- Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
- Menjatuhkan talak satu ba'in sughra Tergugat (RAHMAD EKHRI FAFANDA BIN AZWAR)terhadap Penggugat (LIDYA MARINI BINTI AKMAL ST PANGULU);
- Menetapkan 3 (tiga) orang anak Pemohon dan Termohon yang bernama KENZIE HALIIM PRATAMA (Lk), lahir pada tanggal 22 Oktober 2011; HANAN ADELARD ADYATAMA (lk), lahir pada tanggal 25 Januari 2016;dan KHALIF ATHALA FARUQ (lk), lahir pada tanggal 31 Maret 2021 berada di bawah hadhanah Penggugat;
- Menyatakan gugatan nafkah anak tidak dapat diterima;
- Menyatakan gugatan Penggugat selainnya ditolak;
- Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp147.000,00 (seratus empat puluh tujuh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut di atas;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan penjelasannya sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, terakhir dengan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka penyelesaian perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan merupakan wewenang absolutPengadilan Agama, dan dalam perkara ini telah ternyata subjek hukum dalam perkara ini adalah beragama Islam, dan perkara yang diajukan adalah perkara dibidang perkawinan, oleh karena itu maka Pengadilan Agama berwenang secara absolut untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ini;
Menimbang, bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah diupayakan untuk berdamai dalam persidangan oleh Hakim namun tidak berhasil, maupun dalam proses mediasi oleh Mediator yang telah ditunjuk, namun upaya perdamaian tersebut tidak terlaksana karena Tergugat tidak menghadiri proses mediasi, dengan demikian telah terpenuhi ketentuan Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 jo Pasal 154 ayat (1) Rbg dan Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 yang telah diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan;
Menimbang, bahwa oleh karena upaya perdamaian tidak berhasil, maka diperiksa pokok perkara dalam sidang tertutup untuk umum, hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009;
Menimbang, bahwa setelah meneliti surat gugatan Penggugat dan mendengar keterangan Penggugat maka yang menjadi masalah pokok dalam perkara ini adalah Penggugat bermohon untuk bercerai dari Tergugat dengan alasan bahwa Penggugat dan Tergugat terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan rukun lagi dalam rumah tangga;
Menimbang, bahwa Tergugat tidak dapat didengar jawabannya di persidangan karena Tergugat tidak pernah hadir lagi, maka secara yuridis formal Tergugat dapat dianggap tidak bermaksud untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya dan atau membela kepentingannya di persidangan, mengakui dan membenarkan semua Posita dan Petitum dalam surat gugatan Penggugat, namun tidak serta merta hal tersebut menjadikan gugatan Penggugat dapat dikabulkan, karena mengingat perkara ini merupakan perkara yang dikhawatirkan dapat menimbulkan suatu kebohongan besar (de groten langen);
Menimbang, bahwa Hakim Tunggal sependapat dan mengambil alih pendapat ahli fiqih dalam Kitab Ahkamul Qur'anJuz II hal 405 yang berbunyi:
??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
Artinya : Barang siapa yang dipanggil untuk menghadap Hakim Islam, kemudian tidak menghadap maka ia termasuk orang yang zalim, dan gugurlah haknya.
Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka Hakim Tunggal menilai alasan perceraian yang didalilkan oleh Penggugat adalah termasuk dalam alasan-alasan perceraian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo.Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam;
Menimbang, bahwa untuk dikabulkannya sebuah perceraian dengan alasan dasar tersebut di atas, maka sebagaimana Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 116 huruf (f) dan Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, harus terpenuhi beberapa unsur sebagai berikut, (1). Rumah tangga sudah tidak rukun dan harmonis, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus. (2). Perselisihan dan pertengkaran tersebut menyebabkan suami istri tidak ada harapan untuk rukun kembali. (3). Pengadilan sudah mendamaikan, namun tidak berhasil;
Menimbang, bahwa karena perkara ini adalah mengenai bidang perceraian yang dinilai penting untuk ditemukan kebenaran materiilnya, dan untuk lebih meyakinkan Hakim Tunggal atas dalil-dalil gugatan Penggugat, maka sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April 2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Edisi Revisi 2013, Hakim Tunggal berpendapat Penggugat diwajibkan untuk mengajukan bukti-bukti yang dapat mendukung dalil-dalil posita dan petitum gugatannya;
Menimbang, bahwa Hakim Tunggal sependapat dan mengambil alih hujjah syari?ahdalam Kitab Al-Anwar Juz II halaman 55 yang untuk selanjutnya diambil alih sebagai pendapat Hakim Tunggal yang berbunyi sebagai berikut:
??????????????????????????????????????????????????
