Putusan PT BANJARMASIN Nomor 47/PDT/2015/PT BJM |
|
Nomor | 47/PDT/2015/PT BJM |
Tingkat Proses | Banding |
Klasifikasi |
Perdata Perbuatan Melawan Hukum |
Kata Kunci | |
Tahun | 2015 |
Tanggal Register | — |
Lembaga Peradilan | PT BANJARMASIN |
Jenis Lembaga Peradilan | PT |
Hakim Ketua | H. Machmud Rachimi |
Hakim Anggota | M.h.muhammad Nurzaman, H. Mohammad Lutfi |
Panitera | Hj. Norida Mariani |
Amar | Membatalkan |
Catatan Amar | MENGADILI: 1. Menerima Permohonan Banding yang diajukan oleh Pembanding d/h Penggugat untuk seluruhnya; 2. Membatalkan atau menyatakan batal Putusan Pengadilan Negeri Batulicin No. 12/PDT.G/2014/PN.BLN tertanggal 5 Februari 2015.MENGADILI SENDIRI: Mengabulkan seluruh Gugatan Pembanding d/h Penggugat sebagaimana dinyatakan dalam bagian Petitum Gugatan tertanggal 7 Agustus 2014;ATAU,Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Tinggi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Terbanding ? semula Tergugat dalam Kontra memori bandingnya telah memberikan bantahan terhadap Memori Banding dan Memori Banding Tambahan Pembanding ? semula Penggugat yang pada pokoknya sebagai berikut :- Terbanding ? semula Tergugat menegaskan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Batulicin tanggal 05 Pebruari 2015 No.12/Pdt.G/2014/PN.Bln. sudah tepat, benar dan telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik dalam mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan para pihak maupun dalam melakukan penerapan hukum. Selain itu, fakta-fakta hukum yang telah terbukti kebenarannya dalam persidangan perkara a quo juga didasarkan pada bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan perkara a quo dan fakta-fakta hukum tersebut telah diperiksa dan dipertimbangkan secara cermat, arif, dan bijaksana oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batulicin yang memeriksa perkara a quo. Oleh karenanya, Putusan Pengadilan Negeri Batulicin dalam perkara a quo sangat patut untuk dipertahankan dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Banjarmasin.- Bahwa, Memori Banding Pembanding diajukan oleh Pembanding dengan itikad tidak baik guna mengulur-ulur waktu untuk menunda agar Putusan Pengadilan Negeri Batulicin tersebut tidak segera berkekuatan hukum tetap dengan cara menggunakan lembaga hukum banding sebagai alat memperlambat penyelesaian perkara. Itikad tidak baik dari Pembanding akan Terbanding jelaskan lebih lanjut di bawah ini.- Pembanding terus berupaya untuk mengaburkan substansi Pokok Permasalahan yang sebenarnya sebagaimana telah Terbanding uraikan secara terperinci di dalam Posita surat Jawaban, Duplik dan Kesimpulan Terbanding/semula Tergugat.- Selanjutnya, Terbanding menyatakan menolak seluruh dalil yang dikemukakan Pembanding dalam Memori Banding Pembanding, kecuali terhadap hal-hal yang secara tegas diakui sendiri kebenarannya oleh Terbanding.- Dan untuk selengkapnya bantahan-bantahan terhadap memori banding Pembanding ? semula Penggugat sebagaimana terurai dan tertuang dalam Kontra Memori Banding tertanggal 05 Mei 2015 yang menjadi satu kesatuanyang tidak terpisahkan dalam putusan ini;- Berdasarkan uraian yuridis diatas, Terbanding ? semula Tergugat mohon dengan hormat agar Judex Facti Pengadilan Tinggi Banjarmasin, melalui Yang Mulia Majelis Hakim Banding yang memeriksa dan mengadili perkara banding ini berkenan memberikan ptusan dengan amar sebagai berikut : 1. Menolak Permohonan Banding dan Memori Banding dari Pembanding, atau setidak-tidaknya menyatakan bahwa permohonan Banding dan Memori Banding dari Pembanding tidak dapat diterima.2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Batulicin No. 12/Pdt.G/2014/PN.Bln, tanggal 05 Februari 2015 yang dimohonkan banding.3. Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim tingkat banding memeriksa, meneliti dan mencermati dengan seksama berkas perkara berserta salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Batulicin tanggal 05 Pebruari 2015 No. 12/Pdt.G/2014/PN.Bln, dan telah pula membaca serta memperhatikan dengan seksama memori banding dan memori banding Tambahan beserta Lampirannya yang diajukan oleh Kuasa Hukum Pembanding ? semula Penggugat dan Kontra Memori Banding yang diajukan oleh Kuasa Hukum Terbanding ? semula Tergugat, maka Majelis Hakim tingkat banding mempertimbangkan sebagaimana tersebut dibawah ini ;DALAM EKSEPSI :Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan mengenai pokok perkara, Majelis Hakim tingkat banding mempertimbangkan terlebih dahulu eksepsi-eksepsi yang telah diajukan oleh Kuasa Hukum Terbanding- semula Tergugat ;Menimbang, bahwa eksepsi yang diajukan oleh kuasa Hukum Terbanding ? semula Tergugat pada pokoknya mengenai sebagai berikut : 1. Surat kuasa Khusus tidak sah :a. Surat Kuasa Khusus dibawah tangan ;b. Surat kuasa Khusus Penggugat tidak memenuhi syarat Formil yang ditentukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor : 01 Tahun 1971 jo Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor : 6 Tahun 1994 ;2. Surat Kuasa Khusus dan gugatan Penggugat salah pihak ;3. Gugatan Penggugat tidak beralasan, kabur dan tidak jelas ( obscur libel) ;Menimbang, bahwa alasan-alasan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama yang telah menolak eksepsi ? eksepsi Kuasa Hukum Terbanding ? semula Tergugat dinilai sudah tepat dan benar, sehingga Majelis Hakim tingkat banding sependapat dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama, oleh karenanya pertimbangan hukum tersebut, diambil alih dan dijadikan dasar sebagai pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat banding sendiri dalam memutus perkara ini.Dengan demikian putusan putusan Pengadilan Negeri Batulicin tanggal 05 Pebruari 2015 No. 12/Pdt.G/2014/PN.Bln, dalam eksepsi perkara aquo dapat dipertahankan dalam peradilan tingkat banding dan harus dikuatkan ; DALAM POKOK PERKARA :Menimbang, bahwa setelah mencermati dengan seksama dalil-dalil gugatan Pembanding ? semula Penggugat, Jawaban Terbanding ? semula Tergugat berikut Replik dan dupliknya, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara aquo yakni Pembanding ? semula Penggugat mendalilkan bahwa Terbanding ? semula Tergugat telah melakukan kegiatan perkebunan di dalam dan /atau di sebagian wilayah Areal kerja Pembanding ? semula Penggugat tanpa ijin Pembanding ? semula Penggugat sesuai dengan Peta Overlay tanggal 17 Juli 2014 . Adapun luas wilayah Areal kerja Pembanding ? semula Penggugat yang digunakan oleh Terbanding ? semula Tergugat untuk kegiatan perkebunan adalah seluas 8.745 (delapan ribu tujuh ratus empat puluh lima ) hektar yang terletak dikoordinat Bujur Timur 115 34 52?84? ? 115 43? 58,39? dan Lintang Selatan 322?33.60 ? 331?19.13. Menimbang, bahwa pada mulanya Pembanding ? semula Penggugat (PT HUTAN RINDANG BANUA/ HRB) telah mendapatkan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang meliputi Areal di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan dengan Areal kerja +_ 268.585 (dua juta enam ratus delapan pulah ribu lima ratus delapan puluh lima) Hektar, terhitung sejak tanggal 27 Pebruari 1998 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 ( Bukti P.4 dan T.23 ) tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pulp Atas Areal Hutan seluas 268.585 (dua juta enam ratus delapan pulah ribu lima ratus delapan puluh lima) Hektar di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan Kepada PT. Menara Hutan Buana ; Menimbang, bahwa kemudian Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 tersebut diadakan perubahan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.86/Menhut-II/2006, tanggal 6 April 2006, ( Bukti P-5 dan T-24) tentang perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pulp Atas Areal Hutan seluas 268.585 (dua juta enam ratus delapan pulah ribu lima ratus delapan puluh lima) Hektar di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan yang pada pokoknya adalah sebagai berikut : MENETAPKAN :PERTAMA : Mengubah Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 beserta Lampiran dan Peta Areal Kerjanya, sepanjang menyangkut nama Badan Hukum yang semula Atas nama PT. Menara Hutan Buana menjadi PT. Hutan Rindang Banua ;KEDUA : Semua hak dan kewajiban yang semula tanggung jawab PT. Menara Hutan Buana menjadi tanggung jawab PT Hutan Rindang Buana ;KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berakhir pada tanggal 27 Pebruari 2041, kecuali apabila diserahkan kembali oleh pemegang izin atau di cabut oleh Menteri Kehutanan ; Menimbang, bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 ( Bukti P.4 dan T.23 ) pada pokoknya adalah sebagai berikut : PERTAMA : Memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp atas kawasan Hutan Produksi Tetap yang terletak di Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan kepada PT MENARA HUTAN BUANA dengan ketentuan sebagai berikut :1. Areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp tersebutadalah seluas 268.585 (dua juta enam ratus delapan pulah ribu lima ratus delapan puluh lima) Hektar sebagaimana peta terlampir ;2. Luas dan Letak Difinitif Areal Kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp ditetapkan oleh Departemen Kehutanan setelah dilaksanakan Pengukuran dan Penetapan batas dilapangan ;KEDUA : PT MENARA HUTAN BUANA sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) pulp harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:1. membayar iuran dan kewajiban keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;2. melaksanakan penataan Batas Arial Kerja selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya keputusan ini;3. membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RHP-HTI) selambat-lambatnya 18 (delapanbelas) bulan sejak diterbitkannya keputusan ini;4. membuat Rencana Karya Tahunan Hutan Tanaman Industri Besar (RKT-HTI) sesuai dengan pedoman yang ditetapkan;5. Membangun Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melaksanakan Pengusahaan Hutan Tanaman Industri;6. Memulai kegiatanya secara nyata dan bersungguh-sungguh selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah diterbitkannya keputusan ini;7. Melaksankan kegiatan Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan kemampuan sendiri/patungan meliputi kegiatan-kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan Azas manfaat,Azas kelesterian dan Azas prusahaan8. Selambat-lambatnya dalam waktu 5(lima) Tahun sejak diterbitkannya keputusan ini,pemegang HPHTI harus sudah membuat tanama minimal (sepersepuluh dari luas Areal kerja yang diberikan ;9. Selambat-lambatnya dalam waktu 25 (dua puluh lima)Tahun sejak diterbitkannya keputusan ini, seluruh Areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp yang telah diberikan harus sudah ditanami ;10. Mengusahakan Areal HPH-TI Pulp sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dan Rencana Karya Tahunan Hutan Tanaman Industri yang disahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;11. Melaksanakan Penanaman kembali setelah melakukan penebangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;12. Memperkerjakan Tenaga Tehnis Kehutanan sesuaia ketentuan yang berlaku ;13. Membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di dalam atau disekitar Areal Kerjanya ;14. Wajib memberikan izin kepada masyarakat Hukum Adat / masyarakat Tradisional dan anggota-anggotanya untuk berada di dalam Areal Kerjanya untuk memungut, mengambil,mengumpulkan dan mengangkut hasil hutan Ikutan seperti Rotan Sagu, Madu, Damar,Buah-buahan, getah-getahan, Rumput-rumputan, Bambu, Kulit Kayu, dan lain sebagainya sepanjang hasil hutan Ikutan tersebut untuk memenuhi atau menunjang kehidupan sehari-hari ; 15. Mendukung pengembangan wilayah, Pembangunan Daerah dan mengembangkan ekomomi dan Kesejahteraan Masyarakat Tradisional masyarakat disekitar Areal Kerjanya;16. Mematuhi dan memberikan bantuan kepada para petugas yang oleh Menteri Kehutanan diberi wewenang untuk mengadakan Bimbingan, Pengawasan dan Penelitian ;KETIGA : PT. Menara Hutan Buana sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp tersebut diatas terikat oleh ketentuan ? ketentuan sebagai berikut :1. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp ini tidak dapat dipindah tangankan dalam bentuk apapun kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri Kehutanan ;2. Memenuhi Ketentuan yang tercantum dalam Lampiran Keputusan ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pengusahaan hutan ;KEEMPAT :1. Apabila didalam Areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, Tegalan Persawahan, atau telah diduduki dan digarap oleh pihgak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk dan dikeluarkan dari Areal Kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) ;2. Apabila lahan tersebut ayat (1) dikehendaki untuk dijadikan Areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp maka penyelesaiannya dilakukan oleh PT Menara Hutan Buana dengan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;KELIMA : 1. Setiap 5 (lima) tahun Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp ini diadakan penilaian oleh Departemen Kehutanan untuk mengetahui kemampuan pengelolaannya ;2. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) akan dikenakan sanksi apabila melanggar Ketentuan sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku ;KEENAM : Keputusan ini dan Lampiran-lampirannya berlaku sejak tanggal ditetapkan untuk jangka waktu 43 (empat puluh tiga ) tahun yaitu 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah 1 (satu) tahun daur tanaman pokok yang diusahakan 8 (delapan) tahun, kecuali apabila sebelumnya diserahkan kembali oleh Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pulp yang bersangkutan atau dicabut oleh Menteri Kehutanan ;Menimbang, bahwa terhadap Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tersebut juga telah di lampiri Peta Areal Kerja HPH-TI Pulp PT Menara Hutan Buana Provinsi Kalimantan Selatan (Bukti P-10) dan dalam hal ini pihak Pembanding ? semula Penggugat ( PT. Hutan Rindang Banua / HRB) juga mengajukan bukti berupa Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departeman Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan No. 15/Kwl-4/Kpts/1999 tentang Pengesahan Rencana Karya Tahunan Pembangunan HTI tahun 1997/1998 atas nama PT. Menara Hutan Buana Site Sebamban ( Bukti P- 50) ;Menimbang, bahwa selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : SK. 86 / Men Hut-II / 2006, tanggal 6 April 2006, tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 196 / Kpts-II / 1998, tanggal 27 Pebruari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPH-TI) Pulp atas Areal Hutan seluas kurang lebih 268.585 (dua ratus enam puluh delapan ribu lima ratus delapan puluh lima) Hektar di Provinsi Kalimantan Selatan (Bukti P-5 dan T-24) yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :PERTAMA :Mengubah Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 196 / Kpts-II / 1998, tanggal 27 Pebruari 1998 beserta Lampiran dan Peta Areal Kerjanya, sepanjang menyangkut Nama Badan Hukum yang semula atas nama PT.MENARA HUTAN BUANA menjadi PT. HUTAN RINDANG BANUA;KEDUA :Semua Hak dan Kewajiban yang semula Tanggungjawab PT.MENARA HUTAN BUANA menjadi Tanggungjawab PT.HUTAN RINDANG BANUA; KETIGA :Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berakhir pada tanggal 27 Pebruari 2041, KECUALI apabila diserahkan kembali oleh Pemegang Izin atau di Cabut oleh Menteri Kehutanan; Menimbang, bahwa selain itu untuk Peta Areal Kerja Pembanding - semula Penggugat juga sudah ada dalam Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 196 / KPTS-II / 1998, tanggal 27 Pebruari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pulp atas Areal Hutan seluas kurang lebih 268.585 (dua ratus enam puluh delapan ribu lima ratus delapan puluh lima) Hektar di Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan yang berupa Peta Areal Kerja PT. MENARA HUTAN BUANA (Bukti P-10);Menimbang, bahwa dengan demikian maka Pembanding ? semula Penggugat (PT. HUTAN RINDANG BANUA / HRB) telah memperoleh Izin HPH-TI, sejak tahun 1998 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 (Bukti P-4 dan T-23) Jo Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : SK. 86 / Men Hut-II / 2006, tanggal 6 April 2006 ( Bukti P-5 dan T-24) Menimbang, bahwa untuk menindak lanjuti HPH-TI tersebut maka Pembanding - semula Penggugat telah mendapatkan segala perijinan turunan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Kehutanan dalam Wilayah Areal Kerjanya yaitu :a. Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan Nomor : 145 / Kpts / Dishut-Binhut / 2006 tentang Pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Tahun 2006 PT. Hutan Rindang Banua Propinsi Kalimantan Selatan tertanggal 17 April 2006 (Bukti P-18) ;b. Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan Nomor : 295 / Kpts / Dishut-Binhut / 2007 tentang Pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Tahun 2007 PT. Hutan Rindang Banua Propinsi Kalimantan Selatan tertanggal 30 Mei 2007 (Bukti P-17) ; c. Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan (Nomor : 262 / Kpts / Dishut-Binhut / 2008 tentang Pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Tahun 2008 PT. Hutan Rindang Banua Propinsi Kalimantan Selatan tertanggal 28 Maret 2008 (Bukti P-16) ; d. Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan Nomor : 336 / Kpts / Dishut-Binhut / 2008 tentang Perubahan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Tahun 2008 PT. Hutan Rindang Banua Propinsi Kalimantan Selatan tertanggal 24 Juni 2008 (Bukti P-15) ; Sedangkan untuk Tanaman Industri, Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Tanaman Industri (RKTUPHHK-HTI) sudah ada mulai Tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 dan telah disahkan oleh Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan (Bukti P-14, P-13, P-12 dan P-11) ; Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Tanaman Industri (RKTUPHHK-HTI) Terutama Tahun 2013 dan Tahun 2014 beserta Peta Areal Kerja 2014 (Bukti P-25) Pembanding ? semula Penggugat oleh Terbanding ? semula Tergugat telah dibantah dengan mengajukan Bukti T-77, T-78 dan T-79 ;Menimbang, bahwa Terbanding ? semula Tergugat telah membantah dalil-dalil gugatan Pembanding ? semula Penggugat dalam perkara aquo, oleh karena Terbanding ? semula Tergugat (PT. AGRO BUKIT SOUTH KALIMANTAN / ABSK) dalam melakukan Kegiatan Usaha Perkebunan berdasarkan Surat Keputusan dari Bupati Tingkat II Kabupaten Tanah Bumbu yaitu : 1. Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 279 Tahun 2008, tanggal 22 Juli 2008 tentang Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha Perkebunan Budidaya Kelapa Sawit Seluas 4.300 Ha di Kecamatan Kusan Hulu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-5), sebagaimana diubah dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 310 Tahun 2009, tanggal 31 Agustus 2009 tentang Perubahan atas Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 279 Tahun 2008, tanggal 22 Juli 2008 tentang Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha Perkebunan Budidaya Kelapa Sawit Seluas 4.300 Ha di Kecamatan Kusan Hulu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-6) sebagaimana diperpanjang dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 188.45 / 582 / BAPPEDA / 2013, tentang Perpanjangan Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-7);2. Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 294 Tahun 2008, tanggal 2 Agustus 2008, tentang Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha Perkebunan Budidaya Kelapa Sawit Seluas 5.175 Ha Di Kecamatan Kusan Hulu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-8), sebagaimana diubah dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 309 Tahun 2009, tanggal 31 Agustus 2009, tentang Perubahan atas Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 294 Tahun 2008 tentang Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha Perkebunan Budidaya Kelapa Sawit Seluas 5.175 Ha Di Kecamatan Kusan Hulu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-9), sebagaimana diperpanjang dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 188.45 / 584 / BAPPEDA / 2013, tentang Perpanjangan Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha Perkebunan Budidaya Kelapa Sawit Seluas 5.175 Hektar Di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-10);3. Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 295 Tahun 2008, tanggal 2 Agustus 2008, tentang Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha Perkebunan Budidaya Kelapa sawit Seluas 7.735 Ha di Kecamatan Kusan Hulu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-11), sebagaimana diubah dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu : Nomor 311 Tahun 2009, tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 295 Tahun 2008 tentang Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha Perkebunan Budidaya Kelapa Sawit Seluas 7.735 Ha di Kecamatan Kusan Hulu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-12), sebagaimana diperpanjang dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 188.45 / 583 / BAPPEDA / 2013, tentang Perpanjangan Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Usaha4. Perkebunan Budidaya Kelapa Sawit Seluas 7.735 Hektar di Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-13);5. Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 199 Tahun 2008, tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) Kelapa Sawit a.n. PT. AGRO BUKIT (Bukti T-14), sebagaimana diubah dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 314 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 199 Tahun 2008, tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) Kelapa Sawit atas nama PT. AGRO BUKIT (Bukti T-15);6. Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 281 Tahun 2008, tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) Kelapa Sawit a.n. PT. AGRO BUKIT (Bukti T-16), sebagaimana diubah dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 313 Tahun 2009, tentang Perubahan atas Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 281 Tahun 2008 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) Kelapa Sawit a.n. PT. AGRO BUKIT (Bukti T-17);7. Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor : 188.45 / 592 / DISHUTBUN / 2013, tanggal 21 Oktober 2013, tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan kepada PT. AGRO BUKIT (Bukti T-18), pada Areal Seluas 19.010 Hektar dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit / CPO, dengan Kapasitas 60 Ton TBS Per-jam di Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu;Menimbang, bahwa setelah memperhatikan dengan seksama uraian dalil Pembanding - semula Penggugat pada pokoknya mendalilkan bahwa objek sengketa diperoleh atas dasar Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia tanggal 27 Pebruari 1998 sebagaimana (Bukti P-4,P-5 danT-23, T-24) sedangkan Terbanding ? semula Tergugat memperoleh objek sengketa atas dasar Keputusan Bupati Kepala Daerah Tk II Kab Tanah Bumbu tanggal 22 Juli 2008 sebagaimana dalam Bukti T-5, T-6, T-7, T-8, T-9, T-10, T-11, T-12, T-13, T-14, T-15, T-16, T-17 dan T-18 ;Menimbang, bahwa persoalannya apakah benar 2 (dua) Keputusan tersebut in Casu ijin yang dikeluarkan oleh 2 institusi yang berbeda tersebut telah terjadi persamaan letak / tumpang tindih terhadap objek / lokasi sengketa atau lebih realistis lagi Apakah benar sebagian Areal Kerja Pembanding ? semula Penggugat telah dilakukan Kegiatan Perkebunan oleh Terbanding ? semula Tergugat tanpa ijin dari Pembanding ? semula Penggugat ;Menimbang, bahwa sebagai tolok ukur terhadap persoalan tersebut maka Majelis Hakim tingkat banding akan merujuk dan mengacu kepada Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 453/Kpts-II/1999 tanggal 17 Juni 1999 ( Bukti P-8 dan T- 64 ) tentang Penunjukan Kawasan Hutan Dan Perairan Diwilayah Provinsi Daerah Kalimantan Selatan Seluas 1.839.494 (satu juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus Sembilan puluh empat) Hektar beserta dengan Lampirannya, yang kemudian dirubah dan diganti menjadi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK-435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 juli 2009, (Bukti P-9 dan T-62, T-63) tentang Penunjukkan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan beserta Lampirannya ;Menimbang, bahwa hal-hal yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 453 / Kpts - II / 1999 tanggal 17 Juni 1999, tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan Seluas 1.839.494 (satu juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus Sembilan puluh empat) Hektar pada pokoknya adalah sebagai berikut :MENETAPKAN :Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan Seluas 1.839.494 (satu juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus sembilan puluh empat) Hektar;PERTAMA :Menunjuk kembali Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan Seluas 1.839.494 (Satu juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus sembilan puluh empat) Hektar;KEDUA :Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud Amar Pertama dirinci menurut fungsi dengan luas sebagai berikut :a. Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (darat dan perairan) : 175.565 Hektar;b. Hutan Lindung : 554.139 Hektar;c. Hutan Produksi Terbatas : 155.268 Hektar;d. Hutan Produksi Tetap : 688.884 Hektar;e. Hutan Produksi Yang Dapat di Konversi : 265.638 Hektar; Jumlah : 1.839 494 Hektar;KETIGA :Lokasi Lokasi Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Amar Kedua adalah sebagaimana terlukis pada Peta Lampiran yang berjudul Peta Kawasan Hutan Propinsi Kalimantan Selatan Skala 1 : 250.000 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Keputusan ini;KEEMPAT :Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka :a. Kawasan Hutan yang telah ditetapkan yang letaknya berada didalam Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Amar Pertama masih tetap berlaku;b. Kawasan Hutan yang telah ditunjuk atau ditetapkan yang secara teknis tidak dapat di Petakan dalam Lampiran Keputusan ini dinyatakan masih tetap berlaku;c. Areal yang letaknya berada diluar Kwasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Amar Kedua sepanjang masih dibebani Hak Pengusahaan Hutan (HPH), tetap menjadi Kewenangan Menteri Kehutanan dan Perkebunan sampai Hak yang bersangkutan habis masa berlakunya; KELIMA :Memerintahkan kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan untuk mengatur pelaksanaan Pengukuhan pada Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada Amar Pertama;KEENAM :Dengan diberlakukannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 247 / Kpts-II / 1984 tanggal 18 Desember 1984 tentang Penunjukkan Areal Hutan Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan dinyatakan Tidak berlaku lagi;KETUJUH : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan;Menimbang, bahwa selanjutnya Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunaan R.I. tersebut diatas, dalam perjalanannya telah dirubah dan diganti menjadi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK-435 / Menhut - II / 2009, tanggal 23 juli 2009 (Bukti P-9 dan T-62, T-63) tentang Penunjukkan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan beserta dengan Lampirannya yang pada pokoknya adalah sebagai berikut : MENETAPKAN : Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukkan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan;KESATU :Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Seluas Kurang lebih 1.839.494 (Satu juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus sembilan puluh empat) Hektar sebagaimana dimaksud dalam Amar Pertama Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 453 / Kpts-II / 1999, tanggal 17 Juni 1999 berubah menjadi Kurang lebih 1.779.982 (Satu juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu sembilan ratus delapan puluh dua) Hektar;KEDUA : Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut fungsi dengan luas sebagai berikut :a. Kawasan Suaka Alam / Kawasan Pelestarian Alam : Kurang lebih 213.285 Ha;b. Hutan Lindung : Kurang lebih 526.425 Ha;c. Hutan Produksi Terbatas : Kurang lebih 126.660 Ha;d. Hutan Produksi Tetap : Kurang lebih 762.188 Ha;e. Hutan Produksi Yang Dapat di Konversi : Kurang lebih 151.424 Ha;Jumlah : Kurang lebih 1.779.982 Ha; KETIGA :Lokasi Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada Amar Kedua adalah sebagaimana terlukis pada Peta Lampiran yang berjudul Peta Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan Skala 1 : 250.000 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Keputusan ini;KEEMPAT :Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka :a. Kawasan Hutan yang telah ditunjuk atau ditetapkan yang secara Teknis tidak dapat di Petakan dalam Lampiran Keputusan ini dinyatakan masih berlaku;b. Dalam hal batas Kawasan Hutan berimpit dengan batas-batas Alam Sungai, Pantai atau Danau, maka batas Kawasan Hutan bersifat Dinamis mengikuti Fenomena Alam perubahan batas Alam tersebut;c. Izin Pemanfaatan Hutan atau Izin Penggunaan Kawasan Hutan yang masih berlaku Sebelum diterbitkannya Keputusan ini masih tetap berlaku sampai dengan Izinnya berakhir; d. Izin yang telah diterbitkan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah yang berada pada Areal Bukan