- Menyatakan gugatan Penggugat bukan gugatan sederhana;
- Memerintahkan Panitera untuk mencoret perkara Nomor 8/Pdt.G.S/2024/PN Lbb dalam register perkara; dan
- Memerintahkan pengembalian sisa panjar biaya perkara kepada Penggugat.
Putusan PN LUBUK BASUNG Nomor 8/Pdt.G.S/2024/PN Lbb |
|
Nomor | 8/Pdt.G.S/2024/PN Lbb |
Tingkat Proses | Pertama |
Klasifikasi |
Perdata |
Kata Kunci | Wanprestasi |
Tahun | 2024 |
Tanggal Register | 14 Nopember 2024 |
Lembaga Peradilan | PN LUBUK BASUNG |
Jenis Lembaga Peradilan | PN |
Hakim Ketua | Hakim Tunggal Yoshito Siburian |
Hakim Anggota | Hakim Tunggal Yoshito Siburian |
Panitera | Panitera Pengganti Syafria Nova |
Amar | Lain-lain |
Amar Lainnya | DISMISSAL |
Catatan Amar |
Menimbang bahwa mengenai sederhana atau tidaknya pembuktian, Hakim hanya bisa menilai kesederhanaan tersebut melalui (1) penelitian terhadap narasi alat bukti yang terdapat dalam surat gugatan; (2) pengajuan alat-alat bukti oleh Penggugat pada saat pendaftaran perkara; dan (3) perbandingan antara narasi alat bukti dengan alat bukti yang disajikan pihak penggugat di awal pendaftaran perkara. Sejak awal Peraturan Mahkamah Agung sudah menentukan bahwa bukti-bukti harus terlebih dahulu dilegalisasi pada saat pendaftaran; Menimbang bahwa dengan pendaftaran perkara oleh pihak Penggugat secara elektronik, maka Penggugat bisa mengakses pendaftaran tersebut dimana saja dan kapan saja secarareal time, selama Penggugat masih memiliki jaringan untuk tetap dalam daring, yang berarti tidak terikat untuk berada di kantor pengadilan. Namun demikian, hal yang perlu dipahami oleh Penggugat adalah mekanisme pendaftaran baik secara manual maupun secara elektronik tidak mengubah prinsip pemeriksaan gugatan sederhana serta tidak mengesampingkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga ketika Penggugat mendaftarkan perkara secara elektronik, ia masih harus melampirkan bukti surat dengan cara mengunggah bukti surat dalam keadaan sudah legalisasi, yang artinya ?sesuai dengan aslinya?. Selain daripada itu, sudah menjadi suatu prinsip umum dalam pengajuan alat bukti di persidangan bahwa seluruh bukti surat harus memenuhi prosedur pemateraian kemudian (naazegelen), sebab setiap dokumen yang menjadi alat bukti menerbitkan hak negara dalam menagih penerimaan negara berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 134/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Materai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu Pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain dan Penentuan Keabsahan Meterai serta Pemeteraian Kemudian; Menimbang bahwa dalam ketentuan Peraturan Mahkamah Agung mengenai Gugatan Sederhana tidak ada ketentuan pihak mana yang berwenang untuk legalisasi, sehingga tentunya hal tersebut kembali pada peraturan yang lebih umum, yang mengatur khusus perihal tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004Jo.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yang berwenang untuk melakukan pengesahan kecocokan antara dokumen fotokopi dengan dokumen aslinya adalah Notaris, yang dalam praktek membubuhkan cap bertuliskan ?sesuai dengan aslinya?, dan dalam bahasa sehari-hari disebut ?leges? atau ?legalisir?. Selain itu, pejabat yang mengeluarkan dokumen dimaksud dan menyimpan dokumen aslinya, juga berhak untuk mengadakan pencocokan antara dokumen fotokopi atau dokumen salinan dengan dokumen asli, seperti Kartu Keluarga pada Disdukcapil berarti oleh Pejabat Disdukcapil. Oleh karena itu, sebelum mendaftarkan gugatan tersebut sudah semestinya ada pencocokan dokumen salinan oleh Penggugat dengan dokumen pembanding berupa dokumen asli di hadapan Notaris selaku pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang menerbitkan dokumen tersebut; Menimbang bahwa setelah Hakim mencermati isi gugatan Penggugat, ternyata Penggugat mengajukan sebanyak 12 (dua belas) bukti surat yang pada pokoknya menerangkan mengenai akad di antara Penggugat dengan Tergugat, surat-surat peringatan, surat somasi dan jaminan fidusia. Semua