Ditemukan 2455 data
118 — 29
pada PPh Badan Tahun Pajak 2008 sebesarRp.1.706.390.250,00;bahwa Majelis berpendapat, oleh karena atas sengketa PPh Badan dimaksud telahdiperiksa dan diputus oleh Majelis I Hakim Pengadilan Pajak, maka dasardasarMenimbangMenimbangMenimbangMenimbangMengingatMemutuskanpertimbangan dan putusan Majelis I Pengadilan Pajak atas sengketa Peredaran usahapada PPh Badan tahun 2008 tersebut diterapkan dalam memeriksa dan memutus sengketaDPP PPN Masa Oktober 2008 sebesar Rp.255.935.000,00;bahwa mengenai saat terutangnya
pajak, saat terutangnya PPN adalah kondisi mana yanglebih dulu terjadi antara saat pembayaran atau saat penyerahan Barang Kena Pajak/jasaKena Pajak.
Pemohon Banding tidak dapat membuktikan dengan jelas kapan terjadinyapenyerahan dan pembayaran dilakukan sehingga Majelis sependapat dengan Terbandingbahwa penyerahan maupun pembayaran dilakukan di tahun 2008;bahwa mengenai tempat terutangnya pajak, Majelis berpendapat meskipun kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh Pemohon Banding dilakukan di berbagai wilayah di seluruhIndonesia karena statusnya sebagai Wajib Pajak tunggal dan tidak mempunyai cabang,maka tempat terutangnya PPN adalah berada di
184 — 50
penghasilan yang bersangkutan,tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu;bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000dijelaskan bahwa ketentuan ini mengatur tentang batas waktu pelaksanaan kewajibanpemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 21,Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 Undangundang Pajak Penghasilan yang dikaitkan dengansaat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
Saat terutangnya penghasilan tersebutlazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat tersedia untukdibayarkan (seperti: gaji dan dividen), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian ataufaktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentulainnya.
Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuanbiaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajibanmemotong atau memungut Pajak Penghasilan;bahwa berdasar Pasal 11 Persetujuan Antara Pemerintah RI dan NegaraNegara DomisiliKreditor PT XXX (Singapura, Inggris, Jepang, Austria, USA, Jerman, Swiss) tentangPenghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang Berhubungandengan PajakPajak atas Pendapatan, diatur antara lain bahwa saat
Saat terutangnya penghasilantersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat tersediauntuk dibayarkan (seperti: gaji dan dividen), saat yang ditentukan dalamkontrak/perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik/jasamanajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya.
109 — 27
Penyerahan HP Huawei Esia, Perdana Esia, Voucher Esia Rp. 274.339.495,00bahwa dalam Surat Banding Pemohon Banding Nomor DIR/AN/IV/033/11 tanggal 20 April 2011 Banding tidak secara ekplisit maupun implicit mangajukan banding atas koreksi TerbandPenyerahan HP Huawei Esia, Perdana Esia, Voucher Esia sebesar Rp.274.339.495,00;Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN Masa Pajak Juni 2008 sebesar Rp 374.467.129,00bahwa saat terutangnya PPN atas jasa manajemen adalah di setiap akhir Masa Pajak sebagaimadalam ketentuan
taSeptember 2008 sebesar Rp 2.511.214.740 yang telah dicatat sebagai pencadangan komersial (patas pendapatan jasa manajemen selama bulan Januari s/d Juli 2008 pada buku besar (GeneralPemohon Banding; Menurut Majelis :bahwa pada dasarnya pokok Sengketa adalah koreksi Terbanding atas DPP PPN sebesar 374.467.129,00 untuk Masa Pajak Juni 2008 yang menurut Pemohon Banding telah menyetorkan melaporkan pada Masa September 2008;bahwa yang menjadi dasar sengketa adalah perbedaan penafsiran mengenai saat terutangnya
;bahwa memori penjelasan Pasal 13 ayat (4), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 142000 yang berkaitan penyerahan barang dan jasa kena pajak yang dilakukan oleh selain pebangunan menyatakan :Atas penyerahan Jasa Kena Pajak selain pemborong bangunan, terutangnya Pajak terjadipada saat :a. tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai, baik sebagian atau seluruhnya; ataub. dilakukan penagihan pembangunan atau penggantian; atauc. pembayaran, apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak dilakukan.bahwa Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 menyatakan :Dalam hal dilakukan penagihan pembayaran atas penggantian, saat tersedianya barang atau fasihak untuk dipakai dianggap terjadi pada saat penagihan dimaksud.bahwa dari ketentuanketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa saat terutangnya PajakUndangundang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dPenjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Nomor
KMK.04/1989 menyatakan bahwa terutangnya pajak adalah pada saat tersedianya barang atauuntuk dipakai atau pada saat penagihan atau pembayaran;bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa saat terutangnya Pajak atas penyerahan jasa keselain pemborong bangunan adalah pada saat terjadinya peristiwa, yaitu dapat terjadi pada saat adztersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai, dapat terjadi pula pada saat dilakukan penagihan cpula pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima lebih dulu sebelum
30 — 24 — Berkekuatan Hukum Tetap
Padaprinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajibanpemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi,saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapatdilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupunsesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotonganpajak tersebut terjadi pada akhir bulan pembayaran.Hal. 4 dari 13 hal. Put.
