- KEDUA PIHAK TERIKAT DALAM PERKAWINAN YANG SAH SEJAK TANGGAL 06 DESEMBER 2016, BELUM PERNAH BERCERAI DAN BELUM DIKARUNIAI ANAK;
- RUMAH TANGGA KEDUA PIHAK SUDAH TIDAK RUKUN LAGI, SERING TERJADI PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN BAHKAN SEJAK BULAN MARET 2021 SAMPAI SEKARANG TELAH BERPISAH TEMPAT TINGGAL;
- BAHWA TELAH ADA USAHA DAMAI YANG DILAKUKAN OLEH TERGUGAT, NAMUN PENGGUGAT TIDAK MAU BERBAIK LAGI DENGAN TERGUGAT;
- Kedua pihak terikat dalam perkawinan yang sah sejak tanggal 06 Desember 2016, belum pernah bercerai dan belum dikaruniai anak;
- Rumah tangga kedua pihak sudah tidak rukun lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran bahkan sejak bulan Maret 2021 sampai sekarang telah berpisah tempat tinggal;
- Bahwa telah ada usaha damai yang dilakukan oleh Tergugat, namun Penggugat tidak mau berbaik lagi dengan Tergugat;
Putusan PTA PADANG Nomor 51/Pdt.G/2022/PTA.Pdg |
|
Nomor | 51/Pdt.G/2022/PTA.Pdg |
Tingkat Proses | Banding |
Klasifikasi |
Perdata Agama Perdata Agama Perceraian |
Kata Kunci | Cerai Gugat |
Tahun | 2022 |
Tanggal Register | 6 Oktober 2022 |
Lembaga Peradilan | PTA PADANG |
Jenis Lembaga Peradilan | PTA |
Hakim Ketua | H. Syafri Amrul |
Hakim Anggota | Dra. Hj. Rosliani, Brnurhafizal |
Panitera | Hj. Alifah |
Amar | Lain-lain |
Amar Lainnya | MENIMBANG, BAHWA PERMOHONAN BANDING A QUO OLEH PENGGUGAT SEBAGAI PEMBANDING DIAJUKAN MASIH DALAM TENGGANG WAKTU MASA BANDING (PUTUSAN DIBACAKAN TANGGAL 25 AGUSTUS 2022 MASEHI DENGAN DIHADIRI OLEH PENGUGAT DAN TERGUGAT, AKTA BANDING DIAJUKAN OLEH PEMBANDING TANGGAL 05 SEPTEMBER 2022) DAN MENURUT PROSEDUR PERMOHONAN BANDING YANG BERLAKU, SESUAI PASAL 7 AYAT (1) DAN (4) UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERADILAN ULANGAN JO PASAL 199 AYAT (1) R.BG., SERTA DIAJUKAN KE PENGADILAN TINGKAT BANDING YANG BERWENANG MENGADILI PERKARA TERSEBUT IN CASU PENGADILAN TINGGI AGAMA PADANG YANG WILAYAH HUKUMNYA MELIPUTI PENGADILAN AGAMA PENGAJU/PENGADILAN AGAMA PADANG, SESUAI KETENTUAN PASAL 51 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN AGAMA JO., PASAL 26 AYAT (1) UNDANG UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN, MAKA PERMOHONAN BANDING PEMBANDING SECARA FORMAL TELAH MEMENUHI SYARAT DAN DAPAT DITERIMA; MENIMBANG, BAHWA PEMBANDING SEMULA SEBAGAI PENGGUGAT PADA PENGADILAN AGAMA PADANG, SESUAI PASAL 26 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN JO. PASAL 70 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009, MAKA PEMBANDING BERKEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) YANG BERHAK MENGAJUKAN PERMOHONAN BANDING TERHADAP PERKARA INI; MENIMBANG, BAHWA PENGADILAN TINGGI AGAMA YANG JUGA SEBAGAI JUDEX FACTIE AGAR DAPAT MEMBERIKAN PUTUSAN YANG BENAR DAN ADIL, SEKALIGUS MENANGGAPI MEMORI BANDING PEMBANDING, MAKA DIPANDANG PERLU MEMERIKSA ULANG TENTANG APA YANG TELAH DIPERIKSA DAN DIPERTIMBANGKAN OLEH MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA DAN AKAN DIPUTUS PADA TINGKAT BANDING, SESUAI DENGAN KAIDAH HUKUM SEBAGAIMANA TERKANDUNG DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 194 K/SIP/1975 JO PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1043/K/SIP/1972, MAKA MAJELIS HAKIM PENGADILAN TINGGI AGAMA PADANG AKAN MEMERIKSA ULANG PERKARA A QUO SECARA KESELURUHAN; MENIMBANG, BAHWA MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA SEBELUM MEMERIKSA POKOK PERKARA, TERLEBIH DAHULU BERUSAHA MENDAMAIKAN KEDUA BELAH PIHAK YANG BERPERKARA SECARA LANGSUNG OLEH MAJELIS HAKIM DI PERSIDANGAN MAUPUN MELALUI MEDIASI OLEH MEDIATOR DRS. ADWAR, S.H. NAMUN DALAM LAPORANNYA MEDIASI TIDAK BERHASIL, SESUAI DENGAN LAPORAN MEDIATOR TANGGAL 14 JULI 2022, MAKA MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING BERPENDAPAT BAHWA PROSES PERDAMAIAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 154 R.BG, JO PASAL 82 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 YANG TELAH MENGALAMI DUA KALI PERUBAHAN YAITU UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN AGAMA JO PASAL 31 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975 JO PERATURAN MAHKAMAH AGUNG (PERMA) NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN JO KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 108/KMA/SK/VI/ 2016 TANGGAL 17 JUNI 2016 TENTANG TATA KELOLA MEDIASI DI PENGADILAN, SEHINGGA PROSES PENYELESAIAN PERKARA DAPAT DILANJUTKAN; MENIMBANG, BAHWA DALAM SURAT GUGATANNYA, PENGGUGAT PADA POKOKNYA MENGAJUKAN GUGATAN CERAI SEKALIGUS MENUNTUT NAFKAH IDDAH, MUTAH DAN NAFKAH YANG LALU TERHADAP TERGUGAT KE PENGADILAN AGAMA PADANG. ATAS GUGATAN TERSEBUT, TERGUGAT MENGAJUKAN DALIL BANTAHAN TERUTAMA DALAM HAL YANG DITUNTUT OLEH PENGGUGAT. TERGUGAT TIDAK BERSEDIA