Ditemukan 4685 data
75 — 37 — Berkekuatan Hukum Tetap
Oleh karena itu, tindakan DJP yang menerbitkanSKPKB merupakan tindakan yang berlebihan, tidak adil dan menyalahiasas Ultimum Remedium.6.
Penyidikan TindakPidana di Bidang Perpajakan disebutkan Pada dasarnya kegiatanpenyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah upaya palingakhir (u/timatum remidium), bukan primium remedium.5.
Hukuman itu hendaknyamerupakan suatu upaya terakhir (U/timum Remedium).b. Van de Bunt mengemukakan bahwa hukum pidana sebagaiUltimum Remedium memiliki tiga makna, yaitu:Pertama, penerapan hukum pidana hanya terhadap orang yangmelanggar hukum secara etis sangat berat.Kedua, hukum pidana sebagai Ultimum Remedium karena sanksiHalaman 37 dari 74 halaman.
Hukuman itu hendaknyamerupakan suatu upaya terakhir (U/timum Remedium).b. Van de Bunt mengemukakan bahwa hukum pidana sebagaiUltimum Remedium memiliki tiga makna, yaitu : Pertama, penerapan hukum pidana hanya terhadap orang yangmelanggar hukum secara etis sangat berat.
Kedua, hukum pidana sebagai Ultimum Remedium karenasanksi hukum pidana lebih berat dan lebih keras daripadasanksi bidang hukum lain, bahkan sering membawa dampaksampingan, maka hendaknya diterapkan jika sanksi bidanghukum lain tidak mampu menyelesaikan masalah pelanggaranhukum (obat terakhir). Ketiga Hukum pidana sebagai Ultimum Remedium karenapejabat administrasilah yang lebih dulu mengetahui terjadinyapelanggaran.
83 — 50 — Berkekuatan Hukum Tetap
Oleh karena itu, tindakan DJP yang menerbitkanSKPKB merupakan tindakan yang berlebihan, tidak adil dan menyalahiasas ultimum remedium.6.
Penyidikan TindakPidana di Bidang Perpajakan disebutkan Pada dasarnya kegiatanpenyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah upaya palingakhir (u/timatum remidium), bukan primium remedium.5.
Hukuman itu hendaknyamerupakan suatu upaya terakhir (u/timum remedium).b.
Kedua, hukum pidana sebagai u/timum remedium karena sanksihukum pidana lebih berat dan lebih keras dari pada sanksibidang hukum lain, bahkan sering membawa dampaksampingan, maka hendaknya diterapkan jika sanksi bidanghukum lain tidak mampu menyelesaikan masalah pelanggaranhukum (obat terakhir).Halaman 53 dari 76 halaman Putusan Nomor 454/B/PK/PJK/20168.10. Ketiga Hukum pidana sebagai ultimum remedium karenapejabat administrasilah yang lebih dulu mengetahui terjadinyapelanggaran.
Di samping itu,Ultimum Remedium dalam perkara a quo dilatarbelakangi peralihankewenangan atau kompetensi dari Peradilan Administrasi ke PeradilanUmum, yaitu bahwa sanksi pidana perpajakan tersebut dilihat daripemenuhan kewajiban pembayaran bersifat depend terhadap hukumadministrasi yang meletakkan prinsip administration penal lawmerupakan kebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium.
69 — 38 — Berkekuatan Hukum Tetap
Oleh karena itu, tindakan DUP yang menerbitkanSKPKB merupakan tindakan yang berlebihan, tidak adil dan menyalahiasas ultimum remedium.6).
Penyidikan TindakPidana di Bidang Perpajakan disebutkan Pada dasarnya kegiatanpenyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah upaya palingakhir (u/timatum remidium), bukan primium remedium.5.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) perlumenambahkan penjelasan mengenai prinsip Hukum Pidana sebagaiUltimum remedium sebagai berikut:a. Ultimum remedium pertama kali dipergunakan oleh MenteriKehakiman Belanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawabpertanyaan Mr. Mackay seorang parlemen Belanda mengenai dasarhukum perlunya suatu penjatuhan hukuman bagi seseorang yangtelah melakukan suatu pelanggaran hukum.