Saat terutangnya penghasilan bungaHal. 8 dari 13 hal. Put. No.50/B/PK/PJK/2008deposito dan tabungan kepada nasabah kami adalah padatanggal jatuh tempo yang telah disepakati dengannasabah.
Pada tanggal jatuh tempo ini pula PT BCI wajibmembayarkan bunga ke nasabah yang sebaliknya jugaberarti saat nasabah berhak menagih bunga tersebutkepada PT BCI.Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 8 PeraturanPemerintah Nomor 138 Tahun 2000 disebutkan bahwa padaprinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajibanpemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saatpembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
Mengacupada penjelasan kami di atas, dapat disimpulkan bahwasaat terutangnya penghasilan atau saat pembayaran bungadeposito dan tabungan kepada nasabah kami adalah samayaitu pada tanggal jatuh tempo.
Dengan demikian,kewajiban pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai denganprinsip yang disebutkan dalam memori penjelasan Pasal 8Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 adalah padasaat jatuh tempo.Pendapat Majelis bahwa bunga deposito yang dibebankanharus dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) bertentangan denganprinsip mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaranatau. saat terutangnya penghasilan sebagaimana diaturdalam penjelasan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 138Tahun 2000.
43 — 8 — Berkekuatan Hukum Tetap
Sedangkan apa yang disampaikanPemohon Banding di atas adalah belum terjadi penyerahansehingga tidak ada obyek Pajak Pertambahan Nilai;b) Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf aUndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
dimaksud dalam Pasal 4huruf d;e) pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atauf) ekspor Barang Kena Pajak;2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BarangKena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, ataudalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainyapemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dan /uarDaerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e,saat terutangnya
pajak adalah pada saat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarHalaman 9 dari 23 halaman.
tentang PajakPertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir denganUndangUndang Nomor 18 Tahun 2000;Pasal 5a:Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikandapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah terutang dalam Masa Pajakterjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut yang tatacaranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan;Pasal 11:1) Terutangnya
pajak adalah pada saatpembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajakHalaman 12 dari 23 halaman.
99 — 22
Pasal 13 ayat 4 huruf b dan Keputusan Menteri KeuanganNomor 302/KMK.04/1989 Pasal 3 ayat 3, maka seharusnya tidak ada koreksiPPN atas pendapatan jasa manajemen Pemohon Banding untuk masa pajakAgustus Oktober 2008;: bahwa pada dasarnya pokok Sengketa adalah koreksi Terbanding atas DPPPPN sebesar Rp 374.467.129,00 untuk Masa Pajak Agustus 2008 yangmenurut Pemohon Banding telah menyetorkan dan melaporkan pada MasaApril 2009;bahwa yang menjadi dasar sengketa adalah perbedaan penafsiran mengenaisaat terutangnya
tagihan pada tanggal April 2009 sebesarRp 1.104.137.901,00 dan menyetorkan serta melaporkan sebagai laporan PPNmasa Pajak bulan April 2009;bahwa laporan tersebut benar dan sesuai dengan yang dimaksud pada MenteriKeuangan Pasal 3 ayat (3) Nomor 302/KMK.04/1989;bahwa Undangundang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan KeduaAtas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan NilaiBarang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pasal 11 ayat (1)huruf (c) menyatakan sebagai berikut :Terutangnya
pajak terjadi pada saat :c. penyerahan Jasa Kena Pajak;bahwa Pasal 13 ayat (4), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor143 Tahun 2000 menyatakan :Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saatmulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baiksebagian atau seluruhnya..bahwa memori penjelasan Pasal 13 ayat (4), Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 143 Tahun 2000 yang berkaitan penyerahan barang dan jasakena pajak yang dilakukan oleh selain
dimaksud.bahwa dari ketentuanketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa saatterutangnya Pajak menurut Undangundang Nomor 8 Tahun 1983 tentangPajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas BarangMewah sebagaimana telah diubah dengan Nomor 18 Tahun 2000 adalah padasaat penyerahan jasa kena Pajak, namun secara khusus dalam Pasal 13 ayat(4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2000maupun Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 menyatakan bahwa terutangnya
pajak adalah pada saattersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai atau pada saat penagihan ataupembayaran.bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa saat terutangnya Pajakatas penyerahan jasa kena pajak selain pemborong bangunan adalah pada saatterjadinya peristiwa, yaitu dapat terjadi pada saat adanya atau tersedianyabarang atau fasilitas untuk dipakai, dapat terjadi pula pada saat dilakukanpenagihan dan dapat pula pada saat pembayaran apabila pembayaran diterimalebih dulu sebelum ada
59 — 52 — Berkekuatan Hukum Tetap
Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Bunga adalah pada saatpengakuan biaya;Menurut PenggugatBahwa Penggugat tidak setuju dengan koreksi yang masih dipertahankan olehTergugat bahwa saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Bungaadalah pada saat pengakuan biaya karena tidak sesuai dengan ketentuanperpajakan yang berlaku di mana menurut Penggugat, Pajak Penghasilan PasalHalaman 5 dari 46 halaman.
pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai dengan ketentuansaat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadi pada akhir bulanpembayaran";Bahwa dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa saat terutangnyapenghasilan untuk bunga dan sewa adalah pada saat jatuh tempo, terkait bungapinaaman yang menjadi dasar perhitungan sanksi administrasi PajakPenghasilan Pasal 23 oleh Tergugat, dapat Penggugat sampaikan bahwaberdasarkan kesepakatan yang tercantum di dalam dokumen konitrak pinjaman,jatuh tempo
, saat yang menentukan kapankewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harusdilaksanakan adalah mana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaranatau saat terutangnya penghasilan, untuk kemudahan, pelaksanaanpemotongan pajak dapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran,walaupun sesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajaktersebut terjadi pada akhir bulan pembayaran;Bahwa Surat Gugatan Penggugat Nomor: 276/MLPP/IX/2012 tanggal3 September 2012 diajukan terhadap Keputusan Tergugat
, saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongandan pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah manayang lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnyapenghasilan, untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapatdilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai denganketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadi padaHalaman 20 dari 46 halaman.
Pokok sengketa yang sesungguhnya adalah koreksiyang dipertahankan oleh Termohon PK (semula Tergugat) bahwasaat terutangnya PPh Pasal 23 atas Bunga adalah pada saatpengakuan biaya karena tidak sesuai dengan ketentuan perpajakanyang berlaku dimana menurut Pemohon PK (semula Penggugat),PPh Pasal 23 atas Bunga terutang pada saat jatun tempopembayaran.Hal ini membuktikan tidak adanya pemahaman atas pokok sengketayang diajukan oleh Pemohon PK (semula Penggugat).
104 — 52
tagihan pada tanggal 1 April 2009 sebesarRp 1.104.187.176,00 dan menyetorkan serta melaporkan sebagai laporan PPNmasa Pajak bulan April 2009;bahwa laporan tersebut benar dan sesuai dengan yang dimaksud pada MenteriKeuangan Pasal 3 ayat (3) Nomor 302/KMK.04/1 989;bahwa Undangundang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua AtasUndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai BarangDan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pasal 11 ayat (1) huruf (c)menyatakan sebagai berikut :Terutangnya
pajak terjadi pada saat :Cc. penyerahan Jasa Kena Pajak;bahwa Pasal 13 ayat (4), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143Tahun 2000 menyatakan :Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulaitersedianya fasilitas atau kKemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atauseluruhnya.
