Ditemukan 2455 data

Urut Berdasarkan
 
Putus : 28-11-2011 — Upload : 20-05-2014
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 620/B/PK/PJK/2010
Tanggal 28 Nopember 2011 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK vs PT. ABC PRESIDENT INDONESIA
18094 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Saat terutangnya penghasilantersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti:bunga dan seva), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti: gajidan dividen), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjianatau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknikjasamanajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya.
    Padaprinsipnya, saat yang menentukan kapan kevwajibanpemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu teradi, saatpembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Untukkemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapat dilakukanpada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai denganHalaman 9 dari 23 halaman Putusan Nomor 620 B/PK/PJK/2010ketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadipada akhir bulan pembayaran,1.6.
    Bahwa berdasarkan faktafakta tersebut di atas dapat diketahuisecara jelas bahwa saat terutangnya pemberian imbalan jasainstalasi dari Termohon Peninjauan Kembali (semula PemohonBanding) kepada Krones AG adalah pada tahun 2005, dimanaHalaman 12 dari 23 halaman Putusan Nomor 620 B/PK/PJK/20101.0.1.10.1.12.Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telahmengakuinya sebagai biaya di tahun 2005 dan telah ditagih olehpihak Krones AG melalui Invoice tertanggal 18 Mei 2005.
    Saat terutangnya penghasilantersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti:bunga dan seva), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti: gajidan dividen), saat yang ditentukan dalam kontrak/peranjianatau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik/jasamanajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya.
    Padaprinsipnya, saat yang menentukan kapan kevwajibanpemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu teradi, saatpembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Untukkemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapat dilakukanpada saat teradi pembayaran, walaupun sesuai denganketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadipada akhir bulan pembayaran,2.6.
Putus : 19-05-2017 — Upload : 01-11-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1192/B/PK/PJK/2017
Tanggal 19 Mei 2017 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT TIMURJAYA DAYATAMA
2315 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
    Putusan Nomor 1192/B/PK/PJK/20172)Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BarangKena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, ataudalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainyapemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saatpembayaran;Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam
    hal saat terutangnya pajaksukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;1.3 Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994tanggal 21 Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahuntuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan;Pasal 3:Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak; makapembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur kepadaPengusaha Kena Pajak penjual;Atas pengembalian Barang
    Sedangkanapa yang disampaikan Pemohon Banding diatasadalah belum terjadi penyerahan sehingga tidak adaobjek Pajak Pertambahan Nilai;b) Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilaiadalah saat penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun2000).
    pajak adalah padasaat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajaksukar ditetapbkan atau terjadi perubahan ketentuan yangdapat menimbulkan ketidakadilan;Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belumterjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelisberpendapat koreksi Terbanding
Putus : 20-10-2016 — Upload : 15-12-2016
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1039/B/PK/PJK/2016
Tanggal 20 Oktober 2016 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT TIMURJAYA DAYATAMA
2913 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
    Putusan Nomor 1039/B/PK/PJK/2016Undang Nomor 18 Tahun 2000 mengatur:Pasal 5a:"Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahatas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapatdikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalianBarang Kena Pajak tersebut yang tata caranya ditetapkan olehMenteri Keuangan;Pasal 11:1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a) penyerahan Barang Kena Pajak;b) impor Barang Kena
