Jenis Undang-Undang
    Nomor 32 Tahun 2009
    Tahun 2009
    Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
    Klasifikasi Undang-Undang Hukum Materiil TUN Lingkungan Hidup
    Materi Muatan Pokok

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan
    hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara
    Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban
    untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan
    pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan
    penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
    2. Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua
    samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang menghasilkan kondisi alam yang tinggi
    nilainya. Di samping itu Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan
    jumlah penduduk yang besar. Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dan
    sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan itu perlu dilindungi dan dikelola dalam suatu sistem
    perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu dan terintegrasi antara lingkungan
    laut, darat, dan udara berdasarkan wawasan Nusantara.
    Indonesia juga berada pada posisi yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak
    tersebut meliputi turunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya hama dan
    penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau
    kecil, dan punahnya keanekaragaman hayati.
    Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas tidak merata, sedangkan
    kegiatan pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat. Kegiatan
    pembangunan juga mengandung risiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kondisi
    ini dapat mengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan produktivitas lingkungan hidup menurun
    yang pada akhirnya menjadi beban sosial.
    Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan
    asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan
    lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang
    dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta
    pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.
    Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang
    terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
    harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.
    3. Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan
    hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai
    oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan
    berkelanjutan.
    Undang-Undang ini mewajibkan Pemerintah dan pemerintah daerah untuk membuat kajian
    lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
    telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
    rencana, dan/atau program. Dengan perkataan lain, hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi
    kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. Apabila hasil KLHS
    menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, kebijakan, rencana,
    dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS dan
    segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
    hidup tidak diperbolehkan lagi.
    4. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup dan mengubah gaya hidup
    manusia. Pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah bahan berbahaya
    dan beracun. Hal itu menuntut dikembangkannya sistem pembuangan yang aman dengan risiko
    yang kecil bagi lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk
    hidup lain.
    Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga
    menimbulkan dampak, antara lain, dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang
    apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan,
    dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
    Dengan menyadari hal tersebut, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dilindungi
    dan dikelola dengan baik. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas dari buangan
    limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah Indonesia.
    Menyadari potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari pembangunan, terus
    dikembangkan upaya pengendalian dampak secara dini. Analisis mengenai dampak lingkungan
    (amdal) adalah salah satu perangkat preemtif pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat
    melalui peningkatan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan amdal dengan
    mempersyaratkan lisensi bagi penilai amdal dan diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen
    amdal, serta dengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidang amdal.
    Amdal juga menjadi salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang mutlak
    dimiliki sebelum diperoleh izin usaha.
    5. Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan
    mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran
    dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan
    hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan
    hidup yang sudah terjadi.
    Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan
    pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum
    sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan
    pembangunan lain.
    Undang-Undang ini juga mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi,
    hukum perdata, maupun hukum pidana. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa
    lingkungan hidup di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan
    hidup di dalam pengadilan meliputi gugatan perwakilan kelompok, hak gugat organisasi lingkungan,
    ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek
    jera juga akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya
    perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa
    depan.
    6. Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini memperkenalkan ancaman hukuman
    minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu,
    keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan
    hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan
    penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum
    administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi
    tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi,
    dan gangguan.
    7. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
    Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam
    Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
    didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan
    penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta
    penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,
    partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
    8. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur:
    a. keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
    b. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
    c. penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
    d. penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang
    meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup,
    kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
    upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup,
    peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan
    hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan
    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
    e. pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
    f. pendayagunaan pendekatan ekosistem;
    g. kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
    h. penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses
    keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
    lingkungan hidup;
    i. penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
    j. penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif
    dan responsif; dan
    k. penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri
    sipil lingkungan hidup.
    9. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan
    seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta
    melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi
    kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan
    pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang
    Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
    Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan Undang-Undang ini tidak
    cukup hanya suatu organisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan,
    tetapi dibutuhkan suatu organisasi dengan portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi
    kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga ini diharapkan juga
    mempunyai ruang lingkup wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk kepentingan
    konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan
    dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai untuk
    Pemerintah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.


1424
0