Putusan MS PROP NAD
53/Pdt.G/2016/MS.Aceh

Putusan MS PROP NAD Nomor 53/Pdt.G/2016/MS.Aceh
Tanggal 15 Agustus 2016 —Pembanding/Penggugat : Anhar bin Basyarah
Terbanding/Tergugat : Rubiaty binti Rabin, S.Pd

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan banding dalam perkara ini telah diajukan Pembanding dalam tenggang waktu dan telah sesuai menurut tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku maka permohonan banding tersebut secara formil harus dinyatakan dapat diterima;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding Mahkamah Syar?iyah Aceh, akan menyampaikan pertimbangannya terhadap apa yang sudah dipertimbangkan dan diputus oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama Mahkamah Syar?iyah Tapaktuan yang telah dituangkan dalam Salinan Resmi Putusan, dan juga memperhatikan berita acara sidang dan bukti-bukti dipersidangan serta memori banding dan kontra memori sebagai berikut:
Menimbang, bahwa Pembanding di dalam memori banding menyampaikan keberatannya terhadap putusan Mahkamah Syar?iyah Tapaktuan, yang pada pokoknya sebagai berikut:
Bahwa, Terbanding sudah mengakui dalam rumah tangga telah terjadi cekcok terus menerus, dan dalam perkawinan belum mendapatkan keturunan, seharusnya pengakuan tersebut dapat menjadi bukti mengabulkan permohonan Pembanding;
Bahwa, Majelis Hakim hanya mendengarkan keterangan saksi dari Terbanding dan saksi-saksi tersebut saudara kandung Pembanding sendiri, yang misinya hanya membuat fitnah, dan berniat untuk merebut harta peninggalan almarhum saudara kandung kami yang baru meninggal dunia, sedangkan Pembanding mempertahankan harta tersebut karena Almarhum ada meninggalkan anak yatim;
Bahwa, Majelis Hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan pada hari Rabu tanggal 18 Mei 2016, tetapi kenyataannya pada tanggal 11 Mei 2016 putusan sudah dibacakan pada waktu itu Pembanding tidak hadir, dengan amar putusan menolak permohonan Pemohon/Pembanding;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan yang disampaikan oleh Pembanding tersebut telah dijawab oleh Terbanding di dalam kontra memori banding tanggal 07 Juni 2016, yang bila disimpulkan pada dasarnya Terbanding merasa puas dengan putusan Nomor 0261/Pdt.G/2016/MS.Ttn tanggal 11 Mei 2016 M bertepatan dengan tanggal 04 Sya?ban 1437 H, karena Majelis Hakim Mahkamah Syar?iyah Tapaktuan telah membuat putusan yang jelas dan didukung oleh keterangan saksi-saksi yang memberi keterangan dibawah sumpah, sehingga putusan tersebut bukan sebuah rekayasa;
Menimbang, bahwa terhadap pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama tersebut, Majelis Hakim Tingkat Banding Mahkamah Syar?iyah Aceh tidak sependapat, karena itu Mahkamah Syar?iyah Aceh akan memberi pertimbangan sendiri;
Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan terbukti bahwa rumah tangga Pembanding dan Terbanding sudah pecah dan tidak ada lagi harapan untuk hidup rukun membina rumah tangga bahagia (sakinah, mawaddah dan rahmah), sebagaimana yang diamanahkan Allah dalam Al-Quran Surat Ar-Rum ayat 21 begitu pula maksud dari pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan telah tidak terwujud, karena antara keduanya sejak tahun 2013 telah terjadi perselisihan yang terus menerus dan sejak tahun 2014 Pembanding dan Terbanding sudah pisah rumah sampai sekarang dan dalam perkara a quo oleh Majelis Hakim dalam setiap kali sidang telah dilakukan upaya damai, sesuai dengan maksud dari Pasal 82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan ke dua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 dan juga untuk memenuhi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 telah dilaksanakan mediasi tetapi tidak berhasil dan Majelis Hakim Tingkat