Kawasan Hutan dan menurut Keputusan ini ditunjuk menjadi Kawasan Hutan masih tetap berlaku sampai dengan Izinnya berakhir;KELIMA :Memerintahkan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan untuk mengatur pelaksanaan Pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada Amar Kedua sesuai Peraturan PerUndang-Undangan;KEENAM :Dengan diberlakukannya Keputusan ini, maka keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 453 / Kpts-II / 1999, tanggal 17 Juni 1999 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan Seluas Kurang lebih 1.839.494 (satu juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus Sembilan puluh empat) Hektar dinyatakan Tidak Berlaku lagi;KETUJUH :Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : SK.435 / Menhut-II / 2009, tanggal 23 Juli 2009 juga telah di Lampiri dengan Peta yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan Surat Keputusan ini dan hal ini bersesuaian dengan bukti P-9 dengan bukti T-62; kemudian bukti P-8 dengan bukti T-64 ;Menimbang, bahwa Pembanding ? semula Penggugat dalam hal ini tidak mengajukan bukti surat berupa Peta terhadap Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 453 / Kpts-II / 1999, tanggal 17 Juni 1999 maupun Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : SK.435 / Menhut-II / 2009, tanggal 23 Juli 2009 yang mana Peta tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan R.I., sedangkan Terbanding ? semula Tergugat telah mengajukan Bukti tersebut yakni T-63 dan T -64 ;Menimbang, bahwa jika mencermati dan membandingkan kedua Surat Keputusan Menteri Kehutanan R.I tersebut yaitu Nomor : 453 / Kpts-II / 1999, tanggal 17 Juni 1999 dengan Nomor : SK.435 / Menhut-II / 2009, tanggal 23 Juli 2009, maka terdapat beberapa perbedaan dan perubahan ketemtuan diantara keduanya, yaitu antara lain :1. Bahwa dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 453/ Kpts - II / 1999 yang diatur tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan, sedangkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan;2. Bahwa Kawasan Hutan dalam Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 453 / Kpts - II / 1999 dengan Luas sejumlah 1.839.494 (Satu juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus sembilan puluh empat) Hektar, sedangkan didalam Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009, terjadi perubahan mengenai Luas Wilayah yaitu dengan Luas sejumlah Kuranglebih 1.779.982 (Satu juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu sembilan ratus dlapan puluh dua) Hektar, dengan demikian ada pengurangan Luas Wilayah sejumlah 59.512 (lima puluh sembilan ribu lima ratus dua belas) Hektar, dengan perincian Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam berubah dan berkurang 37.720 (Tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus dua puluh) Hektar, Hutan Lindung berubah dan berkurang 27.714 (Dua puluh tujuh ribu tujuh ratus empat belas) Hektar, Hutan Produksi Terbatas berubah dan berkurang 28.608 (Dua puluh delapan ribu enam ratus delapan) Hektar, Hutan Produksi Tetap berubah dan berkurang 73.304 (Tujuh puluh tiga ribu tiga ratus empat) Hektar, Hutan Produksi yang Dapat di Konversi berubah dan berkurang 114.214 (Seratus empat belas ribu dua ratus empat belas) Hektar;3. Bahwa didalam penulisan Luas Wilayah ada penambahan tanda yaitu Kurang Lebih;4. Bahwa terjadi perubahan pada Gambar Peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan R.I., yaitu :a. Bahwa didalam Peta Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 453/ Kpts - II / 1999, Penandatanganan hanya oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan, sedangkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009, ditandatangani oleh Gubernur Kalimantan Selatan dan Menteri Kehutanan;b. Bahwa didalam Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009, muncul sebuah Wilayah baru yang disebut dengan Areal Penggunaan Lain (APL) dengan Luas 1.944.868. (Satu Juta sembilan ratus empat puluh empat Ribu delapan ratus enam puluh delapan) Hektar, yang diberi tanda warna putih;c. Bahwa dalam Peta Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 453 / Kpts - II / 1999, Sumber data diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1 : 250.000, Tahun 1986 / 1987 dan Peta Paduserasi TGHK dan RTRWP Skala 1 : 250.000, Tahun 1997, sedangkan didalam didalam Peta Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009, Sumber Data diperoleh dari :c.1. Peta Dasar Tematik Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, Skala 1 : 250.000 yang telah disesuaikan dengan batas Administrasi Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah;c.2. Peta Usulan Revisi Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, Skala 1 : 750.000 (Lampiran Surat Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan atas nama Gubernur Kalimantan Selatan Nomor : 650 / 80 / TR / Bappeda, tanggal 11 pebruari 2008);c.3. Peta Rekomendasi Hasil Penelitian Terpadu Usulan Perubahan Kawasan Hutan Dalam Revisi RTRWP Kalimantan Selatan;c.4. Surat Wakil Ketua DPR RI Nomor : PW. 01 / 3270 / DPR - RI / VI / 2009, tanggal 4 Juni 2009; c.5. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 432 / Menhut - II / 2009, tanggal 22 Juli 2009; d. Bahwa didalam Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009, telah diberi tanda berupa warna sebagai pembeda untuk menggambarkan Fungsi Hutan, sehingga mempermudah untuk menganalisanya;e. Bahwa didalam Peta Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 453 / Kpts - II / 1999, tertulis Departemen Kehutanan dan Perkebunan, kemudian didalam Peta Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009, tertulis Departemen Kehutanan;Bahwa dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 453 / Kpts - II / 1999 dalam diktum KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka :a. Kawasan Hutan yang telah ditetapkan yang letaknya berada di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam amar PERTAMA masih tetap berlaku ;b. Kawasan Hutan yang telah ditunjuk atau ditetapkan yang secara tehnis dapat dipetakan dalam lampiran Keputusan ini dinyatakan masih berlaku ;c. Areal yang letaknya berada diluar kawasan hutan sebagaimana di maksud dalam amar KEDUA Sepanjang masih dibebani Hak Penguasaan Hutan (HPH), tetap menjadi kewenangan Menteri Kehutanan dan Perkebunan sampai Hak yang bersangkutan habis masa berlakunya ;Sedang dalam Peta Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 ada perubahan dan Penambahan dalam diktum :KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka :a. Kawasan Hutan yang telah ditunjuk atau ditetapkan yang secara tehnis tidak dapat dipetakan dalam lampiran Keputusan ini dinyatakan masih berlaku ;b. Dalam hal batas Kawasan Hutan berimpit dengan batas-batas Alam Sungai, Pantai atau Danau, maka batas Kawasan Hutan bersifat Dinamis mengikuti Fenomena Alam perubahan batas Alam tersebut;c. Izin Pemanfaatan Hutan atau Izin Penggunaan Kawasan Hutan yang masih berlaku Sebelum diterbitkannya Keputusan ini masih tetap berlaku sampai dengan Izinnya berakhir; d. Izin yang telah diterbitkan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah yang berada pada Areal Bukan Kawasan Hutan dan menurut Keputusan ini ditunjuk menjadi Kawasan Hutan masih tetap berlaku sampai dengan Izinnya berakhir;Menimbang, bahwa kendatipun ada beberapa perubahan dan / atau penambahan terhadap Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 453/ Kpts - II / 1999 tanggal 17 Juni 1999 yang kemudian diganti dengan Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009 beserta Lampirannya berupa Peta kawasan hutan Provinsi Kalimantan Selatan sebagaimana telah diuraikan diatas dalam hal ini dijadikan tolok ukur dan / atau dasar acuan dalam menyelesaikan permasalahan objek sengketa dari kedua belah pihak yang berperkara, maka dalam perkara aquo Majelis Hakim tingkat banding berpendapat bahwa adanya perubahan dan / atau penambahan dari kedua Keputusan tersebut tidak berpengaruh dan tidak menimbulkan akibat hukum baru terhadap Hak dan / atau HPH-TI ( Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri ) / IUP HHK-HT ( Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Tanaman ) dari Pembanding- semula Penggugat yaitu berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 Jo Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : SK. 86 / Men Hut-II / 2006, tanggal 6 April 2006, oleh karena Keputusan Menteri Kehutanan RI tersebut diatas sudah mengakomodir HPH-TI / IUP HHK-HT Pembanding ? semula Penggugat yang mengatur secara jelas dan tegas tentang Ijin Pemanfaatan Hutan, yakni seperti dalam diktum : KEEMPAT : huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 453/ Kpts - II / 1999 tanggal 17 Juni 1999 , yakni ? Areal yang letaknya berada diluar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam amar KEDUA sepanjang masih dibebani Hak Pengusahaan Hutan (HPH), tetapi menjadi kewenangan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. sampai Hak yang bersangkutan habis masa berlakunya ? ;KEEMPAT : huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009, yakni ? Izin Pemanfaatan atau izin penggunaan Kawasan Hutan yang masih berlaku sebelum diterbitkannya Keputusan ini masih tetap berlaku sampai dengan izinnya berakhir ? ;Menimbang, bahwa Ketentuan Diktum KEEMPAT :huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009,tersebut juga dipertegas lagi dengan Surat Kepala Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Kementrian Kehutanan No : S.300/Kum-2/2015 tanggal 8 April 2015 ( Bukti P-55 ) terkait lokasi objek sengketa yakni, perihal Permohonan Pertimbangan Hukum Status Areal Penggunaan Lain APL, yang pada pokoknya sebagai berikut :1. Inti Surat mohon Pertimbangan Hukum terkait keberadaan Areal Penggunaan Lain (APL) pada Areal kerja IUP HHK-HTI, PT Hutan Rindang Banua di Provinsi Kalimantan Selatan ;2. Dasar Ketentuan :a. Pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan jo Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2008 : IUPHHK dalam hutan tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi ;b. Amar KEEMPAT huruf c Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.SK.435/Menhut-II/2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan ;Izin pemanfaatan hutan atau izin penggunaan kawasan hutan yang masih berlaku sebelum diterbitkannya keputusan ini masih tetap berlaku sampai dengan izinnya berakhir ;3. Berdasarkan ketentuan angka 2 (dua), kawasan hutan dalam areal kerja IUPHHK-HTI PT Hutan Rindang Banuaapabila mengalami perubahan peruntukan menjadi Areal Penggunaan Lain(APL), masih dalam pembinaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam hal ini perusahaan masih mempunyai kewenangan memanfaatkannya sampai dengan izin berakhir, kecuali apabila pada saat diberikan IUPHHK-HT sebagian arealnya telah berstatus APL dan perusahaan tidak mengupayakan perubahan fungsi APL tersebut menjadi Hutan Produksi, maka konsekuensinya areal tersebut dikeluarkan dari areal IUPHHK-HT apabila Pemerintah Daerah meminta APL dimaksud untuk peruntukan pembangunan diluar kegiatan kehutanan ;Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah termasuk Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPH-TI) dan setelah berlakunya Undang-Undang No. 41 Tahun1999 tentang Kehutanan disebut dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUP HHK-HT).Sehubungan dengan hal tersebut, oleh karena SK HPH-TI/IUPHHK-HT Pembanding ? semula Penggugat sudah ada lebih dulu terbit, yakni sejak tahun 1998 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 jo Keputusan Menteri Kehutanan RI No. SK.86/menhut-II/2006 tanggal 6 April 2006 dan pada saat Pembanding ? semula Penggugat diberikan HPH-TI/IUPHHK-HT tidak ada Arealnya yang telah berstatus APL, jika dibandingkan dengan izin lokasi Terbanding- semula Tergugat yang diterbitkan oleh Bupati Tanah Bumbu pertama kali baru pada tanggal 22 Juli 2008, dengan mengacu dan merujuk pada Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 453/ Kpts - II / 1999 tanggal 17 Juni 1999 maupun Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009, maka dengan demikian Hak Pembanding ? semula Penggugat masih tetap mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan HPH-TI / IUP HHK-HT terhadap wilayah Areal Kerjanya sehingga Areal Kerjanya tidak berubah dan tidak berkurang artinya tetap sah dan utuh sampai dengan Izinnya berakhir pada tanggal 27 Pebruari 2041, kecuali karena adanya / mengikuti fenomina alam akibat Perubahan batas alam sebagaimana tersirat dalam diktum KEEMPAT huruf (b) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 ;Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim tingkat banding tidak sependapat dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama yang berpendapat ? bahwa dengan adanya Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 453/ Kpts - II / 1999 tanggal 17 Juni 1999 kemudian terjadi perubahan dan diganti dengan maupun Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009, berpengaruh terhadap Izin dari pihak Penggugat, sehingga berlawanan dengan Izin dari pihak Tergugat yang berdasarkan Keputusan Bupati Tanah Bumbu? adalah tidak beralasan, oleh karena bertentangan dengan diktum KEEMPAT huruf ( c) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 453/ Kpts - II / 1999 tanggal 17 Juni 1999 maupun dengan diktum KEEMPAT huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009 ;Demikian pula dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama yang berpendapat bahwa ? dengan adanya Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009 terutama diktum KEEMPAT huruf (c) dan huruf (d) beserta lampiran yang berupa PETA yaitu Peta Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan, dimana dalam peta tersebut terdapat perubahan atau penambahan Fungsi Hutan, yaitu adanya Areal Penggunaan Lain (APL) dengan Luas 1.944.868. (Satu Juta sembilan ratus empat puluh empat Ribu delapan ratus enam puluh delapan) Hektar, dan lokasi objek sengketa yang terletak di Desa Mangkalapi Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan berada dalam Areal Penggunaan Lain (APL) berdasarkan hasil pemeriksaan setempat dan Keterangan saksi ? , menurut Pendapat Majelis Hakim tingkat banding juga tidak beralasan, oleh karena meskipun keberadaan objek sengketa dalam Peta dimaksud telah berubah status peruntukannya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) namun sepanjang diatasnya sudah ada dan/ atau telah diterbitkan serta dibebani HPH?TI/IUPHHK-HT sebelumnya terhadap Areal Kerja tersebut, maka Areal Kerja itu In Casu HPH-TI/IUPHHK?HT Pembanding ? semula Penggugat tetap tidak berubah dan / atau tidak berkurang serta