- Bahwa Para Pemohon dan anaknya bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Pelalawan;
- Bahwa Hikmatul Hidayah adalah anak kandung Para Pemohon ;
- Bahwa Hikmatul Hidayah binti Adek Suryana akan segera menikah dengan Husni Arbain bin Sulindra, akan tetapi Hikmatul Hidayah binti Adek Suryana masih berumur 16 tahun adapun Husni Arbain bin Sulindra telah berumur 22 tahun (dewasa);
- Bahwa para pihak beralasan bila keduanya tidak segera menikah dikhawatirkan akan lebih parah melakukan perbuatan yang dilarang agama Islam dan menjadi aib keluarga;
- Bahwa rencana pernikahan tersebut atas kehendak kedua calon mempelai sendiri, atas dasar suka sama suka, tidak ada paksaan dari siapapun, tidak ada unsur transaksional dan keduanya tidak ada perasaan terpaksa;
- Bahwa Hikmatul Hidayah binti Adek Suryana mengenyam pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama begitu pula dengan calon suaminya;
- Bahwa orang tua calon kedua mempelai menyatakan siap untuk membimbing dan membantu kedua calon mempelai terkait dengan masalah ekonomi, sosial, kesehatan dan pendidikan mereka;
Putusan PA PANGKALAN KERINCI Nomor 48/Pdt.P/2024/PA.Pkc |
|
Nomor | 48/Pdt.P/2024/PA.Pkc |
Tingkat Proses | Pertama |
Klasifikasi |
Perdata Agama |
Kata Kunci | Dispensasi Kawin |
Tahun | 2024 |
Tanggal Register | 4 Desember 2024 |
Lembaga Peradilan | PA PANGKALAN KERINCI |
Jenis Lembaga Peradilan | PA |
Hakim Ketua | Hakim Tunggal Wahita Damayanti |
Hakim Anggota | Hakim Tunggal Wahita Damayanti |
Panitera | Panitera Pengganti Komaria |
Amar | Lain-lain |
Amar Lainnya | DITOLAK |
Catatan Amar |
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Para Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas; Menimbang, bahwa permohonan Para Pemohon adalah tentang dispensasi kawin, maka berdasarkan ketentuan pasal 49 ayat (2) angka (3) Penjelasan Umum Undang-undang nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, maka Hakim berpendapat Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci memiliki kewenangan secara absolut untuk menerima dan memeriksa perkara a quo; Menimbang, Bahwa Hakim telah memberi nasihat kepada Para Pemohon, anak Para Pemohon, calon suami dan orang tua calon suami tentang resiko perkawinan yang akan dilakukan dan dampaknya terhadap anak dalam masalah pendidikan, kesehatan diantaranya kesiapan organ reproduksi, psikologis, psikis, sosial, budaya, ekonomi dan potensi perselisihan dan kekearasan dalam rumah tangga, sehingga para pihak disarankan menunda rencana pernikahan tersebut hingga anak tersebut sudah mencapai umur minimal diperbolehkan menikah sebagaimana ketentuan Undang-Undang perkawinan yaitu umur 19 tahun, akan tetapi para pihak tetap pada pendiriannya, dengan demikian telah memenuhi ketentuan Pasal 12 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin; Menimbang, bahwa Para Pemohon telah menghadirkan anak Para Pemohon, calon suaminya dan orang tua calon suaminya, dengan demikian telah memenuhi ketentuan Pasal 10 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin; Menimbang, bahwa Hakim telah mendengar keterangan Para Pemohon, anak Para Pemohon, calon suaminya dan orang tua calon suaminya, dengan demikian telah memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 13 dan 16 huruf g Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin; Menimbang, bahwa dalam mendengar keterangan anak Para Pemohon, Hakim tidak memakai atribut persidangan, dengan demikian telah memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin; Menimbang, bahwa dalil pokok dalam permohonan a quo adalah Para Pemohon mengajukan dispensasi kawin untuk anaknya yang belum berumur 19 tahun dengan alasan yang sangat mendesak yaitu anak Para Pemohon Anak Pemohon dengan calon suaminya sudah tidak dapat dipisahkan lagi oleh orang tua dengan cara apapun, Anak Pemohon dengan calon suaminya sering pergi berduaan, telah di inggatkan akan tetapi hal serupa terjadi terus menerus, untuk