;bahwa memori penjelasan Pasal 13 ayat (4), Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 143 Tahun 2000 yang berkaitan penyerahan barang dan jasa kenapajak yang dilakukan oleh selain pemborong bangunan menyatakan :Atas penyerahan Jasa Kena Pajak selain pemborong bangunan, terutangnya Pajakterjadipada saat :a. tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai, baik sebagian atauseluruhnya; ataub. dilakukan penagihan pembangunan atau penggantian; atauCc. pembayaran, apabila pembayaran diterima sebelum
Barang Mewahsebagaimana telah diubah dengan Nomor 18 Tahun 2000 adalah pada saatpenyerahan jasa kena Pajak, namun secara khusus dalam Pasal 13 ayat (4)Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2000 maupun Pasal 3ayat (8) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 menyatakan bahwaMenimbangMengingatMemutuskanterutangnya pajak adalah pada saat tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakaiatau pada saat penagihan atau pembayaran;bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa saat terutangnya
50 — 18 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa ketentuan mengenai saat pemotongan / saat terutangnya PPhPasal 26 diatur dalam PP Nomor 138 Tahun 2000 tentangPenghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PajakPenghasilan Dalam Tahun Berjalan, yaitu sebagai berikut:Pasal 8 ayat (4):Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UndangundangPajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannyapembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yangbersangkutan, tergantung peristiwa
Pada prinsipnya, saat yangmenentukan kapan kewajiban pemotongan dan pemungutan PajakPenghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebih duluterjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapatdilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai denganketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadipada akhir bulan pembayaran.3.
Bahwa ketentuan mengenai saat pemotongan / saat terutangnya PPhPasal 26 diatur dalam PP Nomor 138 Tahun 2000 tentangPenghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PajakPenghasilan Dalam Tahun Berjalan, yaitu sebagai berikut: Pasal 8 ayat (4):Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UndangundangPajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannyapembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yangbersangkutan, tergantung peristiwa
Putusan Nomor 155/B/PK/PJK/2017atau saat terutangnya penghasilan. Saat terutangnya penghasilantersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti: bunga dansewa) saat tersedia untuk dibayarkan (seperti: gaji dan dividen),saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti:royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saattertentu lainnya.
Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajakdapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuaidengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebutterjadi pada akhir bulan pembayaran.6.
191 — 40
Dalam rangka memberikan kemudahan administrasiterkait dengan saat penerbitan Faktur Pajak, saat penerbitan faktur penjualandapat ditetapkan sebagai saat penyerahan jasa yang menjadi dasar saat2.terutangnya Pajak Pertambahan.Ketentuan ini dimaksudkan untuk mensinkronisasikan saat terutangnya PajakPertambahan dengan praktik yang lazim terjadi dalam kegiatan usaha yangtercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan berdasarkan prinsipakuntansi yang berlaku umum serta ditetapkan secara konsisten oleh
Olehkarena itu, dalam hal dilakukan penagihan, maka saat penagihan itu dianggapsebagai saat tersedianya barang, fasilitas atau hak untuk dipakai, yang berartidianggap sebagai saat penyerahan jasa yang dimaksud;Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UndangUndang Nomor 8 Tahun1983, apabila terjadi pembayaran/ebih dulu dari pada penyerahannya, makasaat terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran;Dalam hal tidak dilakukan penagihan sedangkan pembayaran juga tidakdilakukan, maka saat terutangnya PPN
sedangkan pembayaran juga tidakdilakukan, maka saat terutangnya PPN adalah pada saat tersedianyabarang, fasilitas atau hak untuk dipakai secara nyata;5.
Saat terutangnya pajak untuktransaksi yang dilakukan melalui "electronic commerce" tunduk pada ayat ini;Pasal 11 ayat (2)Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atausebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukansebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah padasaat pembayaran
Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) PP 24 tahun 2002, Terutangnya Pajakatas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitasatau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya;Oleh karenanya penyerahan jasa terjadi pada saat dimulainya kegiatanpemberian jasa tersebut, bukan pada saat jasa tersebut telah selesai dilakukanseluruhnya;Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU PPN, terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, selanjutnya
117 — 26
pada PPh Badan Tahun Pajak 2008 sebesarRp1.706.390.250,00;bahwa Majelis berpendapat, oleh karena atas sengketa PPh Badan dimaksud telahdiperiksa dan diputus oleh Majelis I Hakim Pengadilan Pajak, maka dasardasarpertimbangan dan putusan Majelis I Pengadilan Pajak atas sengketa Peredaran usahaMenimbangMenimbangMenimbangMenimbangMengingatMemutuskanpada PPh Badan tahun 2008 tersebut diterapkan dalam memeriksa dan memutus sengketaDPP PPN Masa Februari 2008 sebesar Rp47.250.250,00;bahwa mengenai saat terutangnya
pajak, saat terutangnya PPN adalah kondisi mana yanglebih dulu terjadi antara saat pembayaran atau saat penyerahan Barang Kena Pajak/jasaKena Pajak.