Hukuman itu hendaknyamerupakan suatu upaya terakhir (u/timum remedium).b.
Kedua, hukum pidana sebagai u/timum remedium karena sanksihukum pidana lebih berat dan lebih keras daripada sanksibidang hukum lain, bahkan sering membawa dampaksampingan, maka hendaknya diterapkan jika sanksi bidanghukum lain tidak mampu menyelesaikan masalah pelanggaranhukum (obat terakhir). Ketiga Hukum pidana sebagai ultimum remedium karenapejabat administrasilah yang lebih dulu mengetahui terjadinyapelanggaran.
588 — 154
bahwa Penasehat Hukum Terdakwa didalammemori bandingnya tertanggal 23 Desember 2014 menyampaikanalasan alasan sebagai berikut : > Bahwa putusan Judex Factie merupakan putusan yangOnvoldoende gemotiveerd, dimana Majelis Hakim yangmenyidangkan perkara ini telah keliru dalam pertimbanganhukumnya dan tidak memeriksa serta mempertimbangkansecara menyeluruh mengenai apa apa yang telah diajukanselama persidangan berlangsung ; > Bahwa dalam persidangan aquo seharusnya Majelis Hakimmenerapkan ASAS ULTIMUM REMEDIUM
Nomor :32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup (UUPPLH) pada angka 6 sangat jelas adanyaAsas Ultimum Remedium, yang menyatakan sebagai berikut Penegak hukum Pidana dalam undang undang inidiperkenalkan ancaman hukuman minimum disampingmaksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaranbaku mutu, keterpakuan penegak hukum pidana danpengaturan tindak pidana koporasi : Penegak hukum pidanalingkungan tetap memperhatikan Asas Ultimum Remediumyang mewajibkan penerapan
Terdakwa sama sekali belumpernah mendapat teguran/peringatan berupa sanksiadministrasi dari Instansi yang terkait ( Dinas LingkunganHidup dan Instansi lain), terlebih lebih lagi dari pihak Instansiterkait sama sekali tidak pernah melakukan pembinaan maupunsosialisasi berkaitan dengan pencemaran limbah B3 secarakhusus terhadap usaha laundry Larera dari awal berdirinyasampai dimiliki dan dikelola oleh Terdakwa maupun secaraUMUM ; > Bahwa Asas Ultimum Remedium memiliki esensi yang samadengan asas Subsidaritas
yang telah didakwakan oleh JaksaPenuntut Umum : Mengenai perbuatan yang telah dilakukanoleh Terdakwa secara nyata belum pernah sama sekalimenimbulkan keresahan, keluhan ataupun keberatan bagimasyarakat, khususnya masyarakat disekitar usaha Laundrymilik Terdakwa dan yang utama, sama sekali belum ada korbanatau kerugian yang ditimbulkan ; > Bahwa berdasarkan alasan seperti tersebut diatas, penjatuhanpidana yang dilakukan oleh Hakim Aquo terhadap Terdakwasudah jelas bertentangan dengan asas ultimum Remedium
Penegakanhukum pidana lingkungan tetap memperhatikan AsasUltimum Remedium yang mewajibkan penerapan penegakanhukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapanpenegakan hukum Administrasi dianggap tidak berhasil ; Bahwa dalam penjelasan umum pada angka 7 Undang Undang Nomor : 23 tahun 1997 tentang pengelolaanlingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa sebagai13penunjang hukum administrasi maka berlakunya ketentuanhukum pidana tetap memperhatikan Asas Subsidaritas yaitubahwa hukum pidana hendaknya
488 — 106 — Berkekuatan Hukum Tetap
orang yang melanggar Baku Mutu Air Limbah, Baku MutuAir Emisi, Atau Baku Mutu Gangguan dipidana, dengan pidana penjaraselama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00,00(tiga miliar rupiah) ; Ayat (2) "Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatunkan tidakdipenuhi atau pelanggaran lebih dari satu kali ;Dalam penjelasan umumnya, dikatakan "....Penegakan hukum pidanalingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium
Penerapan asasultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitupemidanaan terhadap pelanggaran Baku Mutu Air Limbah, Emisi danGangguan" ;Judex juris terlalu dini atau sangat prematur menjatuhkan hukuman pidanakepada Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana, sementara sanksiadministratif belum sepenuhnya diterapkan.
