Ditemukan 2455 data

Urut Berdasarkan
 
Putus : 14-06-2017 — Upload : 28-12-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 719/B/PK/PJK/2017
Tanggal 14 Juni 2017 — PT GARANSINDO AUTOMOBILE vs DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
2210 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kena pajak,yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean (wilayah RepublikIndonesia).
    Ketentuanketentuan tersebut dikutip sebagai berikut:Halaman 4 dari 43 halaman.Putusan Nomor 719/B/PK/PJK/2017Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajakterjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenuhnya
    Saat terutangnya pajak untuktransaksi yang dilakukan melalui electronic commerce tundukpada ketentuan ini.;3.1.15 Bahwa Pasal 9 ayat (3) UndangUndang PPN menyatakanApabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebihbesar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan PajakPertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha KenaPajak.
    Pasal 1 ayat (1)UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean(wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:= Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai danPajakPenjualan atas Barang Mewah menganutprinsipakrual, artinya terutangnya pajak terjadipada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atauJasa Kena Pajakmeskipun pembayaran ataspenyerahan tersebutbelum diterima atau belumsepenuhnya diterima ataupada saat impor BarangKena Payak...= Pasal 1
Register : 18-04-2017 — Putus : 24-05-2017 — Upload : 10-07-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 962 B/PK/PJK/2017
Tanggal 24 Mei 2017 — PT. GARANSINDO AUTOMOBILE VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI;
2611 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwa pemungutanPPnBM barang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kenapajak, yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean(wilayah Republik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutdikutip sebagai berikut:e Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsip akrual,artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahanBarang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterimaatau belum sepenuhnya diterima atau pada saat imporBarang Kena Pajak..."
    Saat terutangnya pajak untuktransaksi yang dilakukan melalui electronic commerce tundukpada ketentuan ini;3.1.15. Bahwa Pasal 9 ayat (3) UndangUndang PPN menyatakan"Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebihbesar daripada Pajak Masukan, selisinnya merupakan PajakPertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha KenaPajak;3.1.16.
    Pasal 1 ayat (1)UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean (wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:e Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsipHalaman 38 dari 46 halaman Putusan Nomor 962/B/PK/PJK/2017akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahantersebut belum diterima atau belum sepenuhnyaditerima
Putus : 14-06-2017 — Upload : 28-12-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 722/B/PK/PJK/2017
Tanggal 14 Juni 2017 — PT GARANSINDO AUTOMOBILE vs DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
279 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kena pajak,yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean (wilayah RepublikIndonesia). Ketentuanketentuan tersebut dikutip sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:Halaman 4 dari 43 halaman.
    Putusan Nomor 722/B/PK/PJK/2017b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajakterjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat imporBarang Kena Pajak..."
    Putusan Nomor 722/B/PK/PJK/2017Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan UndangUndang nomor 42 Tahun2009 (untuk selanjutnya disebut UndangUndang PPN danPPnBM) menyatakan:Pasal 11*(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a. penyerahan Barang Kena Pajak;b.
    Pasal 1 ayat (1)UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean(wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:* Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Pemungutan Pajak Pertambahan WNilai danPajakPenjualan atas Barang Mewah menganutprinsipakrual, artinya terutangnya pajak terjadipada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atauJasa Kena Pajakmeskipun pembayaran ataspenyerahan tersebutbelum diterima atau belumsepenuhnya diterima ataupada saat impor BarangKena Pajak...= Pasal 1
Register : 08-05-2017 — Putus : 19-06-2017 — Upload : 18-09-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1060 B/PK/PJK/2017
Tanggal 19 Juni 2017 — PT. GARANSINDO AUTOMOBILE VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI;
3012 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UUNomor 42 Tahun 2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsip akrualyang berarti bahwa terutangnya pajak terjadi pada saat imporbarang kena pajak, yaitu pada saat barang impor masuk kedaerah pabean (wilayah Republik Indonesia). Ketentuanketentuan tersebut dikutip sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b.
    Impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsip akrual,artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahanBarang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterimaatau belum sepenuhnya diterima atau pada saat imporBarang Kena Pajak...";= Pasal 1 butir (9):"Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang danluar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean"; Pasal 1 ayat
    Putusan Nomor 1060/B/PK/Pjk/20173.1.33.1.43.1.53.1.6merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untukmelakukan pengawasan;Bahwa Pasal 11 ayat (1) huruf b UndangUndang Nomor 8Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atauPajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndangNomor 42 Tahun 2009 (untuk selanjutnya disebut UndangUndang PPN dan PPnBM) menyatakan:Pasal 11:(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a.
