Putusan PN SURABAYA Nomor 36/Pid.Sus-TPK/2024/PN Sby |
|
Nomor | 36/Pid.Sus-TPK/2024/PN Sby |
Tingkat Proses | Pertama |
Klasifikasi |
Pidana Khusus Pidana Khusus Korupsi |
Kata Kunci | Tindak Pidana Korupsi |
Tahun | 2024 |
Tanggal Register | 6 Mei 2024 |
Lembaga Peradilan | PN SURABAYA |
Jenis Lembaga Peradilan | PN |
Hakim Ketua | Hakim Ketua Arwana |
Hakim Anggota | Hakim Anggota Athoillah, Br Hakim Anggota Ibnu Abas Ali |
Panitera | Panitera Pengganti Andi Setyawan |
Amar | Lain-lain |
Amar Lainnya | PIDANA PENJARA WAKTU TERTENTU |
Catatan Amar |
Menimbang bahwa Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan berbentuk Subsidaritas karena dakwaan Penuntut Umum berbentuk Subsidaritas maka Majelis Hakim akan membuktikan Dakwaan Primair terlebih dahulu apabila Dakwaan Primair telah terbukti maka Dakwaan Subsidair tidak perlu dibuktikan lagi Menimbang bahwa dengan demikian unsurunsur dakwaan PRIMAIR melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 Ke 1 KUHP adalah 1 Setiap Orang 2 Secara Melawan Hukum 3 Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi 4 Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara 5 Mereka yang melakukan menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan Menimbang bahwa Pasal 18 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 adalah tentang pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Menimbang bahwa terhadap unsurunsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut Ad1 Unsur Setiap Orang Menimbang bahwa setiap orang dalam suatu rumusan ketentuan peraturan perundangundangan merujuk pada addressaat norm atau subjek hukum yang ditujukan oleh suatu peraturan perundangundangan Menimbang bahwa kata setiap orang ini sepadan dengan kata barangsiapa yang biasa tercantum dalam suatu perumusan delik dimana yang dimaksud dengan frasa barang siapa pada mulanya dalam ketentuan pidana ditujukan kepada subjek hukum tertentu yaitu orang perseorangan yang dalam melakukan suatu perbuatan dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sehingga sebutan umum yang digunakan untuk menunjukkan addressaat norm tindak pidana adalah barang siapa Vide Badan Pembinaan Hukum Nasional BPHN Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana Dan Sistem Pemidanaan Tahun 2008 halaman 1920 Dengan menggunakan kata barang siapa berarti pelakunya adalah dapat siapa saja yang kemudian dalam konteks pembaruan hukum pidana frasa barang siapa dalam merumuskan pidana diganti menjadi setiap orang yang substansinya mempunyai makna sama yaitu siapa saja sebagai pendukung hak dan kewajiban yang sehat akal pikirannya dan dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas setiap perbuatannya Menimbang bahwa dengan demikian frasa setiap orang ini yakni suatu istilah yang bukan merupakan unsur tindak pidana melainkan merupakan unsur pasal yang menunjuk kepada siapa saja secara perorangan atau suatu badan subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang melakukan atau telah didakwa melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundangundangan yang berlaku Hal mana juga ditegaskan dalam kaidah hukum putusan Mahkamah Agung RI Nomor 635 KPidSus2017 yang pada pokoknya menegaskan bahwa unsur setiap orang berlaku kepada siapa saja termasuk diri Terdakwa sendiri sebagai subjek hukum yang mampu bertanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukan Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas jika dihubungkan dengan fakta hukum di muka persidangan dimana Penuntut Umum telah menghadirkan seorang Terdakwa yang bernama EVI SULISTIA WATININGSIH Binti SUPARDI dengan identitas secara lengkap sebagaimana dalam surat dakwaan dan Terdakwa membenarkan identitas dirinya tersebut yang bersesuaian pula dengan keterangan SaksiSaksi kemudian Terdakwa dalam keadaan sehat jasmani maupun rohaninya serta dapat memahami dengan jelas apa yang didakwakan kepadanya sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa yang dimaksud setiap orang dalam perkara ini adalah EVI SULISTIA WATININGSIH Binti SUPARDI sebagai subjek hukum yang mampu bertanggungjawab oleh karenanya cukup pula menurut pendapat Majelis Hakim bahwa tidak terjadi suatu kesalahan orang yang diadili error in persona dalam perkara ini Menimbang bahwa selanjutnya mengenai pembuktian yang terkait dengan pemenuhan unsur setiap orang ini Penuntut Umum dalam surat tuntutannya pada halaman 228 mendalilkan pada pokoknya adalah sebagai berikut Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa unsur Setiap Orang dalam Pasal 2 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sangatlah tidak tepat diterapkan terhadap diri terdakwa dan tidak terpenuhi unsur delik karena terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi kapasitasnya sebagai Teller pada PD BPR Artha Praja Kota Blitar memiliki kewenangan yang telah diperoleh tersebut karena jabatan dan kedudukannya sehingga evi sulistia watiningsih binti supardi dapat menggunakannya berdasarkan jabatan tersebut Oleh karena itu unsur Setiap Orang yang didakwakan terhadap diri terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi dalam dakwaan Primair tidak tepat diterapkan terhadap diri terdakwa dan tidak terpenuhi oleh karena itu Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi haruslah dibebaskan dari dakwaan Primair Menimbang bahwa terhadap dalil pertimbangan Penuntut Umum tersebut diatas maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut Bahwa pengertian setiap orang sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi sehingga menurut pendapat Majelis Hakim bahwa unsur setiap orang dalam tindak pidana korupsi adalah sebagai subyek hukum penyandang hak dan kewajiban baik perseorangan naturlijk persoon atau korporasi korporatie sebagai addresaat norm danatau subject norm yang daripadanya dapat dilekatkan perbuatanperbuatan sebagaimana rumusan perbuatan korupsinya atau dengan kata lain subjek norma adalah orang yang menjadi pelaku dari objek norma normgedrag Bahwa dalam konstruksi hukum tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur setiap orang bukanlah merupakan unsur delik inti delicts bestandelen melainkan unsur yang harus dibuktikan sebagai orang atau subjek hukum pelaku tindak pidana termasuk pada diri Terdakwa dan justru oleh karena bersifat umum sepanjang subjek hukum pelaku mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan tanpa harus membedakan kedudukan atau jabatan seseorang dalam melakukan perbuatan melanggar hukum Vide Kaidah hukum putusan Mahkamah Agung RI Nomor 302 KPidSus2017 Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum diatas maka Majelis Hakim menyatakan tidak sependapat dengan dalil Penuntut Umum oleh karenanya dalil Penuntut Umum yang demikian sepatutnya dikesampingkan dan ditolak Menimbang bahwa selanjutnya apakah Terdakwa EVI SULISTIA WATININGSIH binti SUPARDI terbukti atau tidak melakukan perbuatan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang didakwakan kepadanya akan dibuktikan lebih lanjut dalam pembuktian unsurunsur yang lainnya berdasarkan alat bukti yang sah yang dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan Menimbang bahwa oleh karenanya berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas dengan demikian unsur setiap orang sebagaimana Pasal 2 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terpenuhi Ad2 Unsur Secara Melawan Hukum Menimbang bahwa istilah melawan hukum pada dasarnya merupakan padanan dari istilah wederrechttelijkheid Vide Prof Dr Andi Hamzah SHMH Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional Jakarta PTRaja Grafindo Persada 2006 Hal 124 Menimbang bahwa dalam doktrinilmu hukum pidana sebagaimana disebutkan oleh NoyonLangenmeijer dalam bukunya Het Wetboek van Straafrecht 1954 pengertian melawan hukum adalah sebagai terjemahan wederrechtelijk yang meliputi tiga pengertian yaitu 1 Bertentangan dengan hukum in strijd met het objectieve recht 2 Bertentangan dengan hak orang lain in strijd met het subjectieve recht van een ander atau 3 Tanpa hak sendiri zonder eigen recht Menimbang bahwa demikian pula menurut Pompe bahwa Melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum tidak hanya sebatas bertentangan dengan undangundang Selain dari peraturan perundangundangan tertulis harus diperhatikan aturanaturan yang tidak tertulis wederrehtelijk betekent in strijd met het hetgeen ruimer is dan in strij met de wet Behalve wettelijke voorschriften komen hier ongeschreven regelen in aanmerking Dengan demikian pengertian hukum dalam frase melawan hukum meliputi Pertama hukum harus tertulis atau objectief recht Kedua subjectief recht atau hak seseorang Ketiga tanpa kekuasaan atau tanpa kewenangan Hal ini berdasarkan Putusan Hoge Raad 18 Desember 1911 W Nr9263 Keempat hukum tidak tertulis Dalam konteks hukum di Indonesia termasuk dalam hukum tidak tertulis adalah hukum adat normanorma lainnya yang terkandung dalam masyarakat Vide Prof Dr Eddy OS Hiariej SHMHum PrinsipPrinsip Hukum Pidana Edisi Revisi 2014 Hal 236 Menimbang bahwa menurut Prof Dr Mr HA Zainal Abidin Farid SHMH dalam bukunya Hukum Pidana I Sinar Grafika Cetakan kedua 2007 Hal47 menyatakan bahwa Salah satu unsur esensial delik ialah sifat melawan hukum wederrechtelijkheid dinyatakan dengan tegas atau tidak di dalam suatu pasal undangundang pidana karena alangkah janggalnya kalau seseorang dipidana yang melakukan perbuatan yang tidak melawan hukum Bahwa pendapat dimaksud juga telah ditegaskan dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia bahwa perbuatan pidana adalah melawan hukum meskipun katakata melawan hukum tidak dirumuskan secara eksplisit dalam pasalpasal undangundang yang mengatur tindak pidana Vide Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 168 KPidSus2018 Putusan Nomor 515 KPidSus2017 Putusan Nomor 2702 KPidSus2016 Putusan Nomor 2022 KPidSus2016 Menimbang bahwa dalam konteks ajaran melawan hukum terdapat dua sifat melawan hukum dalam hukum pidana yaitu sifat melawan hukum formal formele wederrechtelijkheid dan melawan hukum materiel materiele wederrechtelijkheid hal mana sejalan dengan pendapat Prof Dr Bambang Poernomo SH sebagaimana dikutip oleh Prof Dr Indriyanto Seno Adji SHMH dalam bukunya Korupsi Kebijakan Aparatur NegaraHukum Pidana Jakarta CV Diadit Media 2007 Hal133 bahwa dalam konteks ajaran melawan hukum terdapat dua sifat melawan hukum dalam hukum pidana yaitu sifat melawan hukum formal formele wederrechtelijkheid dan sifat melawan hukum materiel materiele wederrechtelijkheid Menimbang bahwa selanjutnya menurut Dr Ny Komariah Emong Sapardjaja SH dalam bukunya Ajaran Sifat MelawanHukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangan dalam Yuridprudensi Penerbit PTAlumni Cetakan keI 2002 Hal 2425 bahwa ajaran sifat melawan hukum formal apabila suatu perbuatan telah mencocoki semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana perbuatan tersebut addalah tindak pidana Jika ada alasanalasan pembenar maka alasan tersebut harus juga disebutkan secara tegas dalam undangundang Sementara ajaran materiel menyatakan bahwa disamping memenuhi syaratsyarat formal perbuatan itu harus benarbenar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela Karena itu pula ajaran materiel ini mengakui alasanalasan pembenar diluar undangundang Dengan kata lain alasan pembenar dapat berada pada hukum yang tidak tertulis Menimbang bahwa menurut Profesor Van Hattum bahwa ajaran wederrechtelijkheid dalam arti formal suatu perbuatan hanya dapat dipandang sebagai bersifat wederrechtelijk apabila perbuatan tersebut memenuhi semua unsur yang terdapat di dalam rumusan suatu delik menurut undangundang sedang menurut ajaran wederrechtelijkheid dalam arti materiel apakah suatu perbuatan itu dapat dipandang sebagai bersifat wederrechtelijk atau tidak masalahnya bukan saja harus ditinjau sesuai dengan ketentuanketentuan hukum yang tertulis melainkan juga harus ditinjau menurut asasasas hukum umum dari hukum yang tidak tertulis Vide Drs PAFLamintang SH DasarDasar Hukum Pidana Indonesia Citra Aditya Bakti Bandung 1997 Hal351 Menimbang bahwa meskipun penjelasan Pasal 2 ayat 1 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sepanjang frasa yang berbunyi yang dimaksud dengan secara melawan hukum mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundangundangan namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau normanorma kehidupan sosial dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana dinyatakan bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya Nomor 003PUUIV2006 tangggal 25 Juli 2006 namun dalam perkembangannya Mahkamah Agung RI berpendirian dalam beberapa putusannya tidak hanya bersandar pada segi melawan hukum formal akan tetapi menafsirkan pengertian melawan hukum juga secara materiil berdasarkan pertimbangan doctrin SensClair la doctrine du senclair dimana Hakim harus melakukan penemuan hukum dengan memperhatikan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengamanatkan bahwa Hakim wajib menggali mengikuti dan memahami nilainilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat Bahwa Hakim dalam mencari makna melawan hukum seharusnya mencari dan menemukan kehendak publik yang bersifat unsur pada saat ketentuan tersebut diberlakukan vide Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 996 KPid2006 tanggal 16 Agustus 2006 Menimbang bahwa tafsir melawan hukum materiil juga terdapat dalam pertimbangan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2182 KPIDSUS2016 tanggal 7 Desember 2016 yang kaidah hukumnya menyatakan bahwa Meskipun suatu perbuatan tidak diatur dalam peraturan perundangundangan namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau normanorma kehidupan sosial dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana Menimbang bahwa Yurisprudensi tentang makna perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan dalam arti materiil harus tetap dijadikan pedoman untuk terbinanya konsistensi penerapannya dalam perkaraperkara tindak pidana korupsi karena sudah sesuai dengan kesadaran hukum dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat kebutuhan hukum warga masyarakat nilainilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat Menimbang bahwa selanjutnya merujuk seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut diatas maka dalam hal memandang unsur melawan hukum Majelis Hakim sependapat dengan pandangan hukum yang pada pokoknya menyatakan bahwa antara unsur melawan hukum dalam Pasal 2 ayat 1 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan unsur penyalahgunaan wewenang karena kedudukan jabatan sarana dan atau kesempatan yang ada padanya sebagaimana Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi inheren terbenih tidak memiliki perbedaan namun keduanya memiliki kekhususan yang khas Unsur melawan hukum merupakan genusnya sedangkan unsur penyalahgunaan wewenang adalah speciesnya Sifat inheren penyalahgunaan wewenang dan melawan hukum tidaklah berarti unsur melawan hukum terbukti tidak secara mutatis mutandis unsur penyalahgunaan wewenang terbukti tetapi untuk sebaliknya unsur penyalahgunaan wewenang terbukti maka unsur melawan hukum tidak perlu dibuktikan lagi karena dengan sendirinya unsur melawan hukum telah terbukti Dalam hal unsur penyalahgunaan wewenang tidak terbukti maka belum tentu unsur melawan hukum tidak terbukti Prof Dr Nur Basuki Minarno SHMHum Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Mahrus Ali Azas teori dan Praktek Hukum Pidana Korupsi Yogyakarta UII Press 2013 Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum diatas selanjutnya akan dipertimbangkan apakah perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa dapat dikualifisir sebagai perbuatan yang bersifat melawan hukum Menimbang bahwa dari pengertian melawan hukum sebagaimana terurai dalam pertimbangan hukum tersebut diatas apabila dikaitkan dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan yang dihubungkan dengan aspek perbuatan pidana strafbaar feit Terdakwa maka berdasarkan keterangan SaksiSaksi pendapat Ahli keterangan Terdakwa bukti surat dan barang bukti lainnya yang saling bersesuaian satu dengan lainnya dalam perkara a quo diperoleh fakta hukum bahwa BPR Artha Praja mulai menggunakan Mars Core Bangking System sekitar tahun 2013 dengan tujuan untuk mempermudah dalam transaksi perbankan dan tidak semua karyawanpegawai PD BPR Artha Praja Kota Blitar memiliki akses untuk dapat masuk kedalam aplikasi CBS atau MARS SYSTEM karena dalam aplikasi tersebut disediakan menu konfigurasi user sesuai dengan aturan otorisasi yang berdasarkan Surat Edaran Direksi PD BPR Artha Praja Kota Blitar Nomor 580006Vl2a3BPRlll41040022017 tentang batasan kewenangan transaksi tunai dan pencairan kredit telah diatur untuk batasan kewenangan transaksi tunai sampai dengan sejumlah Rp5000000 lima juta rupiah adalah Teller kemudian untuk batasan kewenangan transaksi tunai sampai dengan sejumlah Rp25000000 dua puluh lima juta adalah Kepala Bagian Operasional batasan kewenangan transaksi tunai diatas Rp25000000 dua puluh lima juta rupiah adalah menjadi kewenangan otorisasi Direktur Utama Menimbang bahwa selanjutnya dalam pelaksanaan prosedur sistem otorisasi dalam CBS atau MARS System pada periode sebelum tahun 2019 telah terungkap dimuka persidangan fakta hukum yang menegaskan bahwa prosedur sistem otorisasi dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Surat Edaran Direksi PD BPR Artha Praja Kota Blitar Nomor 580006Vl2a3BPRlll41040022017 tentang batasan kewenangan transaksi tunai dan pencairan kredit hal mana fakta hukum dimaksud bersesuaian dengan bukti surat berupa hasil audit internal yang tertuang dalam dokumen kerja pemeriksaan Satuan Pengendalian Internal SPI pada periode bulan Desember 2016 dan bulan Desember 2017 yang menunjukkan secara nyata bahwa dalam rentang waktu periode tahun 2018 sampai dengan tanggal 05 April 2019 terdapat transaksi yang dilakukan oleh teller tanpa melalui proses otorisasi sehingga terhadap nasabah yang melakukan pengambilan tabungan melalui terdakwa selaku petugas Teller terdakwa juga melakukan pengambilan uang Kas PD BPR Artha Praja Kota Blitar dengan cara memalsukan slip penarikan dan atau melebihkan mark up nominal penarikan dari nasabah tanpa sepengetahuan nasabah tersebut serta memanipulasi mutasi rekening dengan melakukan ubah baris buku tabungan sehingga seakanakan tidak terdapat transaksi pencairan dana pada buku tabungan nasabah padahal transaksi penarikan tersebut tercatat di dalam MARS System Core Banking Menimbang bahwa dari seluruh rangkaian perbuatan terdakwa sebagaimana uraian diatas menunjukkan secara nyata bahwa Terdakwa EVI SULISTIA WATININGSIH Binti SUPARDI tidak memiliki kualifikasi untuk dapat melakukan perbuatan pidana het strafbaare feit tanpa adanya kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang melekat pada dirinya sebagai Teller pada PD BPR Artha Praja Kota Blitar Periode Januari 2017 sampai dengan April 2019 oleh karenanya secara normatif untuk menentukan pemenuhan unsur melawan hukum dalam konteks pembuktian Pasal 2 ayat 1 sebagaimana Dakwaan Primair tidak dapat dilepaskan dari unsur adanya kewenangan kesempatan atau sarana yang ada pada Terdakwa EVI SULISTIA WATININGSIH Binti SUPARDI karena jabatan atau kedudukan yang melekat pada dirinya sebagai Teller berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat PD BPR Artha Praja Kota Blitar Nomor 800001ViaI41040022017 tentang Mutasi Pegawai Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat PD BPR yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap transaksi yang terjadi di PD BPR Arta Praja Kota Blitar sebagai berikut a Sebagai petugas pelaksana transaksi b Membuat laporan semua transaksi kepada Kabag Ops c Memastikan Kas teller yang ada pada BPR Arta Praja d Melaksanakan Transaksi sebagaimana batasan limit yang dimiliki yakni sampai Rp5000000 lima juta rupiah e Meminta persetujuan otorisasi untuk transaksi diatas Rp5000000kepada Ka Bag Ops atau Direktur Utama f Melakukan tata kelola Kas keluar dan Kas Masuk yang terjadi di BPR Arta Praja berdasarkan tugas dan kewenangannya Menimbang bahwa berdasarkan kedudukan Terdakwa sebagai Teller pada PD Bank Perkreditan Rakyat BPR Artha Praja Kota Blitar serta memiliki Tugas Wewenang dan Tanggung Jawab sebagai bagian dari perangkat operasional dalam pelaksana transaksi dan melakukan tata kelola Kas keluar dan Kas masuk yang terjadi di PD Bank Perkreditan Rakyat BPR Artha Praja Kota Blitar kewenangan yang telah diperoleh tersebut karena jabatan dan kedudukannya sehingga Terdakwa dapat menggunakannya berdasarkan jabatan tersebut maka Majelis Hakim berpandangan bahwa dari rangkaian perbuatan Terdakwa sebagaimana yang telah terungkap di muka persidangan yang dihubungkan dengan inti delik delicts bestandelen Pasal 2 ayat 1 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu memperkaya diri sendiriorang lainkorporasi secara melawan hukum yang merugikan keuangan Negara dan Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu dengan maksud menguntungkan diri sendiriorang lainkorporasi menyalahgunakan kewenangan kesempatan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan Negara sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa dari sudut norma hukumsubstantif yang menegaskan bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi samasama melawan hukum meskipun secara kualifikasi perbuatan Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 dilakukan dengan menggunakan jabatan atau kedudukan sebagaimana juga ditegaskan oleh Prof Dr Andi Hamzah SH dalam bukunya Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional yang pada pokoknya menyatakan bahwa delik dalam Pasal 3 UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi meskipun tidak dicantumkan unsur melawan hukum bukan berarti bahwa delik ini dapat dilakukan tanpa melawan hukum Unsur melawan hukumnya terbenih inherent dalam keseluruhan perumusan Menimbang bahwa oleh karena itu berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur melawan hukum yang melingkupi rangkaian perbuatan pidana Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih Binti Supardi adalah bersifat khusus spesialis yaitu karena adanya kewenangan kesempatan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan selaku Teller pada PD Bank Perkreditan Rakyat BPR Artha Praja Kota Blitar berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat PD BPR Artha Praja Kota Blitar Nomor 800001ViaI41040022017 tentang Mutasi Pegawai Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat PD BPR Periode Januari 2017 sampai dengan April 2019 sehingga pemenuhan unsur melawan hukum yang dihubungkan dengan rangkaian dan klasifikasi perbuatan pidana Terdakwa maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur melawan hukum yang termaktub dalam Pasal 2 ayat 1 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak tepat diterapkan atas diri Terdakwa sebab dari rangkaian perbuatan terdakwa lebih tepat apabila dikategorikan bagian dari melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menimbang bahwa pendapat Majelis Hakim tersebut diatas juga didasarkan pada pertimbangan hukum bahwa berdasarkan dari ajaran sifat melawan hukum yang di dalamnya tersirat adanya kesengajaan atau niat atau kehendak pada sikap batin dari Terdakwa hal mana sebelum terwujudnya perbuatan pidana Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih Binti Supardi memiliki kedudukan hukum yang sah secara formil karena diangkat berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat PD BPR Artha Praja Kota Blitar Nomor 800001ViaI41040022017 tentang Mutasi Pegawai Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat PD BPR Periode Januari 2017 sampai dengan April 2019 hal ini berarti Terdakwa mempunyai unsur kesengajaan atau niat atau kehendak mewujudkan perbuatan pidana sekaligus menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan pidana itu terbentuk danatau terwujud setelah Terdakwa memiliki kewenangan kesempatan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagai Teller PD Bank Perkreditan Rakyat BPR Artha Praja Kota Blitar Menimbang bahwa oleh karena sifat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan Terdakwa lebih tepat dalam kaitannya dengan menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana karena jabatan atau kedudukan selaku Teller PD Bank Perkreditan Rakyat BPR Artha Praja Kota Blitar sebagaimana dimaksud dakwaan Subsidair Penuntut Umum oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat terhadap unsur ini tidak terpenuhi Menimbang bahwa dengan tidak terpenuhinya