yaitu setelahsanksi berupa Terguran Tertulis, bisa ditingkatkan pada sanksi yang beratyaitu Sanksi Paksaan Pemerintah, sampai pada sanksi terberat berupaPencabutan Izin Lingkungan ;Terhadap PTPN XIV (Persero) PKS Luwu Burau belum sepenuhnyadikenakan sanksi administratif, hanya baru pada tahap sanksi administratifberupa Teguran Tertulis, oleh karena itu tidak bisa dikatakan/dinilai sanksiadministratif telah gagal/tidak berhasil, sehingga dipandang perludiberlakukan sanksi pidana secara "ultimum remedium
" sebagai langkahterakhir ;Bahwa pendayagunaan hukum pidana secara premium remedium dalamperkara ini oleh judex juris telah mengabaikan/melanggar asas subsidaritas,yang tidak lain merupakan jantungnya UndangUndang No.32 Tahun 2009,tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
ayat (2) tersebut sifatnya alternatif (atau) jugasyarat yang lainnya yaitu pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali";Pertimbangan judex juris di atas sangat keliru, sebab asas subsidaritasyang anut dalam UndangUndang No.32 Tahun 2009 merupakan ketentuanhukum acara khusus yang berbeda dengan hukum acara pidana padaumumnya di mana asas subsidaritas mewajibkan kepada penegak hukumagar tidak memberdayakan sanksi pidana lingkungan terhadap pelanggarterhadap ketentuan lingkungan hidup secara premium remedium
49 — 31 — Berkekuatan Hukum Tetap
Dengan demikian dalam mengedepankan asas litis fininiopertet dan nebis in idem serta prinsip U/timum Remedium maka dalamperkara yang sama dapat diadili dan dieksekusi untuk kedua kalinya. Halini sangat bertentangan dengan prinsipprinsip yang terkandung dalamHakHak Asasi Manusia.
Di samping itu, terdakwa yang merupakankuasa hukum dari Penggugat sekarang Pemohon Peninjauan Kembalitelah menjalani hukuman dan tidak dapat melakukan pergeserannilainilai yang bermuara pada asas Ultimum Remedium berulangkembali ke Primum Remedium, sehingga keputusan Tergugat sekarangTermohon Peninjauan Kembali, telah dilakukan tidak berdasarkanberdasarkan prinsipprinsip yang terkandung dalam menjalankankewenangan hukum yang tidak terukur, dengan mengesampingkancitacita dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan
62 — 459 — Berkekuatan Hukum Tetap
remedium) dalam usahapenegakan ketentuan perundangundangan perpajakan yang berlakuHalaman 66 dari 147Halaman.
Oleh karena itu, tindakan DJP yangmenerbitkan SKPKB merupakan tindakan yang berlebihan, tidak adildan menyalahi asas ultimum remedium;6.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semua Pemohon Bandingperlu menambahkan penjelasan mengenai prinsip Hukum Pidanasebagai Ultimum Remedium sebagai berikut:a. Ultimum Remedium pertama kali dipergunakan oleh MenteriKehakiman Belanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawabpertanyaan Mr.
Hukuman itu hendaknya merupakan suatu upayaterakhir (u/timum remedium) ;b. Van de Bunt mengemukakan bahwa hukum pidana sebagaiultimum remedium memiliki tiga makna, yaitu: Pertama, penerapan hukum pidana hanya terhadap orangyang melanggar hukum secara etis sangat berat; Kedua, hukum pidana sebagai u/timum remedium karenaHalaman 122 dari 147Halaman.