    Impor Barang Kena Pajak;v,on 9Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) UndangUndang PPNdan PPnBM menyatakan Pemungutan Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganutprinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajakmeskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saatimpor Barang Kena Pajak.
    Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 2009secara jelas mengatur bahwa pemungutan PPnBMbarang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat imporbarang kena pajak, yaitu pada saat barang impormasuk ke daerah pabean (wilayah RepublikIndonesia). Ketentuanketentuan tersebut kami kutipsebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. Impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Halaman 39 dari 47 halaman.
Putus : 19-06-2017 — Upload : 01-11-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1091 B/PK/PJK/2017
Tanggal 19 Juni 2017 — PT. GARANSINDO AUTOMOBILE VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
2885 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Ketentuanketentuan tersebut dikutip sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi padasaat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belumsepenuhnya diterima atau pada saat impor Barang Kena Pajak..."
    Putusan Nomor 1091/B/PK/PJK/20173.1.5.3.1.7.kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 42 Tahun2009 (untuk selanjutnya disebut UndangUndang PPN danPPnBM) menyatakan:Pasal 11*(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a. penyerahan Barang Kena Pajak;b.
    ;Bahwa berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangannomor 213/PMK.011/2011 juncto Pasal 11 ayat (3) PeraturanDirektur Jenderal Bea dan Cukai nomor P42/BC/2008tersebut, penetapan saat terutangnya pajak atas impor adalahsaat pemberitahuan pabean (PIB) mendapat nomorpendaftaran di Kantor Pabean.
    Ketentuan Pasal 11 ayat (1)huruf (6) dan Penjelasannya juncto Pasal 1 butir 9Juncto Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 42/2009secara jelas mengatur bahwa pemungutan PPnBMbarang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat imporbarang kena pajak, yaitu pada saat barang impor masukke daerah pabean(wilayah JRepublik Indonesia).Ketentuanketentuan tersebut kami kutip sebagaiberikut:= Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang
    Putusan Nomor 1091/B/PK/PJK/2017akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahantersebutbelum diterima atau belum sepenuhnyaditerima atau pada saat impor Barang KenaPajak...
Putus : 14-06-2017 — Upload : 28-12-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 720/B/PK/PJK/2017
Tanggal 14 Juni 2017 — PT GARANSINDO AUTOMOBILE vs DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
2913 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No. 42/2009 secara jelas mengaturbahwa pemungutan PPnBM barang impor menganut prinsip akrual yangberarti bahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kena pajak,yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean (wilayah RepublikIndonesia).
    Ketentuanketentuan tersebut dikutip sebagai berikut:Halaman 4 dari 44 halaman.Putusan Nomor 720/B/PK/PJK/2017= Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi padasaat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belumsepenuhnya
    Impor Barang Kena Pajak;Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) UndangUndang PPNdan PPnBM menyatakan Pemungutan Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganutprinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajakmeskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenhnya diterima atau pada saatimpor Barang Kena Pajak.
    Pasal 1 ayat (1)UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean(wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:* Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Pemungutan Pajak Pertambahan WNilai danPajakPenjualan atas Barang Mewah menganutHalaman 36 dari 44 halaman.Putusan Nomor 720/B/PK/PJK/20173.2.3prinsipakrual, artinya terutangnya pajak terjadipada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atauJasa Kena Pajakmeskipun pembayaran ataspenyerahan tersebutbelum diterima atau belumsepenuhnya
Putus : 22-11-2016 — Upload : 13-02-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 802/B/PK/PJK/2016
Tanggal 22 Nopember 2016 — PT JELAI CAHAYA MINERALS vs. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
14373 Berkekuatan Hukum Tetap
  • KGC belum pernah mengajukan permintaan pembayaran bunga secaratertulis kepada Pemohon Banding sebagai syarat terutangnya bungasebagaimana diatur dalam Butir 4.1 Perjanjian Hutang;Objek PPh Pasal 26 tidak ditemukan tetapi dianggap keberadaanya(deemed);Halaman 5 dari 38 halaman. Putusan Nomor 802/B/PK/PJK/2016Bahwa sebagaimana Pemohon Banding uraikan pada Alasan 1, sampaiakhir tahun 2009 tidak ada bunga yang terutang.