tetap utuh untuk memanfaatkan kawasan hutan dimaksud sampai dengan izinnya berakhir sebagaimana telah detegaskan dalam diktum KEEMPAT huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009 ; Hal tersebut diperkuat pula dengan Keterangan Ahli BAMBANG WIYONO, SH. MH dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang menegaskan bahwa apabila ada perubahan Peruntukan dari Kawasan Hutan menjadi Kawasan Bukan Hutan seperti menjadi APL ada Klausula yang menyatakan bahwa jika diatasnya sudah ada izin Pengusahaan Hutan maka pemegang izin tersebut tetap berlaku dan diberi hak untuk mengelola sampai dengan berakhirnya izin tersebut guna memberikan Kepastian Hukum sehingga pihak lain tidak boleh masuk ; Menimbang, bahwa Kepastian Hukum menurut Pendapat Majelis Hakim tingkat banding sangat penting bagi pemegang HPH?TI/IUPHHK?HT dalam menjalankan usaha Kehutanan, sehingga jangan sampai terjadi sebelum izinnya berakhir ditengah perjalanan diputus dan /atau di batalkan oleh Kementrian yang berwenang in casu Kementerian Kehutanan yang dapat merugikan orang lain Kecuali digunakan untuk kepentingan Negara dan Kepentingan Umum, oleh karenanya Pemerintah RI telah memberikan perlindungan sebagaimana diatur dalam pasal 70 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan yang menyebutkan : ?Setiap Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan berhak melakukan kegiatan dan memperoleh manfaat dari hasil usahanya sesuai dengan izin yang diperolehnya?; Menimbang, bahwa mengenai Diktum KEEMPAT huruf (d) Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009 yang pada pokoknya mengatur tentang izin yang diberikan untuk suatu kawasan yang pada awalnya bukan kawasan hutan tetapi kemudian ditunjuk menjadi kawasan hutan menurut Pendapat Majelis Hakim tingkat banding tidaklah tepat untuk diterapkan terhadap izin lokasi dan izin usaha perkebunan Budidaya (IUP-B) Kelapa sawit Terbanding - semula Tergugat, oleh karena lokasi tersebut tidak memenuhi kriteria dari suatu kawasan yang dulunya Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan , sebab kenyataannya izin lokasi tidak memberikan hak kepada Terbanding ? semula Tergugat untuk mengelola kawasan dimaksud, sebaliknya izin lokasi justru memerintahkan pemegangnya untuk menyelesaikan segala kepentingan yang terkait dalam lokasi tersebut. Sebagaimana telah ditegaskan dalam pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin lokasi yang menyatakan bahwa :? Pemegang izin lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah dalam Areal izin lokasi dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut, dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang berlaku?(Bukti P-22) ;Bahkan didalam izin lokasi Terbanding ? semula Tergugat sebagaimana dalam Bukti T-5 s/d T-13 memerintahkan Terbanding - semula Tergugat untuk menyelesaikan segala kepentingan yag bersangkutan dengan wilayah yang diberikan izin lokasi sebagaimana tertera dibawah ini yakni :?Keputusan izin lokasi ini tidak mengurangi hak keperdatan bagi pemilik tanah yang berada dalam lokasi dan apabila ternyata didalam areral tersebut terdapat hak-hak masyarakat maupun kepentingan pihak lain, menjadi kewajiban bagi PT.Agro Bukit South Kalimantan untuk menyelesaikan secara baik kepada yang berhak menurut ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan koordinasi melalui Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu serta dihindari adanya tindakan yang dapat menimbulkan keresahan? ;Kenyataannya Terbanding ? semula Tergugat tidak pernah melakukan penyelesaian apapun kepada Pembanding ? semula Penggugat sebagai pemegang hak dan kepentingan terhadap areal Kerja dimaksud, sehingga tindakan Terbanding ? semula Tergugat tersebut adalah tanpa hak dan melanggar hukum; Bahwa akibat tidak diselesaikannya kepentingan Pembanding ? semula Penggugat sebagai pemegang atas areal hak Kerja tersebut, telah secara tegas diatur dalam pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun 1999 sebagaimana tersebut dibawah ini yakni :?(2) Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang izin lokasi sesuai ketentuan pada ayat (1), maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui, termasuk kewenangan yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk memperoleh tanda bukti hak (Sertifikat) dan kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain ? (Bukti P-22) ; Sehingga dengan mengacu pada Ketentuan pasal 8 ayat ( 2) Peraturan Mentri Agraria No. 2 Tahun 1999 tersebut telah jelas hak Pembanding ? semula Penggugat atas wilayah Areal Kerjanya tidak berkurang walaupun Terbanding ? semula Tergugat memegang izin lokasi ; Dengan demikian kegiatan perkebunan dalam wilayah Areal kerja Pembanding ? semula Penggugat dan menjadikan izin lokasi yang dimilikinya sebagai alasan pembenar oleh Terbanding ? semula Tergugat adalah tidak beralasan dan melanggar perintah / amanah pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun 1999 sebagaimana tersebut dibawah ini yakni :?(3) pemegang izin lokasi wajib menghormati kepentingan pihak?pihak lain atas tanah yang belum dibebaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menutup atau mengurangi Aksesibilitas yang dimilki masyarakat disekitar lokasi dan menjaga serta melindungi kepentingan umum ? ( Bukti P-22) ;Disamping itu Terbanding ? semula Tergugat bukan hanya melanggar perintah pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun 1999 tetapi juga menciderai amanat pasal 61 ayat 2 (a) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan , sebagaimana tersebut dibawah ini yakni : ?Pemegang Izin Lokasi Wajib :(1) Menghormati kepentingan pihak lain atas tanah yang belum dibebaskan ? (Bukti P-23) ; Menimbang, bahwa ketentuan tersebut diatas bersesuaian dengan keterangan saksi BAMBANG YUWONO, MP ( Mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanah Bumbu ) yang menyebutkan bahwa izin lokasi yang diperoleh Terbanding ? semula Tergugat hanyalah cara agar Terbanding ? semula Tergugat dapat mencoba menyelesaikan segala hak dan kepentingan yang ada pada kawasan yang diberi izin lokasi ;Pada dasarnya seseorang atau badan hukum termasuk Terbanding ? semula Tergugat baru dapat memiliki hak untuk mengelola atau menggunakan suatu kawasan ( in casu areal perkebunan) setelah terbitnya hak atas tanah yaitu hak guna usaha (HGU), dimana sebelum terbit HGU biasanya mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Kementrian Negara / Kepala Badan Pertanahan Nasional dan baru setelah ada surat keputusan tentang pemberian HGU dimaksud, kemudian ditindak lanjuti dengan penerbitan Sertifikat HGU oleh Kantor Pertanahan setempat, akan tetapi faktanya sampai dengan perkara ini diajukan pada tingkat banding dalam perkara aquo belum pernah terungkap adanya Sertifikat HGU dimaksud sebagai dasar atau alas hak bagi Terbanding ? semula Tergugat untuk mengelola areal perkebunan yang menjadi objek sengketa tersebut. Sehingga oleh karenanya kegiatan perkebunan yang dikekola oleh Terbanding ? semula Tergugat patut diragukan kebenarannya karena tanpa dasar dan / atau alas Hak yang jelas, Cuma berdasarkan izin lokasi semata ;Menimbang, bahwa pada saat Pembanding ? semula Penggugat memperoleh HPH-TI/IUPHHK?HT dari Kementrian Kehutanan RI pada tahun 1998, seluruh wilayah Areal Kerjanya merupakan kawasan hutan dan belum dikenal adanya Areal yang berstatus Areal Penggunaan Lain (APL), hal itu dapat dilihat dengan jelas pada HPH-TI/IUPHHK?HT Pembanding ? semula Penggugat dalam Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 196/Kpts-II/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 pada Diktum PERTAMA seperti tersebut dibawah ini, yakni :PERTAMA ?Memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPH-TI) Pulp atas kawasan Produksi Tetap yang terletak di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan kepada PT. Menara Hutan Banua? .Sehingga Dalil Terbanding ? semula Tergugat yang menyatakan bahwa areal lokasi objek sengketa yang telah dilakukan kegiatan perkebunan dengan dasar adanya izin lokasi dan izin usaha perkebunan Budidaya (IUP-B) Kelapa sawit dari Bupati Kabupaten Tanah Bumbu pada tahun 2008 berada dalam kawasan ? Areal Penggunaan Lain (APL) patut diragukan kebenarannya, oleh karena munculnya istilah APL tersebut baru ada setelah diterbitkannya / dikeluarkannya Peta Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan (T-63 dan T-64) Yang menjadi lampiran dari Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009, (Bukti P-9 dan T-62,T-63) Tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan ;Selanjutnya dipertegas lagi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutannan RI No. P-50/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009 ( Bukti P-54 dan T-36) Tentang penegasan status dan fungsi kawasan hutan, yang dalam pasal 1 angka 8 disebutkan bahwa : pasal 1 angka (8) ? Areal Penggunaan Lain yang Selanjutnya disebut APL adalah Areal Bukan Kawasan Hutan ? ;sedang izin lokasi dan IUP-B Kelapa Sawit Terbanding ? semula Tergugat tersebut terbit pada tanggal 22 Juli 2008 berati mendahului terbitnya Peta Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan Yang menjadi lampiran dari Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009 dan Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P-50/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009 yang menjadi dasar hukum adanya APL, sehingga pada saat diterbitkan belum dikenal adanya istilah Areal Penggunaan Lain (APL) ;Menimbang, bahwa andaikan benar areal lokasi objek sengketa tersebut berada dalam kawasan APL, maka berdasarkan Diktum KEEMPAT :huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan R.I. Nomor : Nomor : 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009 yang dipertegas lagi dengan Surat Kepala Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan R I ( Bukti P-55 ), Kawasan APL tetap dalam pembinaan Kementerian Kehutanan RI dan Perusahaan Pembanding ? semula Penggugat masih mempunyai kewenangan memanfaatkan areal kerjanya sampai dengan izinnya berakhir pada tanggal 27 Pebruari 2041 ;Menimbang, bahwa selanjutnya mengenai terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 352 / Menhut - II / 2014 tanggal 11 April 2014 (Bukti T-76) tentang perubahan kedua atas Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 196 / KPTS-II / 1998, tanggal 27 Pebruari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pulp atas Areal Hutan seluas kurang lebih 268.585 (dua ratus enam puluh delapan ribu lima ratus delapan puluh lima) Hektar di Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan kepada PT. Menara Hutan Buana yang pada pokoknya berisi :Pasal 1 :Mengubah Keputusan Menhut Nomor : 196 / KPTS-II / 1998, tanggal 27 Pebruari 1998 sebagaimana telah dirubah dengan Keputusan Menhut No. SK 86/Menhut-II/2006 tanggal 6 April 2006 beserta lampirannya sebagai berikut :1. Ketentuan Amar Pertama Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 196 / KPTS - II / 1998, tanggal 27 Pebruari 1998 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 86 / Menhut ? II / 2006, tanggal 6 April 2006, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : KESATU :1) Memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Pulp (IUPHHK-HTI) pada Hutan Tanaman Kepada PT. HUTAN RINDANG BANUA atas Kawasan Hutan Produksi seluas kuranglebih 265.095 (Dua ratus enam puluh lima ribu sembilan puluh lima) Hektar, yang terdiri dari Hutan Lindung (HL) seluas kurang lebih 17.855 (Tujuh belas ribu delapan ratus lima puluh lima) Hektar, Hutan Produksi Tetap (HPT) seluas kuranglebih 93.135 (Sembilan puluh tiga ribu seratus tiga puluh lima) Hektar, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas kurang lebih 12.995 (Dua belas ribu sembilan ratus sembilan puluh lima) Hektar, Hutan Produksi Yang Dapat di Konversi (HPK) seluas kurang lebih 42.280 (Empat puluh dua ribu dua ratus delapan puluh) Hektar dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas kurang lebih 98.830 (Sembilan puluh delapan ribu delapan ratus tiga puluh) Hektar, yang terletak di Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan, sebagaimana terlukis pada Peta Lampiran Keputusan ;2) Luas dan Letak Definitif Areal Kerja IUPHHK-HTI tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan setelah dilaksanakan Penataan batas di Lapangan;3) Kawasan Lindung Tidak boleh di Eksploitasi, dengan Pengawasan dan Pengamanannya menjadi Tanggung jawab Perusahaan ;4) Areal yang dikeluarkan seluas Kurang lebih 3.490 (Tiga ribu empat ratus sembilan puluh) Hektar tidak menghilangkan / menghapus Pelanggaran apabila ada ;KEDUA : Peta Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 196 / Kpts ? II / 1998 tanggal 27 Pebruari 1998 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 86 / Menhut - II / 2006, tanggal 6 April 2006, di Cabut dan dinyatakan Tidak berlaku dan diganti dengan Peta Lampiran berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan ini ;Pasal 2 :Dengan ditetapkanya Keputusan ini, maka :1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 196 / Kpts ? II / 1998 tanggal 27 Pebruari 1998 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 86 / Menhut - II / 2006, tanggal 6 April 2006 beserta Lampirannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang Tidak diubah dengan Keputusan ini;2. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan merupakan satu kesatuan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 196 / Kpts ? II / 1998 tanggal 27 Pebruari 1998 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 86 / Menhut - II / 2006, tanggal 6 April 2006; Menimbang, bahwa meskipun dalam Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : SK. 352 / Menhut - II / 2014 tanggal 11 April 2014 tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 196 / Kpts ? II / 1998 tanggal 27 Pebruari 1998 jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 86 / Menhut - II / 2006, tanggal 6 April 2006 terkait IUP HHK-HTI Pembanding ? semula Penggugat, kecuali mengenai luasan Areal Kerja yang berubah dari semula seluas 268.585 Ha menjadi seluas 265.095 Ha dan Peta Lampirannya, sehingga berpengaruh pula terhadap Kawasan Hutan Produksi seluas 265.095 Ha tersebut yang terdiri dari ; Hutan Lindung, Hutan Produksi tetap, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi yang dapat dikonversi dan Areal Penggunaan Lain/APL sebagaiman telah dirinci dalam Keputusan Menteri Kehutanan tersebut , oleh karenanya Areal Kerja Pembanding ? semula Penggugat berkurang seluas 3.490 Hektar ;Namun demikian Keputusan Menteri Kehutanan R.I Nomor : SK. 352 / Menhut - II / 2014 taggal 11 April 2014 tersebut tetap terikat dan tunduk pada Diktum KEEMPAT huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan dan R.I. Nomor : SK 435 / Menhut - II / 2009 tanggal 23 Juli 2009 sebagai tolak ukur dan dasar acuan, sehingga IUP HHK-HTI Pembanding ? semula Penggugat seluas 265.095 Ha tetap utuh dan tidak berubah / berkurang walaupun muncul kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), sampai dengan izin IUP HHK-HTI Pembanding ? semula Penggugat berakhir ;Menimbang, bahwa demikian pula Peta Areal Kerja Pembanding ? semula Penggugat yaitu Bukti P-10 dan Bukti T-77, T-78, T-79, yang kesemuanya adalah Peta Areal Kerja Pembanding ? semula Penggugat kemudian dihubungkan dengan Bukti T-63 (berupa Peta Kawasan Hutan Provinsi Dati I Kalimantan Selatan), maka dapat disimpulkan bahwa untuk Bukti P-10 berupa Peta Areal Kerja HPH-TI / IUP HHK-HTI Pembanding ? semula Penggugat yang merupakan Lampiran dari Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 196 / Kpts-II / 1998 (bukti P-4) kemudian berubah menjadi Nomor : 86 / Menhut - II / 2006 (Bukti P-5) untuk Wilayah Kabupaten Kotabaru setelah terjadi pemekaran Wilayah berubah menjadi Kabupaten Tanah Bumbu yaitu wllayah Areal Kerja Pembanding ? semula penggugat diberi tanda Garis warna Orange Muda, kemudian dalam perkembangannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : SK 352 / Menhut - II / 2014 tanggal 11 April 2014 beserta Lampirannya tentang Peta Areal Kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) Pembanding ? semula penggugat (Bukti T-77), terjadi perubahan termasuk di Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, meskipun Peta Areal Kerja Pembanding ? semula penggugat mengalami perubahan bahkan berkurang dan terpecah menjadi beberapa blok, kemudian dalam pecahannya tersebut muncul suatu kawasan berupa Areal Penggunaan Lain (APL), maka berdasarkan Diktum KEEMPAT huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : 435 / Menhut ? II / 2009, tanggal 23 Juli 2009, Areal Kerja HPH.HT/ IUP HHK-HTI, Pembanding ? semula Penggugat tetap utuh dan tidak berubah / berkurang sampai dengan izinnya berakhir dan Areal tersebut masih dalam pembinaan serta masih menjadi kewenangan Menteri Kehutanan sehingga Pembanding ? semula penggugat masih mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan areal dimaksud sampai dengan izinnya berakhir pada tanggal 27 Pebruari 2041, kecuali karena adanya / mengikuti Fenomena alam akibat perubahan batas alam sebagaimana tersirat dalam Diktum KEEMPAT huruf (b) Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor : SK 435 / Menhut - II / 2009 ;Menimbang, bahwa persoalan selanjutnya bagaimana terhadap keberadaan lokasi objek sengketa Terbanding ? semula Tergugat ? , Apakah benar lokasi objek sengketa yang telah dilakukan kegiatan perkebunan oleh Terbanding ? semula Tergugat berada dalam wilayah Areal Kerja Pembanding ? semula Penggugat ? ;Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Terbanding ? semula Tergugat yaitu Ir. BAMBANG A YUWONO,MP ( Mantan Kepala Dinas Kehutanan ) pada tahun 2003 s/d tahun 2009, pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :- Bahwa HTI PT-HRB diterbitkan pada tahun 1998;- Bahwa wilayah Kerja HTI PT-HRB di Kabupaten Tanah Bumbu adalah di Kusan Hulu, sungai Laban dan Karang Bintang ;- Bahwa objek sengketa ini adalah masuk dalam SK. Menteri Kehutanan ;- Bahwa terjadi tumpang tindih antar PT.HRB dengan PT. Agro Bukit, disitu PT.HRB harus berkaca hutan Produksi yang tidak produktif dan izin lokasi PT.Agro Bukit diberikan di Areal Bukan Kawasan Hutan dan apabila PT. HRB sudah melakukan tata batas maka dia tahu di kawasan hutan ;Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Terbanding ? semula Tergugat yaitu MUHAMMAD (mantan Kepala Desa Mangkalapi sejak tahun 1994 s/d tahun 2011), pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : - Bahwa PT.HRB masuk ke Desa Mangkalapi pada tahun 1997, sedang lahan PT.HRB lokasinya di Sungai Roban dan Kusan Hulu dan kegiatan yang dilakukan adalah melakukan penanaman pohon Akasia dengan luas 1 km X 3 km dan sampai sekarang pohon akasia tersebut masih ada ;- Bahwa PT.Agro Bukit masuk di Desa Mangkalapi pada tahun 2009 ;- Bahwa Setahu saksi di Desa Mangkalapi tidak ada tanaman Akasia ;- Bahwa Desa Mangkalapi itu dikelilingi HutanMenimbang, bahwa dari Surat Keterangan / Pernyataan SAHRANI, SP Kepala Desa Mangkalapi Kec Kusan Hulu Kab Tanah Bumbu tertanggal 2 Juni 2014 (Bukti T- 54 ) dan AMBERAN Kepala Desa Hatib Kec Kusan Hulu Kab Tanah Bumbu tertanggal 23 Mei 2014 (Bukti T-55) yang masing-masing di setujui oleh Ketua BPD dan diketahui Camat Kusan Hulu menyatakan pada pokoknya sebagai berikut ; 1. Areal kawasan Lahan Konsesi PT.Hutan Rindang Banua (HRB) yang sebelumnya pada tahun 1996/1997 bernama PT. Menara Hutan Banua (MHB) yang terletak di Desa Mangkalapi / Hatif dimana areal tersebut yang telah diserahkan dan telah menjadi izin lokasi PT. Agro Bukit South Kalimantan tidak ada terdapat tegakan pohon akasia dan tidak pernah ditanami pohon akasia ( Acasia Mangium ), karena adanya penolakan masyarakat Desa Mangkalapi / Hatif terhadap kehadiran PT. MHB / HRB untuk melakukan pengukuran dan penanaman ;2. Penunjukan dan penentuan Areal Konsesi HPH TI PT. HMB pada tahun 1996 /1997 di Desa Mangkalapi /Hatif tanpa ada sosialisasi dan koordinasi dari pihak terkait dengan pihak pemerintahan Desa Mangkalapi / Hatif sebagai pemegang otoritas wilayah desa ;3. Situasi dan Kondisi Areal yang dimaksud adalah tegakan hutan sekunder dan semak belukar/ilalang serta sebagian besar sudah dijadikan perladangan / kebun oleh masyarakat sekitar serta kelompok-kelompok tani ;4. Sehingga dengan melihat situasi dan kondisi areal kawasan tersebut diatas serta pertimbangan pemanfaatan dan efektifitas lahan yang ada, maka dengan ini sebagai Kepala Desa serta seluruh warga Desanya berkeinginan agar supaya areal yang dimaksud (di dalam izin lokasi PT. ABSK yang terletak di Desa Mangkalapi / Hatif ) dijadikan perkebunan kelapa sawit untuk masyarakat (plasma) dengan pola kemitraan, sehingga dapat meningkatkan ekonomi dan taraf hidup masyarakat yang kami pimpin ; 5. Sehingga untuk selanjutnya seluruh areal dari lahan tersebut diatas telah disetujui seluruh warga desa Mangkalapi dan desa Hatif melalui Kepala Desa untuk diajukan dan diserahkan kepada PT. Agro Bukit South Kalimantan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan dengan telah membina biaya ganti rugi lahan sebagai dana pembebasan kepemilikan lahan yang dimaksud, baik melalui Kepala Desa maupun langsung kepada masyarakat yang menguasai dan memilki lahan areal yang dimaksud (MOV perjanjian kedua belah pihak terlampir).6. Selanjutnya pihak PT.Agro Bukit melakukan ganti rugi pembebasan lahan didalam Izin lokasinya yang terletak di Desa Mangkalapi dan desa Hatif karena baik secara perorangan yang memiliki hak penggarapan mau pun kelompok Tani yang ada diareal tersebut dengan bekordinasi dengan Kepala Desa dan Aparat Desa setempat sebelum melakukan cand clearing dan penanaman kelapa sawit ;Menimbangi, bahwa dari bukti T-54 dan T-55 yang merupakan Surat Pernyataan Kepala Desa Mangkalapi dan Kepala Desa Hatif Kec.Kusan Hulu Kab-Tanah Bumbu secara tidak langsung dapat di pahami bahwa obyek sengketa awalnya merupakan Areal Kawasan Lahan Konsesi PT.Hutan Rindang Banua yang sebelumnya pada tahun 1996/1997 bernama PT.Menara Hutan Buana terletak di Desa Mangkalapi dan Desa Hatif, karena tidak adanya sosialisasi dan koordinasi dengan pihak terkait yakni Pemerintahan Desa Mangkalapi dan Desa hatif sebagai pemegang otoritas wilayah Desa, maka kehadiran PT. MHB / PT. HRB untuk melakukan pengukuran dan penanaman ada penolakan masyarakat Desa Mangkalapi dan Desa Hatif. Kemudian dengan pertimbangan pemanfaatan dan efektivitas lahan yang ada maka sebagai Kepala Desa dan seluruh warga desanya berkeinginan agar areal dimaksud dijadikan perkebunan kelapa sawit untuk masyarakat (Plasma) dengan pola kemitraan kepada PT.Agro Bukit South Kalimantan dengan menerima ganti rugi sebagai pembebasan lahan di dalam Izin lokasinya ;Bahwa bukti T-54 dan T-55 tersebut bersesuaian dengan keterangan saksi Muhammad yang menerangkan bahwa PT.HRB masuk Desa Mangkalapi pada tahun 1997 sedang saksi Ir. Bambang A yuwono Mp menerangkan bahwa obyek sengketa ini adalah masuk dalam Sk.Menteri Kehutanan ;Menimbang,bahwa berdasarkan Fakta-Fakta hukum sebagaimana telah diuraikan diatas, maka dapat di simpulkan bahwa lokasi obyek sengketa yang telah dilakukan kegiatan perkebunan oleh Terbanding - semula Tergugat pada awalnya merupakan Areal kawasan lahan Konsesi dalam lingkup kawasan HDH-IT/IUPHHK-HT pembanding - semula penggugat pada tahun 1996/1997 dan sewaktu pihak pembanding - semula penggugat akan melakukan pengukuran dan penanaman ada penolakan dari masyarakat Desa Mangkalapi dan Desa Hatif karena tanpa ada sosialisasi dan koordinasi dengan pihak terkait dalam hal ini pihak pemerintahan Desa Mangkalapi dan Desa Hatif sebagai pemegang otoritas wilayah desa.Bahwa kemudian areal lahan yang sudah dijadikan perladangan oleh masyarakat dan kelompok-kelompok tani tersebut, oleh Kepala Desa dan seluruh warga desa di ajukan dan di serahkan kepada PT.AGRO BUKIT SOUTH KALIMANTAN (Terbanding - semula Tergugat) untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan (Plasma) dan telah menerima ganti rugi sebagai pembebasan lahannya.Menimbang, bahwa pembayaran Ganti Rugi Terhadap obyek sengketa beserta tanaman yang tumbuh di atasnya oleh Terbanding - semula Tergugat kepada warga masyarakat Desa Mangkalapi dan Desa Hatif pada periode tahun 2008 sampai dengan 2013 (Bukti T-75.1 sampai dengan T-75.684) yang didaftarkan dihadapan Notaris RASFIENORA RONADINIHARI.SH menurut pendapat Majelis Hakim tingkat banding adalah bertentangan dengan perundang-undangan karena lahan obyek sengketa merupakan bagian dari areal kerja pembanding - semula penggugat yang seluruhnya masih dibebani HPH sejak Tahun 1998 dan statusnya masih merupakan kawasan yang di kuasai Negara dan tidak bisa dimiliki oleh individu-individu dengan dasar hanya berupa alas Hak berupa sporadik Surat Keterangan Tanah / SKT yang dibuat oleh Kepala Desa sendiri untuk pelepasan haknya kepada Terbanding - semula Tergugat sebagaimana telah diterangkan saksi Muhammad, walaupun pada dasarnya Kepala Desa tidak ada kewenangan untuk itu, oleh karena berdasarkan ketentuan pasal 67 ayat (1) dan (2) undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan,mengatur sebagai berikut :1) Masyarakat Hukum Adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan di ikuti keberadaannya berhak :a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup se-hari-hari masyarakat adat yang bersangkutan;b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang ; danc. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya ;2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah;Menimbang, bahwa dengan mengacu pada ketentuan pasal 67 ayat (1) dan (2)Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan tersebut, maka sepanjang berada di kawasan Hutan, hak yang diakui adalah Hak masyarakat Hukum Adat dan Hak tersebut, tidak berkaitan dengan tanah, tetapi hanya sebatas Hak atas pemungutan Hasil Hutan dan Pengelolaan Hutan, sedang mengenai keberadaan masyarakat hukum Adat tersebut, juga harus didasarkan pada Peraturan Daerah, namun Faktanya belum pernah diajukan Peraturan Daerah dimaksud dalam persidangan ;Menimbang, bahwa begitu pula mengenai keberadaan surat sporadik / Surat Keterangan Tanah (SKT) yang telah dibuat / dikeluarkan oleh kepala Desa Mangkalapi dan Desa Hatif sebagai dasar pelepasan Hak masyarakat Desa terhadap obyek sengketa untuk memperoleh ganti rugi dari Terbanding - semula Tergugat (Bukti T-75.1 sampai dengan T-75.684) adalah tidak sah secara hukum, oleh karena Kepala Desa tidak ada kewenangan untuk membuat / mengeluarkan surat dimaksud dan bahkan bertentangan dengan instruksi gubernur kepala Daerah Tingkat I Kal-Sel Nomor : DA.05/PHT/1981 Tentang Pengeluaran Izin Pembukaan Tanah dan Surat Keterangan Pemilikan Tanah (Bukti P-41) yang menginstruksikan sebagai berikut:Diktum KETIGA:a. melarang semula kepala Desa untuk mengeluarkan Izin pembukaan tanah dan memberi atau membagi-bagikan tanah Negara.b. melarang semula kepala Desa untuk mengeluarkan surat keterangan Hak milik (Hak Milik Adat) atas tanah Negara dan tanah-tanah yang statusnya tidak jelas ;c. Melarang semua Kepala Desa untuk mengeluarkan Surat perjanjian peralihan Hak Tanah ;Diktum KEEMPAT : Sebagai alat pembuktian hak atas tanah adalah berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh Instansi Agraria ;Kemudian dalam Surat Menteri Dalam Negeri No. 593/5707/Sj.tanggal 22 Mei 1984 kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia (Bukti P-44) perihal pencabutan wewenang Kepala Kecamatan untuk memberikan izin membuka tanah, paragraf kedua berbunyi :??.?Di dalam pelaksanaannya banyak dijumpai, bahwa dalam pemberian izin membuka tanah para Camat / Kepala Kecamatan kurang memperhatikan segi-segi kelestarian lingkungan dan tata guna tanahnya dan tidak jarang di jumpai adanya izin membuka tanah yang tumpang tindih dengan tanah kawasan hutan ? ;Lebih lanjut dalam paragraf ketiga, berbunyi :??.?untuk menginstruksikan kepada para camat / kepala kecamatan agar tidak lagi memberikan Izin membuka tanah dalam bentuk apapun juga ?;Kewenangan kepala Kecamatan untuk memberikan Izin membuka tanah telah dicabut, apalagi kepala Desa yang lebih rendah tingkatannya dari Kepala Kecamatan tentunya tidak memiliki Kewenangan, untuk memberikan Izin membuka tanah ;Selain itu, dalam Surat InstruksiGubernur Kepala Daerah Tingkat I Kal-Sel No. 010 tahun 1997 tanggal 12 Nopember 1997 (P-42) Tentang Pengeluaran Izin Pembukaan Tanah Dan Surat Keterangan Kepemilikan Tanah di Kal-Sel, juga menjelaskan larangan kepada Kepala Kecamatan untuk memberikan izin membuka tanah, sebagaimana disebutkan dalam diktum PERTAMA : (1).camat / kepala kecamatan agar tidak lagi memberikan Izin membuka tanah dalam bentuk apapun juga ;(2)?dan sanksi yang akan dikenakan kepada masyarakat yang tidak mentaati ketentuan tersebut. Kewenangan kepala kecamatan untuk memberikan Izin membuka tanah telah dicabut ;Apalagi kepada Desa yang lebih rendah tingkatannya dari Kepala Kecamatan tentunya tidak memiliki kewenangan untuk memberikan Izin membuka Tanah ;Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta dan uraian pertimbangan hukum tersebut diatas, maka Majelis Hakim tingkat banding berpendapat obyek sengketa yang telah dilakukan kegiatan perkebunan oleh Terbanding - semula Tergugat yang asalnya di peroleh dari individu-individu / masyarakat penduduk Desa Mangkalapi dengan pola kemitraan (Plasma) dengan menerima Ganti Rugi sebagai Pembebasan lahan / pelepasan Hak yang berada dalam Izin lokasinya Terbanding - semula Tergugat adalah nyata-nyata merupakan bagian dari Areal Kerja HPH-TI / IUPHHK-HT Pembanding - semula Penggugat dengan demikian obyek sengketa yang telah dilakukan perkebunan oleh Terbanding - semula Tergugat telah terjadi persamaan letak / tumpang tindih yang merupakan bagian dan / atau masuk dalam wilayah Areal Kerja Pembanding - semula Penggugat oleh karenanya penguasaan lokasi obyek sengketa oleh Terbanding - semula Tergugat adalah Tanpa Hak sebab tanpa pesetujuan dan Izin dari pembanding - semula penggugat, dengan demikian tindakan Terbanding - semula Tergugat dapat dikategorikan sebagai pembuatan melawan hukum ;Menimbang, bahwa dengan berpedoman pada ketentuan pasal 1365 KUH perdata bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai?perbuatan melawan Hukum, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.adanya suatu perbuatan melawan Hukum ; 2.adanya suatu kesalahan dari si pelaku ; 3.adanya kerugian ; 4.adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian ;Ada beberapa keriteria adanya suatuperbuatan melawan Hukum, yakni: a. perbuatan yang bertentangan dengan Hak orang lain ; b. perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban Hukuknya sendiri ; c. perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan ; d. perbuatan yang bertentangan dengan prinsip ke-hati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik ;Perbuatan yang Bertentangan Dengan Hak Orang Lain.Menimbang, bahwa perbuatan yang bertentangan dengan Hak orang lain termasuk salah satu perbuatan yang di larang oleh pasal 1365 KUH Perdata, apabila di kaitkan dengan perkara ini :?Apakah perbuatan Terbanding semula Tergugat dalam melakukan kegiatan perkebunan telah melanggar Hak orang lain yakni pembanding - semula penggugat ? ? Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan diatas, bahwa obyek sengketa yang telah dilakukan kegiatan perkebunan oleh Terbanding - semula Tergugat adalah nyata-nyata merupakan bagian dari areal kerja pembanding - semula penggugat, sehingga penguasaan dan pengelolaan obyek sengketa oleh Terbanding - semula Tergugat atas dasar adanya Izin lokasi dan Izin usaha perkebunan kelapa sawit dari Bupati kabupaten Tanah Bumbu adalah Cacat hukum,karena diterbitkan dalam Areal kerja pembanding semula penggugat yang sudah ada Izin HPH-TI/IUPHHK-HT dari menteri kehutanan sejak 10 tahun sebelumnya yakni pada tahun 1998 jika dibandingkan dengan Izin lokasi dan IUP-B kelapa sawit terbanding semula Tergugat yang diterbitkan pada tahun 2008. Apalagi Izin lokasi dan IUP-B kelapa sawit tersebut pada dasarnya tidak memberikan Hak kepada Terbanding semula Tergugat untuk mengelola kawasn melainkan hanyalah sebagai ? Cara agar terbanding ? semula Tergugat menyelesaikan segala Hak dan kepentingan yang ada pada kawasan yang telah diterbitkan Izin Lokasi dan IUP-B kelapa sawit sehingga tidak merugikan orang lain yaitu Pembanding - semula Penggugat selaku pemegang HPH-TI/IUPHHK-HT dan Menteri Kehutanan selaku pejabat yang berwenang untuk menyelesaikan segala hak dan kepentingan yang ada pada kawasan dimaksud bahkan lebih dari itu Terbanding ? semula Tergugat tidak pernah menunjukkan bukti dipersidangan Hak atas tanah lokasi obyek sengketa berupa sertipikat HGU dari kantor pertanahan setempat sebagai dasar dan alas Hak atas penguasaan Tanah obyek sengketa, seperti pada umumnya suatu perusahaan perkebunan guna sebagai alat bukti yang sah dan sempurna dalam suatu areal perkebunan ; Menimbang, bahwa dengan demikian Terbanding - semula Tergugat telah gagal untuk memenuhi kewajibannya menyelesaikan segala Hak atas Tanah yang ada di lokasi obyek sengketa sebagaimana telah disyaratkan dalam Peraturan Menteri Pertanian No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tanggal 26 pebuari 2007 yang menegaskan bahwa : ?Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP, IUP-B atau IUP-P sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,wajib;a. menyelesaikan Hak atas tanah selambat-lambatnya 2(dua) tahun sejak diterbitkan IUP,IUP-B atau IUP-P? ;Menimbang. bahwa oleh karena Terbanding - semula Tergugat belum menyelesaikan segala Hak dan kepentingan yang ada pada areal kawasan obyek sengketa, maka perbuatan Terbanding - semula Tergugat yang telah menguasai dan mengelola areal perkebunan kelapa sawit dalam Areal Kerja Pembanding - semula Penggugat adalah melanggar peraturan perundang-undangan dan Hak orang lain yaitu Pembanding - semula Penggugat ;Perbuatan Yang Bertentangan Dengan Kewajiban Hukumnya Sendiri. Menimbang, bahwa kewajiban hukum (Recht splicht) merupakan suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis, sehingga dalam hal ini tidak hanya bertentangan dengan hukum tertulis ( Wetterlijk Plicht) saja melainkan juga bertentangan Hak orang lain menurut Undang-Undang (Wetter lijk Recht), sehingga dalam perbuatan melawan hukum muncul istilah onrechtmatigedaad ; Menimbang, bahwa dalam hal ini ? apakah perbuatan Terbanding - semula Tergugat dalam melaksanakan kegiatan perkebunan telah dilakukan sesuai dengan kewajiban hukumnya atau tidak ? ? ; Menimbang, bahwa sebagaimana dalil Terbanding - semula Tergugat bahwa Izin lokasi dan IUP-B kelapa sawit yang diperolehnya pada tahun 2008 atas dasar Keputusan Bupati Kab. Tanah Bumbu karena munculnya Areal Penggunaan Lain (APL) dalam peta kawasan Hutan Propinsi Dati I Kal-sel yang menjadi Lampiran dari Keputusan Menteri Kehutanan RI No:SK.435/menhut-II/2009 tanggal 23 juli 2009 yang kemudian dipertegas lagi istilah APL tersebut. dengan terbitnya peraturan Menteri Kehutanan RI No.P.50/menhut-II/2009 tanggal 27 juli 2009 tentang Penegasan Status Dan Fungsi Kawasan Hutan, yang dalam pasal 1 angka 8 ditegaskan bahwa APL ditentukan sebagai Areal Bukan Kawasan Hutan;Menimbang, bahwa andaikan benar objek lokasi sengketa berada dalam kawasan APL, maka berdasarkan diktum KEEMPAT huruf (C) Keputusan Menteri Kehutanan RI No:SK.435/menhut-II/2009 tanggal 23 juli 2009 pada pokoknya menunjuk pada ?Izin? yang sudah diterbitkan sebelum Keputusan Menteri Kehutanan ini berlaku / diterbitkan tetap berlaku, sehingga oleh karenanya terhadap Izin yang sudah diterbitkan oleh Menteri Kehutanan RI yang masuk dalam kawasan hutan masih tetap dalam pembinaan dan menjadi kewenangan Menteri Kehutanan RI termasuk kawasan APL yang menjadi objek sengketa dalam perkara aquo, dengan demikian APL yang masuk dalam Areal Kerja Izin HPH-TI/IUP HHK-HT Pembanding - semula Penggugat sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan RI No.196/KPTS.II/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 Jo Keputusan Menteri Kehutanan RI No.SK.86/Menhut-II/2006 tanggal 6 April 2006 masih tetap berlaku sampai Izinnya berakhir pada tanggal 27 Pebruari 2041 ;Menimbang, bahwa sedang mengenai diktum KEEMPAT huruf (d) Keputusan Menteri Kehutanan RI NO.SK.435/manhut.II/2009 tanggal 23 Juli 2009 yang dijadikan acuan oleh Terbanding - semula Tergugat dalam keberadaan APL dimaksud, yang pada pokoknya mengatur tentang Izin yang diberikan untuk suatu kawasan yang pada awalnya bukan Kawasan Hutan, kemudian ditunjuk menjadi kawasan Hutan, sehingga tidaklah tepat untuk diterapkan terhadap Izin lokasi dan IUP?B kelapa sawit Terbanding - semula Tergugat, oleh karena lokasi tersebut tidak memenuhi kriteria dari suatu kawasan yang dulunya Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan, sebab kenyataannya izin lokasi tidak memberikan hak kepada Terbanding ? semula Tergugat untuk mengelola kawasan tersebut, dan justru sebaliknya izin lokasi hanya memerintahkan pemegangnya untuk menyelesaikan segala hak dan kepentingan yang ada pada kawasan yang diberi izin lokasi, apalagi izin lokasi dan IUP-B kelapa sawit yang diterbitkan tanggal 22 Juli 2008 tersebut mendahului Peraturan Menteri Kehutanan RI NO.P.50/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009 yang menjadi dasar hukum adanya APL sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 angka 8 tersebut diatas ;Menimbang, bahwa untuk mengubah status suatu kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan dan / atau sebaliknya dari Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan, Kewenangannya berada pada Kementerian Kehutanan RI, hal tersebut juga ditegaskan oleh saksi HANIF FAISOL NURROFIQ yang diajukan Terbanding ? semula Tergugat, yakni sepanjang suatu kawasan diubah statusnya menjadi Bukan Kawasan Hutan dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan, maka syarat-syarat tersebut berlaku dan mengikat termasuk pula terhadap Pemerintah Daerah. Dengan demikian terhadap izin HPH-TI / IUP HHK- HT yang telah diberikan kepada Pembanding ? semula Penggugat tetap berlaku sehubungan adanya perubahan status suatu kawasan sampai dengan izinnya berakhir, sehingga Pemerintah Daerah in casu Bupati Kabupaten Tanah Bumbu yang telah mengeluarkan izin lokasi dan Terbanding ? semula Tergugat yang memperoleh izin lokasi seharusnya tunduk dan taat kepada persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah in casu Menteri Kehutanan RI ; Menimbang, bahwa oleh karena Kawasan APL yang telah diterbitkan izin lokasi dan IUP-B kelapa sawit Terbanding ? semula Tergugat berada dalam Areal Kerja HPH-TI/IUP HHK-HT Pembanding ? semula Penggugat, maka perbuatan Terbanding ? semula Tergugat yang tidak pernah meminta izin terlebih dahulu kepada Pembanding ? semula Penggugat selaku pemegang HPH-TI/ IUP HHK-HT dan Menteri Kehutanan RI selaku pejabat yang berwenang untuk menetapkan suatu Kawasan Hutan maupun Bukan Kawasan Hutan termasuk pula Areal Penggunaan Lain (APL) adalah telah melakukan kegiatan perkebunan dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Hak subyektif Pembanding ? semula Penggugat ataupun kewajiban hukum Terbanding ? semula Tergugat sendiri ; Menimbang, bahwa mengenai keberatan Terbanding ? semula Tergugat yang menyatakan bahwa pihak Pembanding ? semula Penggugat tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, antara lain tentang Letak dan Luas Difinitif Areal Kerja belum dilaksanakan pengukuran dan penataan Batas di Lapangan, maka harus dikeluarkan lokasi tersebut dari izin yang diberikan kepada Pembanding ? semula Penggugat, Majelis Hakim Tingkat Banding akan mempertimbangkan sebagaimana tersebut dibawah ini ; Menimbang, bahwa mengenai Tata Batas sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan :a. Pasal 71 huruf c : ? Setiap pemegang izin usaha Pemanfaatan Hutan Wajib melaksanakan penataan Batas Areal Kerja paling lambat 1 (satu) tahun sejak diberikan IUP HHK dalam Hutan Alam maupun Hutan tanaman ? ;b. Pasal 75 ayat 1 huruf a sampai dengan d : (1) selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dan pasal 72 pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman, wajib :a. Menyusun Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) jangka panjang untuk seluruh Areal Kerja dan harus selesai paling lambat 1 (satu) tahun setelah izin diberikan, diajukan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk guna mendapatkan persetujuan ;b. Menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) berdasarkan RKUPHHK untuk disahkan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri ;c. Mengajukan RKT paling lambat 2 (dua) bulan sebelum RKT berjalan ;d. Menyusun RKUPHHK untuk jangka waktu 10 (sepuluh) Tahun dengan memperhatikan rencana pengelolaan jangka panjang KPH ;c. Pasal 127 : ? untuk menjamin status kelestarian hutan dan kelestarian fungsi hutan, maka setiap pemegang izin Pemanfaatan Hutan dan usaha industri primer hasil hutan, apabila melanggar ketentuan diluar ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 78 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dikenakan sanksi administratif ? ;d. Pasal 128 ayat (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 dapat berupa :a. Penghentian sementara pelayanan administratif ;b. Penghentian sementara kegiatan dilapangan ;c. Denda ;d. Pengurangan jatah produksi ; ataue. Pencabutan izin ;Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan RI NO: P.39 / Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif terhadap pemegang Izin Pemanfaatan Hutan :a. Pasal 2 angka 1 huruf g : ? Pejabat Pemberi Izin Pemanfaatan Hutan yaitu Menteri untuk IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman ? ;b. Pasal 4 angka 3 huruf a : ? Pemegang IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman apabila tidak melaksanakan penataan batas areal kerja paling lambat 1 (satu) tahun sejak diberikan IUPHHK dalam hutan tanaman ? ;Menimbang, bahwa jika diperhatikan HPH-TI / IUPHHK- Pembanding ? semula Penggugat mengenai Tata Batas Areal Kerjanya, telah tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 196 / Kpts ? II / 1998 tanggal 27 Pebruari 1998 Jo SK. 86 / Menhut - II / 2006, tanggal 6 April 2006 ; dimana dalam diktum PERTAMA pada angka 2 yaitu : ? Luas dan Letak Difinitif Areal Kerja HPH-TI Pulp ditetapkan oleh Departeman Kehutanan setelah dilaksanakan pengukuran dan penataan batas dilapangan, kemudian kewajiban yang harus dipenuhi ada pada diktum KEDUA pada angka 2 yaitu ? Melaksanakan Penataan Batas Areal Kerja selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya keputusan ini ? ;Dalam kaitannya dengan ini Pembanding ? semula Penggugat telah mengajukan bukti P-10 ( Peta Areal Kerja ), P-50 ( Rencana Kerja Karya Tahunan ) pembangunan HTI tahun 1997 / 1998, P-51 dan P-55 (Rencana Karya Tahunan tahun 1998/1999 dan tahun 2001) atau disebut juga Rencana Kerja Tahunan (RKT) ;Menimbang, bahwa meskipun dari fakta-fakta yang terungkap diatas Pembanding ? semula Penggugat belum melaksanakan kewajiban tata batas sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 196 / Kpts ? II / 1998 tanggal 27 Pebruari 1998 Jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 86 / Menhut - II / 2006, tanggal 6 April 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 menurut pendapat Majelis Hakim tingkat banding tidak mempengaruhi Keabsahan dan / atau legalitas HPH-TI / IUPHHK-HT Pembanding ? semula Penggugat sehingga dalam hal ini tidak ada relevansinya dalam perkara aquo, oleh karena untuk Pengenaan Sanksi adalah kewenangan sepenuhnya Menteri Kehutanan RI. Apalagi untuk mengukur tata batas suatu kawasan hutan in casu HPH-TI / IUPHHK-HT Pembanding ? semula Penggugat tidak semudah membalikan telapak tangan mengingat medan dan luasnya kawasan yang sangat berat kecuali dengan foto melalui foto satelit dan Peta yang ada selama ini, apalagi belum dilaksanakannya tata batas tersebut hanyalah berkaitan dengan masalah Administratif ; Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap Pembanding ? semula Penggugat tidak pernah diberi Sanksi Administratif apapun sebagaimana dalam pasal 128 ayat 1 sebagaimana diuraikan diatas, dan justru sebaliknya Pembanding ? semula Penggugat telah melaksanakan kewajiban dan kegiatan dalam Areal Kerjanya sebagaiman tertuang dalam Surat Menteri Kehutanan RI No:S.186/menhut-VI/BUHT/2013 tanggal 13 Pebuari 2013 (Bukti P-53), hal pembatalan peringatan, yang menyatakan bahwa Kementerian Kehutanan telah memverifikasi kebenaran pelaksanaan kegiatan Pembanding ? semula Penggugat di lapangan oleh karenanya Majelis Hakim tingkat banding kurang sependapat dengan pendapat Ahli Prof.Dr.Norhasan Ismail,SH.M.SI yang menerangkan bahwa ? apabila kewajiban-kewajiban tersebut tidak dilakukan maka kewenangan-kewenangan dan hak-hak pemegang IUPHHK-HTI belum dapat dilaksanakan karena Izin tersebut belum sempurna adalah tidak beralasan sehingga harus dikesampingkan?; Dengan demikian keberatan Terbanding - semula Tergugat sebagaimana dipertimbangkan diatas tidak beralasan sehingga oleh karenanya patut di kesampingkan ;Perbuatan Yang Bertentangan dengan Kesusilaan :Menimbang, bahwa suatu tindakan yang melanggar Kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Karena dengan tindakan melanggar Kesusilaan tersebut telah terjadi kerugiaan bagi pihak lain, maka pihak yang menderita kerugiaan tersebut dapat menuntut ganti rugi;Menimbang, bahwa dalam hal ini apakah perbuatan Terbanding - semula Tergugat dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau tidak, maka akan dipertimbangkan seperti tersebut dibawah ini ;Menimbang, bahwa perbuatan Terbanding - semula Tergugat yang telah mengajukan permohonan Izin lokasi Kepada Pemerintah Daerah in casu Bupati Kab.Tanah Bumbu sampai terbit Izin lokasi dan IUP-B kelapa sawit yang berada di atas areal kerja HPH-TI / IUPHHK-HT Pembanding ? semula Penggugat tanpa disurvey dan di konsultasikan terlebih dahulu dengan Pembanding ? semula Penggugat adalah tidak patut sehingga bertentangan dengan hak-hak Pembanding ? semula Penggugat yang terbit lebih dahulu izin HPH-TI / IUP HHK-HT sesuai dengan diktum KEEMPAT huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan RI No.SK.435/menhut-II/2009.Demikian pula perbuatan-perbuatan Terbanding - semula Tergugat yang telah melakukan Land Clearning (pembukaan lahan) dengan merobohkan tanaman yang sudah di tanam Pembanding ? semula Penggugat, kemudiaan melakukan penanaman kembali kelapa sawit tanpa sepengetahuan dan Izin dari Pembanding ? semula Penggugat disamping bertentangan dengan hukum juga melanggar norma-norma Kesusilaan yang hidup dalam masyarakat ;Perbuatan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik:Menimbang, bahwa perbuatan ini sering disebut dengan ?Zorgvuldigheid? karena dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum, seperti melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikan pihak lain tidak melanggar pasal-pasal dari hukum tertulis dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat. Keharusan dalam masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis tetapi di akui oleh masyarakat yang bersangkutan ;Menimbang, bahwa dalam hal ini apakah perbuatan Terbanding - semula Tergugat yang telah melaksanakan pemberian ganti rugi terhadap areal objek sengketa sebagai dasar pelepasan hak masyarakat / penduduk Desa Mangkalapi dan Desa Hatif lalu dilanjutkan dengan kegiatan perkebunan kelapa sawit telah dilakukan secara hati-hati atau sudah sepatutnya atau dilaksanakan dengan penuh ketelitian sehingga tidak bertentangan dengan norma-norma Sosial dalam masyarakat atau hak-hak Pembanding ? semula Penggugat atau tidak, maka akan dipertimbangkan seperti tersebut dibawah ini ;Menimbang, bahwa pemberian Ganti Rugi kepada masyarakat / penduduk Desa Mangkalapi dan Desa Hatif sebagai syarat pelepasan Haknya atas tanah areal objek sengketa berikut tanaman yang tumbuh di atasnya oleh Terbanding - semula Tergugat berdasaran surat sporadik / SKT yang dibuat oleh Kepala Desa (bukit T-75-1 s/d T.75- 684) apalagi kemudian di lanjutkan dengan kegiatan perkebunah di areal tersebut adalah melanggar prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik terhadap Hak-hak Pembanding ? semula Penggugat, oleh karena areal objek sengketa tersebut merupakan bagian dari HPH-TI / IUPHHK-HT Pembanding ? semula Penggugat yang statusnya merupakan kawasan yang di kuasai Negara dan tidak bisa dimiliki dan/atau di perjual belikan oleh individu-individu/masyarakat kecuali hanya sebatas untuk memungut hasil hutan sebagaimana telah diatur dalam pasal 67 ayat (1) dan (2) Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan ; Sudah sepatutnya Terbanding - semula Tergugat meminta izin terlebih dahulu kepada Pembanding ? semula Penggugat selaku pemegang HPH-TI / IUPHHK-HT, apalagi Terbanding - semula Tergugat sempat diberikan somasi / peringatan sampai empat kali oleh pihak Pembanding ? semula Penggugat (Bukti P-27 s/d P -30) sehingga Terbanding - semula Tergugat telah memahami dan menyadari sepenuhnya bahwa lokasi tersebut merupakan Areal Kerja Pembanding ? semula Penggugat, sehingga dengan tidak menggubris dan mengabaikan somasi /peringatan dimaksud merupakan langkah sembrono dan kurang hati-hati sebagaimana sudah sepatutnya dalam pergaulan dalam masyarakat yang baik ;Adanya suatu Kesalahan dari si pelaku .Menimbang, bahwa dalam pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan setiap perbuatan haruslah mengandung unsur ?kesalahan ? (schul delement), karena tanggung jawab tanpa adanya kesalahan (strict Liability) tidak termasuk tanggung jawab dalam pasal 1365 KUHPerdata, sehingga suatu perbuatan atau tindakan dapat dimintakan tanggung jawab secara hukum harus memenuhi unsur Kesengajaan, Kelalaian (Negligence culpa), tidak ada alasan pembenar atau pemaaf (Recht vaardigingsground) misalnya keadaan Ousrmacht atau membela diri ;Menimbang, bahwa aspek kesalahan dalam hal ini bermula dengan terjadinya pelanggaran-pelanggaran maupun terhadap pelaksanaan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh sipelaku, dalam hal ini ? Apakah Terbanding - semula Tergugat dalam melaksanakan ganti rugi kepada individu-individu/ penduduk Desa Mangkalapi terhadap lokasi objek sengketa dengan dasar adanya Surat Keterangan Tanah(SKT)/surat sporadik yang di buat Kepala Desa dan izin lokasi dan IUP-B kelapa sawit yang diperoleh Terbanding - semula Tergugat dari Bupati Kab.Tanah Bumbu yang kemudian di lakukan kegiatan perkebunan merupakan kesalahan atau tidak ?,maka akan di pertimbangkan seperti tersebut di bawah ini;Menimbang, bahwa pada dasarnya Surat Keterangan Tanah (SKT) atau sporadik yang di terbitkan oleh Kepala Desa sebagai dasar pelepasan Hak individu-individu / penduduk Desa Mangkalapi terhadap objek sengketa guna memperoleh Ganti Rugi dari Terbanding - semula Tergugat adalah tidak sah secara Hukum, oleh karena Kepala Desa sudah tidak diberi kewenangan untuk membuat surat di maksud, bahkan dilarang, karena bertentangan,dengan Instraksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kal-Sel Nomor : DA.05/PHT/1981 jo, surat Menteri Dalam Negeri No.593/5707/ sejak tanggal 22 Mei 1984 jo,surat Instraksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kal-sel No : 010 tahun 1997 tanggal 12 Nopember 1997 (bukti P-41,P-44 dan P-42) sebagaimana telah pertimbangkan diatas ;Demikian pula Izin lokasi dan IUP-B kelapa sawit yang telah di terbitkan oleh Bupati Kab.Tanah Bumbu sebagaimana telah di pertimbangkan di atas juga tidak sah secara hukum, oleh karena Izin lokasi tersebut, berada dan masuk dalam Areal kerja HPH-TI/IUPHHK-HT Pembanding ? semula Penggugat, yang kemudian oleh Terbanding - semula Tergugat dilanjutkan dengan kegiatan perkebunan dalam lokasi areal objek sengketa adalah merupakan pelanggaran dan kesalahan yang fatal bagi Terbanding ? semula Tergugat terhadap Hak Pembanding ? semula Penggugat ;Apalagi Terbanding - semula Tergugat telah diberi somasi/peringatan oleh Pembanding ? semula Penggugat tetapi tetap mengabaikannya, sehingga tindakan Terbanding - semula Tergugat bukan lagi di kategorikan sebagai kelalaian (culpa) tetapi sudah merupakan kesengajaan (dolus) yang harus di pertanggung jawabkan oleh Terbanding - semula Tergugat atas perbuatannya dengan segala akibat hukumnya, begitu juga tidak di ketemukan adanya alasan pembenar maupun pemaaf terkecuali berdamai antara kedua belah pihak ;Adanya kerugian.Menimbang, bahwa pada dasarnya akibat dari suatu perbuatan melawan hukum adalah timbulnya suatu kerugian (schade) bagi si korban, kerugian tersebut harus di ganti oleh orang-orang atau badan hukum yang di bebankan oleh hukum untuk mengganti kerugian tersebut.Dalam hal Ganti Rugi karena adanya perbuatan melawan hukum adalah Ganti Rugi dalam bentuk menghukum yaitu ganti rugi yang harus diberikan kepada korban dalam jumlah yang melebihi dari kerugian yang sebenarnya diderita sehingga dalam hal ganti rugi di kenal adanya Ganti Rugi Nominal, kompensasi maupun perhukuman. oleh karena itu dalam perkembangannya timbul suatu bentuk ganti rugi yaitu dalam bentuk kerugian materiil maupun kerugian immateriil ;Menimbang, bahwa selanjutnya dalam perkara ini ?Apakah perbuatan Terbanding - semula Tergugat sebagaimana telah di pertimbangkan di atas menyebabkan pembanding - semula Penggugat menderita kerugian atau tidak ?. Maka akan di pertimbangkan seperti tersebut dibawah ini;Menimbang, bahwa pembanding - semula Penggugat mendalilkan bahwa akibat dari perbuatan Terbanding - semula Tergugat telah menimbulkan kerugian terhadap pembanding - semula Penggugat sebesar Rp.1.790.674.078.732 (satu triliun tujuh ratus sembilan puluh milyar enam ratus tujuh puluh empat juta tujuh puluh delapan ribu tujuh ratus tiga puluh dua Rupiah) yang terdiri dari kerugian materiil sebesar Rp. 790.674.078.732 ((tujuh ratus sembilan puluh milyar enam ratus tujuh puluh empat juta tujuh puluh delapan ribu tujuh ratus tiga puluh dua Rupiah) dan kerugian immateriil sebesar Rp. 1.000.000.000.000,- (satu triliun Rupiah) ;Menimbang, bahwa terjadinya kerugian dimaksud bermula dari adanya suatu perbuatan yang melanggar hukum, sehingga muncul adanya kerugian dari pihak korban(Penggugat Pembanding), yaitu Terbanding - semula Tergugat telah melakukan kegiatan perkebunan di Areal Kerja Pembanding - semula Penggugat,yang meliputi pembukaan lahan (Land Clearing) dengan cara perusakan terhadap tanaman kehutanan dalam kawasan HPH-TI/IUPHHK-HT Pembanding - semula Penggugat dan kegiatan penanaman kelapa sawit di atas lahan di maksud. Padahal jauh sebelumnya Pembanding - semula Penggugat telah melakukan penanaman di seluruh areal kerja tersebut yang seluruhnya kegiatan penanaman tersebut telah di ketahui dan di lakukan penilaian yang hasilnya sudah di pertimbangkan untuk di sahkan oleh Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sebagaimana terlihat dengan jelas dalam RKT Pembanding ? semula Penggugat (Bukti P-11 s/d P-18 dan P-50 sampai dengan P-52) ;Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap terutama dari hasil pemeriksaan setempat pada tanggal 30 Oktober 2014 terlihat dengan jelas dalam ?Gambar Peninjauan Lapangan Bersama Pengadilan Negeri Batulicin pada lokasi PT.Agro Bukit Desa Mangkalapi Kec .Kusan Hulu?(Vide lampiran Berita Acara Persidangan dalam Berkas Perkara hal.23) perihal adanya kerusakan yang dilakukan oleh pihak Terbanding - semula Tergugat terhadap tanaman Acacia Mangium Pembanding - semula Penggugat yang telah ditebang / dirobohkan atau dirusak, kemudian dilakukan penanaman kelapa sawit oleh Terbanding - semula Tergugat sebagaimana terlihat dalam dan /atau telah di beri tabel penjelasan oleh Panitera Pengganti pada gambar foto aquo, yakni :?Tumpukan Kayu sebagai yang di tunjukkan PT.HRB?,?Tanaman PT.HRB bekas Terbakar?,?Tanaman PT.HRB berupa jenis Acacia mengium ?dan?Tunggak bekas Tebang Jenis Acacia mengium?,dimana dalam keseluruhan areal objek sengketa tersebut telah dilakukan penanaman kelapa sawit oleh Terbanding - semula Tergugat seluas 1,593 Hektar.Dengan melihat fakta-fakta pada gambar Foto Tanaman Acacia mengium yang telah di tebang / di robohkan atau di rusak tersebut bentuk penanamannya tersusun secara rapi dan terstruktur, membuktikan bahwa penanaman Acacia mengium di maksud telah mengikuti suatu pola yang terencan dengan baik dan profesional, karena tidak mungkin tanaman Acacia mangium yang berada dalam semak belukar yang tumbuh secara liar dapat tumbuh, tertata dan tersusun secara rapi serta terpola kalau tidak di tanam oleh pembanding - semula Penggugat selaku pemegang HPH-TI/IUPHHK-HT ;Dengan demikian Majelis Hakim tingkat banding tidak sependapat dengan Keterangan Ahli : Dr.RAHMAN POERWOKO yang menafsir berdasarkan citra satelit / landsat 7 ETM+Band 542 path/Row:117/62 liputan 6 Februari 2008 Stripping liputan 29 juni 2008 (Bakti-100) maupun Keterangan Saksi BAMBANG YUWONO yang pada awal tahun 2009 pernah melakukan peninjauan lapangan di areal objek sengketa yang di permasalahkan oleh Pembanding - semula Tergugat yang di perkuat pula oleh keterangan saksi Muhammad yang pada pokoknya semua menerangkan bahwa dari hasil pengamatan di lapangan tidak di temukan bekas-bekas tanaman Acacia Mangium yang dirusak dan yang ada hanya tanaman liar dan semak belukar adalah tidak relevan dan justeru bertentangan dengan Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yakni sewaktu dilakukan pemeriksaan setempat pada tanggal 30 Oktober 2014 Yaitu dengan ditemukannya tanaman-tanaman Acacia Mangium yang telah di robohkan dari jenis Acacia Mangium yang tumbuh subur (Vide Lampiran Berita Acara Persidangan dalam Berkas perkara halaman 23); oleh karenanya keterangan saksi-saksi dan ahli tersebut di atas tidak beralasan sehingga patut di kesampingkan ; Menimbang, bahwa sebagaimana dalam pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut di atas, bahwa akibat dari Perbuatan Terbanding - semula Tergugat yang telah melakukan kegiatan perkebunan didalam dan/atau di sebagian wilayah Areal Kerja pembanding ? semula Penggugat sesuai peta overlay tanggal 17 Juli 2014 seluas 8.745 (delapan ribu tujuh ratus empat puluh Lima) Hektar yang terletak di koordinat Bujur Timur 11534?52.84?-11543?58.39? dan Lintang Selatan 322?33.60?