- Tergugat sering keluar rumah hingga pulang larut malam, bahkan Penggugat dalam keadaan hamil sering di tinggal oleh Penggugat, Penggugat sudah berusaha bersabar dan mengingatkan Tergugat untuk merubah sikap namun Tergugat malah acuh;
- Tergugat jarang memberi uang belanja kepada Penggugat, alasannya Tergugat masih membayar angsuran motor, sementara Penggugat tahu tidak semua uang Tergugat di gunakan untuk membayar angsuran motor, sehingga kebutuhan sehari-hari sering di tanggung oleh Penggugat;
Putusan PA MARISA Nomor 322/Pdt.G/2024/PA.Msa |
|
Nomor | 322/Pdt.G/2024/PA.Msa |
Tingkat Proses | Pertama |
Klasifikasi |
Perdata Agama Perdata Agama Perceraian |
Kata Kunci | Cerai Gugat |
Tahun | 2025 |
Tanggal Register | 10 Desember 2024 |
Lembaga Peradilan | PA MARISA |
Jenis Lembaga Peradilan | PA |
Hakim Ketua | Hakim Tunggal Ahmad Rifki Fuadi |
Hakim Anggota | Hakim Tunggal Ahmad Rifki Fuadi |
Panitera | Panitera Pengganti Wisno Tamsil Abd |
Amar | Lain-lain |
Amar Lainnya | DIKABULKAN |
Catatan Amar |
PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah diuraikan di atas; Hakim tunggal Menimbang, bahwa atas dasar surat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 169/KMA/HK.05/12/2018 tanggal 05 Desember 2018, Ketua Pengadilan Agama Marisa telah menetapkan dalam penetapan nomor 322/Pdt.G/2024/PA.Msa tanggal 10 Desember 2024 bahwa persidangan perkara ini dilaksanakan oleh Hakim Tunggal; Elitigasi Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi perkara di Pengadilan secara elektronik, perkara yang didaftarkan melalui e-court maka proses pemeriksaan persidangan perkara tersebut juga dilakukan secara elektronik (e-litigasi); Kehadiran para Pihak Menimbang, bahwa Penggugat telah datang menghadap sendiri di persidangan; Menimbang, bahwa ternyata Tergugat tidak pernah datang menghadap di persidangan dan tidak pula menyuruh orang lain untuk menghadap sebagai wakil/kuasanya yang sah, meskipun berdasarkan Surat Panggilan (relaas) kepada Tergugat yang dibacakan di persidangan, Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut, sedangkan tidak ternyata bahwa tidak datangnya Tergugat tersebut disebabkan oleh suatu alasan yang sah; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 149 RBg, putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat dapat dikabulkan sepanjang berdasarkan hukum dan beralasan, oleh karena itu gugatan Penggugat diperiksa tanpa hadirnya Tergugat dan diputus secara verstek; Upaya Damai Menimbang, bahwa Hakim telah berusaha mendamaikan pihak Penggugat dengan memberikan nasehat agar Penggugat mengurungkan niatnya bercerai dengan Tergugat, namun tidak berhasil, dengan demikian pemeriksaan perkara a quo telah memenuhi maksud Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009; Menimbang, bahwa perkara ini tidak dapat dilaksanakan mediasi sebagaimana ketentuan PERMA Nomor 1 Tahun 2016, karena Tergugat tidak pernah hadir dipersidangan; Dalam Pokok Perkara Menimbang, bahwa yang menjadi dalil gugatan Penggugat dalam perkara ini adalah Penggugat menuntut cerai kepada Tergugat dengan alasan antara Penggugat dengan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus, dan tidak ada harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga, yang pada pokoknya disebabkan karena dua sebab, yaitu: Dan puncaknya terjadi pada tanggal 30 April 2024, dimana Tergugat pergi dari rumah meninggalkan Penggugat, oleh karena itu yang dijadikan dasar dalam permohonan ini adalah sebagaimana yang termaktub dalam penjelasan Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam; Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat tidak pernah memberikan jawaban atau bantahan karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil dengan resmi dan patut, sehingga Tergugat dianggap telah mengakui kebenaran dari dalil-dalil gugatan yang dikemukakan oleh Penggugat. Namun demikian, Hakim Tunggal dalam hal ini tetap memerintahkahkan kepada Penggugat untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, hal ini didasarkan kepada prinsip untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice) serta untuk menghindari kemungkinan terjadinya persepakatan cerai (agreement to devorce) yang tidak dibenarkan oleh hukum, Hakim telah mempertimbangkan ketentuan Pasal 76 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah untuk kedua kalinya oleh Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 jo. Pasal 283 R.Bg jo. Pasal 1865 KUH Perdata yang menyatakan ?Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu,? oleh karenanya Hakim tetap memerintahkan kepada Penggugat untuk membuktikan dalil-dalilnya dengan alat-alat bukti yang sah; Analisis Alat Bukti Menimbang, bahwa meskipun ketidakhadiran Tergugat dinilai sebagai sebuah pengakuan atau setidak-tidaknya sebagai pernyataan tidak membantah dalil-dalil gugatan Penggugat, namun karena perkara ini adalah perkara perceraian maka Hakim tetap membebankan kepada Penggugat utnuk membuktikan dalil-dalil gugatannya; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 283 R.Bg jo. Pasal 1685 KUH Perdata, Penggugat berkewajiban untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya; Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Penggugat telah mengajukan bukti surat P dan dua orang saksi; Menimbang, bahwa bukti P adalah bukti surat berupa fotokopi Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama, bermeterai cukup, dan merupakan akta otentik, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 285 R.Bg jo. Pasal 1870 KUH Perdata, bukti P mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, sehingga terbukti Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan akad nikah pada tanggal 18 Agustus 2018, dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo dan sampai saat ini keduanya masih dalam ikatan perkawinan yang sah dan belum pernah bercerai; Menimbang, bahwa Penggugat juga telah menghadirkan dua orang saksi, di hadapan persidangan keduanya telah disumpah dan telah memberikan keterangan, serta tidak ada larangan sebagai saksi sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 172 RBg, sehingga dengan memperhatikan ketentuan pasal 308 dan 309 RBg, keterangan saksi-saksi tersebut dapat diterima sebagai alat bukti; Fakta Hukum Menimbang, bahwa berdasarkan dalil-dalil gugatan Penggugat dihubungkan dengan alat bukti Penggugat, Hakim Tunggal menemukan fakta sebagai berikut: Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri sah yang menikah pada tanggal 18 Agustus 2018 dan telah dikaruniai seorang anak, yang bernama Indana Ruhayfa Zahira; Bahwa Penggugat dan Tergugat terakhir hidup bersama di rumah orang tua Penggugat yang beralamat di Desa Manunggal Karya, Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo; Bahwa antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran karena Tergugat jarang memberikan nafkah kepada Penggugat; Bahwa akibat perselisihan tersebut, Penggugat dan Tergugat tidak lagi hidup bersama layaknya suami istri sejak dari bulan Mei 2024, serta tidak ada lagi komunikasi yang sehat di antara keduanya; Bahwa pihak keluarga telah berusaha mendamaikan namun tidak berhasil; Pertimbangan Petitum Penggugat Menimbang, bahwa berdasarkan gugatan Penggugat dalam petitum angka 2 (dua), Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut: Menimbang, bahwa menurut Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 menentukan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan dimana suami istri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri dan pengadilan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Selanjutnya dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa salah satu alasan perceraian yaitu adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara suami istri dan tidak ada harapan lagi untuk kembali rukun, maka Hakim akan mengaitkan dengan fakta-fakta yang terjadi dalam rumah tangga Penggugat dengan Tergugat, sehingga antara Penggugat dengan Tergugat dipandang telah memenuhi unsur-unsur terjadinya suatu perceraian; Menimbang, bahwa berdasarkan penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (angka 4 huruf e) yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019, ditegaskan bahwa: ?Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan Sidang Pengadilan? dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018, Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Agama Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan menegaskan, bahwa perceraian dengan alasan pecah perkawinan (broken marriage): ?Hakim hendaknya mempertimbangkan secara cukup dan seksama dalam mengadili perkara perceraian, karena perceraian itu akan mengakhiri lembaga perkawinan yang bersifat sakral, mengubah status hukum dari halal menjadi haram, berdampak luas bagi struktur masyarakat dan menyangkut pertanggung jawaban dunia akhirat. Oleh karena itu perceraian hanya dapat dikabulkan jika perkawinan