unsur melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka Majelis Hakim tidak akan mempertimbangkan unsurunsur selanjutnya dari pasal tersebut oleh sebab itu Majelis Hakim menyatakan tidak terbukti dan membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Primair Menimbang bahwa oleh karena Dakwaan Primair telah dinyatakan tidak terbukti maka Majelis Hakim selanjutnya akan mempertimbangkan Dakwaan Subsidair yaitu melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 Ke 1 KUHP yang unsurunsurnya sebagai berikut 1 Setiap orang 2 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi 3 Menyalahgunaan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan 4 Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara 5 Mereka yang melakukan menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan Menimbang bahwa Pasal 18 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah mengenai pidana tambahan Menimbang bahwa terhadap unsurunsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut Ad 1 Unsur Setiap orang Menimbang bahwa unsur setiap orang dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 adalah sama dengan unsur setiap orang dalam dakwaan primair Menimbang bahwa oleh karena itu untuk membuktikan unsur setiap orang pada dakwaan subsidair ini dengan ini Majelis Hakim mengambil alih semua pertimbangan Unsur Setiap Orang yang telah terpenuhi pada Dakwaan Primair dan dinyatakan secara mutatis muntadis termuat kembali pada pertimbangan unsur setiap orang pada dakwaan subsidair ini Menimbang bahwa oleh karenanya berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas dengan demikian unsur setiap orang sebagaimana Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terpenuhi menurut hukum Ad 2 Unsur Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi Menimbang bahwa yang dimaksud dengan tujuan adalah suatu kehendak yang ada dalam pikiran atau alam batin si pembuat untuk memperoleh suatu keuntungan menguntungkan bagi dirinya atau orang lain atau suatu korporasi Memperoleh suatu keuntungan atau menguntungkan artinya memperoleh atau menambah kekayaan dari yang sudah ada Vide Drs Adami Chazawi SH Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia Penerbit Bayu Media Publishing Malang 2005 Hal 54 Menimbang bahwa menurut Prof Hermien Hadiati Koeswadji SH bahwa tujuan untuk menguntungkan orang lain atau suatu badan ini merupakan unsur batin yang menentukan arah dari perbuatan penyalahgunaan kewenangan tersebut Adanya unsur ini harus pula ditentukan secara objektif dengan memperhatikan segala keadaan lahir yang menyertai perbuatan tersangkaterdakwa itu Vide buku Korupsi di Indonesia Dari Delik Jabatan Ke Tindak Pidana Korupsi Penerbit PT Citra Aditya Bakti Bandung CetI 1994 Hal66 Menimbang bahwa menurut R Wiyono SH dalam buku Pembahasan UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Penerbit Sinar Grafika Jakarta Cet pertama Juni 2005 Hal 38 yang dimaksud Menguntungkan dalam unsur ini sama artinya dengan mendapatkan untung yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluaran terlepas dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang diperolehnya dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sama artinya dengan mendapatkan untung untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan hal itu merupakan suatu tujuan dari pelaku tindak pidana korupsi Menimbang bahwa dengan demikian yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah mendapatkan untung untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebagai tujuan dari Terdakwa artinya dimaksud atau dikehendaki oleh Terdakwa Menimbang bahwa berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI tanggal 29 Juni 1989 Nomor 813 KPID1987 yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan cukup dinilai dari kenyataan yang terjadi atau dihubungkan dengan perilaku Terdakwa sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya karena jabatan atau kedudukan Menimbang bahwa berdasarkan pengertian unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dimaksud jika dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan dalam perkara a quo berdasarkan keterangan Saksi Drs Elya Dwi Admoko MM Saksi Rubingatin yang bersesuaian dengan keterangan Saksi Tashudi Saksi Sutikah Saksi Anik Musriatin Saksi Hakim Shobri Saksi Didik Harmadi Saksi Wiwik Mustika Ningsih Saksi Tatik Hariyani Saksi Erna Santi Saksi Rusmiatun Saksi Mustorikoh Saksi Gatot Purwani Saksi Lily Melawati Harijono Winoto serta bersesuaian pula dengan bukti surat pendapat Ahli dan keterangan Terdakwa serta barang bukti sehingga menegaskan fakta yuridis sebagai berikut Bahwa pada tanggal 30 Oktober 2018 nasabah atas nama Saksi Rusmiatun menabung ke PD BPR Artha Praja sebesar Rp35000000 namun oleh Terdakwa hanya di bukukan sejumlah Rp5000000 sehingga terdapat selisih uang Saksi yang diambil oleh Terdakwa sebesar Rp30000000 Bahwa pada tanggal 22 Maret 2019 nasabah atas nama Saksi Mustorikoh mengambil tabungan di PD BPR Artha Praja sebesar Rp10000000 namun oleh Terdakwa dilakukan penarikan sebesar Rp30000000 sehingga terdapat selisih uang yang diambil oleh Terdakwa sebesar Rp20000000 Bahwa pada tanggal 4 Maret 2019 terdapat transaksi pengambilan uang tunai sebesar Rp55000000 dari rekening nomor 10111009920 nasabah atas nama Saksi Didik Harmadi namun telah terbukti bahwa Saksi Didik Harmadi tidak pernah melakukan pengambilan tabungan tersebut hal ini bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang dalam rekening tersebut sejumlah Rp55000000 Bahwa terdapat transaksi pengambilan uang tunai dari rekening nomor 10111000302 nasabah atas nama Saksi Erna Santi sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 21 Desember 2018 sebesar Rp100000000 dan pada tanggal 2 Januari 2019 sebesar Rp200000000 Namun telah terbukti dalam persidangan Saksi Erna Santi tidak pernah melakukan pengambilan tabungan tersebut hal mana bersesuian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui telah mengambil uang Saksi sebesar Rp100000000 dan Rp200000000 Bahwa terdapat transaksi pengambilan uang tunai dari rekening nomor 10111000634 nasabah atas nama Saksi Wiwik Mustika Ningsih sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 15 Januari 2019 sebesar Rp10000000 tanggal 25 Februari 2019 sebesar Rp5000000 tanggal 1 Maret 2019 sebesar Rp15000000dan tanggal 2 April 2019 sebesar Rp4900000 Namun telah terbukti dalam persidangan nasabah atas nama Sdr Wiwik Mustika Ningsih hanya melakukan transaksi pengambilan pada tanggal 2 April 2019 sebesar Rp10000000 hal ini bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui telah mengambil uang Saksi sejumlah Rp24900000 Bahwa terdapat mutasi setoran di MARS Sistem Core Banking Sistem Rekening 10111000302 nasabah atas nama Saksi Gatot Purwani terdapat transaksi setoran sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 9 April 2019 sebesar Rp4500000 saldo bertambah menjadi Rp535894345 dan pada tanggal 2 Mei 2019 sebesar Rp21000000 saldo bertambah menjadi Rp2635894345 Akan tetapi pada catatan keuangan PD BPR Artha Praja setelah ada setoran tanggal 9 April 2019 sebesar Rp4500000 tertulis Rp70736757 Kemudian pada catatan keuangan setelah ada setoran tanggal 2 Mei 2019 terbaca sebesar Rp91736757 Sehingga telah terbukti adanya memanipulasi data antara catatan keuangan PD BPR Artha Praja dengan MARS Sistem Core Banking Sistem maupun Buku tabungan yang bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang tersebut sejumlah Rp6537781355 Bahwa terdapat transaksi pengambilan uang tunai dari rekening nomor 10111000300 nasabah atas nama Saksi Tashudi sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 26 Nopember 2018 sebesar Rp2000000 dan pada tanggal 14 Januari 2019 sebesar Rp2200000 Namun telah terbukti dalam persidangan Saksi Tashudi tidak pernah melakukan pengambilan tabungan tersebut hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Saksi sejumlah Rp4200000 Bahwa pada tanggal 3 Januari 2019 terdapat transaksi pengambilan uang tunai dari rekening nomor 10111000854 nasabah atas nama Saksi Tatik Hariyani sebesar Rp40000000 Namun telah terbukti dalam persidangan Saksi Tatik Hariyani pada tanggal tersebut tidak pernah melakukan pengambilan tabungan hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Saksi sejumlah Rp40000000 Bahwa pada tanggal 15 Pebruari 2019 saldo tabungan rekening nomor 10111000177 nasabah atas nama Saksi Afrilia Ayu Agustin Sutikah adalah sebesar Rp2485461897 kemudian pada tanggal 26 April 2019 Saksi Afrilia Ayu Agustin Sutikah melakukan setoran tabungan sebesar Rp1150000 akan tetapi dalam Buku tabungan saldonya tidak bertambah malah berkurang karena diketahui ada 4 kali transaksi pengambilan berdasarkan slip pengambilan tabungan atas nama Saksi Afrilia Ayu Agustin Sutikah Namun telah terbukti dalam persidangan Saksi Afrilia Ayu Agustin Sutikah tidak pernah melakukan transaksi pengambilan dan setoran pada tanggal tersebut hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Saksi sejumlah Rp23650000 Bahwa terdapat transaksi pengambilan uang tunai dari rekening 10111000261 nasabah atas nama Sdri Nurdiana sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 26 November 2018 sebesar Rp30000000 dan pada tanggal 12 Pebruari 2019 sebesar Rp20000000 Namun dalam persidangan terbukti Sdri Nurdiana tidak pernah melakukan pengambilan tabungan hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Saksi sejumlah Rp50000000 Bahwa terdapat transaksi pengambilan uang tunai dari rekening 10111000288 nasabah atas nama Saksi Lily Melawati Harijono Winoto sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 27 September 2018 sebesar Rp50000000 dan pada tanggal 30 Oktober 2018 sebesar Rp20000000 Namun dalam persidangan terbukti Saksi Lily Melawati Harijono Winoto tidak pernah melakukan pengambilan uang dalam tabungan dan selama ini Buku Tabungannya dititipkan kepada terdakwa Evi Sulistia Watiningsih hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Saksi sejumlah Rp70000000 Bahwa terdapat transaksi pengambilan uang tunai dari rekening 10111001429 nasabah atas nama Saksi Anik Musriatin sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 1 Nopember 2018 sebesar Rp70000000 tanggal 14 Januari 2019 sebesar Rp10000000 tanggal 18 Januari 2019 sebesar Rp9600000 dan tanggal 15 Februari 2019 sebesar Rp 2400000 Namun dalam persidangan terbukti Saksi Anik Musriatin tidak pernah melakukan pengambilan pada tanggal tersebut diatas dan hanya pernah melakukan transaksi pengambilan pada tanggal 18 Pebruari 2019 sebesar Rp30000000 hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Saksi sejumlah Rp87000000 Bahwa pada tanggal 5 Desember 2018 Sdr Imam Sadzali pemilik rekening 10111000213 melakukan pengambilan uang tunai sebesar Rp10000000 Namun telah terbukti dalam persidangan pada tanggal 22 Januari 2019 terdapat mutasi pengambilan sebesar Rp3000000 dari rekening tersebut namun Sdr Imam Sadzali tidak pernah melakukan pengambilan tanggal tersebut hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Sdr Imam Sadzali sejumlah sebesar Rp3000000 Bahwa terdapat transaksi pengambilan uang tunai dari rekening 10111001015 nasabah atas nama Sdri Nurul Hidayah pada tanggal 2 Januari 2019 sebesar Rp10000000 Namun dalam persidangan terbukti Sdri Nurul Hidayah tidak pernah melakukan pengambilan uang dalam tabungan hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Sdr Imam Sadzali sejumlah Rp10000000 Bahwa terdapat perbedaan saldo dari rekening nomor 10111000913 nasabah atas nama Saksi Hakim Shobri sebagai berikut Pada Buku Tabungan tercatat saldo sebesar Rp 1019691977 kemudian Pada Laporan Buku Tabungan dari MARS Sistem Core Banking Sistem sebesar Rp 619691977 hal mana bersesuaian dengan keterangan Terdakwa yang mengakui mengambil uang Saksi Hakim Shobri sejumlah Rp4000000 Bahwa berdasarkan hasil audit terdapat temuan dalam pemeriksaan lanjutan oleh pihak yang ditunjuk PD BPR Artha Praja Kota Blitar berdasarkan Riwayat Mutasi transaksi terdapat uang keluar di buku kas berupa gaji 1 satu petugas kebersihan atas nama saksi SulistianiBu Sidik untuk bulan April 2019 tersebut tercatat sudah terdakwa keluarkan sejak tanggal 1 April 2019 namun tidak pernah diserahkan kepada yang bersangkutan Sesuai dengan slip Bukti Kas Keluar nomor transaksi