    Padadasarnya kalimat tersebut menyatakan bahwa kalau pembayaran bungaditangguhkan, maka terutangnya PPh Pasal 23 (dan secara analogis PPhHalaman 8 dari 38 halaman.
    KGC belum pernah mengajukan permintaan pembayaran bungasecara tertulis kepada Pemohon PK (semula PemohonBanding) sebagai syarat terutangnya bunga sebagaimana diaturdalam Butir 4.1 Perjanjian Hutang;2. Objek PPh Pasal 26 tidak ditemukan tetapi dianggapkeberadaannya (Deemed);Termohon PK (semula Terbanding) menggunakan istilahditemukan yang dinyatakan Termohon PK (semula Terbanding)dalam SPHP.
    Putusan Nomor 802/B/PK/PJK/2016menyatakan bahwa kalau pembayaran bunga ditangguhkan, makaterutangnya PPh Pasal 23 (dan secara analogis PPh Pasal 26) jugatertangguh sampai dengan dibayarkannya atau terutangnya bungatersebut (mana yang lebih dahulu);Bahwa tidak benar Pemohon PK (semula Pemohon Banding)tidak dapat menunjukkan bukti penerimaan advance pinjamandan skedul pembayarannya.
    Saat terutangnya penghasilan bunga lazimnya adalah pada saatjatuh tempo.b. Saat terutangnya penghasilan juga ditentukan berdasarkan saatpengakuan biaya sesuai dengan metode pemmbukuan yangdianut oleh pihak yang berkewajiban memotong PPh.Selanjutnya dalam IV butir 3, Termohon PK (semula Terbanding)menyatakan berkeyakinan (tetapi tidak menunjukkan bukti), bahwadalam pinjaman ini terdapat bunga ........
Putus : 10-03-2015 — Upload : 01-12-2015
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1047/B/PK/PJK/2014
Tanggal 10 Maret 2015 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK vs. PT. HOLCIM INDONESIA, Tbk
42102 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Dengandemikian yang menentukan SSP PPN JLN tersebut dapat dikreditkanatau tidak adalah tergantung dari saat pengkreditan SSP PPN JLNtersebut, apakah sama dengan Masa Pajaknya atau melebihi dari 3bulan setelah Masa Pajak SSP PPN atas pembayaran Jasa KenaPajak dari Luar Daerah Pabean tersebut;Untuk menentukan Masa Pajak SSP PPN JLN tersebut maka harusdiketahui kapan pembayaran Jasa tersebut terutang PPN JLN.Bahwa untuk mengetahui saat terutangnya PPN JLN ataspemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean
    maka ketentuan yangterkait adalah sebagai berikut: UndangUndang PPN: Pasal 11 ayat (1) huruf e: Terutangnya pajak terjadi pada saat pemanfaatan Jasa KenaPajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalamHalaman 19 dari 37 halaman.
    Putusan Nomor 1047/B/PK/PJK/2014 Tgl InvoiceSaat PPN JLN Masa Pajak pengkreditan SSP PPNSaat Terutangnya PPN JLN harus dlestor JLN 28032007 28 Maret 2007 15 April 2007 April 2007 b. Pembayaran JKP ke Ube Techno Eng, Co. Ltd; Tgl Invoice/Tg! PembayaranSaat PPN JLN harus Masa Pajak pengkreditan SSPSaat Terutangnya PPN JLN disetor PPN JLN 13032007 13032007 15042007 April 2007 3.10.
    Putusan Nomor 1047/B/PK/PJK/20143.13.dikreditkan pada Masa Pajak September 2007 maka harusdiketahui saat terutangnya PPN JLN untuk dapat menentukan MasaPajak atas penyetoran SSP Tersebut (Kolom Masa Pajak pada SSPyang dicentang);Bahwa berdasarkan hasil uji kebenaran materi maka diketahuibahwa saat terutangnya PPN JLN adalah sebagai berikut: Untuk pembayaran JKP ke Rajah & Tan Advocated adalah 28Maret 2007, sehingga PPN JLN harus dipungut dan disetorkanpaling lambat tanggal 15 April 2007 dan harus
    Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas makapengkreditan SSP PPN JLN tetap harus melihat kembali kapansaat terutangnya PPN JLN tersebut bukan hanya sematamatadidasarkan pada saat penyetoran SSP PPN JLN sebagaimanapendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak;e.