Pertama Mahkamah Syar?iyah Tapaktuan juga telah memberikan kesempatan pada saudara kandung Pemohon (saksi-saksi Termohon) sebagai juru damai untuk mendamaikan kembali Pemohon dengan Termohon namun tidak berhasil, maka merujuk kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 273/K/AG/1998 tanggal 17 Maret 1999 yang menyatakan bahwa cekcok, hidup berpisah, tidak tinggal dalam satu tempat kediaman bersama dan salah satu pihak tidak berniat untuk meneruskan kehidupan bersama dengan pihak lain merupakan fakta hukum yang cukup untuk alasan perceraian dan Termohon sendiri menyatakan bila terjadi perceraian akan menuntut uang iddah, nafkah yang lalu dan sebagainya sebagai tanggung jawab Pemohon sebagai seorang suami yang menceraikan istrinya;
Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh ke dua belah pihak Majelis Hakim Tingkat Banding Mahkamah Syar?iyah Aceh berpendapat bahwa keterangan yang diberikan di bawah sumpah oleh para saksi tersebut tidak mendukung dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pembanding di dalam permohonannya, sehingga putusan Mahkamah Syar?iyah Tapaktuan menolak permohonan Cerai Talak dari Pembanding karena tidak terbukti, dengan kata lain tetap mempertahankan perkawinan Pembanding dengan Terbanding;
Menimbang, bahwa namun demikian memperhatikan dari segi manfaat dan mudharat yang ditimbulkan dari mempertahankan perkawinan Pembanding tersebut yang mana Terbanding sendiri mengakui pada saat ini sudah pisah rumah selama 1 (satu) tahun, meskipun alasan yang disampaikan penyebab dari pisah rumah tersebut berbeda antara Pembanding dengan Terbanding, namun peristiwa tersebut menjadi petunjuk bagi Majelis Hakim ada indikasi hubungan perkawinan antara Pembanding dan Terbanding tidak harmonis lagi, karena mustahil pasangan suami istri yang harmonis berpisah seperti Pembanding dan Terbanding, maka untuk dapat menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara setepat-tepatnya Majelis Hakim harus lebih dahulu mengetahui secara objektif tentang duduknya perkara, sehingga dalam mengadili suatu perkara seharusnya Majelis Hakim harus bersikap untuk memeriksa hal yang terpenting seperti fakta atau peristiwanya bukan hukumnya, karena yang bersifat menentukan adalah peristiwanya;
Menimbang, bahwa sebuah putusan pengadilan harus dapat memberi kepastian hukum, keadilan dan manfaat bagi pencari keadilan sehingga pada akhirnya dapat dilakukan exekusi, maka dalam perkara a quo bila perkawinan Pembanding dengan Terbanding tetap dipertahankan dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi pihak istri (Terbanding) karena suami (Pembanding) tidak pulang dan tidak pernah menjemput Terbanding untuk hidup bersama tinggal dalam satu rumah, seharusnya dalam sebuah lembaga perkawinan sangat penting adalah antara suami istri bersama-sama merasakan suka duka dalam kehidupan, dan saling cinta mencintai serta memupuk rasa percaya terhadap pasangan masing-masing, akan tetapi dalam rumah tangga Pembanding dan Terbanding Majelis Hakim Banding Mahkamah Syar?iyah Aceh tidak menemukan keadaan seperti itu, karenanya untuk memperoleh gambaran bahwa perceraian adalah solusi terbaik dari problema rumah tangga Pembanding dan Terbanding saat ini, maka perlu mengutip sebuah hadist Nabi S.A.W. dan kaidah-kaidah hukum Islam serta doktrin pakar hukum Islam yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
?Tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan tidak boleh pula memudharatkan orang lain? (Tanwirul Hawalik Syarth ?Ala Muwaththa? Malik, juz III, Kitab Al-Makatib, Beirut, 1979, cet. III, hal. 38);