KK101201904010000004 tanggal 01 April 2019 pukul 114616 WIB untuk pembayaran biaya petugas kebersihan kantor Bahwa terdapat perbedaan jumlah saldo kas harian dengan fisik uang yang ada di kas teller Saldo akhir tanggal 4 April 2019 adalah sebesar Rp288830500 dua ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus tiga puluh ribu lima ratus rupiah kemudian tanggal 5 April 2019 ada transaksi Kas masuk sebesar Rp47678033 empat puluh tujuh juta enam ratus tujuh puluh delapan ribu tiga puluh tiga rupiah dan transaksi kas keluar sebesar Rp83100500 delapan puluh tiga juta seratus ribu lima ratus rupiah sehingga saldo akhir seharusnya menjadi sebesar Rp253408033 dua ratus lima puluh tiga juta empat ratus delapan ribu tiga puluh tiga rupiah namun ternyata fisik uang yang ada di kas teller hanya ada sebesar Rp8406700 delapan juta empat ratus ribu enam ribu tujuh ratus rupiah sehingga terdapat selisih sejumlah Rp245001333 dua ratus empat puluh lima juta seribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah Menimbang bahwa selanjutnya khusus mengenai selisih uang kas sejumlah Rp245001333 dua ratus empat puluh lima juta seribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah yang ditemukan pada tanggal 5 April 2019 sekitar Pukul 1530 WIB sebagaimana fakta yuridis diatas maka Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut Bahwa berdasarkan keterangan saksisaksi yang bersesuaian dengan keterangan terdakwa bukti surat serta barang bukti terdapat fakta dalam persidangan terkait pengambilan uang kas awal hari kebiasaan yang dilakukan pada PD BPR Artha Praja Kota Blitar hanya paling banyak sebesar Rp50000000 lima puluh juta rupiah sisanya tetap tersimpan dalam brankas tersebut dan pengambilannya dilakukan bersamasama yaitu terdakwa serta Sdr Rubingatin selaku Kabag Operasional dan pemegang kunci brankas Apabila akan ada pengambilan oleh nasabah dengan jumlah lebih dari Rp50000000 lima puluh juta rupiah maka akan dilakukan pengambilan tambahan uang kas di dalam brankas oleh Sdr Rubingatin selaku KabagOps dan terdakwa Bahwa fakta hukum yang terungkap dalam persidangan menegaskan bahwa pada tanggal 5 April 2019 ketika terdakwa dipanggil oleh Saksi Rubingatin selaku Kabag Operasional untuk menghadap Saksi Drs Elya Dwi Atmoko MM selaku Direktur Utama untuk dilakukan pemeriksaan terhadap diri terdakwa atas temuan adanya fraud dana nasabah saat terdakwa meninggalkan meja teller sekitar jam 1000 WIB tidak dilakukan serah terima kas teller baik kepada Saksi Savira Andio Dio selaku teller pengganti saat itu maupun kepada Saksi Rubingatin selaku KabagOps dan tidak terdapat permasalahan nilai dari jumlah uang kas dimeja teller oleh Saksi Savira Andio Dio selaku teller pengganti saat itu maupun oleh Saksi Rubingatin selaku Kabag Operasional Ketika terdakwa meninggalkan tugas sebagai teller terdakwa sudah melakukan transaksi berupa mengeluarkan uang dari brankas bersamasama Saksi Rubingatin selaku KabagOps senilai Rp50000000 lima puluh juta rupiah dan menginput nilai kas awal hari dengan jumlah sama dengan saldo akhir kas harian pada hari sebelumnya yaitu tanggal 4 April 2019 sebesar Rp28883050000 dua ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus tiga puluh ribu lima ratus rupiah sesuai dengan laporan rekonsiliasi Kas pada PD BPR Artha Praja Kota Blitar nomor ZZ 101201904040000001 tanggal 4 April 2019 namun terjadi kesalahan input menjadi Rp18883050000 sehingga terjadi selisih kurang kas sebesar Rp10000000000 dan keadaan tersebut sudah dilaporkan kepada Saksi Rubingatin selaku Kabag Operasional lalu disetujui akan dilakukan perubahan diakhir hari Selanjutnya dari nilai Rp50000000 sebagai peruntukan kas teller lalu terdakwa keluarkan untuk kas awal hari teller 2 sebesar Rp500000000 dikeluarkan untuk jasa audit termin II 2018 sebesar Rp750000000 dan setelah itu terdakwa dipanggil oleh Saksi Rubingatin selaku KabagOps untuk menghadap Saksi Drs Elya Dwi Atmoko MM selaku Direktur Utama dan tugas teller digantikan oleh Saksi Savira Andio Dio Bahwa dua transaksi terakhir yang dilakukan oleh terdakwa telah sesuai dengan isi laporan mutasi kas tanggal 05042019 yang menjadi satu kesatuan dari laporan harian tanggal 5 April 2019 sebagaimana barang bukti dokumen yang ditunjukkan didepan persidangan barang bukti nomor urut 4 Temuan adanya selisih uang kas yang ada di dalam brankas maupun yang ada di dalam meja teller baru diungkapkan dan disangkakan kepada terdakwa pada saat akan dilakukan tutup buku kas harian Fakta tersebut menunjukkan adanya pihak lain pelaku selain terdakwa yang diduga telah mengambil uang kas dalam brankas yang kuncinya dibawa oleh Saksi Rubingatin selaku KabagOps serta uang tunai yang berada di meja teller setelah ditinggalkan oleh terdakwa Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan uraian pembuktian tersebut diatas maka menurut Majelis Hakim tidak ada bukti yang membuktikan secara nyata dan sempurna menurut hukum bahwa Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih yang mengambil selisih uang kas sejumlah Rp245001333 dua ratus empat puluh lima juta seribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah yang ditemukan pada tanggal 5 April 2019 sekitar Pukul 1530 WIB Bahwa fakta yang terungkap dimuka persidangan menegaskan bahwa dalam membuktikan terkait adanya selisih uang kas pada tanggal 5 April 2019 hanya bersandarkan pada keterangan Saksi Rubingatin yang menyatakan bahwa benar pada pagi hari tanggal 5 April 2019 sebelum dibawa oleh terdakwa saldo kas dalam brankas ketika saksi hitung sama tetap sebesar Rp288830500 kemudian pada sore tanggal 5 April 2019 ternyata ada selisih antara jumlah saldo kas harian dengan jumlah uang fisik nya sebesar Rp245001333 Sementara pada sisi lainnya Saksi Rubingatin juga menyatakan bahwa pada tanggal 5 April 2019 sekitar pukul 0900 WIB terdakwa dipanggil oleh saksi Drs Elya Dwi Admoko MM menghadap keruangan Direktur Utama untuk dilakukan klarifikasi atas adanya dugaan fraud dan untuk tugas kasir sementara digantikan oleh Saksi Savira Andio Marmera dan pada sore harinya ternyata setelah dihitung antara saldo kas harian sesuai dengan jumlah uang fisik nya ada selisih sebesar Rp245001333 Artinya pada tanggal 5 April 2019 sejak Pukul 0900 WIB sampai dengan Pukul 1530 WIB Terdakwa berada dalam ruangan Direksi untuk mengklarifikasi terkait temuan fraud dimana posisi Terdakwa selaku Teller pada saat Terdakwa berada dalam ruangan Direksi telah digantikan oleh Saksi Savira Andio Marmera yang dalam keterangannya menyatakan bahwa pergantian teller terjadi sekitar Pukul 1000 WIB Pagi tanpa dibuatkan Berita Acara serta tidak dilakukan penghitungan ulang terkait jumlah uang kas yang ada dalam laci teller Menimbang bahwa untuk menguji keterangan Saksi Rubingatin tersebut diatas dalam persidangan Majelis Hakim telah melakukan konfrontir antara Saksi Savira Andio Marmera dan Terdakwa sendiri khususnya yang terkait dengan fakta sesungguhnya mengenai berapa jumlah uang kas yang dikeluarkan dari brangkas dalam setiap harinya sebagai modal awal Teller pada awal hari kerja dalam melakukan transaksi Atas hal tersebut Majelis Hakim menyimpulkan fakta hukum bahwa jumlah uang kas yang dikeluarkan dari brangkas sebagai modal awal Teller dalam melakukan transaksi pada awal hari kerja adalah sejumlah Rp50000000 lima puluh juta rupiah sebagaimana keterangan Saksi Savira Andio Marmera yang bersesuaian dengan keterangan Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih Disamping itu dalam konteks mencari kebenaran materiil terkait selisih sejumlah Rp245001333 tersebut Majelis Hakim juga mempertimbangkan fakta hukum yang didasarkan pada tidak adanya bukti formal in casu Berita Acara Pengeluaran Uang dari dalam Brangkas sehingga keterangan Saksi Rubingatin yang menyatakan bahwa benar pada pagi hari tanggal 5 April 2019 sebelum dibawa oleh terdakwa saldo kas dalam brankas ketika saksi hitung sama tetap sebesar Rp288830500 berdasarkan pembuktian secara formal dipandang sebagai keterangan Saksi yang berdiri sendiri tanpa didukung oleh bukti formal lainnya Oleh karena itu menurut hukum maka Majelis Hakim mengesampingkan keterangan Saksi Rubingatin tersebut Menimbang dengan demikian berdasarkan pembuktian sebagaimana diuraikan diatas Majelis Hakim sependapat dengan Penuntut Umum khusus yang mengenai kesimpulan fakta hukum terkait selisih uang kas sejumlah Rp245001333 yang tertuang dalam Surat Tuntutannya pada halaman 254 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Sedangkan terhadap ketekoran Kas harian dengan jumlah sebesar Rp 24500133300 dua ratus empat puluh lima juta seribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah berdasarkan fakta persidangan tersebut menunjukkan adanya pihak lain pelaku selain terdakwa yang diduga telah mengambil uang kas dalam brankas Namun demikian Majelis Hakim tidak sependapat dengan Penuntut Umum yang menyatakan pada pokoknya bahwa uang tunai yang berada di meja teller setelah ditinggalkan oleh terdakwa menjadi tanggungjawab jabatan Saksi Rubingatin selaku Kabag Operasional serta pemegang kunci brankas pada saat waktu kejadian Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut dalam rangka menjunjung tinggi asas presumption of innocent dan perlindungan hak asasi seseorang sehingga harus dilakukan kembali proses penyelidikan dan penyidikan dengan minimum dua alat bukti untuk menentukan secara hukum siapa yang diduga bertanggungjawab terhadap fakta hukum yang terkait selisih uang kas sejumlah Rp245001333 Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum diatas khusus terkait dengan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menurut Majelis Hakim bahwa terdapat hubungan kausal secara yuridis antara perbuatan Terdakwa yang didakwa menyebabkan kerugian keuangan negara dengan keuntungan yang diperoleh Terdakwa berdasarkan fakta dalam persidangan sejumlah Rp78807281355 tujuh ratus delapan puluh delapan juta tujuh puluh dua ribu delapan ratus tiga belas rupiah lima puluh lima sen dengan rincian penghitungan sebagai berikut No Uraian Jumlah Rp 1 Jumlah uang tabungan milik 14 nasabah yang diambil oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 75712781355 2 Jumlah uang setoran milik 1 nasabah yang diambil oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 3000000000 3 Jumlah gaji tenaga kebersihan yang tidak dibayarkan oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 94500000 Jumlah Rp78807281355 Menimbang bahwa kemudian khusus yang terkait jumlah uang setoran milik 1 satu nasabah sebesar Rp30000000 tersebut diatas di dalam persidangan Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih menyatakan bahwa sebelum proses persidangan terdakwa telah melakukan pengembalian secara mencicil kepada nasabah dimaksud akan tetapi terdakwa tidak mempunyai buktibukti yang dapat mendukung keterangannya tersebut meskipun telah diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk membuktikan sebaliknya sampai dengan pemeriksaan persidangan diyatakan selesai Oleh karenanya sesuai ketentuan Pasal 189 ayat 3 dan 4 KUHAP maka menurut Majelis Hakim keterangan terdakwa yang demikian hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna volledig bewijs kracht dan juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan beslissende bewijs kracht sehingga patut dikesampingkan menurut hukum Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan faktafakta hukum tersebut diatas maka menurut Majelis Hakim unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam Pasal ini telah terpenuhi menurut hukum pada perbuatan Terdakwa Ad 3 Unsur Menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan Menimbang bahwa unsur menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan mengandung pengertian yang sifatnya alternatif artinya unsur menyalahgunakan kewenangan dialternatifkan dengan menyalahgunakan kesempatan sarana yang ada pada diri terdakwa karena jabatan atau kedudukan Menimbang bahwa hakikat dan dimensi unsur menyalahgunakan kewenangan pada ketentuan Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan bagian inti delik bestanddel delict Perspektif substansial unsur menyalahgunakan kewenangan sebagai bestanddel delict dalam perkara tindak pidana korupsi terletak pada ada tidaknya actus reus dan mens rea sebagai elemen esensial suatu