MEMBAYARNYA DENGAN ALASAN KARENA YANG MENGAJUKAN PERCERAIAN ADALAH PENGGUGAT DAN DALAM HAL NAFKAH, TERGUGAT MENYATAKAN BAHWA TERGUGAT ADA MEMBERIKAN NAFKAH, KECUALI SEJAK PENGGUGAT KELUAR DARI RUMAH TEMPAT KEDIAMAN BERSAMA, ATAS GUGATAN TERSEBUT MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA TELAH MEMERIKSA DAN MEMUTUS YANG PADA POKOKNYA MENGABULKAN GUGATAN PENGGUGAT DALAM HAL PERCERAIAN, SEDANGKAN DALAM HAL TUNTUTAN NAFKAH IDDAH, MUTAH DAN NAFKAH YANG LALU (MADHIYAH) DINYATAKAN DITOLAK. MENIMBANG, BAHWA MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING SETELAH MEMBACA DAN MENELITI DENGAN SEKSAMA RANGKAIAN JALANNYA PEMERIKSAAN PERKARA INI DI TINGKAT PERTAMA YANG BERKAITAN DENGAN PROSES PEMANGGILAN, USAHA MENDAMAIKAN, PENENTUAN LEGAL STANDING PARA PIHAK BERPERKARA, KESEMUANYA TELAH SESUAI DENGAN KETENTUAN HUKUM ACARA YANG BERLAKU DENGAN LANDASAN HUKUM YANG TEPAT, SEHINGGA PROSES PEMERIKSAAN PERKARA INI PATUT DAPAT DINYATAKAN MEMILIKI LEGAL REASONING YANG BENAR DAN TELAH MEMENUHI TATA CARA TAHAPAN-TAHAPAN PENYELESAIAN PERKARA SEBAGAIMANA MESTINYA; MENIMBANG, BAHWA BUKTI SURAT YANG DIAJUKAN OLEH PENGGUGAT DALAM PUTUSAN PADA HALAMAN 7 SAMPAI DENGAN HALAMAN 9 ADALAH BUKTI YANG DIBERI KODE P.1 SAMPAI P.11, NAMUN SETELAH DITELITI DALAM BERITA ACARA SIDANG PERKARA A QUO TERNYATA BUKTI YANG ADA HANYA P.1 SMPAI P.10 SEDANGKAN P.11 TIDAK ADA P.11 TIDAK ADA, MAKA OLEH MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING HAL TERSEBUT TELAH DIPERBAIKI; MENIMBANG, BAHWA SETELAH MEMPELAJARI DENGAN SEKSAMA BERKAS PERKARA YANG TERDIRI DARI GUGATAN PENGGUGAT, BERITA ACARA SIDANG, BUKTI SURAT, KETERANGAN SAKSI-SAKSI, SALINAN RESMI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PADANG NOMOR 930/PDT.G/2022/PA.PDG TANGGAL 25 AGUSTUS 2022. MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING BERPENDAPAT BAHWA PEMERIKSAAN PERKARA TELAH DILAKUKAN DENGAN TEPAT DAN BENAR SESUAI DENGAN KETENTUAN HUKUM ACARA DAN TELAH MEMPERTIMBANGKAN ASPEK FORMAL DAN MATERIL DENGAN MENETAPKAN FAKTA-FAKTA HUKUM YANG ADA DAN DISERTAI DENGAN PENERAPAN HUKUM BAIK YANG BERSUMBER DARI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN MAUPUN DARI DALIL SYARI DAN DOKTRIN HUKUM SERTA FIQHI; MENIMBANG, BAHWA YANG MENJADI PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA ATAS PENDAPAT TERSEBUT ADALAH DIDASARKAN PADA HASIL KONSTATIR YANG MENEMUKAN FAKTA PERSIDANGAN PADA POKOKNYA BAHWA : PENEMUAN FAKTA TERSEBUT OLEH MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA DENGAN BERPEDOMAN KEPADA YURISPRUDENSI MARI NOMOR 38/K/AG/1990 SELANJUTNYA, MENGKUALIFISIRNYA SEBAGAI PERISTIWA PERTENGKARAN ATAU PERSELISIHAN YANG TERUS MENERUS SEHINGGA TIDAK DAPAT DIDAMAIKAN LAGI BERDASARKAN PASAL 19 HURUF (F) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975 JO., PASAL 116 HURUF (F) KOMPILASI HUKUM ISLAM JO., PASAL 39 AYAT (1) DAN (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 JO., PASAL 70 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009; MENIMBANG, BAHWA PENILAIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERHADAP KONDISI RUMAH TANGGA PENGGUGAT DAN TERGUGAT SEBAGAIMANA TERSEBUT DI ATAS, RELEVAN DENGAN KETENTUAN SYARI DALAM KITAB MADZA HURRIYATUZ ZAUJANI FII ATH THALAK JUZ 1, HALAMAN 83, MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING SEPENDAPAT DENGAN ITU DAN MENJADIKANNYA SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA INI, YAITU SEBAGAI BERIKUT: ??? ????? ??????? ???? ?????? ??? ????? ?????? ??????? ??? ??? ???? ????????? ??? ??? ???? ???? ?????? ?????? ???? ?? ??? ??? ??? ?????????????? ?? ???? ??? ??? ??????? ?????? ?????? ???? ??? ????? ??? ??????? YANG ARTINYA DENGAN TERJEMAHAN BEBAS BAHWA: ISLAM MEMILIH LEMBAGA TALAK/PERCERAIAN, ADALAH KETIKA RUMAH TANGGA SUDAH DIANGGAP GONCANG, TIDAK HARMONIS DAN TIDAK BERMANFAAT LAGI PERDAMAIAN, JUGA HUBUNGAN SUAMI ISTRI SUDAH HAMPA (TANPA RUH). JIKA PERKAWINAN DITERUSKAN, MAKA BERARTI MENGHUKUM SALAH SATU ISTRI ATAU SUAMI DALAM PENJARA YANG BERKEPANJANGAN YANG BERTENTANGAN DENGAN SEMANGAT KEADILAN; MENIMBANG, BAHWA APA YANG SUDAH DIPERTIMBANGKAN DALAM HAL PERCERAIAN OLEH MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA DALAM PENEMUAN FAKTA DAN PENERAPAN HUKUM DAN DIJADIKAN SEBAGAI PENDAPAT SENDIRI SEBAGAIMANA PERTIMBANGAN DI ATAS, MENURUT PENDAPAT MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING TELAH TEPAT DAN BENAR. MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING SEPAKAT UNTUK MENGAMBIL ALIH MENJADI PENDAPAT DAN PERTIMBANGAN SENDIRI PADA TINGKAT BANDING SEBAGAIMANA BUNYI AMAR PUTUSAN DI BAWAH INI; MENIMBANG, BAHWA PEMBANDING SELAIN MENGAJUKAN GUGATAN CERAI JUGA MENGAJUKAN GUGATAN TENTANG NAFKAH YANG LALU SELAMA 50 