deskripsi bukti surat tersebut telah disampaikan di dalam surat gugatan. Idealnya, Hakim bisa langsung melakukan pemeriksaan terhadap seluruh surat tersebut melalui akun Sistem Informasi Pengadilan; Menimbang bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Hakim terhadap dokumen yang diajukan oleh pihak Penggugat saat pendaftaran perkara, ternyata Penggugat hanya mengunggah sebanyak dua bukti surat, dalam keadaan sebuah bukti surat sudah permateraian kemudian dan bukti surat lainnya belum permateraian kemudian, dan keduanya belum dalam keadaan dilegalisasi oleh Notaris. Dalam menilai sederhana tidaknya pembuktian, seharusnya ada sinkronisasi antara narasi yang tertulis dalam surat gugatan dengan kondisi riil keberadaan alat bukti di Sistem Informasi Pengadilan; Menimbang bahwa ternyata pihak Penggugat tidak mengunggah seluruh bukti surat tersebut ke Sistem Informasi Pengadilan, sehingga dalam hal ini Hakim belum bisa menentukan sederhana atau tidaknya pembuktian dalam perkara ini. Terlebih ketika memperhatikan dalil-dalil gugatan Penggugat, terdapat permohonan sita jaminan atas kendaraan milik Tergugat yang menjadi jaminan fidusia dalam rangka menjamin pelaksanaan perjanjian utang piutang di antara keduanya, sehingga tentunya butuh kecermatan dalam menilai pembuktian perkara ini; Menimbang bahwa pendaftaran perkara ini masih belum memenuhi syarat administratif, sebab tidak diikuti dengan penggunggahan bukti-bukti surat dalam keadaan legalisasi dan permateraian kemudian; serta tidak menggunggah seluruh bukti surat sebagaimana dimaksud dalam surat gugatan. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya gugatan atas nama Penggugat tersebut sudah semestinya tidak bisa didaftarkan sampai Penggugat memenuhi syarat administratif tadi; Menimbang bahwa jikapun Penggugat bisa menggunggah bukti surat tersebut, namun pengunggahan bukti surat yang tidak tuntas dan tidak menyeluruh tersebut akan menimbulkan kebingungan (confuse) bagi Hakim dalam memutuskan bisa atau tidaknya perkara ini diperiksa lebih lanjut oleh Hakim di persidangan acara pemeriksaan gugatan sederhana. Dalam keadaan Penggugat belum menggunggah seluruh bukti surat dalam surat gugatan, tentunya akan menimbulkan dilema tersendiri mengenai kesimpulan Hakim untuk menyatakan pembuktian dalam perkara ini sederhana atau tidak sederhana, terlebih bukti surat yang diajukan hanyalah Sertifikat Jaminan Fidusia dan sebuah dokumen lain, yang bukan merupakan inti pokok dari gugatan di perkara ini, yang berfokus pada perjanjian utang piutang. Suatu bukti yang bersifat pokok tentu adalah surat perjanjian dengan ditambah bukti-bukti lainnya, sehingga bukti-bukti tersebut semuanya termuat lengkap dalam sistem elektronik. Penggunggahan bukti surat yang lengkap akan membawa Hakim pada kesimpulan mengenai kesederhanaan pembuktian, selanjutnya kesimpulan tersebut akan menentukan pula bisa tidaknya perkara ini diadili oleh Hakim dalam acara pemeriksaan gugatan sederhana; Menimbang bahwa dalam mengadili suatu perkara Hakim senantiasa menjunjung asasexceptio firmat regulam, yang berarti ketika suatu keadaan atau fakta tidak jelas, maka Hakim harus menafsirkan suatu keadaan tersebut menurut hal yang menguntungkan bagi terdakwa, terlapor atau tergugat. Hal ini membawa suatu proporsionalitas antara kepentingan Penggugat dengan Tergugat, yang di satu sisi Penggugat merupakan orang yang mengajukan tuntutan hak dan dapat mengajukan tuntutan tersebut kapapun dan di sisi lain Tergugat merupakan orang yang harus memberi waktu untuk menjawab tuntutan tersebut dan sedemikian banyaknya memberi waktu terhadap tuntutan yang diajukan oleh Penggugat, seandainya hal tersebut berulang-ulang. Dalam posisi sebagai pihak yang dituntut, maka secara lahiriah Tergugat memiliki posisi yang tidak setara dengan Penggugat, sehingga perlu afirmasi seperti pengadilan yang mengadili adalah tempat tergugat berada, hal yang membingungkan ditafsirkan sebagai keuntungan tergugat dan hal-hal lainnya supaya yang menjadi pihak tergugat tidak