kejahatan Artinya secara konkrit actus reus dan mens rea dapat berbentuk kecurangan penipuan penyesatan pemalsuan manipulasi akalakalan penyembunyian kenyataan pengelakan peraturan dan lain sebagainya Vide Dr Lilik Mulyadi SHMH Titik Singgung Mengadili Menyalahgunakan Kewenangan Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Tata Usaha Negara Perspektif Teoritis Normatif Doktrina dan Praktik Penerbit Kencana 2023 Hal89 dan Hal119 Menimbang bahwa menurut pendapat Jean Revero dan Jean Waline pengertian penyalahgunaan wewenang dalam hukum Administrasi dapat diartikan dalam 3 tiga wujud yaitu 1 Penyalahgunaan wewenang untuk melakukan tindakantindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi kelompok atau golongan 2 Penyalahgunaan wewenang dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh UndangUndang atau peraturanperaturan lain 3 Penyalahgunaan wewenang dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana Vide Prof Dr Indriyanto Seno Adji SH MH dalam buku Korupsi dan Hukum PidanaPenerbit Kantor Pengacara Konsultasi Hukum ProfOemar Seno Adji SH Rekan Edisi Pertama CetI 2001 hal 5455 Menimbang bahwa demikian pula menurut Dr Lilik Mulyadi SHMH dalam bukunya Titik Singgung Mengadili Menyalahgunakan Kewenangan Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Tata Usaha Negara JakartaKencana 2023 Hal 11 bahwa konkretnya menyalahgunakan kesempatan disini dapat diartikan ada penyalahgunaan waktu atau kesempatan pada diri pelaku karena eksistensi kedudukan atau jabatan sedangkan menyalahgunakan sarana berarti tampak adanya penyalahgunaan perlengkapan atau fasilitas yang ada dan melekat dari pelaku karena jabatan atau kedudukan Menimbang bahwa yang dimaksud dengan kata Jabatan atau Kedudukan dalam perumusan ketentuan tentang tindak pidana Korupsi dalam Pasal 3 dipergunakan untuk pelaku tindak pidana korupsi sebagai berikut 1 Pegawai Negeri sebagai pelaku tindak pidana Korupsi yang tidak memangku suatu Jabatan tertentu baik Jabatan Struktural maupun Jabatan Fungsional 2 Pelaku tindak pidana korupsi yang bukan Pegawai Negeri atau Perseorangan Swasta yang mempunyai Fungsi dalam suatu Korporasi Vide R Wiyono SH Pembahasan UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Penerbit Sinar Grafika Jakarta Cet Pertama Juni 2005 Hal 38 39 dan 41 Menimbang bahwa menurut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara Nomor 892 KPid1983 tanggal 18 Desember 1984 memberikan pertimbangan bahwa sepanjang kata frasa kedudukandalam tindak pidana korupsi yang memangku atau tidak memangku jabatan tertentu baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional tetapi juga pelaku tindak pidana korupsi yang bukan pegawai negeri atau perseorangan swasta yang mempunyai fungsi dalam suatu korporasi Menimbang bahwa yang dimaksud dengan kewenangan yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi adalah serangkaian kekuasaan atau hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas atau pekerjaannya dapat dilaksanakan dengan baik Pembahasan UndangUndang Tindak Pidana Korupsi oleh R Wiyono SH Sinar Grafika 2005 Hal39 Menimbang bahwa menurut Drs Adami Chazawi SH dalam bukunya Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia Edisi Revisi DepokRajawali Pers 2017 Hal73 bahwa apa yang dimaksud dengan ada padanya karena jabatan atau kedudukannya tiada lain adalah kewenangan kesempatan dan sarana karena jabatan atau kedudukan yang dipangku oleh seseorang Jadi harus ada hubungan kausal antara keberadaan kewenangan kesempatan dan sarana dengan jabatan atau kedudukan tersebut Menimbang bahwa selanjutnya lebih jauh dijelaskan oleh R Wiyono SH dalam bukunya Pembahasan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Penerbit Sinar Grafika Jakarta tahun 2005 hal 464750 bahwa untuk mencapai tujuan menguntungan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi tersebut dalam pasal 3 telah ditentukan cara yang harus ditempuh oleh pelaku tindak pidana korupsi yaitu a Dengan menyalahgunakan kewenangan yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi yang dimaksud dengan kewenangan adalah hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga balai pustaka Jakarta 2003 hal 1272 Dengan demikian yang dimaksud dengan kewenangan yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi adalah serangkaian kekuasaan atau hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas atau pekerjaannya dapat dilaksanakan dengan baik b Dengan menyalahgunakan kesempatan yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi Yang dimaksud dengan kesempatan adalah peluangan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi peluang mana tercantum di dalam ketentuanketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi Pada umumnya kesempatan ini diperoleh atau didapat sebagai akibat adanya kekosongan atau kelemahan dari ketentuanketentuan tentang tata kerja tersebut atau kesengajaan menafsirkan secara salah terhadap ketentuanketentuan tersebut c Dengan menyalahgunakan sarana yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi Yang dimaksud dengan sarana adalah syarat cara atau media Dalam kaitannya dengan ketentuan tentang tindak pidana korupsi seperti yang terdapat dalam pasal 3 maka yang dimaksud dengan sarana adalah cara kerja atau metode kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi Menimbang bahwa oleh karena itu yang dimaksud dengan menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan adalah menggunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud diberikannya kewenangan kesempatan atau sarana tersebut dikutip dari Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 572 KPid2003 yang dimuat dalam Majalah Varia Peradilan edisi April 2004 Hal 63 Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka pengertian menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa alternatif yaitu Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan Menyalahgunakan kewenangan karena kedudukan Menyalahgunakan kesempatan karena jabatan Menyalahgunakan kesempatan karena kedudukan Menyalahgunakan sarana karena jabatan Menyalahgunakan sarana karena kedudukan Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum yang terkait dengan unsur Menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan ini apabila dihubungkan dengan faktafakta yang terungkap di depan persidangan dalam perkara a quo diperoleh adanya fakta yuridis sebagai berikut Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat PD BPR Artha Praja Kota Blitar Nomor 800001ViaI41040022017 tentang Mutasi Pegawai Perusahaan Daerah bank perkreditan Rakyat PD BPR tanggal 03 Januari 2017 sampai dengan bulan April 2019 Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi memiliki kedudukan selaku Teller di PD BPR Artha Praja Kota Blitar Periode Januari 2017 sampai dengan April 2019 dimana selaku Teller berdasarkan Surat Edaran nomor 580006VI2a3BPRIII41040022017 Terdakwa memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap transaksi yang terjadi di PD BPR Arta Praja Kota Blitar yaitu a Sebagai petugas pelaksana transaksi b Membuat laporan semua transaksi kepada Kabag Ops c Memastikan Kas teller yang ada pada BPR Arta Praja d Melaksanakan Transaksi sebagaimana batasan limit yang dimiliki yakni sampai Rp5000000 lima juta rupiah e Meminta persetujuan otorisasi untuk transaksi diatas Rp5000000kepada Ka Bag Ops atau Direktur Utama f Melakukan tata kelola Kas keluar dan Kas Masuk yang terjadi di BPR Arta Praja berdasarkan tugas dan kewenangannya Bahwa selanjutnya Terdakwa EVI SULISTIA WATININGSIH binti SUPARDI selaku Teller yang disertai adanya fakta yang terungkap di muka persidangan mengenai lemahnya pengawasan dan monitoring oleh pihak Direktur Utama Saksi Drs Elya Dwi Admoko MM dan Kabag Operasional Saksi Rubingatin serta adanya beberapa kelemahan pada aplikasi Core Banking System CBS atau MARS System PD BPR Artha Praja Kota Blitar yang tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan antara lain Terdakwa selaku teller belum memiliki user sehingga user yang digunakan adalah user teller sebelumnya Saksi Savira Andio Marmera yang saat ini telah menjabat sebagai petugas bagian Tabungan deposito User lama dimungkinkan juga dapat menggunakannya Sistem belum menetapkan batasan transaksi teller sesuai dengan ketentuan yang berlaku Belum mewajibkan mengharuskan user pada aplikasi CBS untuk mengganti password secara berkala sehingga passwordnya tetap dan mudah untuk diingat Masih dimungkinkan dilakukan hapus transaksi pada CBS atau MARS SYSTEM oleh user administrator teller 1 UKK APU PTT dan kaOps tanpa melalui mekanisme otorisasi yang benar dan diatur dengan peraturan resmi dan tertulis serta lemahnya pengawasan monitoring dan evaluasi terhadap sistem CBS atau MARS SYSTEM dengan laporan tutup buku harian sehingga memunculkan adanya peluang perbedaan pencatatan transaksi tabungan antara buku tabungan dan Core Banking System Bahwa Terdakwa EVI SULISTIA WATININGSIH binti SUPARDI selaku petugas teller PD BPR Artha Praja Kota Blitar yang memiliki kewenangan dalam melakukan transaksi tunai prosedur dan teknis penerimaan transaksi tunai prosedur dan teknis pengeluaran transaksi tunai menjalankan sistem otorisasi pengeluaran transaksi tunai seharusnya menjalankan tugas pokoknya selaku Teller tersebut akan tetapi justru menggunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada pada kedudukannya selaku Teller tersebut untuk tujuan lain yaitu telah menggunakan kesempatan atau sarana yang ada padanya tersebut dengan tidak menjalankan SOP dan peraturan Direksi tentang kewenangan transaksi tunai prosedur dan teknis penerimaan transaksi tunai prosedur dan teknis pengeluaran transaksi tunai sistem otorisasi pengeluaran transaksi tunai serta mengabaikan penerapan tata kelola Perusahaan yang baik Good Corporate Governance dengan tujuan melakukan pengambilan uang kas milik nasabah PD BPR Artha Praja Kota Blitar dengan cara 1 Bahwa otorisasi terdakwa sebagai teller adalah maksimal Rp5000000 lima juta rupiah namun berdasarkan fakta yang terungkap di muka persidangan dengan adanya kelemahan transaksi tanpa otorisasi Kepala Bagian Operasional maupun Direksi sehingga terhadap nasabah yang melakukan pengambilan tabungan melalui terdakwa selaku petugas teller terdakwa juga melakukan pengambilan uang kas PD BPR Artha Praja Kota Blitar dengan cara memalsukan slip penarikan dan atau melebihkan mark up nominal penarikan dari nasabah tanpa sepengetahuan nasabah tersebut serta memanipulasi mutasi rekening dengan melakukan ubah baris buku tabungan sehingga seakanakan tidak terdapat transaksi pencairan dana pada buku tabungan nasabah padahal transaksi penarikan tersebut di MARS System Core Banking muncul 2 Bahwa terhadap nasabah yang melakukan penyetoran tabungan kepada terdakwa selaku petugas teller jumlah setoran nasabah yang telah diterima terdakwa tidak seluruhnya dimasukkan kedalam Kas PD BPR Artha Praja Kota Blitar dan tidak dicatatkan kedalam sistem karena untuk dikuasai oleh terdakwa Selanjutnya terdakwa memanipulasi rekening nasabah dengan melakukan ubah baris buku lalu hanya mencantumkan nilai bukti transaksi print out di buku rekening nasabah sesuai nominal setoran nasabah untuk menghindari kecurigaan nasabah Sehingga terdapat adanya perbedaan mutasi buku tabungan nasabah dengan data di Mars System tersebut Menimbang bahwa perbuatan Terdakwa tersebut nyatanyata tidak menjalankan SOP dan peraturan Direksi tentang kewenangan transaksi tunai prosedur dan teknis penerimaan transaksi tunai prosedur dan teknis pengeluaran transaksi tunai sistem otorisasi pengeluaran transaksi tunai sebgaimana Surat Edaran Nomor 580006VI2a3BPRIII41040022017 tentang Batasan kewenangan transaksi tunai dan pencairan kredit serta mengabaikan penerapan tata kelola Perusahaan yang baik Good Corporate Governance yang secara nyata bertentangan dengan Peraturan Daerah Kota Blitar Nomor 11 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Pemerintah Kota Blitar pada Pasal 44B pada pokoknya menyatakan setiap pegawai dilarang melakukan kegiatan yang merugikan PD BPR danatau Negara serta dilarang menggunakan kedudukannya untuk memberikan keuntungan untuk diri sendiri atau kelompok secara langsung atau tidak langsung yang merugikan PD BPR Selain itu perbuatan terdakwa tersebut juga bertentangan dan