BULAN, SEJUMLAH RP100.000.000,00 (SERATUS JUTA RUPIAH), NAFKAH SELAMA MASA IDDAH SEJUMLAH RP15.000.000,00 (LIMA BELAS JUTA RUPIAH) DAN MUTAH BERUPA UANG SEJUMLAH RP1.255.000,00 (SATU JUTA DUA RATUS LIMA PULUH LIMA RIBU RUPIAH). YANG HARUS DIBAYARKAN SEBELUM TERGUGAT MENGAMBIL AKTA CERAI; MENIMBANG, BAHWA TERGUGAT MENYATAKAN TIDAK BERSEDIA MEMBAYAR TUNTUTAN PENGGUGAT TERSEBUT, DENGAN ALASAN YANG MENGAJUKAN GUGATAN CERAI ADALAH PENGGUGAT DAN JUGA KARENA TERGUGAT TETAP MEMBERIKAN NAFKAH, KECUALI SEJAK PENGGUGAT KELUAR DARI TEMPAT KEDIAMAN BERSAMA, TERGUGAT TIDAK ADA LAGI MEMBERI NAFKAH UNTUK PENGGUGAT; MENIMBANG, BAHWA PEMBEBANAN NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI GUGAT DAPAT DITETAPKAN BERDASARKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG (SEMA) NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERLAKUAN RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR MAHKAMAH AGUNG TAHUN 2018 SEBAGAI PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS BAGI PENGADILAN DINYATAKAN: MENGAKOMODIR PERMA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN DENGAN HUKUM, MAKA ISTRI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DAPAT DIBERIKAN MUTAH, DAN NAFKAH IDDAH SEPANJANG TIDAK TERBUKTI NUSYUZ MENIMBANG, BAHWA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA INI PADA TINGKAT PERTAMA, TIDAK TERDAPAT BUKTI BUKTI YANG MENYATAKAN PENGGUGAT TELAH BERBUAT NUSYUZ, DAN DALAM HAL KEPERGIAN PENGGUGAT KELUAR DARI TEMPAT KEDIAMAN BERSAMA, HAL TERSEBUT DISEBABKAN KARENA PENGGUGAT SUDAH TIDAK TAHAN LAGI HIDUP DENGAN TERGUGAT YANG TIDAK ADA TANGGUNG JAWAB SAMA SEKALI, MAKA BERDASARKAN FAKTA-FAKTA DI ATAS, MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING BERPENDAPAT BAHWA PENGGUGAT TIDAK NUSYUZ, DAN OLEH KARENANYA PENGGUGAT BERHAK MENDAPAT HAK-HAK PASCA PERCERAIAN YAITU NAFKAH SELAMA MASA IDDAH DAN MUTAH; MENIMBANG, BAHWA DALAM MENENTUKAN BESARNYA PEMBEBANAN NAFKAH SELAMA IDDAH, MAJELIS HAKIM HARUS MEMPERTIMBANGKAN PENGHASILAN BEKAS SUAMI, KEBUTUHAN HIDUP MINIMUM BEKAS ISTERI DAN HARUS MENETAPKAN BERDASARKAN KEPATUTAN DAN KEADILAN. SEBAGAIMANA YURISPRUDENSI NOMOR 280 K/AG/2004, TANGGAL 10 NOPEMBER 2004, BAHWA APABILA TERJADI PERCERAIAN, MAKA AKIBAT PERCERAIAN HARUS DITETAPKAN SESUAI DENGAN KEBUTUHAN HIDUP MINIMAL BERDASARKAN KEPATUTAN DAN KEADILAN DAN HARUS DISESUAIKAN PULA DENGAN KESANGGUPAN DAN KEMAMPUAN BEKAS SUAMI. HAL INI SESUAI DENGAN FIRMAN ALLAH SWT DALAM SURAT ATH-TALAQ AYAT 7, YANG ARTINYA: ARTINYA: HENDAKLAH ORANG YANG MAMPU MEMBERI NAFKAH MENURUT KEMAMPUANNYA DAN ORANG YANG DISEMPITKAN RIZKINYA HENDAKLAH MEMBERI NAFKAH DARI HARTA YANG DIBERIKAN ALLAH KEPADANYA. ALLAH TIDAK MEMIKULKAN BEBAN KEPADA SESEORANG MELAINKAN (SEKEDAR) APA YANG ALLAH BERIKAN KEPADANYA. ALLAH KELAK AKAN MEMBERIKAN KELAPANGAN SESUDAH KESEMPITAN; MENIMBANG, BAHWA TERGUGAT PEKERJAAN SEHARI-HARI SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN PENGHASILAN PER BULANNYA SEBESAR RP5.000.000,00 (KETERANGAN SAKSI 1 DAN 2 TERGUGAT ). DALAM SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 7 TAHUN 2012 ANGKA 16 DIKATAKAN BAHWA: PENENTUAN BESARAN MUTAH DAN NAFKAH IDDAH DAN NAFKAH ANAK DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KEMAMPUAN SUAMI DAN KEPATUTAN SEPERTI LAMANYA MASA PERKAWINAN SERTA BESARAN TAKE HOME PAY SUAMI, MAKA DENGAN BERDASARKAN PEKERJAAN TERGUGAT SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN MASA PERKAWINAN PENGGUGAT DAN TERGUGAT LEBIH KURANG 6 TAHUN LAMANYA, OLEH KARENA ITU MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING BERPENDAPAT BAHWA PATUT DAN WAJAR TERGUGAT PATUT DIHUKUM MEMBAYAR NAFKAH IDDAH KEPADA PENGGUGAT SETIAP BULANNYA SEJUMLAH RP1.500.000,00 (SATU JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH), SEHINGGA SELAMA 3 (TIGA) BULAN BERJUMLAH RP4.500.000,00 (EMPAT JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH); MENIMBANG, BAHWA TERKAIT PEMBERIAN MUTAH KEPADA PENGGUGAT ADALAH DIMAKSUDKAN AGAR ISTRI TERHIBUR HATINYA SEBAGAIMANA DINYATAKAN OLEH PAKAR HUKUM ISLAM DALAM KITAB AL-FIQHU AL-ISLAMIYYU WA ADILLATUHU JUZ VII HALAMAN 321 YANG DIAMBIL ALIH SEBAGAI PENDAPAT MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING YANG MAKSUDNYA SEBAGAI BERIKUT : PEMBERIAN MUTAH ITU AGAR ISTERI TERHIBUR HATINYA, DAPAT MENGURANGI KEPEDIHAN HATI AKIBAT TALAK DAN KALAU TALAKNYA BUKAN TALAK BAIN DIMUNGKINKAN TIMBUL KEINGINAN UNTUK RUKUN KEMBALI SEBAGAI SUAMI-ISTRI SEPERTI SEMULA; MENIMBANG, BAHWA MENGENAI MUTAH, PENGGUGAT MENUNTUT SEBESAR RP1.255.000,00 (SATU JUTA DUA RATUS LIMA PULUH LIMA RIBU RUPIAH), JUMLAH YANG DITUNTUT OLEH PENGGUGAT ITU ADALAH WAJAR, DAN OLEH KARENANYA MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING BERPENDAPAT