Artinya : Apabila dia (Tergugat) enggan hadir, atau bersembunyi atau tidak diketahui alamatnya, perkara ini dapat diputus berdasarkan bukti.
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan alat bukti berupa bukti surat dan bukti saksi sebagaimana dalam duduk perkaranya di atas;
Menimbang, bahwa terhadap bukti surat yang diajukan Penggugat (bukti P.1 s.d. P. 7, Hakim Tunggal berpendapat bukti tersebut merupakan fotokopi sah dari suatu akta autentik, kecuali bukti P.4, khusus dibuat sebagai alat bukti, telah diberi meterai cukup sesuai ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dan telah di-nazegeling sehingga alat bukti tersebut telah memenuhi persyaratan formil dan harus dinyatakan dapat diterima, dan secara materiil dapat dipertimbangkan karena alat bukti tersebut memuat keterangan yang menguatkan dan relevan dengan dalil gugatan Penggugat;
Menimbang, bahwa bukti P.1 (Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor 191/16/XII/2010 Tanggal 20 Desember 2010) merupakan akta otentik yang berdaya bukti sempurna dan mengikat yang memberi bukti Penggugat dengan Tergugat telah dan masih terikat dalam perkawinan sah yang tercatat KUA Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat, dan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 285 R.Bg jo. Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, dengan demikian Penggugat dengan Tergugat telah mempunyai hubungan dan kapasitas hukum untuk menjadi pihak dalam perkara ini (persona standi in judicio), karenanya Penggugat mempunyai kualitas untuk mengajukan tuntutan dalam sengketa bidang perkawinan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2 dan P.3 terbukti bahwa Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di Jln Beringin No 53 RT/RW 002/001 Kelurahan Padang Tiakar Kecamatan Pakumbuh Timur, Kota Payakumbuh;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.4 terbukti bahwa pada tanggal 25 Agustus 2014 Tergugat berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi perbuatan menyakiti hati, perasaan dan raga Penggugat disaksikan oleh ibu Penggugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 s.d. P.7 terbukti bahwa Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 orang anak bernama Kenzie Haliim Pratama (Lk), berumur 13 tahun; Hanan Adelard Adyatama (lk), berumur 8 tahun); dan Khalif Athala Faruq (lk), berumur 3 tahun;
Menimbang, bahwa oleh karena alasan perceraian yang diajukan Penggugat berkenaan dengan ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 138 Kompilasi Hukum Islam, maka Hakim Tunggal perlu mendengarkan keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga dan atau orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut;
Menimbang, bahwa Hakim Tunggal telah mendengarkan keterangan dua orang saksi yang berasal dari pihak keluarga dan orang yang dekat dengan Penggugat yang dalam penilaian Hakim Tunggal kedua orang saksi tersebut telah memenuhi persyaratan formil sebagai saksi sesuai dengan ketentuanPasal 171-172 R.Bg jo. Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan kesaksiannya telah diberikan di bawah sumpah sesuai dengan ketentuan Pasal 175 R.Bg sehingga dengan demikian dapat diterima sebagai alat bukti yang sah di persidangan;
Menimbang, bahwa di samping itu terhadap keterangan dua orang saksi Penggugat tersebut, maka secara materiil dalam penilaian Hakim Tunggal kedua orang saksi tersebut telah memberikan keterangan berdasarkan pengetahuan saksi-saksi sendiri, mempunyai keterkaitan dan hubungan, serta saling bersesuaian dan atau saling menguatkan antara satu dengan lainnya yang dapat digunakan untuk menguatkan suatu perbuatan sesuai ketentuan Pasal 307-309 R.Bg., yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang menikah pada tahun 2010 dan telah dikaruniai 3 orang anak;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat awalnya rukun dan harmonis namun sejak tahun 2012 tidak rukun lagi sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan masalah sepele;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 6 bulan, Tergugat meninggalkan Penggugat;
- Bahwa pihak keluarga Penggugat dan Tergugat telah mengupayakan perdamaian melalui musyawarah namun tidak berhasil;
-