melanggar ketentuanketentuan yang diantaranya sebagai berikut 1 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 2 tentang prinsip kehatihatian yaitu Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berazaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian Pasal 49 Ayat 1 huruf a larangan Direksi atau pegawai bank untuk membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan usaha laporan transaksi atau rekening suatu bank Ayat 2 yaitu kewajiban Direksi atau pegawai bank untuk melaksanakan langkahlangkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap peraturan perundang undangan 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 94 tahun 2017 tentang Pengelolaan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Pasal 2 Pendirian BPR bertujuan untuk a memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian Daerah b memperluas akses keuangan kepada masyarakat c mendorong pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah yang efektif efisien dan berdaya guna sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan d mendirikan BPR dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan e memperoleh laba atau keuntungan Pasal 43 2 Direksi dilarang mempunyai kepentingan pribadi langsung atau tidak langsung pada BPR atau Badan HukumPerorangan yang diberi kredit oleh BPR 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 4POJK032015 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Perkreditan Rakyat Pasal 23 ayat 1 Anggota Direksi dilarang menggunakan BPR untuk kepentingan pribadi keluarga dan atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 13POJK032015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan Rakyat Pasal 2 ayat 1 BPR wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini Pasal 3 ayat 1 Resiko yang harus dikelola dalam penerapan Manajemen Risiko meliputi a Resiko kredit b Resiko operasional c Risiko kepatuhan d Risiko likuiditas e Risiko reputasi f Risiko stratejik Pasal 4 Dalam rangka pengawasan penerapan manajemen risiko BPR wajib menerapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf a Pasal 5 ayat 1 kewenangan dan tanggung jawab direksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 paling sedikit meliputi 1 Menyusun kebijakan dan pedoman penerapan Manajemen Risiko secara tertulis 2 Mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan direksi 3 Mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi 4 Memastikan peningkatan kopetensi sumber daya manusia yang terkait dengan Manajemen Resiko 5 Memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen dan 6 Bertanggung jawab atas Pelaksanaan kebijakan Manajemen resiko dan Eksposur Risiko yang diambil BPR secara keseluruhan 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 12POJK012017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di sektor Jasa Keuangan Pasal 2 PJK Penyedia Jasa Keuangan wajib mengidentifikasi menilai dan memahami risiko tindak pidana Pencucian Uang dan atau tindak pidana Pendanaan Terorisme terkait dengan nasabah negara atau area geografis produk jasa transaksi atau jaringan distribusi delivery channels termasuk kewajiban untuk a mendokumentasikan penilaian risiko b mempertimbangkan seluruh faktor risiko yang relevan sebelum menetapkan tingkat keseluruhan risiko serta tingkat dan jenis mitigasi risiko yang memadai untuk diterapkan c mengkinikan penilaian risiko secara berkala dan d memiliki mekanisme yang memadai terkait penyediaan informasi penilaian risiko kepada instansi yang berwenang Pasal 5 ayat 1 berbunyi Program APU dan PPT merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko PJK secara keseluruhan Menimbang bahwa dengan demikian berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum diatas Terdakwa selaku petugas Teller PD BPR Artha Praja Kota Blitar telah melakukan perbuatan menyalahgunakan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya Sehingga unsur menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya ini telah terpenuhi menurut hukum pada perbuatan Terdakwa Ad 4 Unsur Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Menimbang bahwa dalam unsur ini telah ditentukan secara alternatif yaitu diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga apabila salah satu alternatif tersebut terpenuhi maka unsur ini telah terpenuhi Menimbang bahwa menurut Penjelasan Umum UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan bahwa Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena a Berada dalam penguasaan pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara baik ditingkat pusat maupun di daerah b Berada dalam penguasaan pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik NegaraBadan Usaha Milik Daerah Yayasan Badan Hukum dan Perusahaan yang menyertakan modal Negara atau Perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara Sedangkan Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat Menimbang bahwa menurut UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 bahwa kerugian keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan suatu tindakan melawan hukum penyalahgunaan wewenangkesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan kelalaian seseorang dan atau disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia force majure hal mana bersesuaian pula dengan pengertian Pasal 1 angka 22 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyebutkan bahwa Kerugian NegaraDaerah adalah kekurangan uang surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai Menimbang bahwa selanjutnya berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25PUUXIV2016 tanggal 25 Januari 2017 yang dalam Amar Putusannya menyatakan bahwa frasa kata dapat dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga oleh karenanya tindak pidana korupsi pada awalnya adalah delik formil menjadi delik materil dimana dalam konteks penafsiran hukum mengenai kerugian Negara haruslah dimaknai sebagai kerugian yang harus memenuhi unsur kekurangan yang nyata dan pasti jumlahnya Menimbang bahwa dengan demikian kerugian negara bukan potensi kerugian potential loss karena unsur nyata dan pasti harus terpenuhi oleh karena itu kerugian negara harus didasarkan pada prosedur dan tata cara yang mengandung kepastian dan tidak berdasakan rekaan atau perhitungan yang bersifat asumsi berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk atau oleh lembaga Badan yang berwenang untuk itu Menimbang bahwa dalam penjelasan Pasal 32 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kerugian keuangan Negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk Menimbang bahwa sejalan dengan ketentuan tersebut dalam Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 638 KPidSus2018 tanggal 24 September 2018 ditegaskan bahwa pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan negara adalah wewenang ahli atau yang bersertifikasi BPKP BPK APIP Akuntan Publik yang mempunyai keahlian melakukan pemeriksaan audit investigasi berwenang atau berhak melakukan perhitungan kerugian keuangan Negara Menimbang bahwa berdasarkan pengertian tersebut di atas dihubungkan dengan fakta perbuatan Terdakwa yang terungkap di depan persidangan diperoleh fakta hukum sebagaimana tersebut dalam pertimbangan di bawah ini Bahwa berdasarkan keterangan Saksi Ahmad Tobroni Saksi Widodo Saptono Johannes Saksi Dite Mahargono Saksi Rubingatin Saksi Drs Elya Dwi Admoko MM yang bersesuaian dengan Bukti Surat dan barang bukti dimuka persidangan menegaskan secara yuridis bahwa Perusahaan Daerah PD Bank Perkreditan Rakyat BPR Artha Praja merupakan Badan Usaha Milik Daerah BUMD Pemerintah Kota Blitar melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana ditetapkan dalam Perda Kota Blitar Nomor 3 Tahun 2015 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Kepada Badan Usaha Milik Daerah yang telah di ubah sebagaimana Perda Kota Blitar Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Kepada Badan Usaha Milik Daerah hal mana penyertaan modal daerah kepada BUMD sampai dengan Tahun 2014 sejumlah Rp2000000000 dua milyar rupiah dan Pemerintah Daerah menambahkan penyertaan modal daerah sejumlah Rp15000000000 lima belas milyar rupiah yang dialokasikan dalam APBD Tahun Anggaran 2015 sampai dengan Tahun Anggaran 2024 Bahwa dengan demikian Bank Perkreditan Rakyat Artha Praja Kota Blitar adalah bank perkreditan rakyat yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah Kota Blitar melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan dimana dalam hal ini penyertaan modal tersebut adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh Pemerintah Daerah untuk menambah mendirikan dan memperkuat Badan Usaha Milik Daerah dalam meningkatkan kegiatan usahanya Vide Pasal 1 angka 7 dan 9 Perda Kota Blitar Nomor 3 Tahun 2015 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Kepada Badan Usaha Milik Daerah yang telah di ubah sebagaimana Perda Kota Blitar Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Kepada Badan Usaha Milik Daerah Bahwa terhadap keseluruhan fakta hukum yang terkait dengan dasar hukum Perusahaan Daerah PD Bank Perkreditan Rakyat BPR Artha Praja merupakan Badan Usaha Milik Daerah BUMD Pemerintah Kota Blitar sebagaimana terurai dalam pertimbangan diatas yang dihubungkan dengan pendapat Ahli SISWAHONO ST dan Ahli DIAN YUDISTIANTONO SE yang keduanya merupakan ahli yang melakukan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang disampaikan dalam persidangan telah memberi dasar hukum yang cukup bagi Majelis Hakim untuk menilai secara hukum bahwa terdapat hubungan kausal secara yuridis antara perbuatan Terdakwa dengan kerugian Perusahaan Daerah PD Bank Perkreditan Rakyat BPR Artha Praja Kota Blitar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Kota Blitar Dengan Tujuan Tertentu Nomor 7000624102032022 tanggal 12 Januari 2022 tentang Perhitungan Kerugian Keuangan NegaraDaerah pada BPR Artha Praja Kota Blitar telah dilakukan penghitungan sebagai berikut No Uraian Jumlah Rp 1 Jumlah ketekoran kas harian 24500133300 2 Jumlah uang tabungan milik 14 nasabah yang diambil oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 75712781355 3 Jumlah uang setoran milik 1 nasabah yang diambil oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 3000000000 4 Jumlah gaji tenaga kebersihan yang tidak dibayarkan oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 94500000 Jumlah Kerugian Keuangan Negara Rp103307414655 Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara telah terpenuhi secara hukum pada perbuatan Terdakwa Ad 5 Unsur Mereka yang melakukan menyuruh melakukan turut serta melakukan Menimbang bahwa Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHPidana menyebutkan Dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang melakukan yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan Bahwa dari rumusan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa penyertaan menurut ketentuan Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHPidana terdiri dari 3 tiga bentuk yaitu a Yang melakukan pleger b Yang menyuruh melakukan doenpleger c Yang turut serta melakukan medepleger Menimbang bahwa di dalam doktrin hukum pidana dikenal beberapa pendapat tentang pengertian turut serta antara lain a Prof Mr WHA Jonkers dalam bukunya Inleiding tot de Strafrechts Dogmatiek 1984 halaman 104 menyatakan Ada dua syarat dari medeplegen yaitu adanya rencana bersama gemeenschappelijk plan ini berarti harus ada suatu opzet bersama untuk bertindak adanya pelaksanaan bersama gemeenschappelijk uitvoering b Prof Dr Barda Nawawi Arief SH dalam bukunya Sari Kuliah Hukum Pidana penerbit Fak Hukum Undip1993 halaman 31 mengutip pendapat Poempe menyatakan bahwa Ada tiga kemungkinan dalam keturutsertaan melakukan tindak pidana yaitu 1 Mereka masingmasing memenuhi semua unsur dalam rumusan delik 2 Salah seorang memenuhi semua unsur delik sedang yang lain tidak 3 Tidak seorang pun memenuhi unsurunsur delik seluruhnya tetapi mereka bersama sama mewujudkan delik c Prof Mr Roeslan Saleh dalam bukunya Kitab UndangUndang Hukum Pidana dengan penjelasan penerbit Gajah Mada Yogyakarta halaman 11 menyatakan sebagai berikut Tetapi janganlah hendaknya mengartikan bahwa dalam hal turut serta melakukan ini tiaptiap peserta harus melakukan perbuatan pelaksanaan yang utama adalah bahwa