Register : 03-10-2016 — Putus : 14-12-2016 — Upload : 20-04-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1413 B/PK/PJK/2016
Tanggal 14 Desember 2016 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. TIMUR JAYA DAYATAMA;
215 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Sedangkan apa yang disampaikanPemohon Banding di atas adalah belum terjadi penyerahansehingga tidak ada obyek Pajak Pertambahan Nilai;b) Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (lI) huruf aUndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
    Nomor 1413/B/PK/PJK/20161.32)3)e) pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atauf) ekspor Barang Kena Pajak;Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BarangKena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, ataudalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainyapemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf e, saat terutangnya
    pajak adalah pada saat pembayaran;Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994 tanggal21Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untukBarang Kena Pajak yang Dikembalikan;Pasal 3:Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak; makapembeli
    Sedangkanapa yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali(semula Pemohon Banding) diatas adalah belum terjadipenyerahan sehingga tidak ada obyek PajakPertambahan Nilai;b) Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilaiadalah saat penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11ayat (1) huruf a Undangundang Nomor 18 Tahun 2000).Oleh karena sebagaimana diuraikan diatas belum terjadipenyerahan sehingga tentunya belum terutang PajakPertambahan Nilai dan karena tidak ada uang mukatidak memenuhi ketentuan Pasal 11
    pajak adalah pada saat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli olen pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belumterjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelisberpendapat koreksi Pemohon
Putus : 05-06-2017 — Upload : 01-11-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1006/B/PK/PJK/2017
Tanggal 5 Juni 2017 — PT. GARANSINDO AUTOMOBILE VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
177 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UUNomor 42/2009 secara jelas mengatur bahwa pemungutanPPnBM barang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kenapajak, yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean(wilayah Republik Indonesia). Ketentuanketentuan tersebutdikutip sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b.
    Tidak adanya kepastian hukum atas saat terutangnya bea masuk,cukai, dan PDRI;Halaman 27 dari 46 halaman.
    Bahwa Pasal 11 ayat (1) huruf b UndangUndang Nomor 8Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atauPajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndangNomor 42 Tahun 2009 (untuk selanjutnya disebut UndangUndang PPN dan PPnBM) menyatakan:Pasal 11:(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a. Penyerahan Barang Kena Pajak;b.
    Putusan Nomor 1006/B/PK/Pjk/2017Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajakterjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atauJasa Kena Pajak meskipun pembayaran atas penyerahantersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterimaatau pada saat impor Barang Kena Pajak.
    Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 2009secara jelas mengatur bahwa pemungutan PPnBMbarang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat imporbarang kena pajak, yaitu pada saat barang impormasuk ke daerah pabean (wilayah RepublikIndonesia). Ketentuanketentuan tersebut kamikutip sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b.
Register : 18-04-2012 — Putus : 19-02-2014 — Upload : 30-09-2015
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 213 B/PK/PJK/2012
Tanggal 19 Februari 2014 — PT. HENKEL INDONESIEN VS DIRJEN PAJAK;
17295 Berkekuatan Hukum Tetap
  • PUTUSAN MAJELIS PENGADILAN PAJAK MENGABAIKAN FAKTABAHWA PENENTUAN SAAT TERUTANGNYA PPh PASAL 26 ATASPEMBAGIAN DIVIDEN MENURUT TERMOHON PENINJAUAN KEMBALITIDAK SESUAI PERATURAN PERUNDANGAN YANG BERLAKU.Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak danPelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, disebutkan:"Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah saat tersedia untukdibayarkan (seperti: gajidan dividen
    Putusan Nomor 213/B/PK/PJK/2012"Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan mengenai saat terutangnya/pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 atas pembayaran dividen atau bagiankeuntungan dari perseroan dalam negeri, dengan ini disampaikan penegasansebagai berikut:3.1. Bagi Perusahaan yang tidak go public, saat terutangnya PPh Pasal 23atau Pasal 26 ialah pada saat disediakan untuk dibayarkan.
    Adapunyang dimaksud dengan saat disediakan untuk dibayarkan adalah saatdibukukan sebagai hutang dividen yang akan dibayarkan yaitu padasaat pembagian dividen diumumkan/ditentukan dalam Rapat UmumPemegang Saham (RUPS) Tahunan";Bahwa saat terutangnya PPh 26 atas pembayaran dividen adalah saatdisediakan untuk dibayar, dan bukan sebagaimana menurut TermohonPeninjauan Kembali, yaitu saat pencatatan dividen.