Menimbang, bahwa apabila bukti surat dan kesaksian dua orang saksi serta anggapan hukum sebagaimana tersebut di atas dihubungkan dengan dalil-dalil gugatan Penggugat Hakim Tunggal menilai dalil-dalil gugatan Penggugat telah terbukti, dan dari pembuktian tersebut diketemukan fakta-fakta yuridis sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 191/16/XII/2010 Tanggal 20 Desember 2010 dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah KUA Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat dan dari pernikahan tersebut Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 orang anak, bernama Kenzie Haliim Pratama (lk), berumur 13 tahun; Hanan Adelard Adyatama (lk), berumur 8 tahun); dan Khalif Athala Faruq (lk), berumur 3 tahun;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di Jln Beringin No 53 RT/RW 002/001 Kelurahan Padang Tiakar Kecamatan Pakumbuh Timur, Kota Payakumbuh;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat awalnya rukun dan harmonis namun sejak tahun 2012 tidak rukun lagi sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan masalah sepele;
- Bahwa pada tanggal 25 Agustus 2014 Tergugat berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi perbuatan menyakiti hati, perasaan dan raga Penggugat disaksikan oleh ibu Penggugat;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 6 bulan, Tergugat meninggalkan Penggugat;
- Bahwa pihak keluarga Penggugat dan Tergugat telah mengupayakan perdamaian melalui musyawarah namun tidak berhasil;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi harapan akan hidup rukun kembali dalam meneruskan rumah tangganya;
-
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut, Hakim Tunggal berpendapat bahwa fakta tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam tahun 1991, yaitu rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga (onheelbaare tweespalt), selain itu saat sekarang Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah, atas dasar tersebut Hakim Tunggal berpendapat bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat telah berada dalam kondisi pecah (broken marriage) dan sudah sulit untuk dipertahankan lagi;
Menimbang, bahwa berdasarkan kondisi tersebut, maka dalam rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah tidak terujud lagi tujuan perkawinan, sebagaimana yang dikehendaki ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 serta Firman Allah S.w.t. dalam Al-Qur?an surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:
??? ????? ?? ??? ??? ?? ?????? ?????? ??????? ????? ? ??? ????? ???? ????? ?? ?? ??? ????? ???? ???????.
Artinya: ?Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir?.
Menimbang, bahwa mengenai siapa yang penyebabkan perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat, maka dalam hal ini Hakim Tunggal juga sependapat dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 38 K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991 yang mengandung abstraksi hukum bahwa tidak perlu lagi mempertimbangkan siapa yang menyebabkan timbulnya perselisihan tersebut, melainkan ditekankan pada keadaan itu sendiri, apakah telah pecah/retak dan sulit dipertahankan dan jika Hakim telah yakin pecahnya hati kedua belah pihak yang berperkara yang menyebabkan pecahnya rumah tangga mereka, maka berarti telah terpenuhi maksud Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975;
Menimbang, bahwa dari apa yang diuraikan di atas, maka Hakim Tunggal berpendapat pintu perceraian dapat dibuka guna menghindarkan para pihak dari kemelut rumah tangga yang berkepanjangan yang akan membawa mudharat kepada kehidupan Penggugat dan Tergugat apabila rumah tangga tetap dipertahankan, sedangkan kemudharatan harus disingkirkan sebagaimana kaidah fiqhiyah yang berbunyi sebagai berikut:
?????????
Artinya: Kemudharatan harus disingkirkan.
Menimbang, bahwa Hakim Tunggal perlu mengetengahkan dalil/hujah syar?iyyah dari Kitab Ghayatul Maramhal. 162 yang selanjutnya diambil alih sebagai pendapat Hakim Tunggal sebagai berikut:
???????????????????????????????????????????
Artinya: Dan apabila ketidaksukaan istri terhadap suaminya sudah sedemikian memuncak, maka Hakim boleh menjatuhkan talak suaminya dengan talak satu.
