Atas permasalahan hukum yang timbul daripembatalan perjanjian secara sepihak, Mahkamah Agung (MA) sudah memilikipendapat yang konsisten. MA berpendapat bahwa jika salah satu pihak yang telahmengadakan perjanjian dengan pihak lain, membatalkan perjanjian tersebut secarasepihak, maka pihak yang telah membatalkan perjanjian tersebut secara sepihaktelah melakukan perbuatan melawan hukum. Pendapat MA ini tercantum dalamputusan Nomor 1051 K/Pdt/2014 (PT. Chuhatsu Indonesia vs PT. Tenang JayaSejahtera) tanggal 12 November 2014, Dalam putusan tersebut, MA berpendapat: Bahwa perbuatanTergugat/Pemohon Kasasi yang telah membatalkan perjanjian yang dibuatnya denganPenggugat/Termohon Kasasi secara sepihak tersebut dikualifisir sebagaiperbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata, yaituperjanjian tidak dapat ditarik kembali selain denga kesepakatan kedua belahpihak. Putusan ini kemudian diperkuat pada putusan Peninjauan Kembali nomor 580 PK/Pdt/2015.. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menegaskan bahwa penghentianperjanjian secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum: Bahwa penghentian Perjanjian Kerjasama secarasepihak tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu Tergugatharus membayar kerugian yang dialami Penggugat; Sikap hukum MA tersebut dipertegaskankembali melalui putusan nomor 28 K/Pdt/2016 (Dicky Rahmat Widodo vs Rista Saragihdan Hotman Sinaga) tanggal 17 November 2016. Dalamputusan ini Mahkamah Agung berpendapat: Bahwa sesuai fakta persidangan terbukti Penggugat adalahpelaksana proyek sesuai dengan Surat Perintah Mulai Kerja yang diterbitkan olehTergugat I, proyek mana dihentikan secara sepihak oleh Para Tergugat, sehinggabenar para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum; |