dalam melakukan perbuatan itu ada kerjasama yang erat antara mereka itu Hal ini kiranya dapat ditentukan sebagai hakekat dari turut serta melakukan Jika turut serta melakukan ini adalah adanya kerjasama yang erat antara mereka maka untuk dapat menentukan apakah ada turut serta melakukan atau tidak kita tidak melihat kepada perbuatan masingmasing peserta secara satu persatu dan berdiri sendiri terlepas dari hubungan perbuatanperbuatan peserta lainnya melainkan melihat perbuatan masingmasing peserta dalam hubungan dan sebagai kesatuan dengan perbuatan pesertapeserta lainnya d Bahwa menurut Prof Satochid Kartanegara SH Deelneming pada suatu strafbaar feit atau delict terdapat Apabila dalam suatu delict tersangkut beberapa atau lebih dari seorang Dalam hal ini harus difahami bagaimanakah hubungan tiap peserta itu terhadap delict karena hubungan itu adalah bermacammacam Hubungan ini dapat berbentuk Beberapa orang bersamasama melakukan suatu delict Mungkin hanya seorang saja yang mempunyai kehendak dan merencanakan delict akan tetapi ia mempergunakan orang lain untuk melaksanakan delict tersebut Dapat terjadi bahwa seorang saja yang melakukan delict sedang lain orang membantu orang itu dalam melaksanakan delict Karena hubungan daripada tiap peserta terhadap delict itu dapat mempunyai berbagai bentuk maka ajaran atau pengertian deelneming ini berpokok pada menentukan pertanggungan jawab daripada peserta terhadap delict Vide buku Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Dua Penerbit Balai Lektur Mahasiswa tanpa tahun Hal1 Menimbang bahwa berdasarkan pengertian dan doktrin hukum pidana tersebut diatas yang dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan sebagai berikut Bahwa berdasarkan keterangan Saksi Andy Bastian Cahyono Saksi R Agung Andokoputro Saksi Hendy Purnomo Marmera Saksi Drs Elya Dwi Admoko MM yang bersesuaian dengan buktibukti yang terungkap di muka persidangan menunjukkan bahwa BPR Artha Praja mulai menggunakan Mars Core Bangking System sekitar tahun 2013 dengan tujuan untuk mempermudah dalam transaksi perbankan dan tidak semua karyawanpegawai PD BPR Artha Praja Kota Blitar memiliki akses untuk dapat masuk kedalam aplikasi CBS atau MARS System karena dalam aplikasi tersebut disediakan menu konfigurasi user sesuai dengan aturan otorisasi yang berdasarkan Surat Edaran Direksi PD BPR Artha Praja Kota Blitar Nomor 580006Vl2a3BPRlll41040022017 tentang batasan kewenangan transaksi tunai dan pencairan kredit telah diatur untuk batasan kewenangan transaksi tunai sampai dengan sejumlah Rp5000000 lima juta rupiah adalah Teller kemudian untuk batasan kewenangan transaksi tunai sampai dengan sejumlah Rp25000000 dua puluh lima juta adalah Kepala Bagian Operasional batasan kewenangan transaksi tunai diatas Rp25000000 dua puluh lima juta rupiah adalah menjadi kewenangan otorisasi Direktur Utama Bahwa berdasarkan keterangan Saksi Moh Khairudin Nasution yang bersesuaian dengan bukti surat barang bukti dan keterangan terdakwa di muka persidangan menegaskan fakta yuridis bahwa pelaksanaan prosedur sistem otorisasi dalam CBS atau MARS System sebelum tahun 2019 tidak sesuai dengan Surat Edaran Direksi PD BPR Artha Praja Kota Blitar Nomor 580006Vl2a3BPRlll41040022017 tentang batasan kewenangan transaksi tunai dan pencairan kredit yang diperkuat dengan bukti surat berupa dokumen kerja pemeriksaan Satuan Pengendalian Internal SPI pada periode bulan Desember 2016 dan bulan Desember 2017 sebagaimana Laporan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Saksi Moh Khairudin Nasution selaku Kepala Satuan Pengendalian Internal SPI sebagai pemeriksa saksi Rubingatin selaku Kepala Bagian Operasional sebagai yang menyaksikan Sdr Priyo Suhartono selaku Ketua Dewan Pengawas dan saksi Drs Elya Dwi Atmoko MM selaku Direktur Utama yang pada pokoknya menegaskan fakta yuridis bahwa tidak ada pengawasan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan operasional perbankan serta pelaksanaan sistem CBS atau MARS System pada PD BPR Artha Praja Kota Blitar serta tidak dilaksanakannya prinsipprinsip Good Corporate Govermance GCG oleh pihak Direksi dan Kepala Bidang Operasional dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi Bahwa berdasarkan keterangan Saksi Dyah Purnamasari yang bersesuaian dengan keterangan Saksi Dite Mahargono Saksi Edy Prasetyo Saksi Andy Bastian Cahyono di muka persidangan menegaskan fakta yuridis bahwa pemeriksaan umum terhadap PD BPR Artha Praja Kota Blitar tahun 2020 yang dilakukan pada posisi tanggal 30 November 2019 masih terdapat kelemahan pada proses pemberian kredit kemudian lemahnya pengendalian internal dalam penggunaan sistem teknologi informasi TI yang tercermin dari Tata kelola hak akses pada aplikasi Core Banking System CBS kurang memperhatikan kesesuaian dengan job description masing masing bagian meskipun PD BPR Artha Praja Kota Blitar telah memiliki Pedoman Kebijakan Standard Penyelenggaraan TI salah satunya mengatur mengenai adanya mekanisme otoritasasi dalam penarikan tabungan dengan nominal tertentu Namun demikian dalam pelaksanaannya masih terdapat pelanggaran dimana teller dapat melakukan transaksi penarikan tabungan dalam jumlah besar tanpa melalui mekanisme otorisasi Menimbang bahwa berdasarkan uraian fakta hukum tersebut diatas menurut Majelis Hakim bahwa pada prinsipnya terwujudnya delik dalam perbuatan Terdakwa secara sempurna tidak dapat dilakukan oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi sendiri secara terpisah melainkan ada peranan pihak lain yang nota bene dalam melaksanakan operasional perusahaan tidak menjalankan kewenangan dan tugasnya sebagaimana ketentuan peraturan perundangundangan termasuk didalamnya SOP dan peraturan Direksi tentang kewenangan transaksi tunai prosedur dan teknis penerimaan transaksi tunai prosedur dan teknis pengeluaran transaksi tunai sistem otorisasi pengeluaran transaksi tunai serta mengabaikan penerapan tata kelola Perusahaan yang baik good corporate govermence serta tidak adanya pengawasan secara intensif Menimbang bahwa demikian pula yang terkait dengan fakta hukum yang dikemukakan oleh Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya Hal 302 yang pada pokoknya sebagai berikut Bahwa sesuai fakta persidangan berdasarkan hasil audit SPI yang dilakukan oleh saksi Moh Khoirudin selaku Kepala Satuan Pengendalian Internal yang tertuang dalam kertas kerja pemeriksaan SPI periode Desember 2016 kertas kerja pemeriksaan SPI periode Desember 2017 dan hasil audit yang dilakukan oleh saksi Ahmad Gofur selaku Satuan Pengendalian Internal yang tertuang dalam kertas kerja pemeriksaan SPI periode bulan April 2018 kertas kerja pemeriksaan SPI periode Bulan Mei 2018 terdapat temuantemuan yang berulang meskipun pihak SPI selalu menyampaikan hasil temuannya kepada pihak Saksi Drs ELYA DWI ADMOKO MM selaku Direktur Utama PD BPR Artha Praja Kota Blitar dan Saksi RUBINGATIN selaku Kabag Operasional PD BPR Artha Praja Kota Blitar Berdasarkan fakta atas temuan tersebut tidak pernah dilakukan tindak lanjut guna perbaikan tata kelola PD BPR Artha Praja Kota Blitar sehingga dalam pemeriksaan umum yang dilakukan oleh pihak OJK Kediri juga menemukan hasil audit yang sama dengan yang telah ditemukan oleh pihak SPI hasil pemeriksaan umum tim OJK Kediri terhadap PD BPR Artha Praja Kota Blitar dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan umum tahun 2017 pada neraca pemeriksaan tanggal 31 Januari 2017 dalam laporan hasil pemeriksaan umum tahun 2019 pada neraca pemeriksaan tanggal 30 November 2019 Bahwa kelemahankelemahan operasional pada PD BPR Artha Praja Kota Blitar diantaranya tata kelola hak akses sistem TI BPR lemahnya sistem pengendalian intern berupa pelaporan dan pengawasan hal tersebut dapat terjadi dikarenakan wewenang hapus transaksi dilakukan tanpa adanya otorisasi berjenjang karena langsung menggunakan super user yakni user administrator prosedur penarikan tabungan tidak dijalankan sesuai SOP yang dibuat Pihak PD BPR Artha Praja Kota Blitar tidak melakukan closeing pembukuan setiap akhir hari dan akhir bulan secara tepat waktu sehingga banyak ditemukannya pencatatan back date dan dijadikan hal wajar sebagai kebiasaan dalam tata kelola aktifitas operasional PD BPR Artha Praja Kota Blitar Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan pertimbangan hukum tersebut di atas dengan demikian Majelis Hakim berpendapat unsur Mereka yang melakukan menyuruh melakukan turut serta melakukan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum Menimbang bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana telah terpenuhi maka Terdakwa dinyatakan telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Subsidair Menimbang bahwa dengan telah terbuktinya seluruh unsur dalam Dakwaan Subsidair yakni melanggar Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana maka Majelis Hakim sependapat dengan materi Nota PembelaanPledoi Penasihat Hukum Terdakwa sepanjang yang terkait dengan pertimbangan mengenai terpenuhinya unsurunsur Dakwaan Subsidair menurut hukum sesuai fakta persidangan yang telah termuat secara utuh dan komprehensif dalam pertimbangan Majelis Hakim di dalam seluruh uraianuraian pertimbangan hukum yang terkait dengan pembuktian unsurunsur Pasal dalam dakwaan Subsidair Penuntut Umum Menimbang bahwa dalam persidangan Majelis Hakim tidak menemukan adanya halhal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana baik sebagai alasan pembenar danatau alasan pemaaf serta Terdakwa mampu bertanggung jawab maka Terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana Menimbang bahwa oleh karena ancaman pidana pasal yang terbukti bersifat kumulatif alternatif artinya di dalam ancaman hukuman dapat bersifat kumulatif maupun dapat bersifat alternatif Bersifat kumulatif maksudnya adalah selain ancaman pidana penjara juga ditambah dengan pidana denda sedangkan bersifat alternatif hanya menjatuhkan pidana penjara tanpa ditambah dengan pidana denda sehingga Majelis Hakim dalam perkara ini terhadap terdakwa berpendapat bahwa Terdakwa EVI SULISTIA WATININGSIH binti SUPARDI selain dijatuhi pidana penjara juga dijatuhi pidana denda yang jumlahnya akan ditentukan dalam amar putusan dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan Menimbang bahwa mengenai uang pengganti Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut Bahwa dalam ketentuan Pasal 17 Jo Pasal 18 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa Terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagai berikut 1 Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana sebagai pidana tambahan adalah a perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan begitu pula harga dari barang yang menggantikan barangbarang tersebut b pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyakbanyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi c penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 satu tahun d pencabutan seluruh atau sebagian hakhak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana 2 Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b paling lama dalam waktu 1 satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut 3 Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa dalam hal menentukan jumlah pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi adalah sebanyakbanyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan bukan sematamata sejumlah kerugian keuangan Negara yang diakibatkan Bahwa berpedoman pada frasa kata dapat dalam ketentuan Pasal 17 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka menurut Majelis Hakim bahwa substansi norma dari ketentuan mengenai pidana tambahan pembayaran uang pengganti bersifat fakultatif yang artinya Hakim tidak diwajibkan selalu menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti akan tetapi uang pengganti mempunyai sifat imperatif dalam pelaksanaan eksekusinya Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Kota Blitar Dengan Tujuan Tertentu Nomor 7000624102032022 tanggal 12 Januari 2022 tentang Perhitungan Kerugian Keuangan NegaraDaerah pada BPR Artha Praja Kota Blitar telah dilakukan penghitungan sebagai berikut No Uraian Jumlah Rp 1 Jumlah ketekoran kas harian 24500133300 2 Jumlah uang tabungan milik 14 nasabah yang diambil oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 