    ;Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000 sebagaimana disebut di atas, pemotongan PPh 26 harusdilakukan bila salah satu dari yang berikut terjadi, mana pun yang terjaditerlebih dahulu:* dilakukannya pembayaran, atau* terutangnya penghasilan yang bersangkutan;Bahwa dilakukannya pembayaran dividen sebagaimana dimaksud olehkoreksi fiskal sebesar Rp 3.017.830.998,00 dan Rp 5.257.247.172,00 yangdilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali tidak pernah terjadi di
    Putusan Nomor 213/B/PK/PJK/2012Bahwa dengan demikian ketentuan "dilakukannya pembayaran dividen" untukkoreksi fiskal sebesar Rp 3.017.830.998,00 dan Rp 5.257.247.172,00 yangdilakukan dan dianggap ada oleh Termohon Peninjauan Kembali tidakterbukti;Bahwa terutangnya penghasilan yang bersangkutan (yakni yang berkaitandengan pembayaran dividen) sebagaimana yang dimaksud oleh koreksi fiskalsebesar Rp 3.017.830.998,00 dan Rp 5.257.247.172,00 yang dilakukan olehTemohon Peninjauan Kembali secara hakikat
Register : 01-08-2016 — Putus : 27-10-2016 — Upload : 29-12-2016
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1097 B/PK/PJK/2016
Tanggal 27 Oktober 2016 — PT. JELAI CAHAYA MINERALS VS DIREKTUR JENDERAL PAJAK;
10182 Berkekuatan Hukum Tetap
  • KGC belum pernah mengajukan permintaan pembayaran bunga secaratertulis kepada Pemohon Banding sebagai syarat terutangnya bungasebagaimana diatur dalam Butir 4.1 Perjanjian Hutang;Objek PPh Pasal 26 tidak ditemukan tetapi dianggap keberadaannya(deemed);Bahwa sebagaimana Pemohon Banding uraikan pada Alasan 1, sampaiakhir tahun 2009 tidak ada bunga yang terutang.
    Padadasarnya kalimat tersebut menyatakan bahwa kalau pembayaran bungaditangguhkan, maka terutangnya PPh Pasal 23 (dan secara analogis PPhPasal 26) juga tertangguh sampai dengan dibayarkannya atau terutangnyabunga tersebut (mana yang lebih dahulu);Kesimpulan:Halaman 6 dari 27 halaman.
    Saat terutangnya pajak PPh Pasal 26;Ketiga hal tersebut di atas, bukan merupakan dasar koreksi atas biayabunga (deemed interest) yang dilakukan oleh Termohon PeninjauanKembali (semula Terbanding) baik selama proses pemeriksaan maupunkeberatan;Selama masa persidangan, halhal di atas baru dikemukakan dan Majelisjuga mengambil keputusan atas halhal tersebut dengan mengabaikanhakekat awal dasar koreksi biaya bunga tersebut yaitu Pasal 6 UndangUndang PPh.
    KGC belum pernah mengajukan permintaan pembayaran bungasecara tertulis kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semulaPemohon Banding) sebagai syarat terutangnya bunga sebagaimanadiatur dalam Butir 4.1 Perjanjian Hutang;Objek PPh Pasal 26 tidak ditemukan tetapi dianggap keberadaannya(Deemed);Termohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menggunakanistilan ditemukan yang dinyatakan Termohon Peninjauan Kembali(semula Terbanding) dalam SPHP.
    Saat terutangnya penghasilan bunga lazimnya adalah pada saatjatuh tempo;b. Saat terutangnya penghasilan juga ditentukan berdasarkan saatpengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianutoleh pihak yang berkewajiban memotong PPh;Halaman 22 dari 27 halaman. Putusan Nomor 1097/B/PK/PJK/2016Selanjutnya dalam IV butir 3, Termohon Peninjauan Kembali (SemulaTerbanding) menyatakan berkeyakinan (tetapi tidak menunjukkan bukti),bahwa dalam pinjaman ini terdapat bunga ....