    pajak adalah pada saat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saatterutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belum terjadipenyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelis berpendapatkoreksi Terbanding
    Putusan Nomor 1039/B/PK/PJK/20162.3.Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahatas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapatdikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinyapengembalian Barang Kena Pajak tersebut yang tata caranyaditetapkan oleh Menteri Keuangan;Pasal 11:1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a) penyerahan Barang Kena Pajak;b) impor Barang Kena Pajak;c) penyerahan Jasa Kena Pajak;d) pemanfaatan
    pajak adalah pada saat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapbkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untukBarang Kena Pajak yang Dikembalikan;Pasal 3:1) Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak
Register : 22-05-2012 — Putus : 12-02-2013 — Upload : 14-07-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put.43222/PP/M.XIII/99/2013
Tanggal 12 Februari 2013 — Penggugat dan Tergugat
140120
  • menurut Penggugat, Objek PPh Pasal 26 yang dilaporkan dalam SuratPemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 (SPT Masa PPh Pasal23/26) Masa Pajak Januari 2010 sebesar Rp 22.707.298.000,00 tersebut merupakan biayabunga kepada DB International (Asia) Limited atau Deutche Bank yaitu Bank yangberkedudukan di Singapura;bahwa menurut Tergugat, ketentuan mengenai kewajiban untuk melampirkan Certificate ofDomicile sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masapajak terutangnya
    pajak diatur di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER61/PJ/2009 tanggal 5 Nopember 2009 tentang Tata Cara Penerapan PersetujuanPenghindaran Pajak Berganda;bahwa di dalam Pasal 4ayat (3) huruf e PER tersebut dinyatakan : Persyaratan administratifsebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah SKD yang disampaikan olehWPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak :a. disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untukmasa pajak terutangnya pajak.bahwa di dalam
    Pasal 5 ayat (1) nya dinyatakan : SKD yang menggunakan formulirditetapkan dalam Lampiran II (Form DGT 1) yang disampaikan kepadaPemotong/Pemungut Pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untukmasa pajak terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapanketentuan yang diatur dalam P3B;bahwa berdasarkan fakta, kedudukan DB International (Asia) Limited adalah di Singapuradan Penggugat juga telah memiliki Certificate of Domicile of Non Resident for IndonesiaTax
Putus : 19-06-2017 — Upload : 01-11-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1097 B/PK/PJK/2017
Tanggal 19 Juni 2017 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. TIMURJAYA DAYATAMA
239 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
    Nomor 1097/B/PK/PJK/201 71.32)3)e) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atauf) Ekspor Barang Kena Pajak;Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahanBarang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa KenaPajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelumdimulainya pemantaatan Barang Kena Pajak tidak berwujudsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau JasaKena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya
    pajak adalah padasaat pembayaran;Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajaksukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yangdapat menimbulkan ketidakadilan;Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994tanggal 21 Desember 1994 tentang Tata Cara PenguranganPajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah untuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan;Pasal 3:Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak
    Sedangkanapa yang disampaikan Pemohon Banding diatasadalah belum terjadi penyerahan sehingga tidak adaobjek Pajak Pertambahan Nilai;b) Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilaiadalah saat penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal11 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun2000).
    pajak adalah pada saatpembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajaksukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belumterjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelisberpendapat koreksi Terbanding
Register : 27-12-2012 — Putus : 20-11-2013 — Upload : 25-03-2014
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put.48381/PP/M.XV/99/2013
Tanggal 20 Nopember 2013 — Penggugat dan Tergugat
14344
  • Ekspor Jasa Kena PajakPenjelasan:Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belumsepenuhnya diterima, atau pada saat impor Barang Kena Pajak.