-331?19.13?Yakni mulai dari kegiatan penebangan/merobohkan Tanaman-tanaman yang ada dan/atau pengrusakan tanaman-tanaman kemudian di lanjutkan pembukaan lahan (Land Clearing) sampai dengan penanaman budidaya kelapa sawit oleh Terbanding - semula Tergugat, maka Pembanding - semula Penggugat mengalami kerugian sehingga oleh karenanya kerugian dimaksud harus di ganti oleh Terbanding - semula Tergugat ; Menimbang, bahwa untuk menentukan dan menghitung permintaan ganti rugi dalam bentuk kerugian materiil Pembanding - semula Penggugat mengacu pada peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor:P-4/VI-BRPUK/2011 Tentang Pedoman Pengganti Biaya Investasi (Bukti P-26) ; Menimbang, bahwa dalam pasal 4 menegaskan bahwa :(1)?Pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan yang akan menggunakan sebagai kawasan hutan produksi yang telah di bebani IUPHHK dan/atau IUPHHBK,wajib memberikan penggantikan biaya investasi kepada pemegang IUPHHK dan/atau IUPHHBK secara proporsional? ;(2)?Komponen penggantian biaya investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk IUPHHK dan/atau IUPHHBK pada Hutan tanaman, meliputi : a.Penggantian Nilai Harapan Yang Hilang (PNHH) ; b.Penggantian Nilai Harapan Keuntungan (PNHK) ; c. Penggantian Nilai Prasama yang Hilang (PNPH) ; d. Penggantian Nilai inefesiensi (PNI) ;Menimbang, bahwa Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P.4/VI-BRPUK/2011 tersebut dapat di jadikan pedoman akibat rusaknya tanaman Acacia Mangium Pembanding - semula Penggugat sehingga menimbulkan kerugian sebagaimana telah di pertimbangkan di atas;Menimbang, bahwa komponen penggantian biaya investasi dan/atau kerugian sebagian HPH-TI / IUPHHK-HT pembanding ? semula Penggugat akibat perbuatan melawan hukum Terbanding ? semula Tergugat, maka untuk penghitungan Penggantian Nilai Harapan Keuntungan (PNHK), Penggantian Nilai Prasarana Yang Hilang (PNPH) dan Penggantian Nilai Inefesiensi (PNI) sebagaimana di atur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P.4/VI-BRPUK/2011 tidak dapat di terapkan untuk kerugian Pembanding - semula Penggugat karena ketiga komponen tersebut di atas tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sehingga tidak beralasan untuk di kabulkan;Oleh karenanya untuk perhitungan kerugian Pembanding - semula Penggugat yang paling relevan adalah komponen Penggantian Nilai Harapan Yang Hilang (PNHK) sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 ayat (8) jo. Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan No. P-4/VI-BRPUK/2011 untuk sebagian areal HPH-TI/IUPHHK-HT Pembanding - semula Penggugat yang dijadikan kegiatan perkebunan tanpa Hak dan melawan hukum oleh Terbanding - semula Tergugat ;Menimbang, bahwa mengenai rusaknya tanaman pada kawasan Areal Kerja Pembanding ? semula Penggugat yang telah di lakukan kegiatan perkebunan oleh Terbanding - semula Tergugat dengan bepedoman pada komponen Penggantian Nilai Harapan Yang Hilang (PNHH), yaitu penggantian jumlah kerugian atas nilai harapan tanaman pada areal kerja IUPHHK dan / atau IUPHHBK yang sudah ditanami namun belum mencapai masa tebang (daur) yang hilang dan harus di ganti oleh Terbanding - semula Tergugat akibat dari kegiatan perkebunan pada sebagian Areal Kerja IUPHHK pembanding semula Penggugat, dengan cara penghitungan PNHH adalah sebagai berikut :?Luas tanaman X harga kayu per m X produksi rata-rata perhektar (m/ha) = PNHH? ;Jadi dalam hal ini besaran PNHH yang harus di ganti oleh Terbanding - semula Tergugat kepada pembanding - semula Penggugat adalah sebagai berikut :1,593 ha (Luas tanaman) X Rp.450.000 (harga kayu per m) X 120 (produksi rata-rata perhektar) = Rp.85.998.038.732 (delapan puluh lima milyar sembilan ratus sembilan puluh delapan juta tiga puluh delapan ribu tujuh ratus tiga puluh dua Rupiah) ;Hubungan Kausal antara Perbuatan dengan KerugianMenimbang, bahwa dalam hal ini terdapat 2 teori tentang hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian, yaitu teori hubungan Faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara Faktual hanyalah merupakan masalah Fakta atau apa yang secara Faktual terjadi, setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara Faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya ;Sehingga teori ini sering di sebut sebagai ?but for? atau ?Sine Qua Non?.Selanjutnya untuk melengkapi teori ini kemudian muncul teori ?Relativitas? yang bermakna norma perlindungan yang mengajarkan behwa agar seseorang dapat di mintakan tanggung jawab karena telah melakukan perbuatan melawan hukum (Vide pasal 1365 KUHPerdata) ;Menimbang, bahwa selanjutnya ? Apakah dengan adanya perbuatan yang telah di lakukan oleh Terbanding - semula Tergugat dalam melakukan kegiatan perkebunan kelapa sawit sudah termasuk di dalam perbuatan melawan hukum, sehingga timbul suatu kerugian terhadap pihak Pembanding ? semula Penggugat, maka akan dipertimbangkan seperti tersebut di bawah ini ;Menimbang, bahwa sebagaimana telah di pertimbangkan di atas, bahwa izin Lokasi dan IUP-B kelapa sawit Terbanding - semula Tergugat berada di atas Areal kerja HPH-TI/IUPHHK-HT Pembanding ? semula Penggugat, sehingga kegiatan perkebunan yang telah dilakukan oleh Terbanding ? semula Tergugat dalam areal kerja tersebut termasuk perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Hak-hak Pembanding ? semua Penggugat sesuai dengan diktum KEEMPAT huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : SK.435/menhut.II/2009 ;Menimbang, bahwa oleh karena untuk mengubah status suatu kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan atau sebaliknya dari Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan, Kewenangannya berada pada Menteri Kehutanan, hal itu juga di tegaskan oleh saksi HANIF FAISOL NUROFIQ yang di ajukan oleh Terbanding - semula Tergugat yang mengatakan bahwa sepanjang suatu kawasan di ubah statusnya menjadi bukan kawasan hutan dengan syarat-syarat tertentu yang di tetapkan oleh Menteri Kehutanan, maka syarat-syarat tersebut berlaku dan mengikat termasuk kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian sepanjang terdapat persyaratan bahwa Izin pemanfaatan / pengusahaan hutan yang telah di berikan, akan tetap berlaku sehubungan adanya perubahan status kawasan maka Pemerintah Daerah seharusnya tunduk dan taat kepada persyaratan yang telah di tetapkan oleh Menteri Kehutanan tersebut .Begitu pula dengan diktum KEEMPAT huruf (c) Keputusan Menteri Kehutanan RI No : SK.435/menhut-II/2009 yang mensyaratkan bahwa Izin pemanfaatan hutan atau izin penggunaan kawasan hutan yang masih berlaku sebelum di terbitkannya keputusan Menteri Kehutanan RI tersebut masih tetap berlaku sampai dengan Izinnya berakhir harus tetap di patuhi dan ditaati oleh pemerintah Daerah ;Akan tetapi Faktanya dari hasil pemeriksaan setempat pada tanggal 30 oktober 2014 terlihat dengan jelas pada gambar Foto (dalam BAP) Tanaman Acacia Mangium yang telah di tebang / di robohkan atau di rusak, kemudian di lakukan penanaman kelapa sawit oleh Terbanding - semula Tergugat di sebagian areal kerja HPH-TI/IUPHHK-HT Pembanding ? semua Penggugat, sehingga jelas keadaan yang demikian menjadi bukti nyata perusakan yang dilakukan Terbanding ? semula Tergugat akibat perbuatan Terbanding - semula Tergugat yang tanpa persetujuan Pembanding ? semula Penggugat yang bertentangan dengan hak- hak Pembanding ?semula Penggugat, oleh karena itu perbuatan Terbanding ?semula Tergugat yang melakukan penebangan / merobohkan atau perusakan Tanaman-tanaman Acacia Mangium, Pembanding ? semula Penggugat membuat Pembanding ? semula Penggugat di rugikan, sehingga terbukti: adanya hubungan kausal antara perbuatan Terbanding - semula Tergugat dengan kerugian yang di alami Pembanding ? semula Penggugat ;Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum sebagaimana telah di uraikan di atas, maka perbuatan Terbanding - semula Tergugat dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad) yang dalam arti luas dan dianut dalam Hukum positif Indonesia tidak hanya perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan Undang-undang saja, tetapi termasuk juga,perbuatan yang melanggar dan/atau memperkosa suatu hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik, termasuk dalam hal ini perbuatan itikad tidak baik Terbanding - semula Tergugat yang telah melakukan kegiatan perkebunan dalam Areal kerja HPH-TI/IUPHHK-HT Pembanding ? semula Penggugat . Dengan demikian petitum 2 dan 3 Pembanding ? semula Penggugat dapat di kabulkan ;Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan Terbanding - semula Tergugat yang telah melakukan kegiatan perkebunan di Areal kerja Pembanding ? semua Penggugat, yang meliputi pembukaan lahan (Land Clearing) dengan cara menebang / merobohkan sehingga Tanaman-tanaman Kehutanan menjadi rusak dan di lanjutkan dengan kegiatan penanaman kelapa sawit di kualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah di pertimbangkan di atas, maka Majelis Hakim tingkat banding memberikan Hak Kepada Pembanding ? semula Penggugat untuk mengembalikan Fungsi lahan, melalui pembersihan lahan dari segala Tanaman, bangunan dan hal lainnya .Dengan demikian petitum 4 Pembanding ? semula Penggugat dapat di kabulkan ;Menimbang, bahwa mengenai Tuntutan kerugian materiil yang di ajukan Pembanding ? semula Penggugat sebagaimana telah di pertimbangkan di atas, bahwa akibat dari perbuatan melawan hukum yang di lakukan Terbanding - semula Tergugat menimbulkan suatu kerugian ( Schade) bagi Pembanding ? semula Penggugat, dengan mengacu dan berpedoman, pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor:P.4/VI-BRUPUK/2011, ternyata komponen penggantian biaya investasi dan/atau kerugian yang paling relevan dan harus di ganti oleh Terbanding - semula Tergugat kepada Pembanding ? semula Penggugat adalah Penggantian Nilai Harapan Yang Hilang (PNHH) dengan rumusan sebagai berikut:1,593 ha (Luas tanaman) X Rp.450.000 (harga kayu per m) X 120 (produksi rata-rata perhektar) = Rp.85.998.038.732 (delapan puluh lima milyar sembilan ratus sembilan puluh delapan juta tiga puluh delapan ribu tujuh ratus tiga puluh dua Rupiah); Dengan demikian Tuntutan kerugian materiel yang diajukan oleh Pembanding ? semula Penggugat sebagaimana dalam petitum 5 Pembanding ? semula Penggugat dapat di kabulkan ;Sedang Mengenai Tuntutan kerugian Immateriel yang di ajukan oleh Pembanding ? semula Penggugat berupa Rusaknya reputasi Pembanding ? semula Penggugat adalah merupakan tuntutan yang mengada-ada oleh karena Pembanding ? semula Penggugat tidak dapat membuktikan tentang adanya kerugian immateriil dimaksud, baik menyangkut kedudukan, harkat dan martabat sebagai barometer yang di derita Pembanding ? semula Penggugat yang di sebabkan oleh Terbanding - semula Tergugat, Sehingga Tuntutan Immateriil tersebut harus di tolak, karena tidak mempunyai dasar dan alasan yang cukup jika di kaitkan dengan perbuatan melawan hukum yang di lakukan oleh Terbanding - semula Tergugat ;Menimbang, bahwa mengenai permohonan putusan serta merta pelaksanaan putusan lebih dahulu yang di ajukan oleh Pembanding ? semula Penggugat meskipun ada upaya perlawanan banding atau Kasasi (uitvoerbaar bij voorraad), oleh karena permohonan tersebut tidak memenuhi syarat sebagaimana di tentukan dalam pasal 191 Rbg/180 Hir dan SEMA No.03 tahun 2000 Jo.SEMA No.04 tahun.2001 tentang putusan serta merta dan provisional, maka petitum 7 Pembanding ? semula Penggugat harus ditolak ;Menimbang, bahwa mengenai Sita Jaminan yang di mohonkan oleh Pembanding ? semula Penggugat, oleh karena Majelis Hakim tingkat pertama tidak pernah melakukan penyitaan terhadap harta benda Terbanding - semula Tergugat sebagaimana tertuang dalam surat gugatan, maka tidak ada alasan untuk mengabulkan Sita Jaminan tersebut dengan demikian petitum 8 Pembanding ? semula Penggugat harus di tolak pula:Menimbang, bahwa mengenai segala hal lainnya oleh karena tidak ada relevansinya dengan perkara ini maka tidak perlu di pertimbangkan lebih lanjut ;Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Pembanding ? semula Penggugat dikabulkan sebagian, maka Majelis Hakim tingkat banding menolak gugatan untuk selain dan selebihnya sebagaimana dalam amar putusan di bawah ini ;Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta dan pertimbangan-pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas, maka Majelis Hakim tingkat banding tidak sependapat dengan keberatan-keberatan atau bantahan - bantahan dari kuasa Hukum Terbanding - semula Tergugat dalam Kontra Memori Bandingnya, sehingga oleh karenanya harus di kesampingkan ;Menimbang, bahwa dari keseluruhan uraian pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut di atas, maka Majelis Hakim tingkat banding cukup beralasan untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri Batulicin tanggal 05 Pebruari 2015 No.12/Pdt.G/2014/PN.Bln. yang di mohonkan banding tersebut, dan mengadili sendiri sebagaimana akan di sebutkan dalam amar putusan di bawah ini ;Menimbang, bahwa oleh karena Terbanding - semula Tergugat sebagai pihak yang di kalahkan, maka harus di hukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding yang besarnya akan di tetapkan dalam amar putusan di bawah ini ;Mengingat Ketentuan pasal 1365 KUH Perdata,pasal 199 Rbg-205 Rbg.jo. ketentuan titel VII R.V. dan ketentuan-ketentuan hukum lain yang bersangkutan dengan perkara ini ;MENGADILI SENDIRI:- Menerima permohonan banding dari Pembanding ? semula Penggugat;- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Batulicin tanggal 5 Pebruari 2015, Nomor 12/Pdt.G/2014/PN.Bln yang dimohonkan banding tersebut;MENGADILI SENDIRI:DALAM EKSEPSI:- menolak eksepsi Terbanding - semula Tergugat ;DALAM POKOK PERKARA:- Mengabulkan gugatan Pembanding ? semula Penggugat untuk sebagian ;- Menyatakan Terbanding - semula Tergugat telah beritikad tidak baik dengan melakukan kegiatan perkebunan dalam Areal kerja Pembanding ? semula Penggugat ;- Menyatakan Terbanding - semula Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Pembanding ? semula Penggugat ;- Memberikan Hak kepada Pembanding ? semula Penggugat untuk mengembalikan Fungsi lahan, melalui pembersihan lahan tersebut dari segala tanaman, bangunan dan hal lainnya ;- Menghukum Terbanding - semula Tergugat untuk secara sekaligus dan seketika membayar kompensasi atas kerugian materiil Pembanding ? semula Penggugat sebesar Rp.85.998.038.732,( delapan puluh lima milyar sembilan ratus sembilan puluh delapan juta tiga puluh delapan ribu tujuh ratus tiga puluh dua Rupiah);- Menolak gugatan Pembanding ? semula Penggugat untuk selain dan selebihnya ;- Menghukum Terbanding - semula Tergugat untuk membayar biaya perkara yang untuk tingkat banding ditetapkan sebesar Rp150.000,-(Seratus Lima puluh ribu Rupiah); |
Tanggal Musyawarah | 18 Agustus 2015 |
Tanggal Dibacakan | 19 Agustus 2015 |
Kaidah | — |
Abstrak |
Data Identitas Tidak Ditemukan
Lampiran
Lampiran
- Download Zip
- 47/PDT/2015/PT_BJM.zip
- Download PDF
- 47/PDT/2015/PT_BJM.pdf
Putusan Terkait
Putusan Terkait
-
Kasasi : 2690 K/PDT/2016
Banding : 47/PDT/2015/PT BJM
Lainnya : 12/Pdt.G/2014/PN.Bln
Statistik
Statistik
106
56