Putus : 08-06-2011 — Upload : 12-08-2014
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 129/B/PK/PJK/2011
Tanggal 8 Juni 2011 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK vs. PT. SUMBER INDAH PERKASA
175172 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Sesuai dengan Undang UndangNomor 17, PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaranatau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, dimana yangdimaksud saat terutangnya pajak penghasilan yang bersangkutan adalah saatpembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metodepembukuan yang dianutnya, dan pada kenyataannya pada saat dilakukannyapenagihan serta pembayaran, pihak vendor telah memiliki SKB pemotongan PPhPasal 23 atas jasajasa yang diberikan kepada
    Putusan Nomor 129/B/PK/PJK/20113.6.dilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaranatau saat terutangnya penghasilan.
    Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)melakukan koreksi atas Manajemen Fee kepada PT SMART,biaya tersebut tidak dapat diterima karena sebagaimana prinsipsaat terutangnya pajak adalah saat dibayar atau terutang, makaPemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)menetapkan bahwa untuk pekerjaan yang dilakukan sebelumberlakunya Surat Keterangan Bebas (SKB) tetap terutang PPhPasal 23;c.
    Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000:Ketentuan ini mengatur tentang batas waktu pelaksanaankevajiban pemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilansebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal26 UndangUndang Pajak Penghasilan yang dikaitkan dengan saatpembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
    Saat terutangnyapenghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuanbiaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihakyang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan.Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajibanpemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaranatau saat terutangnya penghasilan.
Putus : 07-06-2016 — Upload : 14-09-2016
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 442/B/PK/PJK/2016
Tanggal 7 Juni 2016 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK, VS PT. PERMATA BERLIAN REALTY
4122 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1)UU KUP dan Pasal 28 ayat (11) UU KUP, maka terhadap dokumenpembukuan tahun pajak 2006, wajib disimpan dalam jangka waktu10 (Ssepuluh) tahun, karena dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahunsetelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya tahun pajak 2006,Direktur Jenderal Pajak masih berwenang untuk melakukanpemeriksaan dan menerbitkan SKPKB;bahwa sebagai perbandingan tentang kewajiban menyimpandokumen, di dalam Pasal 66 UU Nomor 43 Tahun 2009menyebutkan
    Sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1)UU KUP dan Pasal 28 ayat (11) UU KUP, maka terhadap dokumenpembukuan tahun pajak 2006, wajib disimpan dalam jangka waktu10 (sepuluh) tahun, karena dalam jangka waktu 10 (Ssepuluh) tahunsetelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya tahun pajak 2006,Direktur Jenderal Pajak masih berwenang untuk melakukanpemeriksaan dan menerbitkan SKPKB;bahwa sebagai perbandingan tentang kewajiban menyimpandokumen, di dalam Pasal 66 UU Nomor 43 Tahun 2009menyebutkan
    Sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1)UU KUP dan Pasal 28 ayat (11) UU KUP, maka terhadap dokumenpembukuan tahun pajak 2006, wajib disimpan dalam jangka waktu10 (Sepuluh) tahun, karena dalam jangka waktu 10 (Ssepuluh) tahunsetelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya tahun pajak 2006,Direktur Jenderal Pajak masih berwenang untuk melakukanpemeriksaan dan menerbitkan SKPKB;bahwa sebagai perbandingan tentang kewajiban menyimpandokumen, di dalam Pasal 66 UU Nomor 43 Tahun 2009menyebutkan
Register : 15-07-2014 — Putus : 29-10-2014 — Upload : 02-12-2015
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 526 B/PK/PJK/2014
Tanggal 29 Oktober 2014 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. BILLABONG INDONESIA;
3220 Berkekuatan Hukum Tetap
  • penghasilan yang bersangkutan, tergantungperistiwa yang terjadi terlebih dahulu.Penjelasan Pasal 8Ketentuan ini mengatur tentang batas waktu pelaksanaan kewajibanpemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilan sebagaimanadiatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 UndangundangPajak Penghasilan yang dikaitkan dengan saat pembayaran atau saatterutangnya penghasilan.Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuhtempo (seperti : bunga dan sewa), saat tersedia untuk
    Saat terutangnya penghasilan tersebut jugaditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metodepembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotong atauhalaman 12 dari 21 halaman Putusan Nomor 526 /B/PK/PJK/2014memungut Pajak Penghasilan.Pada prinsipnya, saat yang menentukankapan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaran atausaat terutangnya penghasilan.