Menimbang, bahwa hukum perceraian menurut Islam berkisar pada hukum haram, wajib, sunat, mubah dan makruh, dan dalam perkara ini perceraian menjadi diperbolehkan, dan oleh karena Imsak bil Ma'ruftidak berhasil maka perceraian dianggap sebagai Tasrih bi Ihsan;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam apabila telah cukup jelas mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri, maka perceraian dapat diterima untuk dipertimbangkan;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Hakim Tunggal menyimpulkan rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada harapan untuk dapat hidup rukun, dengan demikian alasan perceraian yang diajukan oleh Penggugat tersebut telah memenuhi maksud ketentuan 39 ayat (2) huruf f Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo.Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya Hakim Tunggal berkesimpulan gugatan Penggugat pada petitum angka 1 (satu) dan 2 (dua) dalam surat gugatannya dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya petitum angka 1 (satu) dan 2 (dua) dalam surat gugatannya, dan oleh karena perceraian ini adalah perceraian pertama antara Penggugat dan Tergugat, maka berdasarkan Pasal 119 ayat 2 huruf c Kompilasi Hukum Islam talak yang dijatuhkan terhadap Penggugat adalah talak satu ba?in sughra;
Menimbang, bahwa setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka bagi Penggugat terdapat waktu tunggu (masa iddah) selama tiga kali suci (sekurang-kurangnya sembilan puluh hari) dikarenakan perceraian tersebutba?da dukhulsebagaimana maksud Pasal 153 ayat (4) dan Pasal 155 Kompilasi Hukum Islam, maka pada masa tunggu tersebut Penggugat wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain, hal ini sebagaimana yang telah ditentukan pada Pasal 151 Kompilasi Hukum Islam;
Menimbang, bahwa Penggugat meminta agar memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Payakumbuh untuk mengirimkan Salinan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (KUA) di tempat tinggal Penggugat dan Tergugat. Petitum tersebut telah sesuai dengan Pasal 84 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 (diperintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Payakumbuh untuk mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama yang mewilayahi tempat tinggal Penggugat, tempat tinggal Tergugat dan tempat pernikahan Penggugat dengan Tergugat). Namun berdasarkan SEMA No. 1 Tahun 2017 - C. Rumusan Hukum Kamar Agama Tahun 2017 angka 3 Perintah penyampaian salinan putusan/penetapan ikrar talak sesuai ketentuan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tidak perlu dicantumkan dalam amar putusan. Oleh karena penyampaian salinan putusan tidak perlu dicantumkan dalam amar putusan Hakim akan menolak petitum tersebut;
Menimbang, bahwa selain itu Penggugat mengajukan gugatan hadhanah dengan alasan bahwa Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 orang anak, bernama Kenzie Haliim Pratama (lk), berumur 13 tahun; Hanan Adelard Adyatama (lk), berumur 8 tahun; dan Khalif Athala Faruq (lk), berumur 3 tahun. Sedangkan Tergugat tidak dapat didengar jawabannya karena tidak datang menghadap ke persidangan tanpa alasan yang sah dan tidak pula mengutus wakil/kuasa hukumnya yang sah meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut. Oleh sebab itu Hakim Tunggal berpendapat bahwa Tergugat telah mengabaikan haknya untuk menjawab gugatan Penggugat;
Menimbang, bahwa para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa pada prinsipnya hukum merawat dan mendidik anak adalah kewajiban bagi orang tua, karena apabila anak yang masih kecil dan belum mumayyiztidak dirawat dan didik dengan baik, maka akan berakibat buruk pada diri dan masa depan mereka, bahkan bisa mengancam eksistensi jiwa mereka. Oleh karena itu anak-anak tersebut wajib dipelihara, diasuh, dirawat dan dididik dengan baik;
Menimbang, bahwa bentuk kesepakatan ulama fikih di atas juga tertuang dalam ketentuan Pasal 41 huruf (a) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi, ?Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya?. Pemeliharaan anak ketika terjadi perceraian antara suami-isteri semata-mata didasarkan pada kepentingan anak, dan bukan untuk kepentingan suami ataupun isteri;