termarjinalkan dan memiliki kedudukan yang setara dengan Penggugat; Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka kondisi Penggugat tidak mengunggah seluruh bukti surat ke Sistem Informasi Pengadilan merupakan kondisi yang gantung dan tidak jelas(not clearly), sebab dengan kondisi tersebut Hakim berada dalam posisi tidak dapat menentukan apakah pembuktian Penggugat bersifat sederhana atau tidak sederhana, selanjutnya dengan kondisi yang gantung dan tidak jelas tersebut, maka Hakim akan memilih penafsiran yang menguntungkan bagi Tergugat, yang berarti menyimpulkan bahwa pembuktian dalam perkara ini bukanlah pembuktian yang sederhana. Dalam hal ini, Hakim berpendapat ada suatu fiksi hukum (rechtsfictie) bahwa ?penggunggahan bukti yang tidak lengkap dalam ?penilaian sederhana tidaknya pembuktian? akan dianggap pembuktian yang tidak sederhana, sampai penggunggahan bukti tersebut lengkap dan memenuhi pengertian ?sederhana???; Menimbang bahwa selain daripada itu, keadaan yang gantung dan tidak jelas seperti di atas akan membuat Hakim kehilangan suatu gambaran yang jelas mengenai substansi perkara ini. Sederhana atau tidaknya pembuktian adalah berkaitan dengan apakah Hakim dapat menyelesaikan perkara dengan acara pemeriksaan gugatan sederhana dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja, sebab apabila sebaliknya maka dapat dipastikan bahwa sebenarnya gugatan dalam perkara tersebut bukanlah gugatan sederhana. Dengan tidak adanya pengunggahan bukti-bukti secara lengkap, bagaimana Hakim dapat mengukur waktu penyelesaian perkara tersebut? Tentu hal ini juga menimbulkan kebingungan pada akhirnya; Menimbang bahwa pengunggahan bukti-bukti surat secara lengkap oleh Penggugat, yang diikuti dengan penilaian awal oleh Hakim juga adalah dalam rangka konsistensi Hakim mengenai pembuktian yang diajukan oleh Penggugat dari sejak awal pendaftaran perkara sampai pada sidang pembuktian, sebab bagaimana mungkin Hakim dapat menyatakan suatu perkara memenuhi syarat untuk gugatan sederhana, padahal pada akhirnya setelah pemeriksaan alat bukti di persidangan tiba pada kesimpulan bahwa pembuktian perkara ini tidak sederhana? Hal ini merupakan bentuk inkonsistensi Hakim apabila hal tersebut terjadi, kecuali kesimpulan itu diperoleh dari pembuktian pihak Tergugat, yang merupakan keadaan baru yang belum memperoleh penilaian di waktu sebelumnya. Dengan demikian, inkonsistensi hanya terjadi apabila ada penilaian yang berbeda terhadap suatu hal yang sama, yaitu pembuktian Penggugat pada awal pendaftaran dengan pembuktian Penggugat pada persidangan; Menimbang bahwa dengan demikian penggunggahan bukti yang tidak lengkap akan selalu ditafsirkan sebagai sesuatu yang menguntungkan Tergugat dan dianggap sebagai pembuktian tidak sederhana; berkaitan dengan waktu penyelesaian perkara yang juga berakibat pada perkara tidak memenuhi syarat gugatan sederhana; serta konsistensi dalam menentukan suatu perkara termasuk atau tidak termasuk dalam gugatan sederhana; sehingga hal ini akan membuat Hakim tiba pada kesimpulan bahwa suatu perkara bukan merupakan perkara gugatan sederhana; Menimbang bahwa dengan demikian pengajuan bukti surat yang tidak lengkap mengakibatkan suatu pembuktian menjadi tidak sederhana, sehingga dengan demikian Hakim berpendapat gugatan dalam perkara ini belum memenuhi syarat sebagai gugatan sederhana; Menimbang bahwa setelah meneliti dan mempelajari gugatana quo, hakim berpendapat gugatan tersebut tidak memenuhi syarat formasl sehingga tidak termasuk dalam kategori gugatan sederhana; Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka hakim perlu mengeluarkan penetapan. Mengingat ketentuan Pasal 11 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015jo.Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan; M E N E T A P K A N: |
Tanggal Musyawarah | 15 Nopember 2024 |
Tanggal Dibacakan | 15 Nopember 2024 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Lampiran
- Download Zip
- —
- Download PDF
- —
Putusan Terkait
- Putusan terkait tidak ada