    Olehkarena itu, dalam hal dilakukan penagihan, maka saat penagihan itudianggap sebagai saat tersedianya barang, fasilitas atau hak untukdipakai, yang berarti dianggap sebagai saat penyerahan jasa yangdimaksud;Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UndangUndang Nomor 8Tahun 1983, apabila terjadi pembayaran/lebih dulu dari padapenyerahannya, maka saat terutangnya PPN adalah pada saatpembayaran;Dalam hal tidak dilakukan penagihan sedangkan pembayaran jugatidak dilakukan, maka saat terutangnya PPN
    OLEH KARENA ITU, DALAM HALDILAKUKANNYA PENAGIHAN, MAKA SAAT PENAGIHAN ITU DIANGGAPSEBAGAI SAAT TERSEDIANYA BARANG, FASILITAS ATAU HAK UNTUKDIPAKAI, YANG BERARTI DIANGGAP SEBAGAI SAAT PENYERAHAN JASAYANG DIMAKSUD;Sesuai dengan ketentuan Pasal I1 ayat (2) UndangUndang Nomor 8 Tahun1983, apabila terjadi pembayaran lebih dulu dari pada penyerahannya, makasaat terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran;Dalam hal tidak dilakukan penagihan sedangkan pembayaran juga tidakdilakukan, maka saat terutangnya
    Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) PP 24 tahun 2002, Terutangnya Pajakatas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitasatau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya;Oleh karenanya penyerahan jasa terjadi pada saat dimulainya kegiatanpemberian jasa tersebut, bukan pada saat jasa tersebut telah selesai dilakukanseluruhnya;Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU PPN, terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, selanjutnya
    , seharusnya berbunyi sebagai berikut:Pasal 13 ayat (4)Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulaitersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atauseluruhnya;Penjelasan Pasal 13 ayat (4) Atas penyerahan Jasa Kena Pajak selain pemborong bangunan, terutangnya pajakterjadi pada saat :a. tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai, baik sebagian atau seluruhnya;b. dilakukan penagihan pembangunan atau penggantian; atauc. pembayaran,
Register : 11-04-2017 — Putus : 24-05-2017 — Upload : 13-07-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 715 B/PK/PJK/2017
Tanggal 24 Mei 2017 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. TIMURJAYA DAYATAMA;
2015 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
    ;Pasal 11:1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a) Penyerahan Barang Kena Pajak;) Impor Barang Kena Pajak;c) Penyerahan Jasa Kena Pajak;) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luarDaerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf d;e) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atauf) Ekspor Barang Kena Pajak;2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BarangKena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, ataudalam hal
    pembayaran dilakukan sebelum dimulainyapemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dari luarDaerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e,saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarHalaman 9 dari 21 halaman Putusan Nomor 715 B/PK/PJK/2017ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan
    ;Pasal 11:1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a) Penyerahan Barang Kena Pajak;b) Impor Barang Kena Pajak;c) Penyerahan Jasa Kena Pajak;d)Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dariluar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 huruf d;e)Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar DaerahPabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hurufe; atauf) Ekspor Barang Kena Pajak;2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahanBarang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa KenaPajak, atau dalam hal
    pembayaran dilakukan sebelumdimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidakberwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf datau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, saatterutangnya pajak adalah pada saat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lainHalaman 12 dari 21 halaman Putusan Nomor 715 B/PK/PJK/2017sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnyapajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuanyang dapat menimbulkan
Register : 09-02-2016 — Putus : 10-03-2016 — Upload : 13-09-2016
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 102 B/PK/PJK/2016
Tanggal 10 Maret 2016 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. TIMURJAYA DAYATAMA;
229 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
    pajak adalah padasaat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saatterutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkanatau. terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkanketidakadilan;Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan, barangyang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisa kiriman, tidakterutang Pajak Pertambahan Nilai karena belum terjadi penyerahanBarang kena Pajak, sehingga Majelis berpendapat koreksi Terbandingatas
    Penjualan atas Barang Mewahsebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 18Tahun 2000Pasal 5a:Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahatas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapatHalaman 10 dari 24 halaman Putusan Nomor 102/B/PK/PJK/2016dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalianBarang Kena Pajak tersebut yang tata caranya ditetapkan oleh MenteriKeuangan;Pasal 11:1) Terutangnya
    pajak adalah padasaat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saatterutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkanatau. terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkanketidakadilan;2.3.
    pajak adalah pada saat pembayaran;6) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saatterutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapbkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belum terjadipenyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelis berpendapatkoreksi Terbanding
Register : 11-02-2013 — Putus : 21-11-2013 — Upload : 25-03-2014
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put-48391/PP/M.VI/16/2013
Tanggal 21 Nopember 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
14859
  • Ekspor Jasa Kena PajakPenjelasan:Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belumsepenuhnya diterima, atau pada saat impor Barang Kena Pajak.