Putusan Nomor1266/B/PK/PJK/2017bersifat ultimum remedium dimana seharusnya tidak sanksi lain lagi yangdapat ditagih setelah sanksi pidana dan denda ini;.
Pembanding/Terbanding/Terdakwa : M. PAJARUDDIN
Terbanding/Pembanding/Penuntut Umum : CHRISTIN JULIANA SINAGA SH,M.Hum
52 — 36
Asas Ultimum Remedium yang mempunyai arti bahwa hukum pidanahendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.;2.
Asas Premium Remedium yakni hukum pidana diberlakukan sebagaipilihan utama, bahwa premium remedium menyatakan hukum pidanasebagai sarana hukum yang diutamakan;Menimbang, bahwa berdasarkan fakta fakta yang terungkap dipersidangan serta memperhatikan pertimbangan pertimbangan di atas, Majelisberpendapat penerapan asas Ultimum Remedium sulit untuk diterapkan atassuatu perbuatan sudah dianggap benar benar merugikan kepentingan bangsadan negara secara luar biasa/ extra ordinary, baik secara sosiologis
maupunekonomis di dalam masyarakat, maka hukuman bukan lagi menjadi pilihanterakhir akan tetapi menjadi pilihan utama (Premium Remedium) untukmembuat orang lain menjadi jera untuk melakukan kejahatan Narkotika;Halaman 14 dari 17 Putusan Nomor 52/Pid.Sus/2022/PT MDNMenimbang, bahwa sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusitertnggal 30 Oktober 2007, hukuman mati dalam kejahatan serius sepertinarkotika, merupakan hukuman berat yang diterapbkan sebagai bentukpengayoman negara terhadap warganegara terutama
hakhak korban.Kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa serius terhadap kemanusiaan(extra ordinary) sehingga penegakannya butuh perlakuan khusus, efektif danmaksimal, yakni dengan menerapkan hukuman mati, penjatuhan hukuman matiuntuk kejahatankejahatan serius terhadap kemanusiaan, hukuman matidijadikan sebagai premium remedium, yakni hukuman yang diutamakan untukmenimbulkan efek jera bagi selurun masyarakat, warga negara pada umumnya,Menimbang, bahwa berdasarkan uraian uraian di atas selamapersidangan
623 — 578
Ketika pencemaran dan perusakan lingkungan hidup telah menimbulkandampak negatif terhadap kehidupan manusia, maka perbuatan tersebut harus28dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan moral dan layakuntuk dikenakan saksi pidana;Menimbang, bahwa tindak pidana lingkungan pada masa lalu dapatdianggap sebagai u/timum remedium tetapi tuntutan internasional menghendakiagar fungsi hukum pidana dalam tindak pidana lingkungan (echocrime)menjadi primum remedium.
Bahwa pendayagunaan peradilan administratif dan hukumpidana tidak akan merupakan ne bis in idem, tetapi sebaiknya hal tersebutdilakukan setelah mempertimbangkan tingkat kesalahan si pelaku dan beratringannya kerusakan terhadap lingkungan akibat tindak pidana yang dilakukan;Penegakan hukum pidana dalam UUPPLH ini tetap memperhatikan asasultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidanasebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administratifdianggap tidak berhasil.
Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlakubagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaranbaku mutu air limbah, Dengan kata lain, pelanggaran terhadap selain bakumutu air limbah, emisi, dan gangguan berlaku asas premium remedium(mendahulukan pelaksanaan penegakan hukum pidana).Penjelasan umum atas UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menyatakan bahwa penegakanhukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium
yangmewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhirsetelah penerapan penegakan hukum administratif dianggap tidak berhasil.29Namun, asas ultimum remedium tersebut hanya berlaku bagi tindak pidanaformil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah,emisi, dan gangguan, sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UU PPLH.
Dengandemikian, untuk tindak pidana lainnya (selain dalam Pasal 100) tidak berlakuasas ultimum remedium.