menghidari fitnah kalau keduanya tidak segera menikah dikhawatirkan akan lebih parah melakukan perbuatan yang dilarang agama Islam; Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil permohonannya, Para Pemohon telah mengajukan bukti tertulis P.1 sampai dengan P.12 dan 2 (dua) orang saksi; Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil permohonannya, Para Pemohon telah mengajukan bukti tertulis P.1 sampai dengan P.12 dan 2 (dua) orang saksi; Menimbang, bahwa terhadap bukti P.1 s/d P.12 tersebut, hakim berpendapat bahwa alat bukti tersebut secara prosedural memenuhi syarat pengajuan bukti tertulis, berupa asli dan fotokopi yang telah dinazegelen cukup dan setelah dicocokkan dengan aslinya ternyata cocok, maka berdasarkan ketentuan Pasal 1888 KUH Perdata jo. Pasal 301 Reglement Buiten Govesten (R.Bg.) jo Pasal 3 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai tentang Bea Meterai alat bukti surat tersebut telah memenuhi syarat secara Formal; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1, P.2, terbukti bahwa Para Pemohon merupakan penduduk Kabupaten Pelalawan dan beragama Islam; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1 dan P.2 tersebut, Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci mempunyai kewenangan secara absolut dan relatif memeriksa dan mengadili perkara a quo; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.3 terbukti anak Para Pemohon bernama Hikmatul Hidayah merupakan anak kandung Para Pemohon dan beragama Islam; Menimbang bahwa berdasarkan P.4 dan P.5 terbukti bahwa calon suami anak Para Pemohon memiliki identitas sebagaimana tertuang dalam permohonannya; Menimbang bahwa berdasarkan P.6 terbukti bahwa calon suami anak Para Pemohon memiliki pendidikan terakhir Tingkat Sekolah Menengah Pertama; Menimbang bahwa P.7 terbukti anak Para Pemohon memiliki identitas sebagaimana tertuang dalam permohonannya; Menimbang bahwa P.8 terbukti bahwa anak Para Pemohon memiliki pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.9 dan P.10 menunjukkan saat ini anak Para Pemohon dan calon suaminya dalam keadaan sehat; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.10 dan P.11 terbukti bahwa anak Para Pemohon dan calon suaminya mendapat penolakan untuk menikah di KUA; Menimbang, bahwa Saksi 1 dan Saksi 2 Para Pemohon berkualifikasi sebagai Saksi ,diperiksa satu per satu, menerangkan sesuai ketentuan dan telah disumpah, sebagaimana ketentuan Pasal 171 ayat (1), 171 ayat (2) dan 175, RBg, sehingga telah memenuhi syarat formal; Menimbang bahwa isi materi kesaksian para saksi pada pokoknya menerangkan keduanya tidak pernah melihat anak Para Pemohon dan calon suaminya sering berduaan kesana kemari sehingga meresahkan masyarakat, tidak pula mengenal baik anak Para Pemohohon dan calon suaminya, tidak mengetahui kepentingan mengapa perkawinan ini mendesak untuk dilakukan, keterangan dua orang saksi tersebut adalah apa yang dilihat sendiri dan bersesuaian satu sama lain sehingga sesuai dengan Pasal 308 dan 309 RBg. Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti dipersidangan tersebut Hakim telah menemukan fakta-fakta sebagai berikut : Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut Hakim mempertimbangkan lebih lanjut sebagaimana terurai di bawah ini; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menentukan bahwa ?Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.? Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan di atas dihubungkan dengan fakta bahwa Para Pemohon adalah orang tua kandung dari Hikmatul Hidayah binti Adek Suryana maka Para Pemohon memiliki status sebagai persona standi in judicio dan oleh karenanya Hakim berpendapat perkara ini dapat diterima; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan di atas dihubungkan dengan fakta bahwa anak Para Pemohon masih berumur 18 tahun, maka anak Para Pemohon baru dapat dinikahkan setelah mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci setelah terbukti alasan sangat mendesaknya dengan bukti-bukti pendukung yang cukup; Menimbang, bahwa dalam mempertimbangkan permohonan Dispensasi Kawin, Hakim harus mempertimbangkan dari berbagai sisi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 16 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin sebagai berikut; Menimbang, bahwa pengaturan batas minimal usia perkawinan bertujuan untuk mempersiapkan kematangan calon mempelai sekaligus untuk meminimalisir resiko perkawinan dan dampaknya terhadap pelaku perkawinan dalam masalah pendidikan, kesehatan diantaranya kesiapan organ reproduksi, psikologis, psikis, sosiologis, budaya, ekonomi dan potensi perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga; Menimbang, bahwa diantara hikmah yang hendak dicapai dari pengaturan batas minimal usia perkawinan adalah agar suami-istri mampu mewujudkan tujuan perkawinan yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan Al-Qur?an Surat Ar-Rum ayat 21 dan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI); Menimbang, bahwa oleh karena tidak adanya surat-surat pendukung rekomendasi/asesmen psikologi anak Para Pemohon, hakim melakukan pemeriksaan terhadap anak Para Pemohon mengenai kesiapannya menjadi seorang istri, dan Hakim menilai, bahwa anak Para Pemohon masih belum cukup dewasa untuk menjawab pertanyaan hakim atas kesiapan dasarnya dalam berumah tangga; Menimbang, bahwa selain hal tersebut di atas, berdasarkan bukti P.8 terbukti calon suami anak Para Pemohon hanya mengenyam pendidikan SMP; Menimbang, bahwa sesuai pernyataan Para Pemohon di muka sidang, anak Para Pemohon sering berpacaran hingga mencuri-curi waktu di sekolah, yang mana hal tersebut diakui oleh anak Para Pemohon dan calon suaminya. Menimbang, bahwa dari hal ini, sebenarnya sudah nampak ketidaksiapan anak Para Pemohon dan calon suaminya dalam membina rumah tangga, sebab nyatanya, anak Pemohon di usia sekolahnya tidak mampu bertanggung jawab atas amanah pendidikan pokoknya, bagaimana nantinya jika dibebankan untuk menanggung amanah keluarga hingga pendidikan anak-anaknya suatu hari. Menimbang, bahwa pada persidangan sekalipun orang tua menyatakan siap membimbing, namun Hakim menilai apa yang menjadi keputusan Para Pemohon untuk menikahkan anaknya adalah keputusan yang terburu-buru dan ingin segera terlepas dari beban berat menjaga anak; Menimbang, bahwa oleh karena anak Para Pemohon masih digolongkan sebagai anak, dan masih di bawah batas usia perkawinan yaitu 19 (sembilan belas) tahun, maka kewajiban mendidik dan membesarkan anak tentu masih harus dipegang dan dijalankan oleh Para Pemohon sehingga dalih Para Pemohon yang menyatakan pernikahan keduanya mendesak untuk dilaksanakan hanyalah alasan atas keadaan yang sebenernya masih bisa dikendalikan oleh Para Pemohon; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan bukti pendukung yang cukup untuk mengajukan dispensasi kawin dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah bukti-bukti yang menunjukkan adanya unsur mendesak penyelenggaraan perkawinan anak yang belum berusia 19 tahun sekaligus bukti yang menunjukkan pula anak-anak yang menikah tersebut mampu, cakap dan berkualitas untuk dapat melaksanakan perkawinan. Menimbang, saksi-saksi yang diajukan Para Pemohon, kesemuanya tidak mampu untuk mendukung pernyataan Para Pemohon mengenai adanya keperluan mendesak hingga perkawinan ini harus dilakukan, sebab keduanya tidak begitu mengenal anak Para Pemohon dan calon suaminya, tidak pula mengetahui bagaimana keseharian keduanya; Menimbang, bahwa oleh karena anak Para Pemohon baru berusia 16 (enam belas) tahun, masih sangat banyak waktu bagi anak Para Pemohon untuk menyiapkan diri menjadi istri dan perempuan yang lebih berdaya dengan mengasah keterampilan atau mengikuti kursus, berwirausaha, dan yang paling utama bagi calon suami anak Para Pemohon, belajar agama dan menjalankan perintah syariat dengan lebih taat; Menimbang, bahwa di