    Olehkarena itu, dalam hal dilakukan penagihan, maka saat penagihan itudianggap sebagai saat tersedianya barang, fasilitas atau hak untukdipakai, yang berarti dianggap sebagai saat penyerahan jasa yangdimaksud;Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UndangUndang Nomor 8Tahun 1983, apabila terjadi pembayaran/lebih dulu dari padapenyerahannya, maka saat terutangnya PPN adalah pada saatpembayaran;Dalam hal tidak dilakukan penagihan sedangkan pembayaran jugatidak dilakukan, maka saat terutangnya PPN
    OLEH KARENA ITU, DALAM HALDILAKUKANNYA PENAGIHAN, MAKA SAAT PENAGIHAN ITU DIANGGAPSEBAGAI SAAT TERSEDIANYA BARANG, FASILITAS ATAU HAK UNTUKDIPAKAI, YANG BERARTI DIANGGAP SEBAGAI SAAT PENYERAHAN JASAYANG DIMAKSUD;Sesuai dengan ketentuan Pasal I1 ayat (2) UndangUndang Nomor 8 Tahun1983, apabila terjadi pembayaran lebih dulu dari pada penyerahannya, makasaat terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran;Dalam hal tidak dilakukan penagihan sedangkan pembayaran juga tidakdilakukan, maka saat terutangnya
    Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) PP 24 tahun 2002, Terutangnya Pajakatas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitasatau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya;Oleh karenanya penyerahan jasa terjadi pada saat dimulainya kegiatanpemberian jasa tersebut, bukan pada saat jasa tersebut telah selesai dilakukanseluruhnya;Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU PPN, terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, selanjutnya
    , seharusnya berbunyi sebagai berikut:Pasal 13 ayat (4)Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulaitersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atauseluruhnya;Penjelasan Pasal 13 ayat (4) Atas penyerahan Jasa Kena Pajak selain pemborong bangunan, terutangnya pajakterjadi pada saat :a. tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai, baik sebagian atau seluruhnya;b. dilakukan penagihan pembangunan atau penggantian; atauc. pembayaran,
Register : 27-06-2011 — Putus : 13-05-2013 — Upload : 08-11-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor PUT.44886/PP/M.VIII/16/2013
Tanggal 13 Mei 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
11327
  • pada tanggal 25 September 2008sebesar Rp 2.511.214.740,00 dan menyetorkan serta melaporkan sebagai laporanPPN masa Pajak bulan September 2008;bahwa laporan tersebut benar dan sesuai dengan yang dimaksud pada MenteriKeuangan Pasal 3 ayat (3) Nomor 302/KMK.04/1 989;bahwa Undangundang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua AtasUndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai BarangDan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pasal 11 ayat (1) huruf (c)menyatakan sebagai berikut :Terutangnya
    pajak terjadi pada saat :Cc. penyerahan Jasa Kena Pajak;bahwa Pasal 13 ayat (4), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143Tahun 2000 menyatakan :Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulaitersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atauseluruhnya.
    ;bahwa memori penjelasan Pasal 13 ayat (4), Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 143 Tahun 2000 yang berkaitan penyerahan barang dan jasa kenapajak yang dilakukan oleh selain pemborong bangunan menyatakan :Atas penyerahan Jasa Kena Pajak selain pemborong bangunan, terutangnya Pajakterjadipada saat :a. tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai, baik sebagian atauseluruhnya; ataub. dilakukan penagihan pembangunan atau penggantian; atauCc. pembayaran, apabila pembayaran diterima sebelum
    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahsebagaimana telah diubah dengan Nomor 18 Tahun 2000 adalah pada saatpenyerahan jasa kena Pajak, namun secara khusus dalam Pasal 13 ayat (4)Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2000 maupun Pasal 3ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 menyatakan bahwaterutangnya pajak adalah pada saat tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakaiatau pada saat penagihan atau pembayaran;bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa saat terutangnya
Register : 14-08-2012 — Putus : 22-07-2013 — Upload : 04-12-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor PUT.46344/PP/M.XIV/16/2013
Tanggal 22 Juli 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
9726
  • Peraturan DirekturJenderal Pajak Nomor PER159/PJ/2006 tanggal 31 Oktober 2006 terdapat FakturPajak Masukan Nomor 010.00009.00000170 tanggal 19 Februari 2009 sebesar Rp8.500.000.000, dari PT Pulo Mas Jaya tidak dapat dikreditkan;: bahwa PPN Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Nomor 010.00009.00000170 sebesar Rp. 8.500.000.000,00 telah Pemohon Banding bayar sebagaimanaRekening Koran tersebut diatas, Faktur Pajak tersebut pun sebenarnyapenerbitannya masih dalam jangka waktu saat terutangnya pajak
    Probolinggo No. 18 JakartaPusat No. 03/PMJ/Perj/XII/08, No. 01/PMJ/TNOI/1308, I7 Desember 2008); bahwa dalam transaksi jual beli properti tersebut PT Pulo Mas Jaya adalahpihak penjual properti, sedangkan Pemohon Banding adalah sebagai pihak pembeli;bahwa terkait dengan transaksi jual beli properti tersebut, maka untuk menentukankapan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai, dan saat pembuatan faktur pajakadalah sebagai berikut :a.