Menimbang, bahwa jika terjadi perceraian antara suami isteri, maka hak asuh terhadap anak oleh salah satu dari orangtuanya sangat bergantung pada faktor usia anak tersebut, sepanjang tidak ada sesuatu yang menghalanginya. Dalam konsep fikih, ada dua periode bagi anak dalam kaitanya dengan hadhanah(pemeliharaan), yaitu masa sebelum mumayyizdan masa sesudah mumayyiz. Periode sebelum mumayyiz adalah dari waktu lahir sampai menjelang umur tujuh atau delapan tahun. Pada masa itu umumnya seorang anak belum mumayyizartinya belum bisa membedakan antara yang bermanfaat dengan yang berbahaya bagi dirinya. Sementara itu, masa mumayyizadalah dari umur baligh berakal menjelang umur dewasa. Pada masa ini seorang anak secara sederhana telah mampu membedakan mana yang berbahaya dan mana yang bermanfaat bagi dirinya;
Menimbang, bahwa meskipun ulama fikih menafsirkan periode sebelum mumayyizitu berkisar antara sejak lahir hingga usia 8 tahun, namun dalam Pasal 105 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam, dapat diketahui bahwa usia anak yang belum mumayyizitu adalah di bawah umur 12 tahun;
Menimbang, bahwa menurut para ulama fikih bahwa pihak ibu lebih berhak terhadap anak untuk melaksanakan kewajiban hadhanahsepanjang syarat-syarat sebagai pengasuh telah terpenuhi. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW. riwayat Abu Daud dan Ahmad, yang diambil alih menjadi pendapat Hakim, yang menceritakan bahwa seorang ibu mengadu kepada Rasulullah saw. tentang anak kecilnya (yang belum mumayyiz), di mana mantan suaminya bermaksud untuk merebut anak mereka setelah menceraikanya. Lalu Rasulullah saw. bersabda, yang artinya:
?Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Khalid as Sulami, telah menceritakan kepada kami al Walid dari Abu Amr al Auza?i, telah menceritakan kepadaku Amr bin Syu?aib, dari ayahnya dari kakeknya, yaitu Abdullah bin Amr bahwa seorang perempuan berkata; ?Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, perutku adalah tempatnya, dan puting susuku adalah tempat minumnya, dan pangkuanku adalah rumahnya, sedangkan ayahnya telah menceraikannya dan ingin merampasnya dariku?. Kemudian Rasulullahsaw. berkata kepadanya; ?Engkau (ibu) lebih berhak terhadapnya selama engkau belum menikah?;
Menimbang, bahwa keputusan Rasulullah SAW. dalam hadis di atas didasarkan pada pertimbangan bahwa pada umur tersebut seorang ibu lebih mengerti dengan kebutuhan anak dan lebih bisa memperlihatkan kasih sayangnya. Demikian pula anak dalam masa itu sedang sangat membutuhkan untuk hidup dekat ibunya;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Hakim Tunggal tidak menemukan sesuatu yang menghalangi dan/atau menggugurkan hak hadhanah(pemeliharaan) dari Penggugat. Oleh karenanya Hakim Tunggal akan mengabulkan gugatan Penggugat dan menetapkan 3 orang anak, bernama Kenzie Haliim Pratama (lk), berumur 13 tahun; Hanan Adelard Adyatama (lk), berumur 8 tahun; dan Khalif Athala Faruq (lk), berumur 3 tahun berada di bawah pemeliharaan Penggugat, sebagaimana dalam diktum putusan ini;
Menimbang, bahwa sekalipun hak asuh ditetapkan kepada Penggugat, namun demi kepentingan anak-anakPenggugat dan Tergugat, baik untuk pertumbuhan jasmani, rohani, kecerdasan intelektual dan agamanya, maka dalam waktu-waktu tertentu Penggugat sebagai pemegang hak hadhanahdapat memberikan kesempatan kepada Tergugat selaku ayah kandungnya untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 233 dan ketentuan Pasal 41 huruf (a) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 di atas, jo.ketentuan Pasal 26 huruf (a) dan huruf (b) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi, ?Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak; dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya;