tahun 2024 saat ini, tantangan zaman semakin berat, maka peran seorang perempuan tidak lagi cukup menjadi istri, melayani suami, tapi harus turut berperan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, generasi penerus kelak sehingga wajib baginya untuk menjadi perempuan yang cerdas dan terampil; Menimbang, bahwa anak Pemohon dan calon suaminya memiliki rentang usia 6 (enam) tahun, yang mana dengan kondisi psikologis anak Para Pemohon saat ini sebagai anak-anak membuatnya rentan akan dominasi berlebihan pihak laki-laki terhadap perempuan , dan tidak memiliki bekal finansial yang layak untuk menikah, oleh karenanya memantapkan persiapan ekonomi, mental, pengetahuan perkawinan dan keluarga tentu dapat menjembatani kesenjangan dan mematangkan kedewasaaan keduanya yang mana dapat dilakukan anak Para Pemohon ketika usianya sudah cukup untuk melangsungkan perkawinan; Menimbang, bahwa pernikahan itu adalah hal yang baik, sebagaimana merupakan sunnah dari Nabi Muhammad SAW, namun pernikahan akan menjadi tidak baik bila dilakukan dalam kondisi yang secara mental dan finansial yang tidak siap, terlebih jika hanya untuk membebaskan orang tua dari penjagaan anaknya. Menimbang, berdasarkan keadaan anak Para Pemohon, tentu menjadi sebuah nasihat pula bagi Para Pemohon untuk menuntaskan kewajibannya dalam mendidik anaknya dengan bekal agama dan keterampilan yang cukup serta menuntaskan pendidikan anaknya hingga tamat Sekolah Menengah Atas mengingat adanya potensi bagi anak Para Pemohon yang seharusnya dapat dimaksimalkan sebelum menghantarkannya ke gerbang perkawinan; Menimbang, bahwa atas pertimbangan-pertimbangan di atas, Hakim menilai Para Pemohon tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang cukup untuk mendukung dalil-dalilnya mengenai keadaan yang mendesak sehingga harus segera dilaksanakan pekawinan antara anak Para Pemohon dan calon suaminya, karenanya hakim melihat bahwa hubungan antara anak Para Pemohon dan calon suaminya tidak dapat dikualifikasikan sebagai keadaan mendesak sebagaimana ketentuan dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "alasan sangat mendesak" adalah keadaan tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan. Menimbang, bahwa hal ini sejalan dengan Qa?idah Fiqhiyah di bawah ini yang diambil alih menjadi pertimbangan Hakim: Menimbang, atas dasar kaidah tersebut, hakim berpendapat, mengabulkan permohonan dispensasi kawin Para Pemohon untuk anaknya akan lebih mendatangkan mudharat karena ketidaksiapan anak Para Pemohon dalam menjalani perkawinan dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan baru dalam kehidupannya sehingga hal tersebut harus dihindarkan/ditolak; Menimbang, bahwa penolakan ini juga sekaligus sebagai pembelajaran bagi Para Pemohon, untuk bersikap taat hukum, tidak terburu-buru mempersiapkan segala bentuk persiapan perkawinan sebelum anak Para Pemohon cukup umur atau mendapat legalitas untuk melaksanakan perkawinan. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas ,Hakim berkesimpulan bahwa permohonan dispensasi kawin Para Pemohon belum memenuhi asas kepentingan terbaik bagi anak sebagaimana maksud Pasal 1 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin dan peraturan perundang-undangan yang terkait, oleh karena itu permohonan Para Pemohon tersebut harus ditolak; Menimbang, bahwa oleh karena perkara a quo termasuk dalam bidang perkawinan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, terakhir diubah dengan Undang-undang No. 50 tahun 2009, maka semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Para Pemohon; Memperhatikan segala peraturan perundang-undangan serta hukum syara? yang berkaitan dengan perkara ini; |
Tanggal Musyawarah | 27 Desember 2024 |
Tanggal Dibacakan | 27 Desember 2024 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Lampiran
- Download Zip
- 48/Pdt.P/2024/PA.Pkc.zip
- Download PDF
- 48/Pdt.P/2024/PA.Pkc.pdf
Putusan Terkait
- Putusan terkait tidak ada