?Mengantipasi dampak negatif harus diprioritaskan dari pada mengejar kemashlahatan (yang belum jelas). Apabila saling berlawanan antara mafsadat dengan mashlahat, maka yang didahulukan adalah mencegah mafsadatnya?, (Al-Asyabah Wa Al-Nadhair, Beirut, 1978, cet. II hal. 62);
?Islam telah memilih lembaga perceraian ketika kehidupan rumah tangga telah goncang serta sudah dianggap tidak bermanfaat lagi nasehat dan perdamaian dimana hubungan suami istri telah hampa, karenanya meneruskan perkawinan berarti menghukum salah satu pihak dengan penjara yang berkepanjangan. Hal itu berarti tindakan yang bertentangan dengan rasa keadilan?, (Madza Hurriyah Al-Zaujain, Fi al-Thalaq, Beirut, 1981, cet. I, hal. 83);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas alasan permohonan Pembanding untuk bercerai dengan Terbanding telah sesuai dengan alasan yang tercantum dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf (f) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, maka Majelis Hakim Banding Mahkamah Syar?iyah Aceh tidak sependapat dengan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama Mahkamah Syar?iyah Tapaktuan yang telah menolak permohonan Pemohon/Pembanding untuk menjatuhkan talak satu raj?i kepada Termohon/Terbanding dalam putusan Nomor 0261/Pdt.G/2015/MS. Ttn tanggal 11 Mei 2016 M bertepatan dengan tanggal 04 Sya?ban 1437 H, tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan dan Majelis Hakim Banding Mahkamah Syar?iyah Aceh akan memberi putusan dengan mengadili sendiri sebagaimana amar di bawah ini dengan demikian permohonan Pembanding untuk diberi izin mengikrarkan talak dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan Pembanding maka Majelis Hakim Banding Mahkamah Syar?iyah Aceh akan memberi pertimbangan secara ex officio mengenai tuntutan Termohon/Terbanding hanya terhadap uang iddah, dan menghukum Pembanding untuk memberikan mut?ah berupa uang kepada Terbanding sesuai dengan maksud Pasal 41 huruf c Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, adapun jumlahnya akan dicantumkan dalam amar putusan ini, sedangkan tuntutan Temohon/Terbanding lainnya karena tidak dibuktikan maka ditolak;
Menimbang, bahwa uang iddah disyari?atkan kepada bekas suami adalah untuk biaya hidup bekas istri selama tiga kali suci, karena dalam masa iddah tersebut istri tidak boleh menerima pinangan dari laki-laki lain, dan kepada bekas suami masih diperbolehkan rujuk, sedangkan mut?ah disyari?atkan sebagai hadiah untuk menghibur kesedihan dari seorang istri yang diceraikan oleh suami, karena didalam perceraian yang sangat dirugikan dan menderita serta berdampak buruk terhadap psikologi adalah pihak istri, dan pula in cassu pihak suami (Pemohon/Pembanding) yang sangat menginginkan perceraian ini, ketentuan ini diatur dalam Pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam di Indonesia;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 84 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang 50 Tahun 2009, untuk kesempurnaan administrasi Majelis Hakim perlu memerintahkan Panitera Mahkamah Syar?iyah Tapaktuan untuk menyampaikan salinan Penetapan Ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan di tempat perkawinan Pemohon dan Termohon dilangsungkan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan yang mewilayahi tempat tinggal Pemohon dan Termohon untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu;
Menimbang, bahwa perkara ini berhubungan dengan perkawinan maka berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan yang kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, biaya perkara pada tingkat pertama dibebankan kepada Pemohon, dan biaya perkara pada tingkat banding dibebankan kepada Pembanding;
Mengingat segala Peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta dalil-dalil hukum Islam yang berkaitan dengan perkara ini ;