    Saat terutangnya PPNbahwa dalam Pasal 11 ayat (2) Undangundang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPNdan PPnBM sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 18Tahun 2000 dinyatakan bahwa Dalam hal pembayaran diterima sebelumpenyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, ataudalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang KenaPajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa KenaPajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 4 huruf e, saatterutangnya pajak adalah pada saat pembayarar;bahwa berdasarkan keterangan, bukti dan ketentuan diatas, Majelis berpendapatbahwa saat terutangnya PPN adalah sejak tanggal 17 Desember 2008 yaitu sejakditandatanganinya Pengikatan Jual Beli Bangunan Perkantoran Menteng Office ParkJl.
    Faktur Pajak dinyatakan bahwa"Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak Standar sebagaimanadimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat mengkreditkan Pajak PertambahanNilai yang tercantum di dalamnya";MenimbangMenimbangMenimbangMenimbangMemperhatikanMengingatMemutuskanbahwa faktur pajak yang menjadi permasalahan adalah Faktur Pajak Standar Nomor010.00009.00000170 tanggal 19 Februari 2009 yang diterbitkan oleh PT Pulo MasJaya (PKP Penjual);bahwa oleh karena Majelis telah berpendapat bahwa saat terutangnya
Register : 02-11-2012 — Putus : 11-03-2014 — Upload : 10-11-2014
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put.51170/PP/M.XIIIA/13/2014
Tanggal 11 Maret 2014 — Pemohon Banding dan Terbanding
19246
  • Penghasilan Kena Pajak danPelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan dinyatakan bahwa:"Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalamPasal 26 ayat (1) UndamgUndang Pajak Penghasilan, dilakukan pada akhirbulan:dibayarkannya penghasilan,disediakan untuk dibayarkannya penghasilan, ataujatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjaditerlebih dahulu".bahwa dalam bagian penjelasan Bab V Pasal 15 ayat (4) Peraturan tersebutdinyatakan bahwa Saat terutangnya
    denganAnggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.bahwa yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" adalah saatkewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan,baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian ataufaktur.bahwa dalam bagian penjelasan Bab V Pasal 15 ayat (4) Peraturan PemerintahNomor 94 tahun 2010 tentang Perhitungan Penghasilan Kena Pajak danPelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan melalui pihak lain secarajelas dinyatakan terutangnya
    UndangUndang Nomor 17 tahun 2000 dan peraturan dibawahnya (PeraturanPemerintah Nomor 138 Tahun 2000 Pasal 8 beserta penjelasannya) yangmenyatakan bahwa terutangnya PPh Pasal 26 juga ditentukan berdasarkansaat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut olehpihak yang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan.
    Padaprinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongan danpemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebihdulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.bahwa berdasarkan perjanjian peminjaman, kewajiban melakukan pelunasanadalah pada tahun 2015 yang diperkirakan perusahaan telah memilikikemampuan ekonomis untuk melakukan pembayaran bunga dan pokokhutang. Dengan demikian maka jatuh tempo pembayaran bunga adalah padatahun 2015 dan bukan tahun 2009.
Putus : 14-01-2013 — Upload : 21-12-2013
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 512/B/PK/PJK/2011
Tanggal 14 Januari 2013 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. SILLO BAHARI NUSANTARA
2515 Berkekuatan Hukum Tetap
  • bahwa dengan demikian saat terutangnya pajak menurut Terbandingyaitu terutang pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahanuntuk dipakai secara nyata baik sebagian atau seluruhnya, bertentangandengan Pasal 11 UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai.""
    Putusan.Nomor. 512/B/PK/PJK/2011Pasal 11 Ayat (1)"Terutangnya pajak terjadi pada saat:c. penyerahan Jasa Kena Pajak"Ayat 2"Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang KenaPajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam halpembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang KenaPajak tidak berwjud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atauJasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran
    Bahwa dengandemikian, penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh TermohonPeninjauan Kembali semula Pemohon Banding dilakukan dalam DaerahPabean Indonesia.Bahwa Pasal 11 ayat 1 UU PPN menegaskan bahwa terutangnya pajakterjadi saat penyerahan Jasa Kena Pajak. Kemudian dalam berdasarkanPasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tanggalHalaman 23 dari 32 halaman.
    Putusan.Nomor. 512/B/PK/PJK/201120.21.13 Mei 2002 ditegaskan bahwa terutangnya pajak atas penyerahan JasaKena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas kemudahanuntuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya.
    Terutangnya PPN ataspenyerahan jasa ditentukan berdasarkan tempat dimana penyerahanJasa Kena Pajak tersebut dilakukan, tanoa melihat dimanapemanfaatannya terjadi.
Putus : 13-12-2013 — Upload : 13-12-2018
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 220/B/PK/PJK/2013
Tanggal 13 Desember 2013 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. HASKOJAYA ABADI
3419 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa terhadap permohonan banding yang diajukan TermohonPeninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi objekPPh Pasal 26 berupa Bunga Surat Utang dan Obligasi sebesarRp34.588.379.043,00 Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajakadalah koreksi objek PPh Pasal 26 ayat (1) huruf b Masa PajakJanuari s/d Desember 2005 sebesar Rp34.588.379.043,00 tidakdapat dipertahankan, dengan alasan sebagai berikut: Bahwa Majelis berpendapat, saat terutangnya objek pajak PajakPenghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari
    Bahwa atas pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang dimuatpada halaman 18 alinea ke3 Putusan Pengadilan Pajak NomorPut.25733/PP/M.IV/13/2010 tanggal 1 September 2010 yangmenyatakan "bahwa Majelis berpendapat, saat terutangnya objekpajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai denganDesember Tahun 2005 atas bunga surat utang (redeemable notes)dan bunga obligasi (convertible bonds) seharusnya adalah tanggal 31Desember 2005 yaitu saatjatun tempo pembayaran bunga namunkenyataannya tidak
    Bahwa saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalahpada saat jatun tempo (seperti: bunga dan sewa), dan saatterutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saatpengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianutoleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut PajakPenghasilan.c.