93 — 62 — Berkekuatan Hukum Tetap
Sunarto, MSi, dalam putusan PengadilanNegeri Jakarta Pusat No. 234/PID.B/2011/PN.JKT.PST dalam perkara aquo, semuanya berpendapat pengenaan sanksi pidana merupakanupaya hukum terakhir (U/timum Remedium) dalam penegakan hukumpajak;Bahwa Hakim Anggota Djangkung Sudjarwadi, SH LLM berpendapatpenerapan sanksi pidana perpajakan adalah upaya penegakan hukumterakhir (U/timum Remedium), karena sanksi pidana adalah sanksi yangpaling berat (obat yang terakhir), apabila Termohon Peninjauan Kembali(semula Terbanding
Hukumanitu hendaknya merupakan suatu upaya terakhir (u/timum remedium);b. Van de Bunt mengemukakan bahwa hukum pidana sebagai ultimumHalaman 32 dari 44 halaman.
Putusan Nomor 772/B/PK/PJK/2015remedium memiliki tiga makna, yaitu :Pertama, penerapan hukum pidana hanya terhadap orang yangmelanggar hukum secara etis sangat berat;Kedua, hukum pidana sebagai ultimum remedium karena sanksi hukumpidana lebih berat dan lebih keras daripada sanksi bidang hukum lain,bahkan sering membawa dampak sampingan, maka hendaknyaditerapkan jika sanksi bidang hukum lain tidak mampu menyelesaikanmasalah pelanggaran hukum (obat terakhir);c.
Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena pejabatadministrasilah yang lebih dulu mengetahui terjadinya pelanggaran.
Di samping itu, sifatUltimum Remedium dalam perkara a quo dilatarbelakangi peralihankewenangan atau kompetensi dari Peradilan Administrasi ke PeradilanUmum, yaitu. bahwa sanksi pidana perpajakan tersebut dilihat daripemenuhan kewajiban pembayaran bersifat depend terhadap hukumadministrasi yang meletakkan prinsip administration penal lawmerupakan kebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium.
61 — 88 — Berkekuatan Hukum Tetap
Olehkarena itu, tindakan DJP yang menerbitkan SKPKB merupakan tindakanyang berlebihan, tidak adil dan menyalahi asas ultimum remedium.6.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) perlumenambahkan penjelasan mengenai prinsip Hukum Pidana sebagaiUltimum Remedium sebagai berikut:a. Ultimum Remedium pertama kali dipergunakan oleh MenteriKehakiman Belanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawabpertanyaan Mr. Mackay seorang parlemen Belanda mengenai dasarhukum perlunya suatu penjatuhan hukuman bagi seseorang yangtelah melakukan suatu pelanggaran hukum.
Hukuman itu hendaknya merupakan suatu upaya terakhir(ultimum remedium).b.
Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena pejabatadministrasilah yang lebih dulu mengetahui terjadinya pelanggaran.Jadi merekalah yang diprioritaskan untuk mengambil langkahlangkahdan tindakan daripada penegak hukum pidana.3.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semua Pemohon Banding perlumenambahkan penjelasan mengenai prinsip Hukum Pidana sebagaiUltimum Remedium sebagai berikut :a. Ultimum Remedium pertama kali dipergunakan oleh Menteri KehakimanBelanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawab pertanyaan Mr. Mackayseorang parlemen Belanda mengenai dasar hukum perlunya suatupenjatuhan hukuman bagi seseorang yang telah melakukan suatupelanggaran hukum.
107 — 55 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)perlu menambahkan penjelasan mengenai prinsip Hukum Pidanasebagai Ultimum remedium sebagai berikut:a. Ultimum remedium pertama kali dipergunakan oleh MenteriKehakiman Belanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawabpertanyaan Mr. Mackay seorang parlemen Belanda mengenaidasar hukum perlunya suatu penjatuhan hukuman bagiseseorang yang telah melakukan suatu pelanggaran hukum.
Kedua, yang dapat dihukumitu. adalah pelanggaranpelanggaran hukum, yang menurutpengalaman tidaklah dapat ditiadakan dengan caracara lain.Hukuman itu. hendaknya merupakan suatu upaya terakhir(ultimum remedium);b.