BAHWA TERGUGAT PATUT DIHUKUM UNTUK MEMBAYAR MUTAH BERUPA UANG SEBESAR RP1.255.000,00 (SATU JUTA DUA RATUS LIMA PULUH LIMA RIBU RUPIAH); MENIMBANG, BAHWA UNTUK MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI HAK-HAK PENGGUGAT PASCA PERCERAIAN, MAKA PEMBAYARAN KEWAJIBAN PENGGUGAT KEPADA TERGUGAT UNTUK MEMBERIKAN NAFKAH IDDAH SEJUMLAH RP4.500.000,00 (EMPAT JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH) DAN MUTAH BERUPA UANG SEJUMLAH RP1.255.000,00 (SATU JUTA DUA RATUS LIMA PULUH LIMA RIBU RUPIAH), DIBAYAR OLEH TERGUGAT SEBELUM TERGUGAT MENGAMBIL AKTA CERAI (VIDE SEMA NOMOR 2 TAHUN 2019); MENIMBANG, BAHWA MAJELIS HAKIM BANDING TIDAK SEPENDAPAT DENGAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA YANG MEMPERTIMBANGKAN PADA POKOKNYA DALAM HAL NAFKAH YANG LALU TERGUGAT TELAH LALAI. TERGUGAT TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA PENGGUGAT SEBAGAI ISTERI SELAMA 50 BULAN, SEJUMLAH RP100.000.000,00 MENIMBANG, BAHWA PENGGUGAT DALAM DALIL GUGATANNYA TENTANG NAFKAHMASA LALU (MADHIYAH) INI TIDAK MENJELASKAN RINCIAN PENGELUARANNYA, SEHINGGA MENCAPAI JUMLAH YANG SEDEMIKIAN. TIDAK MENJELASKAN APAKAH TERGUGAT MENINGGALKAN CUKUP HARTA ATAU PENGGUGAT PENUHI DENGAN CARA BERHUTANG KEPADA PIHAK LAIN DAN BELUM DIBAYAR LUNAS SEHINGGA TETAP MENJADI HUTANG YANG HARUS DILUNASI; MENIMBANG, BAHWA SESUAI DENGAN PENGHASILANNYA SUAMI MENANGGUNG: A. NAFKAH, KISWAH DAN TEMPAT KEDIAMAN BAGI ISTERI; B. BIAYA RUMAH TANGGA, BIAYA PERAWATAN DAN BIAYA PENGOBATAN BAGI ISTERI DAN ANAK; C. BIAYA PENDIDIDKAN BAGI ANAK (EX. PSL., 80 AYAT (4) KHI), KEWAJIBAN MANA MENJADI HUTANG SAMPAI TERLAKSANA DENGAN LUNAS. ADAPUN PENGHASILAN SUAMI DAN JUGA PENGHASILAN ISTERI (JIKA ADA) BERUPA HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN ATAU SYIRKAH ADALAH HARTA YANG DIPEROLEH BAIK SENDIRI-SENDIRI ATAU BERSAMA SUAMI-ISTERI SELAMA DALAM IKATAN PERKAWINAN BERLANGSUNG SELANJUTNYA DISEBUT HARTA BERSAMA, TANPA MEMPERSOALKAN TERDAFTAR ATAS NAMA SIAPAPUN (EX.PSL 1 HURUF (F) KHI). DENGAN DEMIKIAN, PENGHASILAN SUAMI SESUNGGUHNYA ADALAH SUMBER UTAMA HARTA BERSAMA SUAMI-ISTERI DISAMPING PENGHASILAN ISTERI JIKA ADA DAN SEMUA PEMBIAYAAN BAGI KEPENTINGAN KEBUTUHAN KELUARGA PERTAMA-TAMA DIBEBANKAN KEPADA HARTA BERSAMA, TERMASUK NAFKAH MADHIYAH ISTERI. SELANJUTNYA, 1. PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP HUTANG SUAMI ATAU ISTERI DIBEBANKAN PADA HARTANYA MASING-MASING; 2. PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP HUTANG YANG DILAKUKAN UNTUK KEPENTINGAN KELUARGA, DIBEBANKAN KEPADA HARTA BERSAMA; 3. BILA HARTA BERSAMA TIDAK MENCUKUPI, DIBEBANKAN KEPADA HARTA SUAMI; 4. BILA HARTA SUAMI TIDAK ADA ATAU MENCUKUPI DIBEBANKAN KEPADA HARTA ISTERI (EX. PSL 93 KHI). IN CASU, TIDAK ADA DALIL GUGATAN PENGGUGAT YANG MENJELASKAN BAHWA TERGUGAT TIDAK MENINGGALKAN HARTA DAN ATAU HARTA BERSAMA YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK NAFKAH MADHIYAH ISTERI DAN ANAK, ATAU BAHWA NAFKAH TERSEBUT DIPENUHINYA DENGAN BERHUTANG KEPADA PIHAK KETIGA YANG HARUS DIBAYAR/DILUNASI KEPADA PIHAK TERSEBUT; MENIMBANG, BAHWA PENGGUGAT ADALAH JUGA SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG TENTUNYA JUGA MEMILIKI PENGHASILAN YANG KEMUDIAN PENGHASILAN TERSEBUT ADALAH JUGA SEBAGAI SUMBER HARTA BERSAMA BERIKUTNYA SETELAH PENGHASILAN SUAMI SEBAGAI SUMBER HARTA BERSAMA YANG UTAMA DARI KEDUA PIHAK (PENGGUGAT DAN TERGUGAT); MENIMBANG, BAHWA KETIADAAN PENJELASAN ALASAN-ALASAN YANG CUKUP TENTANG NAFKAH MADHIYAH ISTERI TERSEBUT MENYEBABKAN KETIDAK-JELASAN APAKAH PEMENUHANNYA YANG PERISTIWANYA SESUNGGUHNYA SUDAH BERLALU ADALAH BERASAL BUKAN DARI PENGHASILAN SUAMI DAN ATAU HARTA BERSAMA ATAUPUN BUKAN BERASAL DARI HARTA SUAMI. DENGAN DEMIKIAN, GUGATAN INI TIDAK DAPAT DILANJUTKAN PEMERIKSAANNYA UNTUK MENGETAHUI APAKAH TERGUGAT BELUM MELAKSANAKAN KEWAJIBAN DAN PENGGUGAT BELUM MENERIMA SESUAI HAKNYA. OLEH KARENA ITU, GUGATAN PENGGUGAT TENTANG NAFKAH MADHIYAH ISTERI TERSEBUT ADALAH KABUR (OBSCUUR LIBEL), MAKA HARUS DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA (NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD); MENIMBANG, BAHWA TENTANG PETITUM PENGGUGAT PADA POIN 4 AGAR MEMERINTAHKAN PANITERA PENGADILAN AGAMA PADANG UNTUK MENYERAHKAN AKTA CERAI KEPADA TERGUGAT/TERBANDING SETELAH MEMENUHI KEWAJIBAN TENTANG AKTA CERAI PADA DIKTUM ANGKA 3, TIDAK DAPAT DIPERTIMBANGKAN, KARENA KARENA HAL TERSEBUT MENYANGKUT PELAKSANAAN PASAL 84 AYAT (4) UNDANG UNDANG NOMOR & TAHUN1989 YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN AGAMA, YANG MERUPAKAN KEWAJIBAN BAGI PANITERA UNTUK MELAKSANAKANNYA, SEHINGGA TIDAK MEMERLUKAN ADANYA PERINTAH UNTUK ITU; MENIMBANG, BAHWA APA YANG TELAH DIPERTIMBANGKAN OLEH MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA DAN TIDAK BERTENTANGAN DENGAN PERTIMBANGAN MEJELIS HAKIM TINGKAT BANDING DALAM PUTUSAN INI ADALAH MENJADI BAGIAN DAN TIDAK TERPISAHKAN DARI PUTUSAN INI. DAN SEMUA KEBERATAN PENGGUGAT TERHADAP PUTUSAN MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA DALAM MEMORI BANDING TELAH CUKUP DENGAN PERTIMBANGAN SEBAGAIMANA DIURAIKAN DI ATAS; MENIMBANG, BAHWA BERDASARKAN PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN YANG MEMPERBAIKI DAN MENAMBAH PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA SEBAGAIMANA DIURAIKAN DI ATAS, MAKA PUTUSAN YANG DIJATUHKAN OLEH MAJELIS HAKIM TINGKAT PERTAMA/PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PADANG NOMOR 930/ PDT.G/2022/PA.PDG., TANGGAL 25 AGUSTUS 2022 MASEHI, BERTEPATAN DENGAN TANGGAL 27 MUHARRAM 1444 HIJRIYAH, TIDAK DAPAT LAGI DIPERTAHANKAN DAN HARUS DIBATALKAN DENGAN MENGADILI SENDIRI PADA TINGKAT BANDING YANG AMAR PUTUSAN SELENGKAPNYA SEBAGAIMANA TERSEBUT PADA BAGIAN AMAR PUTUSAN PERKARA INI; MENIMBANG, BAHWA KARENA PERKARA INI TERMASUK BIDANG PERKAWINAN MAKA MENURUT KETENTUAN PASAL 89 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009 BIAYA PERKARA PADA TINGKAT PERTAMA DIBEBANKAN KEPADA PENGGUGAT DAN TINGKAT BANDING DIBEBANKAN KEPADA PEMBANDING. UNTUK TINGKAT PERTAMA SEJUMLAH RP320.000,00 (TIGA RATUS DUA PULUH RIBU RUPIAH) DAN TINGKAT BANDING DITETAPKAN SEJUMLAH RP150.000,00 (SERATUS LIMA PULUH RIBU RUPIAH); MENGINGAT SEMUA KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DAN HUKUM SYARA YANG BERKAITAN DENGAN PERKARA INI; |
Catatan Amar |
Menimbang, bahwa permohonan banding a quo oleh Penggugat sebagai Pembanding diajukan masih dalam tenggang waktu masa banding (putusan dibacakan tanggal 25 Agustus 2022 Masehi dengan dihadiri oleh Pengugat dan Tergugat, akta banding diajukan oleh Pembanding tanggal 05 September 2022) dan menurut prosedur permohonan banding yang berlaku, sesuai Pasal 7 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan jo Pasal 199 ayat (1) R.Bg., serta diajukan ke Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang mengadili perkara tersebut in casu Pengadilan Tinggi Agama Padang yang wilayah hukumnya meliputi pengadilan agama pengaju/Pengadilan Agama Padang, sesuai ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama jo., Pasal 26 ayat (1) Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, maka permohonan banding Pembanding secara formal telah memenuhi syarat dan dapat diterima; Menimbang, bahwa Pembanding semula sebagai Penggugat pada Pengadilan Agama Padang, sesuai Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka Pembanding berkedudukan hukum (legal standing) yang berhak mengajukan permohonan banding terhadap perkara ini; Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi Agama yang juga sebagai judex factie agar dapat memberikan putusan yang benar dan adil, sekaligus menanggapi memori banding Pembanding, maka dipandang perlu memeriksa ulang tentang apa yang telah diperiksa dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama dan akan diputus pada tingkat banding, sesuai dengan kaidah hukum sebagaimana terkandung dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 194 K/Sip/1975 jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1043/K/Sip/1972, maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang akan memeriksa ulang perkara a quo secara keseluruhan; Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Pertama sebelum memeriksa pokok perkara, terlebih dahulu berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara secara langsung oleh Majelis Hakim di Persidangan maupun melalui mediasi oleh mediator Drs. Adwar, S.H. namun dalam laporannya ?Mediasi Tidak Berhasil, sesuai dengan Laporan Mediator tanggal 14 Juli 2022, maka Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa proses perdamaian telah memenuhi ketentuan pasal 154 R.Bg, jo pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah mengalami dua kali perubahan yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama jo pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan jo Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 108/KMA/SK/VI/ 2016 tanggal 17 Juni 2016 Tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan, sehingga proses penyelesaian perkara dapat dilanjutkan; Menimbang, bahwa dalam surat gugatannya, Penggugat pada pokoknya mengajukan gugatan cerai sekaligus menuntut nafkah iddah, mut?ah dan nafkah yang lalu terhadap Tergugat ke Pengadilan Agama Padang. Atas gugatan tersebut, Tergugat mengajukan dalil bantahan terutama dalam hal yang dituntut oleh Penggugat. Tergugat tidak bersedia membayarnya dengan alasan karena yang mengajukan perceraian adalah Penggugat dan dalam hal nafkah, Tergugat menyatakan bahwa Tergugat ada memberikan nafkah, kecuali sejak Penggugat keluar dari rumah tempat kediaman bersama, Atas gugatan tersebut Majelis Hakim Tingkat Pertama telah memeriksa dan memutus yang pada pokoknya mengabulkan gugatan Penggugat dalam hal perceraian, sedangkan dalam hal tuntutan nafkah iddah, mut?ah dan nafkah yang lalu (madhiyah) dinyatakan ditolak. Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding setelah membaca dan meneliti dengan seksama rangkaian jalannya pemeriksaan perkara ini di tingkat pertama yang berkaitan dengan proses pemanggilan, usaha mendamaikan, penentuan legal standing para pihak berperkara, kesemuanya telah sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku dengan landasan hukum yang tepat, sehingga proses pemeriksaan perkara ini patut dapat dinyatakan memiliki legal reasoning yang benar dan telah memenuhi tata cara tahapan-tahapan penyelesaian perkara sebagaimana mestinya; Menimbang, bahwa bukti surat yang diajukan oleh Penggugat dalam putusan pada halaman 7 sampai dengan halaman 9 adalah bukti yang diberi kode P.1 sampai P.11, namun setelah diteliti dalam Berita Acara Sidang perkara a quo ternyata bukti yang ada hanya P.1 smpai P.10 sedangkan P.11 tidak ada P.11 tidak ada, maka oleh Majelis Hakim tingkat banding hal tersebut telah diperbaiki; Menimbang, bahwa setelah mempelajari dengan seksama berkas perkara yang terdiri dari gugatan Penggugat, Berita Acara Sidang, bukti surat, keterangan saksi-saksi, salinan resmi Putusan Pengadilan Agama Padang Nomor 930/Pdt.G/2022/PA.Pdg tanggal 25 Agustus 2022. Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa pemeriksaan perkara telah dilakukan dengan tepat dan benar sesuai dengan ketentuan hukum acara dan telah mempertimbangkan aspek formal dan materil dengan menetapkan fakta-fakta hukum yang ada dan disertai dengan penerapan hukum baik yang bersumber dari ketentuan perundang-undangan maupun dari dalil syar?i dan doktrin hukum serta fiqhi; Menimbang, bahwa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama atas pendapat tersebut adalah didasarkan pada hasil konstatir yang menemukan fakta persidangan pada pokoknya bahwa : Penemuan fakta tersebut oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama dengan berpedoman kepada Yurisprudensi MARI Nomor 38/K/AG/1990 Selanjutnya, mengkualifisirnya sebagai peristiwa pertengkaran atau perselisihan yang terus menerus sehingga tidak dapat didamaikan lagi berdasarkan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo., Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam jo., Pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 jo., Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009; Menimbang, bahwa penilaian peraturan perundang-undangan terhadap kondisi rumah tangga Penggugat dan Tergugat sebagaimana tersebut di atas, relevan dengan ketentuan Syar?i dalam Kitab Madza Hurriyatuz Zaujani Fii Ath Thalak Juz 1, Halaman 83, Majelis Hakim Tingkat Banding sependapat dengan itu dan menjadikannya sebagai dasar pertimbangan hukum dalam memutus perkara ini, yaitu sebagai berikut: ??? ????? ??????? ???? ?????? ??? ????? ?????? ??????? ??? ??? ???? ????????? ??? ??? ???? ???? ?????? ?????? ???? ?? ??? ??? ??? ?????????????? ?? ???? ??? ??? ??????? ?????? ?????? ???? ??? ????? ??? ??????? Yang artinya dengan terjemahan bebas bahwa: ?Islam memilih lembaga talak/perceraian, adalah ketika rumah tangga sudah dianggap goncang, tidak harmonis dan tidak bermanfaat lagi perdamaian, juga hubungan suami istri sudah hampa (tanpa ruh). Jika perkawinan diteruskan, maka berarti menghukum salah satu istri atau suami dalam penjara yang berkepanjangan yang bertentangan dengan semangat keadilan?; Menimbang, bahwa apa yang sudah dipertimbangkan dalam hal perceraian oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam penemuan fakta dan penerapan hukum dan dijadikan sebagai pendapat sendiri sebagaimana pertimbangan di atas, menurut pendapat Majelis Hakim Tingkat Banding telah tepat dan benar. Majelis Hakim Tingkat Banding sepakat untuk mengambil alih menjadi pendapat dan pertimbangan sendiri pada tingkat banding sebagaimana bunyi amar putusan di bawah ini; Menimbang, bahwa Pembanding selain mengajukan gugatan cerai juga mengajukan gugatan tentang nafkah yang lalu selama 50 bulan, sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), nafkah selama masa iddah sejumlah Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dan mut?ah berupa uang sejumlah Rp1.255.