Menimbang, bahwa sesuai dengan Pasal 45 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 26 angka 1 huruf (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan tentang kewajiban kedua orang tua terhadap anaknya. Kendati perkawinan antara kedua orang tuanya telah putus, baik Penggugat maupun Tergugat mempunyai hak yang sama untuk memberikan kasih sayang, perhatian, dan bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak-anaknya sampai anak-anak tersebut menikah atau sekurang-kurangnya dapat berdiri sendiri, karena dengan ditetapkannya hak asuh anak-anak kepada Penggugat bukan berarti memutuskan hubungan komunikasi serta tali silaturrahim antara anak-anak dengan Tergugat sebagai ayahnya;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Hakim Tunggal menghukum Penggugat untuk memberikan kesempatan dan akses yang cukup kepada Tergugat untuk bertemu dengan kedua anaknya;
Menimbang, bahwa jika dalam masa pemeliharaan nanti terbukti Penggugat tidak memberikan akses kepada Tergugat untuk bertemu dan mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya, maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai alasan untuk mencabut hak hadhanahdari Penggugat, sesuai dengan maksud Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 huruf C angka 4;
Menimbang, bahwa di dalam petitum selanjutnya Penggugat menuntut nafkah anak-anak Penggugat dan Tergugat tersebut namun sampai pada kesimpulan pun Penggugat tidak mengemukakan nominal nafkah yang diminta. Begitu pula di dalam posita, Penggugat tidak mencantumkan tentang nominal kebutuhan 3 orang anak, pekerjaan Tergugat, penghasilan Tergugat, dan kebiasaan Tergugat selama ini dalam memberikan nafkah anak. Padahal agar gugatan dianggap memenuhi syarat formil, dalil gugatan harus terang dan jelas atau tegas (duidelijk). Petitum harus berkesesuaian dengan posita dan saling berkesinambungan. Apabila petitum tidak sesuai dengan posita maka mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil dan berakibat pula gugatan tersebut tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (N.O).
Menimbang, bahwa. M. Yahya Harahap menjelaskan obscuur libelyaitu surat gugatan Penggugat tidak terang atau isinya gelap (onduidelijk), atau formulasi gugatan yang tidak jelas. Selain ituProf. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. menjelaskan lebih lanjut tentang obscuur libel, bahwa Penggugat harus merumuskan petitum dengan jelas dan tegas. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut.
Menimbang, bahwa oleh karena petitum gugatan nafkah anak tidak rinci dan tidak didukung oleh posita maka Hakim berpendapat bahwa gugatan tersebut kabur, tidak jelas (obscuur libel), dan oleh sebab itu petitum gugatan nafkah dinyatakantidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
Menimbang, bahwa oleh karena tidak semua petitum gugatan Penggugat dikabulkan maka Hakim akan menyatakan gugatan Penggugat dikabulkan sebagian, dinyatakan tidak dapat diterima sebagian dan ditolak selainnya;
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, terakhir dengan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, serta berdasarkan azas lex spesialis drogat lex generalis, maka biaya yang timbul dalam perkara ini harus dibebankan kepada Penggugat yang jumlahnya seperti tercantum dalam diktum amar putusan ini;
Mengingat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syara yang berkaitan dengan perkara ini
Putusan PA PAYAKUMBUH Nomor 666/Pdt.G/2024/PA.Pyk |
|
Nomor | 666/Pdt.G/2024/PA.Pyk |
Tingkat Proses | Pertama |
Klasifikasi |
Perdata Agama Perdata Agama Perceraian |
Kata Kunci | Cerai Gugat |
Tahun | 2024 |
Tanggal Register | 6 Nopember 2024 |
Lembaga Peradilan | PA PAYAKUMBUH |
Jenis Lembaga Peradilan | PA |
Hakim Ketua | M.ag, Hakim Tunggal Rahmi Hidayati |
Hakim Anggota | M.ag, Hakim Tunggal Rahmi Hidayati |
Panitera | Panitera Pengganti Amelia |
Amar | Lain-lain |
Amar Lainnya | DIKABULKAN |
Catatan Amar |
|
Tanggal Musyawarah | 16 Desember 2024 |
Tanggal Dibacakan | 16 Desember 2024 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Lampiran
- Download Zip
- 666/Pdt.G/2024/PA.Pyk.zip
- Download PDF
- 666/Pdt.G/2024/PA.Pyk.pdf
Putusan Terkait
- Putusan terkait tidak ada