Van de Bunt mengemukakan bahwa hukum pidana sebagaiultimum remedium memiliki tiga makna, yaitu:Pertama, penerapan hukum pidana hanya terhadap orang yangmelanggar hukum secara etis sangat berat;Kedua, hukum pidana sebagai u/timum remedium karena sanksihukum pidana lebih berat dan lebih keras daripada sanksi bidanghukum lain, bahkan sering membawa dampak sampingan, makaHalaman 109 dari 139 halaman.
Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena pejabatadministrasilah yang lebih dulu@ mengetahui terjadinyapelanggaran. Jadi merekalah yang diprioritaskan untukmengambil langkahlangkah dan tindakan daripada penegakhukum pidana;.
perpajakan sebagai ultimum remedium.
20 — 11 — Berkekuatan Hukum Tetap
prinsip nebis inidem yang menganut suatu faham yang menempatkan nemo debet bisvexari pro una et eadem causa (tiada seorangpun dapat dituntut dua kalidalam perkara yang sama), di samping faham nemo debet bis punin prouno delicto (tidak ada seorangpun dapat dipidana dua kali dalam perkarayang sama), sehingga nebis in idem dimaknai merupakan suatupenghapusan hukuman untuk kedua kalinya (Cursif Majelis vide Pasal76 KUHP), sehingga walaupun hukum pidana di bidang perpajakanmerupakan suatu) asas ultimum remedium
, sedangkan hukumadministrasi perpajakan menempatkan asas primum remedium makadipandang perlu untuk di saneer, olenkarenanya melakukan eksekusikedua kalinya dari hukum pidana ke hukum administrasi terhadapkekurangan perhitungan atas kewajiban pajak yang harus dibayaradalah merupakan mencerminkan kewajiban konstitusi danmenempatkan nilainilai keadilan dan kepastian hukum di bidangperpajakan serta tidak mengurangi harkat yang terkandung dalam HakAsasi Manusia, karena Penggugat sekarang Pemohon PeninjauanKembali
47 — 26 — Berkekuatan Hukum Tetap
prinsip nebis in idemyang menganut suatu paham yang menempatkan nemo debet bis vexaripro una et eadem causa (tiada seorangpun dapat dituntut dua kali dalamperkara yang sama), di samping paham nemo debet bis punin pro unodelicto (tidak ada seorangpun dapat dipidana dua kali dalam perkarayang sama), sehingga nebis in idem dimaknai merupakan suatupenghapusan hukuman untuk kedua kalinya (Cursif Majelis vide Pasal 76KUHP), sehingga walaupun hukum pidana di bidang perpajakanmerupakan suatu) asas ultimum remedium
, sedangkan hukumadministrasi perpajakan menempatkan asas primum remedium makadipandang perlu untuk di saneer, olehkarenanya melakukan eksekusikedua kalinya dari hukum pidana ke hukum administrasi terhadapkekurangan perhitungan atas kewajiban pajak yang harus dibayar adalahmerupakan mencerminkan kewajiban konstitusi dan menempatkannilainilai Keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan serta tidakmengurangi harkat yang terkandung dalam Hak Asasi Manusia, karenaPenggugat sekarang Pemohon Peninjauan
47 — 17 — Berkekuatan Hukum Tetap
prinsip ne bis in idem yang menganutsuatu faham yang menempatkan nemo debet bis vexar pro una eteadem causa (tiada seorangpun dapat dituntut dua kali dalam perkarayang sama), di samping faham nemo debet bis puniri pro uno delicto(tidak ada seorangpun dapat dipidana dua kali dalam perkara yangsama), sehingga ne bis in idem dimaknai merupakan suatupenghapusan hukuman untuk kedua kalinya (Cursif Majelis vide Pasal76 KUHP), sehingga walaupun hukum pidana di bidang perpajakanmerupakan suatu) asas ultimum remedium
, sedangkan hukumadministrasi perpajakan menempatkan asas primum remedium makadipandang perlu untuk di saneer, oleh karenanya melakukan eksekusikedua kalinya dari hukum pidana ke hukum administrasi terhadapkekurangan perhitungan atas kewajiban pajak yang harus dibayaradalan merupakan mencerminkan kewajiban konstitusi danmenempatkan nilainilai keadilan dan kepastian hukum di bidangperpajakan serta tidak mengurangi harkat yang terkandung dalam HakAsasi Manusia, karena Penggugat sekarang Pemohon PeninjauanKembali
90 — 325 — Berkekuatan Hukum Tetap
OlehKarena itu, tindakan DJP yang menerbitkan SKPKBT merupakan tindakanyang berlebihan, tidak adil dan menyalahi asas ultimum remedium.9. Bahwa asas ultimum remedium juga diterapbkan dalam UU KUP Nomor 16Tahun 2000.