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh lima ribu rupiah). yang harus dibayarkan sebelum Tergugat mengambil akta cerai; Menimbang, bahwa Tergugat menyatakan tidak bersedia membayar tuntutan Penggugat tersebut, dengan alasan yang mengajukan gugatan cerai adalah Penggugat dan juga karena Tergugat tetap memberikan nafkah, kecuali sejak Penggugat keluar dari tempat kediaman bersama, Tergugat tidak ada lagi memberi nafkah untuk Penggugat; Menimbang, bahwa pembebanan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat dapat ditetapkan berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan dinyatakan: ?Mengakomodir Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, maka istri dalam perkara cerai gugat dapat diberikan mut?ah, dan nafkah ?iddah sepanjang tidak terbukti nusyuz? Menimbang, bahwa dalam pemeriksaan perkara ini pada tingkat pertama, tidak terdapat bukti bukti yang menyatakan Penggugat telah berbuat nusyuz, dan dalam hal kepergian Penggugat keluar dari tempat kediaman bersama, hal tersebut disebabkan karena Penggugat sudah tidak tahan lagi hidup dengan Tergugat yang tidak ada tanggung jawab sama sekali, maka berdasarkan fakta-fakta di atas, Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa Penggugat tidak nusyuz, dan oleh karenanya Penggugat berhak mendapat hak-hak pasca perceraian yaitu nafkah selama masa iddah dan mut?ah; Menimbang, bahwa dalam menentukan besarnya pembebanan nafkah selama iddah, Majelis Hakim harus mempertimbangkan penghasilan bekas suami, kebutuhan hidup minimum bekas isteri dan harus menetapkan berdasarkan kepatutan dan keadilan. sebagaimana Yurisprudensi Nomor 280 K/AG/2004, tanggal 10 Nopember 2004, bahwa apabila terjadi perceraian, maka akibat perceraian harus ditetapkan sesuai dengan kebutuhan hidup minimal berdasarkan kepatutan dan keadilan dan harus disesuaikan pula dengan kesanggupan dan kemampuan bekas suami. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat ath-Talaq ayat 7, yang artinya: Artinya: ?Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan; Menimbang, bahwa Tergugat pekerjaan sehari-hari sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan penghasilan per bulannya sebesar Rp5.000.000,00 (Keterangan saksi 1 dan 2 Tergugat ). Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 angka 16 dikatakan bahwa: Penentuan besaran mut?ah dan nafkah iddah dan nafkah anak dengan mempertimbangkan kemampuan suami dan kepatutan seperti lamanya masa perkawinan serta besaran take home pay suami, maka dengan berdasarkan pekerjaan Tergugat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan masa perkawinan Penggugat dan Tergugat lebih kurang 6 tahun lamanya, oleh karena itu Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa patut dan wajar Tergugat patut dihukum membayar nafkah iddah kepada Penggugat setiap bulannya sejumlah Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah), sehingga selama 3 (tiga) bulan berjumlah Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah); Menimbang, bahwa terkait pemberian mut?ah kepada Penggugat adalah dimaksudkan agar istri terhibur hatinya sebagaimana dinyatakan oleh pakar hukum Islam dalam kitab Al-Fiqhu al-Islamiyyu wa adillatuhu juz VII halaman 321 yang diambil alih sebagai pendapat Majelis Hakim Tingkat Banding yang maksudnya sebagai berikut : ?Pemberian mut?ah itu agar isteri terhibur hatinya, dapat mengurangi kepedihan hati akibat talak dan kalau talaknya bukan talak ba?in dimungkinkan timbul keinginan untuk rukun kembali sebagai suami-istri seperti semula?; Menimbang, bahwa mengenai mut?ah, Penggugat menuntut sebesar Rp1.255.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh lima ribu rupiah), jumlah yang dituntut oleh Penggugat itu adalah wajar, dan oleh karenanya Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa Tergugat patut dihukum untuk membayar mut?ah berupa uang sebesar Rp1.255.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh lima ribu rupiah); Menimbang, bahwa untuk memberikan perlindungan hukum bagi hak-hak Penggugat pasca perceraian, maka pembayaran kewajiban Penggugat kepada Tergugat untuk memberikan nafkah iddah sejumlah Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) dan mut?ah berupa uang sejumlah Rp1.255.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh lima ribu rupiah), dibayar oleh Tergugat sebelum Tergugat mengambil akta cerai (vide SEMA Nomor 2 Tahun 2019); Menimbang, bahwa Majelis Hakim Banding tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama yang mempertimbangkan pada pokoknya dalam hal nafkah yang lalu Tergugat telah lalai. Tergugat tidak memberikan nafkah kepada Penggugat sebagai isteri selama 50 bulan, sejumlah Rp100.000.000,00 Menimbang, bahwa Penggugat dalam dalil gugatannya tentang nafkahmasa lalu (madhiyah) ini tidak menjelaskan rincian pengeluarannya, sehingga mencapai jumlah yang sedemikian. Tidak menjelaskan apakah Tergugat meninggalkan cukup harta atau Penggugat penuhi dengan cara berhutang kepada pihak lain dan belum dibayar lunas sehingga tetap menjadi hutang yang harus dilunasi; Menimbang, bahwa ?sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri; b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak; c. biaya pendididkan bagi anak (ex. psl., 80 ayat (4) KHI), kewajiban mana menjadi hutang sampai terlaksana dengan lunas. Adapun penghasilan suami dan juga penghasilan isteri (jika ada) berupa ?Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun (ex.Psl 1 huruf (f) KHI). Dengan demikian, penghasilan suami sesungguhnya adalah sumber utama harta bersama suami-isteri disamping penghasilan isteri jika ada dan semua pembiayaan bagi kepentingan kebutuhan keluarga pertama-tama dibebankan kepada harta bersama, termasuk nafkah madhiyah isteri. Selanjutnya, ? 1. Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing; 2. Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama; 3. Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami; 4. Bila harta suami tidak ada atau mencukupi dibebankan kepada harta isteri? (ex. psl 93 KHI). In casu, tidak ada dalil gugatan Penggugat yang menjelaskan bahwa Tergugat tidak meninggalkan harta dan atau harta bersama yang dapat digunakan untuk nafkah madhiyah isteri dan anak, atau bahwa nafkah tersebut dipenuhinya dengan berhutang kepada pihak ketiga yang harus dibayar/dilunasi kepada pihak tersebut; Menimbang, bahwa Penggugat adalah juga sebagai Pegawai Negeri Sipil yang tentunya juga memiliki penghasilan yang kemudian penghasilan tersebut adalah juga sebagai sumber harta bersama berikutnya setelah penghasilan suami sebagai sumber harta bersama yang utama dari kedua pihak (Penggugat dan Tergugat); Menimbang, bahwa ketiadaan penjelasan alasan-alasan yang cukup tentang nafkah madhiyah isteri tersebut menyebabkan ketidak-jelasan apakah pemenuhannya yang peristiwanya sesungguhnya sudah berlalu adalah berasal bukan dari penghasilan suami dan atau harta bersama ataupun bukan berasal dari harta suami. Dengan demikian, gugatan ini tidak dapat dilanjutkan pemeriksaannya untuk mengetahui apakah Tergugat belum melaksanakan kewajiban dan Penggugat belum menerima sesuai haknya. Oleh karena itu, gugatan Penggugat tentang nafkah madhiyah isteri tersebut adalah kabur (obscuur libel), maka harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard); Menimbang, bahwa tentang petitum Penggugat pada poin 4 agar memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Padang untuk menyerahkan Akta Cerai kepada Tergugat/Terbanding setelah memenuhi kewajiban tentang akta cerai pada diktum angka 3, tidak dapat dipertimbangkan, karena karena hal tersebut menyangkut pelaksanaan pasal 84 ayat (4) Undang undang Nomor & tahun1989 yang telah diubah dengan Undang undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, yang merupakan kewajiban bagi Panitera untuk melaksanakannya, sehingga tidak memerlukan adanya perintah untuk itu; Menimbang, bahwa apa yang telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama dan tidak bertentangan dengan pertimbangan Mejelis Hakim Tingkat Banding dalam putusan ini adalah menjadi bagian dan tidak terpisahkan dari putusan ini. Dan semua keberatan Penggugat terhadap putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam memori banding telah cukup dengan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang memperbaiki dan menambah pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama sebagaimana diuraikan di atas, maka putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama/putusan Pengadilan Agama Padang Nomor 930/ Pdt.G/2022/PA.Pdg., tanggal 25 Agustus 2022 Masehi, bertepatan dengan tanggal 27 Muharram 1444 Hijriyah, tidak dapat lagi dipertahankan dan harus dibatalkan dengan mengadili sendiri pada tingkat banding yang amar putusan selengkapnya sebagaimana tersebut pada bagian amar putusan perkara ini; Menimbang, bahwa karena perkara ini termasuk bidang perkawinan maka menurut ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 biaya perkara pada tingkat pertama dibebankan kepada Penggugat dan tingkat banding dibebankan kepada Pembanding. Untuk tingkat pertama sejumlah Rp320.000,00 (tiga ratus dua puluh ribu rupiah) dan tingkat banding ditetapkan sejumlah Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); Mengingat semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syara? yang berkaitan dengan perkara ini; |
Tanggal Musyawarah | 26 Oktober 2022 |
Tanggal Dibacakan | 26 Oktober 2022 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Lampiran
- Download Zip
- —
- Download PDF
- —
Putusan Terkait
- Putusan terkait tidak ada