    Untuk kemudahan, pelaksanaanpemotongan pajak dapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran,walaupun sesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajaktersebut terjadi pada akhir bulan pembayaran.Bahwa Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor541/KMK.04/ 2000 tentang Penentuan Tanggal Jatuh TempoPembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, TataCara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata CaraPemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak (selanjutnyadisebut
    Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapankewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaranatau saat terutangnya penghasilan.
    Untuk kemudahan, pelaksanaanpemotongan pajak dapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran,walaupun sesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotonganpajak tersebut terjadi pada akhir bulan pembayaranBahwa pengertian mengenai dibayarkan atau terhutangditegaskan kembali dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE16/PJ.22/1987 tanggal diatur sebagai berikut :pengertian "dibayarkan atau terhutang" haruslah dikaitkan denganmetode pembukuan pihak pemotong pajak, apakah mempergunakanmetode "cash basis
Putus : 23-12-2011 — Upload : 21-09-2012
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 414/B/PK/PJK/2009
Tanggal 23 Desember 2011 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. TELEKOMUNIKASI SELULER
164123 Berkekuatan Hukum Tetap
  • pajak atas penghasilan tersebutasalkan dilakukan dengan taat asas, karena walaupun atas penghasilantersebut telah dibukukan, namun misalnya saja dalam perjanjian/kontraknya telahditentukan kapan saat dilakukannya pembayaran, maka saat terutangnya adalah padasaat dilakukan pembayaran bukan pada saat dilakukannya pencatatan penghasilantersebut" ;Halaman 78 alinea 4:"Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat pembayaran atasbiaya interkoneksi baru terutang PPh Pasal 23 pada saat
    penghasilan yang bersangkutan,tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu" ;Kemudian dalam penjelasan Pasal 8 menyatakan "Ketentuan ini mengaturtentang batas waktu pelaksanaan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajakatas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 danPasal 26 UndangUndang Pajak Penghasilan yang dikaitkan dengan saatpembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
    Saat terutangnya penghasilantersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti : bunga dan sewa), saattersedia untuk dibayarkan (seperti : gaji dan deviden), saat yang ditentukandalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti : royalti, imbalan jasa teknik/jasamanajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya.
    penghasilan, namun menurutMajelis Hakim Pengadilan Pajak merupakan pilihan bagi pihakyang berkewajiban memotong atau memungut pajak penghasilanuntuk menentukan kapan terutangnya pajak atas penghasilantersebut asalkan dilakukan dengan taat asas ;Bahwa dengan demikian, nyatanyata terbukti bahwa TermohonPeninjauan Kembali semula Pemohon Banding berkewajibanHal. 29 dari 38 hal.
    No.414/B/PK/PJK/200932huruf a ditambah dengan sanksi administrasi berupa bungasebesar 2% (dua persen) sebulan untuk selamalamanya duapuluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajakatau berakhimya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atauTahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat KetetapanPajak Kurang Bayar" ;Bahwa benar telah dilakukan pemindahbukuan (Pbk) atasnama Termohon Peninjauan Kembali semula PemohonBanding sebesar Rp.21.730.394.812,00 dengan buktipemindahbukuan Nomor : (001576, 001577
Register : 18-04-2017 — Putus : 24-05-2017 — Upload : 10-07-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 961 B/PK/PJK/2017
Tanggal 24 Mei 2017 — PT. GARANSINDO AUTOMOBILE VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI;
2712 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwa pemungutanPPnBM barang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kenapajak, yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean(wilayah Republik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutdikutip sebagai berikut:e Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsip akrual,artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahanBarang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterimaatau belum sepenuhnya diterima atau pada saat imporBarang Kena Pajak..."
    Saat terutangnya pajak untuktransaksi yang dilakukan melalui electronic commerce tundukpada ketentuan ini;3.1.15. Bahwa Pasal 9 ayat (3) UndangUndang PPN menyatakan"Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebihbesar daripada Pajak Masukan, selisinnya merupakan PajakPertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha KenaPajak;3.1.16.