    Jatuh tempo pembayaran bunga adalah 31 Desember 2005; Termohon Peninjauan Kembali (Semula Pemohon Banding)baik secara komersial maupun secara fiskal telahmembebankan biaya bunga Surat utang dan biaya bungaObligasi dalam tahun 2005; Termohon Peninjauan Kembali (Semula Pemohon Banding)dalam tahun 2005 tidak pernah membayar bunga kepadapemegang Surat Utang dan Obligasi;maka sudah jelas terbukti kKewajiban pemotongan dan pemungutanPajak Penghasilan harus dilaksanakan dalam tahun 2005 sesualdengan saat terutangnya
    Terhadap hal ini Majelis Hakim Pengadilan Pajak jugasudah mengakui sebagaimana dimuat pada halaman 18 alineake3 Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.25733/PP/M.1V/1 3/2010tanggal 1 September 2010 bahwa ... saat terutangnya objek pajakPajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai denganDesember Tahun 2005 atas bunga surat utang (redeemable notes)dan bunga obligasi (convertible bonds) seharusnya adalah tanggal31 Desember 2005 yaitu saat jatun tempo pembayaran bunga ....".Halaman 12 dari 16 halaman
Register : 11-04-2017 — Putus : 24-05-2017 — Upload : 10-07-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 788 B/PK/PJK/2017
Tanggal 24 Mei 2017 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. TIMURJAYA DAYATAMA;
155 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf aUndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
    pajak adalah pada saat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belumterjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelisberpendapat koreksi Terbanding
    tentang PajakPertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir denganUndangundang Nomor 18 Tahun 2000Pasal 5a:Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikandapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah terutang dalam Masa Pajakterjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut yang tatacaranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan;Pasal 11:1) Terutangnya
    dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atauf) Ekspor Barang Kena Pajak;2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BarangKena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, ataudalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainyaHalaman 12 dari 27 halaman Putusan Nomor 788 B/PK/PJK/2017pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf e, saat terutangnya
    pajak adalah pada saatpembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajaksukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;2.3.Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994 tanggal21 Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahuntuk Barang Kena Pajak yang DikembalikanPasal 3:1) Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena
Putus : 14-06-2017 — Upload : 19-09-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1001/B/PK/PJK/2017
Tanggal 14 Juni 2017 — PT. GARANSINDO AUTOMOBILE vs. DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
5317 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No. 42/2009secara jelas mengatur bahwa pemungutan PPnBM barang impormenganut prinsip akrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saat barang impormasuk ke daerah pabean (wilayah Republik Indonesia). Ketentuanketentuan tersebut dikutip sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b.
    Impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajakterjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajakmeskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima ataubelum sepenuhnya diterima atau pada saat impor Barang Kena Pajak..."
    Impor Barang Kena Pajak;Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) UndangUndang PPNdan PPnBM menyatakan Pemungutan Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganutprinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajakmeskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenhnya diterima atau pada saatimpor Barang Kena Pajak.
    Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 42Tahun 2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean (wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:= Pasal 11 ayat (1) huruf (b): (1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1): Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsipakrual, artinya terutangnya pajak terjadi padasaatpenyerahan Barang Kena Pajak atau JasaKena Pajak meskipun pembayaran ataspenyerahan tersebut belum diterima atau belumsepenuhnya diterima atau pada saat impor BarangKena Pajak...
Register : 15-06-2017 — Putus : 20-07-2017 — Upload : 18-09-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1341 B/PK/PJK/2017
Tanggal 20 Juli 2017 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. PLN (PERSERO) KANTOR PUSAT;
6920 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Putusan Nomor 1341/B/PK/PJK/2017Banding juga telah menyetujui seluruh jumlah obyek PPh Pasal 23hasil pemeriksaan serta jumlah sanksi administrasi yang dikenakanatas pokok pajak yang kurang dibayar;Bahwa kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 sudah melekat sejaksaat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan (bunga)dimaksud.
    Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukanberdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metodepembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotongatau memungut pajak penghasilan.
    Saat terutangnya penghasilantersebut lazimnya adalah pada saat waktu jatuh tempo (seperti bungadan sewa), saat tersedianya untuk dibayarkan (seperti gaji dandividen), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur(seperti royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya),atau saat tertentu lainnya.