sudah pecah (broken marriage), dengan indikator yang secara nyata telah terbukti?; Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Agama Mahkamah Agung Tahun 2023 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan disebutkan bahwa "Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).? Maka berdasarkan ketentuan ini Hakim Tunggal dalam perkara ini harus mempertimbangkan dua aspek dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat, yaitu: (1) apakah perselisihan dan pertengkaran telah terjadi secara terus-menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga; (2) dan kemudian apakah sudah terjadi perpisahan tempat tinggal antara suami istri paling singkat 6 (enam) bulan, kecuali ditemukan fakta adanya kekerasan dalam rumah tangga; Menimbang, bahwa unsur perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga tidak hanya dinilai dari adanya pertengkaran fisik antara Penggugat dan Tergugat, baik itu berupa pertengkaran mulut, baku pukul dan/atau reaksi fisik lainnya yang mencerminkan pertengkaran di antara Penggugat dan Tergugat, bahwa unsur perselisihan dan pertengkaran juga dapat dinilai atau dilihat dari adanya perselisihan secara non-fisik seperti perbedaan sikap, perbedaan cara pandang, perbedaan keinginan, dan/atau adanya rasa tidak nyaman antara satu sama lain, yang menyebabkan hubungan antara Penggugat dan Tergugat menjadi tidak harmonis, tidak lagi saling percaya, serta tidak lagi ada komunikasi yang sehat, seperti layaknya kehidupan suami istri; Menimbang, bahwa Penggugat dan Tergugat sudah tidak lagi hidup bersama sejak dari bulan Mei 2024, keduanya sudah tidak lagi berhubungan layaknya suami istri, dan tidak lagi ada komunikasi yang sehat diantara keduanya, kondisi ini merupakan salah satu bukti terjadinya perselisihan dan pertengkaran, karena salah satu pihak atau kedua belah pihak memilih untuk hidup terpisah dan menghindar dari pihak lainnya, kondisi ini juga merupakan salah satu bukti pecahnya rumah tangga Penggugat dan Tergugat, sebab apabila perselisihan tersebut masih dalam batas kewajaran dan masih mungkin untuk dirukunkan kembali, mengapa suami - istri (in casu Penggugat dan Tergugat) sanggup untuk berpisah tempat tinggal dalam jangka waktu yang lama; Menimbang, bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 379 K/AG/1995 tanggal 22 Maret 1997 menyatakan bahwa dengan keluarnya salah satu pihak dari rumah yang selama ini menjadi tempat tinggal bersama dan tidak mau lagi kembali seperti semula, membuktikan bahwa telah terjadi perselisihan dan pertengkaran antara kedua belah pihak, serta Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1354 K/Pdt/2000 tanggal 8 September 2003 turut menegaskan bahwa suami isteri yang telah pisah tempat tinggal dan tidak saling memedulikan sudah merupakan fakta adanya perselisihan dan pertengkaran sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga; Menimbang, bahwa sikap Penggugat yang telah bertekad ingin bercerai dan tidak ingin mempertahankan rumah tangganya, upaya damai telah dilakukan oleh Hakim namun tidak berhasil, serta pihak keluarga dari Penggugat telah menyatakan tidak sanggup lagi untuk mendamaikan keduanya, keterangan keluarga tersebut disamping untuk memenuhi ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, turut menunjukan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat telah tidak harmonis dan tidak lagi hidup rukun karena orang yang paling dekat dengan Penggugat dan Tergugat telah menyatakan tidak sanggup untuk mendamaikan keduanya; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang diuraikan di atas, Hakim berpendapat bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah dapat dikatakan pecah (broken marriage) sudah sangat sulit untuk dirukunkan kembali dan tidak lagi dapat mewujudkan makna perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam; Terlebih salah satu pihak (in casu Penggugat) telah menyatakan tekadnya untuk tidak mempertahankan perkawinannya, sehingga perkawinan yang seperti itu sudah dapat dikatakan telah rapuh dan tidak akan dapat lagi mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah seperti yang dimaksud dalam Al-Qur'an surat Ar-Rum ayat 21; |
Tanggal Musyawarah | 8 Januari 2025 |
Tanggal Dibacakan | 8 Januari 2025 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Lampiran
- Download Zip
- 322/Pdt.G/2024/PA.Msa.zip
- Download PDF
- 322/Pdt.G/2024/PA.Msa.pdf
Putusan Terkait
- Putusan terkait tidak ada