuh lagi (broken marriage) atau rumah tangga yang sudah tidak dapat dipertahankan lagi dimana Penggugat / Terbanding memilih tempat tinggal di rumah saudaranya, karena sudah tidak bisa lagi hidup bersama dengan Tergugat / Pembanding oleh banyak sebab persoalan yang komplek dan bermacam kejadian, bisa dari akibat yang kecil atau sepele ataupun prinsipil disadari atau tidak, emosi pihak-pihak dalam rumah tangga sangat dominan dan sedikit upaya mencari solusi mempertahankan rumah tangganya, bahkan secara tidak langsung Tergugat / Pembanding sendiri yang menciptakan suasana rumah tangga yang tidak jelas statusnya tersebut; Menimbang, bahwa karena itu sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 266K/AG/1993 tanggal 25 Juni 1994 yang abstraksi hukumnya, bahwa kalau yudex facti berpendapat, alasan perceraian menurut Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 telah terbukti, maka hal ini semata-mata ditujukan perkawinan itu sendiri tanpa mempersoalkan siapa yang bersalah. Atau mencari kesalahan suami atau istri akan menimbulkan mudharat bagi kedua belah pihak, dan mempertahankan rumah tangga yang demikian akan menimbulkan madharat yang lebih besar, rumah tangga akan berjalan tanpa roh, tidak berjalan sebagaimana layaknya rumah tangga yang normal, sementara apabila keduanya bercerai akan lebih banyak pilihan bagi keduanya untuk menggapai keadaan yang lebih baik. Oleh karenanya menceraikan kedua belah pihak adalah pilihan yang dianggap paling baik di antara yang tidak baik; Menimbang, bahwa tentang tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dapat dilihat atau disimpulkan dari kenyataan antara Penggugat / Terbanding dengan Tergugat / Pembanding sudah pisah tempat tinggal selama empat bulan dan upaya Pengadilan Agama Pelaihari mendamaikan kedua belah pihak sampai perkara ini diputus, Penggugat / Terbanding tetap masih mempertahankan sikapnya untuk bercerai dengan Tergugat / Pembanding; Menimbang, bahwa berkaitan dengan perkara a quo, sesuai dengan pendapat Pakar Hukum Islam yang diambil alih menjadi pertimbangan dan pendapat Majelis Hakim Tingkat Banding, yang tersebut dalam Kitab Fiqhus Sunnah juz II halaman 248 berbunyi : ??? ?????? ???? : ?? ?????? ?? ???? ?? ?????? ??????? ??? ???? ????? ????? ???? ?????? ?? ?????? ??? ???? ?????? ??? ???????? ??? ????? ?? ???? ?? ??????? ??? ??? ?? ????? ??????? ???? ?? ???? ?? ??????? ??? ???? ?? ????? ?? ????? Artinya: Imam Malik berpendapat: Bahwa seorang isteri berhak mengajukan gugatan kepada hakim untuk diceraikan dari suaminya, apabila ia mendakwakan adanya perbuatan suami yang membahayakan dirinya sehingga siisteri merasa tidak mampu melangsungkan kehidupan rumahtangga yang sepantasnya bersama si suami, seperti memukulnya, memaki-maki/mencelanya atau menyakiti dengan segala macam bentuk menyakiti yang tidak tertahankan atau kebencian si isteri atas kemunkaran berupa perkataan atau perbuatan; Menimbang, bahwa berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka telah terbukti bahwa antara Penggugat / Terbanding dengan Tergugat / Pembanding telah terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga sebagaimana ditentukan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, jo. Pasal 19 huruf ( f ) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975, jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, karenanya gugatan cerai Penggugat / Terbanding harus dikabulkan; Menimbang, bahwa walaupun hanya sebagian dalil gugatan Penggugat / Terbanding yang dapat dibuktikannya, sedangkan yang sebagiannya tidak dapat dibuktikannya khususnya pada angka 7 huruf b dan c dan tidak perlu dipertimbangkan lebih jauh lagi atau tidak harus seluruhnya terbukti; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Pengadilan Tinggi Agama berpendapat, putusan Pengadilan Agama Pelaihari Nomor 212/Pdt.G/2019/PA.Plh tanggal 10 April 2019 Masehi, bertepatan dengan tanggal 04 Syakban 1440 Hijriah, dan atas dasar apa yang dipertimbangkan di atas oleh karenanya putusan perkara aquo harus dipertahankan dan dikuatkan; Menimbang, bahwa gugatan Tergugat / Pembanding menyatakan bersedia bercerai dengan Penggugat / Terbanding asalkan bersedia membayar tebus kasih sayang terhadap Tergugat / Pembanding sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), telah dipertimbangkan dengan baik dan benar oleh Pengadilan Agama Pelaihari, oleh karenanya pertimbangan tersebut dapat diterima dan diambil alih oleh Majelis Hakim Tingkat Banding dengan demikian putusan Pengadilan Agama dapat dikuatkan; Menimbang, bahwa perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, maka berdasarkan ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, biaya perkara tingkat banding dibebankan kepada Pembanding; Mengingat, semua pasal dalam peraturan perundang-undangan dan hukum Islam yang berkaitan dengan perkara ini; |
Tanggal Musyawarah | 24 Juli 2019 |
Tanggal Dibacakan | 24 Juli 2019 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Lampiran
- Download Zip
- 36/Pdt.G/2019/PTA.Bjm.zip
- Download PDF
- 36/Pdt.G/2019/PTA.Bjm.pdf
Putusan Terkait
- Putusan terkait tidak ada