    Saat terutangnya penghasilan tersebutjuga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai denganmetode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajibanmemotong atau memungut Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya, saatyang menentukan kapan kewajiban pemotongan dan pemungutanPajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebih duluterjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
    Saat terutangnya penghasilan tersebut jugaditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuaidengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yangberkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan.Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajibanpemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saatpembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
Putus : 17-04-2017 — Upload : 31-05-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 363/B/PK/PJK/2017
Tanggal 17 April 2017 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK vs PT PUSTAKA BINAMAN PRESSINDO
4517 Berkekuatan Hukum Tetap
  • bebas;d. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaransehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 200 tentangPenghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PajakPenghasilan dalam Tahun BerjalanHalaman 7 dari 16 halaman Putusan Nomor 363/B/PK/PJK/2017Pasal 8 ayat (1)Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihakpihak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) UndangUndang PajakPenghasilan terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaranatau. pada akhir bulan terutangnya
    penghasilan yangbersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebin dahuluPenjelasan:Ketentuan ini mengatur tentang batas waktu pelaksanaankewajiban pemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilansebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, danPasal 26 UndangUndang Pajak Penghasilan yang dikaitkandengan saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
    Saatterutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuhtempo (seperti: bunga dan sewa), saat tersedia untuk dibayarkan(seperti: gaji dan dividen), saat yang ditentukan dalamkontrak/perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasateknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya.Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukanberdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metodepembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotongatau memungut Pajak Penghasilan
    Pada prinsipnya, saat yangmenentukan kapan kewajiban pemotongan dan pemungutan PajakPenghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebih duluterjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapatdilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai denganketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadipada akhir bulan pembayaranKeputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP545/PJ/2000tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran
    semulaTerbanding) menanggapi sebagai berikut: bahwa saat terhutang penghasilan diatur dalam Pasal 8138 Tahun 2000 yangmenyatakan Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihakpihakPeraturan Pemerintah Nomorsebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) UndangUndang Pajak Penghasilan terutang pada akhir bulandilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnyapenghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yangterjadi terlebin dahulu, pada salah satu penjelasan pasaltersebut juga menyatakan Saat terutangnya
Register : 18-04-2017 — Putus : 24-05-2017 — Upload : 10-07-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 962 B/PK/PJK/2017
Tanggal 24 Mei 2017 — PT. GARANSINDO AUTOMOBILE VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI;
2611 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwa pemungutanPPnBM barang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kenapajak, yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean(wilayah Republik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutdikutip sebagai berikut:e Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsip akrual,artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahanBarang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterimaatau belum sepenuhnya diterima atau pada saat imporBarang Kena Pajak..."
    Saat terutangnya pajak untuktransaksi yang dilakukan melalui electronic commerce tundukpada ketentuan ini;3.1.15. Bahwa Pasal 9 ayat (3) UndangUndang PPN menyatakan"Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebihbesar daripada Pajak Masukan, selisinnya merupakan PajakPertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha KenaPajak;3.1.16.
    Pasal 1 ayat (1)UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean (wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:e Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsipHalaman 38 dari 46 halaman Putusan Nomor 962/B/PK/PJK/2017akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahantersebut belum diterima atau belum sepenuhnyaditerima
Putus : 14-06-2017 — Upload : 28-12-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 722/B/PK/PJK/2017
Tanggal 14 Juni 2017 — PT GARANSINDO AUTOMOBILE vs DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
279 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kena pajak,yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean (wilayah RepublikIndonesia). Ketentuanketentuan tersebut dikutip sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:Halaman 4 dari 43 halaman.
    Putusan Nomor 722/B/PK/PJK/2017b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajakterjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat imporBarang Kena Pajak..."
    Putusan Nomor 722/B/PK/PJK/2017Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan UndangUndang nomor 42 Tahun2009 (untuk selanjutnya disebut UndangUndang PPN danPPnBM) menyatakan:Pasal 11*(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a. penyerahan Barang Kena Pajak;b.
    Pasal 1 ayat (1)UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean(wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:* Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Pemungutan Pajak Pertambahan WNilai danPajakPenjualan atas Barang Mewah menganutprinsipakrual, artinya terutangnya pajak terjadipada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atauJasa Kena Pajakmeskipun pembayaran ataspenyerahan tersebutbelum diterima atau belumsepenuhnya diterima ataupada saat impor BarangKena Pajak...= Pasal 1