Hukuman itu hendaknya merupakan suatu upaya terakhir(ultimum remedium).b. Van de Bunt mengemukakan bahwa hukum pidana sebagaiultimum remedium memiliki tiga makna, yaitu : Pertama, penerapan hukum pidana hanya terhadap orangHalaman 79 dari 98 halaman Putusan Nomor 1017 B/PK/PJK/2016yang melanggar hukum secara etis sangat berat.
Kedua, hukum pidana sebagai ultimum remedium karenasanksi hukum pidana lebih berat dan lebih keras daripadasanksi bidang hukum lain, bahkan sering membawa dampaksampingan, maka hendaknya diterapkan jika sanksi bidanghukum lain tidak mampu menyelesaikan masalah pelanggaranhukum (obat terakhir). Ketiga Hukum pidana sebagai ultimum remedium karenapejabat administrasilah yang lebin dulu mengetahui terjadinyapelanggaran.
Hadjon, SH., dan AhliPerpajakan Drs Sunarto M.si, semuanya berpendapat pengenaan sanksipidana merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penegakanhukum pajak..
meletakkan prinsip administration penal lawmerupakan kebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium.
41 — 37 — Berkekuatan Hukum Tetap
Penghitungan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalamperadilan pidana tersebut hanyalah merupakan penghitungan potensikerugian negara bukan penghitungan utang pajak sehingga harusdihitung ulang oleh Termohon Peninjauan Kembali.Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) perlumenambahkan penjelasan mengenai prinsip Hukum Pidana sebagaiUltimum Remedium sebagai berikut :a. Ultimum Remedium pertama kali dipergunakan oleh MenteriKehakiman Belanda yaitu Mr.
Kedua, hukum pidana sebagai ultimum remedium karena sanksihukum pidana lebih berat dan lebih keras daripada sanksi bidanghukum lain, bahkan sering membawa dampak sampingan, makahendaknya diterapkan jika sanksi bidang hukum lain tidakHalaman 14 dari 41 halaman Putusan Nomor 2/B/PK/PJK/2016mampu menyelesaikan masalah pelanggaran hukum (obatterakhir). Ketiga Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena pejabatadministrasilah yang lebih dulu) mengetahui terjadinyapelanggaran.
Di sisi lain sanksipidana perpajakan tersebut dilihat dari pemenuhan kewajibanpembayaran bersifat depend terhadap hukum administrasi yangmeletakkan prinsip administration penal law merupakan kebijakanperpajakan sebagai ultimum remedium.
prinsip administration penal law merupakan kebijakanperpajakan sebagai ultimum remedium.
42 — 21 — Berkekuatan Hukum Tetap
Putusan Nomor 75/B/PK/PJK/2016sebagai Ultimum remedium sebagai berikut:a. Ultimum remedium pertama kali dipergunakan oleh MenteriKehakiman Belanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawabpertanyaan Mr. Mackay seorang parlemen Belanda mengenaidasar hukum perlunya suatu penjatuhan hukuman bagiseseorang yang telah melakukan suatu pelanggaran hukum.nyAtas pertanyaan tersebut Modderman menyatakan: ... bahwayang dapat dihukum itu pertamatama adalah pelanggaranpelanggaran hukum.