    Pasal 1 ayat (1)UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean (wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:e Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsipHalaman 39 dari 46 halaman Putusan Nomor 961/B/PK/PJK/20173.2.2.2.Si2ueuadsakrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahantersebut belum diterima
Putus : 17-04-2017 — Upload : 18-09-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 414/B/PK/PJK/2017
Tanggal 17 April 2017 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK vs PT. METAL ONE INDONESIA
2915 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Perubahan AtasPeraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang PelaksanaanUndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan NilaiBarang dan Jasa sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhirdengan UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000.Pasal 13 ayat (4):Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saatmulai tersedianya fasilitas kemudahan untuk dipakai secara nyata, naiksebagian atau seluruhnya;2. bahwa berdasarkan Brokerage
    Halaman 25 dari 42 halaman Putusan Nomor 414/B/PK/PJK/201723.24.apakah saat terutangnya tetap akan menunggu pemanfaatandari ban cadangan tersebut?
    Bahwa dengan demikian dapat dengan jelas dipahami bahwasaat terutangnya PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajakadalah berdasarkan asas penyerahan yaitu terjadi di tempatterjadinya penyerahan, dalam kasus di atas adalah di tempatdan saat dilakukannya penambalan atas ban cadangan yangbocor tersebut, dan bukan saat ban cadangan tersebutdigunakan sebagai ban pengganti (asas manfaat).Jasa Konsultan/ ArsitekBahwa seseorang ingin memesan jasa desain rumah kepadakonsultan/ arsitek.
    Apakahsaat terutangnya tetap akan menunggu pemanfaatan darigambar desain rumah tersebut?
    Begitujuga dokumentasi pendukung atas ekspor jasa sulitpembuktiannya.Karena itu, berdasarkan pada Sixth Derictive tersebut, Terramenyatakan bahwa tempat penyerahan dan terutangnya VATatas jasa mengikuti purchase principle dan expenditureyang dianggap mewakili konsumen terjadi pada saatpembelian. Konsep pemantaatan (enjoyment atau economicuse) kurang relevan terhadap jasa karena kebanyakan jasaselain economic usenya tidak eksis juga meragukan dangampang direkayasa.
Register : 18-04-2017 — Putus : 24-05-2017 — Upload : 10-07-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 986 B/PK/PJK/2017
Tanggal 24 Mei 2017 — PT. GARANSINDO AUTOMOBILE VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI;
4060 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwa pemungutanPPnBM barang impor menganut prinsip akrual yang berartibahwa terutangnya pajak terjadi pada saat impor barang kenapajak, yaitu pada saat barang impor masuk ke daerah pabean(wilayah Republik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutdikutip sebagai berikut:e Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsip akrual,artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahanBarang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterimaatau belum sepenuhnya diterima atau pada saat imporBarang Kena Pajak..."
    ;Bahwa berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangannomor 213/PMK.011/2011 juncto Pasal 11 ayat (3) PeraturanDirektur Jenderal Bea dan Cukai nomor P42/BC/2008tersebut, penetapan saat terutangnya pajak atas imporadalah saat pemberitahuan pabean (PIB) mendapat nomorpendaftaran di Kantor Pabean.
    Pasal 1 ayat (1)UU No. 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke daerah pabean (wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:e Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsipakrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahantersebut belum diterima atau belum sepenuhnyaditerima atau pada saat impor Barang Kena Pajake Pasal
Putus : 13-06-2017 — Upload : 19-09-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 994 B/PK/PJK/2017
Tanggal 13 Juni 2017 — PT GARANSINDO AUTOMOBILE VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
21654 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Ketentuanketentuan tersebut dikutip sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1):"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajakterjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat imporBarang Kena Pajak...
    Impor Barang Kena Pajak;Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) UndangUndang PPNdan PPnBM menyatakan "Pemungutan Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganutprinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajakmeskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saatimpor Barang Kena Pajak.
    Putusan Nomor 994/B/PK/PJK/20173.1.153.1.163.1.17dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganut prinsipakrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajakmeskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belumditerima atau belum sepenuhnya diterima, atau pada saatimpor Barang Kena Pajak.
    Pasal 1 ayat (1) UndangUndangNomor 42/2009 secara jelas mengatur bahwapemungutan PPnBM barang impor menganut prinsipakrual yang berarti bahwa terutangnya pajak terjadipada saat impor barang kena pajak, yaitu pada saatbarang impor masuk ke Daerah Pabean (wilayahRepublik Indonesia).
    Ketentuanketentuan tersebutkami kutip sebagai berikut:Pasal 11 ayat (1) huruf (b):(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat: b. impor Barang Kena Pajak;Penjelasan Pasal 11 ayat (1): Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah menganut prinsipakrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak meskipun pembayaran atas penyerahanHalaman 36 dari 43 halaman.