75712781355 3 Jumlah uang setoran milik 1 nasabah yang diambil oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 3000000000 4 Jumlah gaji tenaga kebersihan yang tidak dibayarkan oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 94500000 Jumlah Kerugian Keuangan Negara Rp103307414655 Bahwa berdasarkan uraian dalam mempertimbangkan seluruh pertimbangan hukum dalam unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang pada pokoknya telah terbukti menurut hukum bahwa terdapat hubungan kausal secara yuridis antara perbuatan Terdakwa yang didakwa menyebabkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp103307414655 dengan keuntungan yang diperoleh Terdakwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan yaitu totalnya sejumlah Rp78807281355 tujuh ratus delapan puluh delapan juta tujuh puluh dua ribu delapan ratus tiga belas rupiah lima puluh lima sen dengan rincian penghitungan sebagai berikut No Uraian Jumlah Rp 1 Jumlah uang tabungan milik 14 nasabah yang diambil oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 75712781355 2 Jumlah uang setoran milik 1 nasabah yang diambil oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 3000000000 3 Jumlah gaji tenaga kebersihan yang tidak dibayarkan oleh Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih 94500000 Jumlah Rp78807281355 Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa uang pengganti yang harus dibayar oleh Terdakwa adalah sebanyakbanyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan bukan sematamata sejumlah kerugian keuangan Negara yang diakibatkan yaitu sejumlah Rp78807281355 tujuh ratus delapan puluh delapan juta tujuh puluh dua ribu delapan ratus tiga belas rupiah lima puluh lima sen Menimbang bahwa berkaitan dengan perkara ini Terdakwa telah beritikad baik mengembalikan sebagian kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari perbuatannya dengan cara menyerahkan aset tanah miliknya dengan SHM No 1214 atas nama Bambang Erwanto in casu Suami Terdakwa disertai kuasa jual kepada pihak BPR Artha Praja dan telah berhasil dijual oleh pihak PD BPR Artha Praja senilai Rp365000000 tiga ratus enam puluh lima juta rupiah yang hasilnya ditempatkan pada rekening Bank Mandiri atas nama PD BPR Artha Praja nomor 1710033303333 pada pos titipan penjualan aset dugaan fraud teller Perumda BPR Kota Blitar yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik Polres Kota Blitar pada tanggal 18 April 2024 dari Saksi Edy Prasetyo selaku Direktur Perumda BPR Kota Blitar berdasarkan SK Walikota Blitar Nomor 18863HK4100202023 tanggal 01 Februari 2023 tentang Pengangkatan Anggota Direksi Perusahaan Umum daerah Bank Perkreditan Rakyat Kota Blitar yang bersesuaian dengan Barang Bukti No31 yang tercantum dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum Menimbang bahwa dengan demikian terhadap penjatuhan pidana uang pengganti akan dikompensasikandiperhitungkan dengan barang bukti berupa uang sejumlah Rp365000000 tiga ratus enam puluh lima juta rupiah yang telah dilakukan penyitaan dan uang tersebut dititipkan pada Rekening Bank Mandiri Nomor 1710033303333 atas nama PD PD BPR Artha Praja untuk selanjutnya disetorkan ke Kas Negara Cq Kas PD BPR Artha Praja dan diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian keuangan NegaraDaerah sehingga jumlah total uang pengganti yang harus dibayarkan oleh Terdakwa sebesar Rp42307281355 empat ratus dua puluh tiga juta tujuh puluh dua ribu delapan ratus tiga belas rupiah lima puluh lima sen Menimbang bahwa selanjutnya mengenai penjatuhan pidana pembayaran uang pengganti ini Penasehat Hukum Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih dalam Nota Pembelaannya pada halaman 52 mendalilkan bahwa seharusnya Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi dibebankan Uang Pengganti sebesar Rp32507281355 tiga ratus dua puluh lima juta tujuh puluh dua ribu delapan ratus tiga belas koma lima puluh lima rupiah karena berdasarkan fakta persidangan Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi menerangkan bahwa dirinya membagikan hasil pengambilan uang tabungan milik 14 nasabah dan uang setoran milik 1 nasabah kepada Saksi Safira Andio Marmera dengan total mencapai Rp98000000 sembilan puluh delapan juta rupiah Menimbang bahwa terhadap dalil pembelaan pledoi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut Bahwa fakta yang terkait dengan adanya pembagian hasil pengambilan uang tabungan milik 14 nasabah dan uang setoran milik 1 nasabah kepada Saksi Safira Andio Marmera dengan total mencapai Rp98000000 sembilan puluh delapan juta rupiah hanyalah bersandarkan pada keterangan Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi yang didalam persidangan juga dibantah oleh Saksi Safira Andio Marmera Bahwa di persidangan Majelis Hakim telah meminta kepada Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi untuk menyerahkan buktibukti yang terkait dengan penyerahanpembagian sebagian uang hasil hasil pengambilan uang tabungan milik 14 nasabah dan uang setoran milik 1 nasabah kepada Saksi Safira Andio Marmera namun sampai dengan persidangan dinyatakan selesai Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi tidak mampu membuktikan dalilnya tersebut meskipun Majelis Hakim telah memberikan kesempatan untuk itu Bahwa oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat bahwa keterangan Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi sepanjang mengenai pembagian hasil pengambilan uang tabungan milik 14 nasabah dan uang setoran milik 1 nasabah kepada Saksi Safira Andio Marmera dengan total mencapai Rp98000000 adalah keterangan yang berdiri sendiri tanpa disertai dengan alat bukti lainnya sehingga menurut hukum harus dinyatakan dikesampingkan dan ditolak Menimbang bahwa berdasarkan pertimbanganpertimbangan unsur sebagaimana telah diuraikan tersebut di atas ternyata perbuatan Terdakwa Evi Sulistia Watiningsih binti Supardi telah memenuhi seluruh unsurunsur dari Dakwaan Subsidair sehingga Majelis berkesimpulan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersamasama sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu Subsidair yaitu melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 Ke 1 KUHP Menimbang bahwa dalam rangka mewujudkan keadilan yang proporsional dalam pemidanaan Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang jika dihubungkan dengan perbuatan pidana Terdakwa maka Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut Bahwa dalam aspek kerugian keuangan Negara perbuatan Terdakwa telah menimbulkan kerugian negara dalam kategori ringan Bahwa dalam aspek tingkat kesalahan perbuatan Terdakwa termasuk dalam kategori aspek kesalahan sedang yaitu peran Terdakwa signifikan Bahwa dalam aspek dampak yang dihasilkan dalam perbuatan Terdakwa yaitu mengakibatkan perbuatan Terdakwa dalam aspek dampak rendah dimana perbuatan Terdakwa mengakibatkan kerugiandampak dalam skala wilayah KabupatenKota in casu Kota Blitar Bahwa dalam aspek keuntungan danatau nilai harta benda yang diperoleh Terdakwa termasuk dalam kategori aspek sedang dimana terdakwa telah mengembalikan sebagian kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari perbuatannya sejumlah Rp365000000 tiga ratus enam puluh lima juta rupiah Menimbang bahwa oleh karenanya dengan berpedoman pada aspek tersebut diatas dalam hal rentang waktu penjatuhan pidana yang dapat diterapkan kepada Terdakwa maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan aspek kategori kerugian keuangan Negara tingkat kesalahan dampak dan keuntungan serta keadaan yang memberatkan dan meringankan dengan memperhatikan sifat baik dan jahat dari Terdakwa sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 ayat 2 UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang dengan tegas mengamanatkan bahwa Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa Jo Pasal 13 ayat 1 dan 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada pokoknya menyatakan bahwa Ayat 1 berbunyi Dalam menjatuhkan pidana Hakim harus mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan dengan memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Tahap IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Mahkamah Agung ini Ayat 2 berbunyi Hakim dapat mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan yang bersifat kasuistis berdasarkan fakta persidangan selain yang telah diatur pada ayat 1 Menimbang bahwa merujuk pada ketentuan Pasal 13 ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 a quo maka Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana juga mempertimbangkan pengaruh pidana terhadap masa depan Terdakwa yang memiliki 2 dua orang anakputri yang masih berusia dibawah umur Menimbang bahwa selanjutnya dengan mempertimbangkan tujuan dan pedoman pemidanaan menurut ilmu hukum pidana serta politik hukum pidana nasional pasca diundangkannya UndangUndang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP dimana kebijakan politik hukum pidana nasional terkandung semangat pemidanaan yang telah bergeser dari semula berparadigma retributivepembalasan menjadi berparadigma rehabilitativerestorative yang mengedepankan pemidanaan tidak hanya bertujuan untuk menimbulkan efek penjeraan bagi para pelakunya tetapi juga bertujuan untuk a Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi perlindungan dan pengayoman masyarakat b Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna c Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana memulihkan keseimbangan serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat dan d Menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana Menimbang bahwa mengingat substansi pedoman dan tujuan pemidanaan tersebut diatas maka dalam penjatuhan pidana Majelis Hakim mengedepankan asas obyektifitas dan proporsionalitas kesalahan Terdakwa sehingga penjatuhan pidana kepada Terdakwa dalam perkara a quo dirasakan adil bagi Terdakwa dan masyarakat pada umumnya dengan tetap menjunjung tinggi nilainilai keadilan dan kepastian hukum Menimbang bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penahanan yang sah maka masa penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan Menimbang bahwa terhadap barang bukti yang diajukan dipersidangan untuk selanjutnya dipertimbangkan sebagai berikut Menimbang bahwa barang bukti yang bertanda BB Nomor 1 sampai dengan BB Nomor 30 yang masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain maka dikembalikan kepada Penyidik Kepolisian Resort Kota Blitar untuk dijadikan barang bukti dalam perkara lain Menimbang bahwa barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp365000000 tiga ratus enam puluh lima juta rupiah yang telah disita disetorkan ke Kas Negara Cq Kas PD BPR Artha Praja Kota Blitar dan diperhitungkan sebagai Pengembalian Kerugian Keuangan NegaraDaerah Menimbang bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa Keadaan yang memberatkan Perbuatan Terdakwa tidak mendukung program Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme Perbuatan Terdakwa menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap PD BPR Artha Praja Kota Blitar Keadaan yang meringankan Terdakwa belum pernah dipidana Terdakwa mengakui secara terus terang segala perbuatannya sehingga memperlancar proses persidangan serta berperan mengungkap pelakupelaku lainnya Terdakwa bersikap sopan dalam menjalani proses peradilan Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi Terdakwa telah beritikad baik mengembalikan sebagian kerugian keuangan negara sejumlah Rp365000000 tiga ratus enam puluh lima juta rupiah Terdakwa mempunyai 2 dua orang anak yang masih dibawah umur yaitu anak pertama berusia 4 empat tahun dan anak kedua berusia 2 dua tahun Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 222 ayat 1 KUHAP oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan dibawah ini Memperhatikan Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundangundangan lain yang bersangkutan |
Tanggal Musyawarah | 22 Agustus 2024 |
Tanggal Dibacakan | 22 Agustus 2024 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Data Identitas Tidak Ditemukan
Lampiran
Lampiran
- Download Zip
- 36/Pid.Sus-TPK/2024/PN_Sby.zip
- Download PDF
- 36/Pid.Sus-TPK/2024/PN_Sby.pdf
Putusan Terkait
Putusan Terkait
- Putusan terkait tidak ada
Statistik
Statistik
191
168