Kedua, yang dapat dihukumitu. adalah pelanggaranpelanggaran hukum, yang menurutpengalaman tidaklah dapat ditiadakan dengan caracara lain.Hukuman itu hendaknya merupakan suatu upayaterakhir(ultimum remedium).b.
Van de Bunt mengemukakan bahwa hukum pidana sebagaiultimum remedium memiliki tiga makna, yaitu:Pertama, penerapan hukum pidana hanya terhadap orang yangmelanggar hukum secara etis sangat berat.Kedua, hukum pidana sebagai u/timum remedium karena sanksihukum pidana lebih berat dan lebih keras daripada sanksibidang hukum lain, bahkan sering membawa dampaksampingan, maka hendaknya diterapkan jika sanksi bidanghukum lain tidak mampu menyelesaikan masalah pelanggaranhukum (obat terakhir).c.
Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena pejabatadministrasilah yang lebin dulu) mengetahui terjadinyapelanggaran. Jadi merekalah yang diprioritaskan untukmengambil langkahlangkah dan tindakan daripada penegakhukum pidana.3.
Putusan Nomor 75/B/PK/PJK/2016tidak dapat ditafsirkan selain yang dimaksud dalam Penjelasantersebut dan prinsip Ultimum remedium, Termohon PeninjauanKembali semua Terbanding tidak lagi memiliki kewenanganmenerbitkan SKPKB.
51 — 22 — Berkekuatan Hukum Tetap
Putusan Nomor 770/B/PK/PJK/2015Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semua Pemohon Banding perlumenambahkan penjelasan mengenai prinsip Hukum Pidana sebagaiUltimum remedium sebagai berikut:a. Ultimum remedium pertama kali dipergunakan oleh Menteri KehakimanBelanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawab pertanyaan Mr. Mackayseorang parlemen Belanda mengenai dasar hukum perlunya suatupenjatuhan hukuman bagi seseorang yang telah melakukan suatupelanggaran hukum.
Hukuman itu hendaknyamerupakan suatu upaya terakhir (u/timum remedium).b.
Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena pejabatadministrasilah yang lebih dulu mengetahui terjadinya pelanggaran.
Di sisi lain sanksi pidana perpajakan tersebut dilihat daripemenuhan kewajiban pembayaran bersifat depend terhadap hukumadministrasi yang meletakkan prinsip administration penal law merupakankebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium.
Di samping itu, sifatUltimum Remedium dalam perkara a quo dilatarbelakangi peralihankewenangan atau kompetensi dari Peradilan Administrasi ke PeradilanUmum, yaitu. bahwa sanksi pidana perpajakan tersebut dilihat daripemenuhan kewajiban pembayaran bersifat depend terhadap hukumadministrasi yang meletakkan prinsip administration penal law merupakanHalaman 53 dari 57 halaman. Putusan Nomor 770/B/PK/PJK/2015kebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium.
27 — 22 — Berkekuatan Hukum Tetap
ne bis in idem yang menganutsuatu faham yang menempatkan nemo debet bis vexari pro una eteadem causa (tiada seorangpun dapat dituntut dua kali dalam perkarayang sama), di samping faham nemo debet bis puniri pro uno delicto(tidak ada seorangpun dapat dipidana dua kali dalam perkara yangsama), sehingga ne bis in idem dimaknai merupakan = suatupenghapusan hukuman untuk kedua kalinya (Cursif Majelis vide Pasal76 KUHP), sehingga walaupun hukum pidana di bidang perpajakanmerupakan suatu) asas ultimum remedium
, sedangkan hukumadministrasi perpajakan menempatkan asas primum remedium makadipandang perlu untuk di saneer, olenkarenanya melakukan eksekusikedua kalinya dari hukum pidana ke hukum administrasi terhadapkekurangan perhitungan atas kewajiban pajak yang harus dibayaradalah merupakan mencerminkan kewajiban konstitusi danmenempatkan nilainilai keadilan dan kepastian hukum di bidangperpajakan serta tidak mengurangi harkat yang terkandung dalam HakAsasi Manusia, karena Penggugat sekarang Pemohon PeninjauanKembali