Pemohon Banding tidak dapat membuktikan dengan jelas kapan terjadinyapenyerahan dan pembayaran dilakukan sehingga Majelis sependapat dengan Terbandingbahwa penyerahan maupun pembayaran dilakukan di tahun 2008;bahwa mengenai tempat terutangnya pajak, Majelis berpendapat meskipun kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh Pemohon Banding dilakukan di berbagai wilayah di seluruhIndonesia karena statusnya sebagai Wajib Pajak tunggal dan tidak mempunyai cabang,maka tempat terutangnya PPN adalah berada di
23 — 9 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
Nomor 1097/B/PK/PJK/201 71.32)3)e) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atauf) Ekspor Barang Kena Pajak;Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahanBarang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa KenaPajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelumdimulainya pemantaatan Barang Kena Pajak tidak berwujudsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau JasaKena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya
pajak adalah padasaat pembayaran;Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajaksukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yangdapat menimbulkan ketidakadilan;Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994tanggal 21 Desember 1994 tentang Tata Cara PenguranganPajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah untuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan;Pasal 3:Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak
Sedangkanapa yang disampaikan Pemohon Banding diatasadalah belum terjadi penyerahan sehingga tidak adaobjek Pajak Pertambahan Nilai;b) Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilaiadalah saat penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal11 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 18 Tahun2000).
pajak adalah pada saatpembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajaksukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belumterjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelisberpendapat koreksi Terbanding
58 — 168 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (4), PP 138 Tahun 2000 tentangPenghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PajakPenghasilan Dalam Tahun Berjalan, Pemotongan PajakPenghasilan atas Penghasilan sebagaiamana dimaksud dalamPasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undangundang Pajak Penghasilan,terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhirbulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantungperistiwa yang terjadi terlebih dahulu;.
Bahwa saat tersebut kemudian dijelaskan secara tegas dalampenjelasan Pasal 8, PP 138 Tahun 2000 tersebut secara tegasmenyebutkan soal terutangnya penghasilan (yang menjadi objekpemotongan PPh Pasal 26) tersebut lazimnya adalah pada saatjatuh tempo (Seperti : bunga dan sewa), saat tersedia untukdibayarkan (seperti : gaji dan dividen), saat yang ditentukan dalamkontrak/perjanjian atau faktur (Sepert : royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya.
Alasan Pemeriksa yang menganggap bahwaterutangnya PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman adalah pada saatpengakuan biaya/akrual tidak tepat, karena menurut hematPemohon Banding ketentuan tersebut berlaku untuk pembayaranpembayaran yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 26yang saat terutangnya tidak dapat ditentukan dengan pasti(misalnya karena tidak ada perjanjian).
penghasilan.Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah padasaat jatuh tempo (seperti : bunga dan sewa), saat tersedia untukdibayarkan (seperti : gaji dan dividen), saat yang ditentukandalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti : royalti, imbalanjasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentulainnya.
Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukanberdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metodepembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajibanmemotong atau memungut Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya,saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongan danpemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalahmana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saatterutangnya penghasilan.
19 — 12 — Berkekuatan Hukum Tetap
Sedangkan apa yang disampaikanPemohon Banding diatas adalah belum terjadi penyerahansehingga tidak ada obyek Pajak Pertambahan Nilai;b) Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf aUndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
Putusan Nomor 1573/B/PK/PJK/2017dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalianBarang Kena Pajak tersebut yang tata caranya ditetapkan oleh MenteriKeuangan;Pasal 11:1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a) penyerahan Barang Kena Pajak;oimpor Barang Kena Pajak;oO)) penyerahan Jasa Kena Pajak;)apemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luarDaerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d;e) pemanfaatan
tentang Pajak PertambahanNilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahsebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor18 Tahun 2000;Pasal 5a:Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahatas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapatdikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalianBarang Kena Pajak tersebut yang tata caranya ditetapkan olehMenteri Keuangan;Pasal 11:1) Terutangnya
pajak adalah pada saat pembayaran;Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saatterutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk Barang KenaPajak yang Dikembalikan;Pasal 3:1)Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak;
pajak adalah pada saat pembayaran;6) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagaisaat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapbkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belumterjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelisberpendapat koreksi Terbanding
40 — 30 — Berkekuatan Hukum Tetap
;Bahwa Majelis berpendapat pengenaan PPh Pasal 26 atas biayabunga tersebut berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000tanggal 21 Desember 2000, dimana saat terutangnya penghasilantersebut ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuaimetode pembukuan yang dianut oleh P.T. Langgeng MakmurIndustries, Tbk. yaitu Accrual Basis (terutang pada saat dibebankan), dan Majelis berpendapat sekalipun P.T.
Di dalam Penjelasan Pasal 8 PeraturanPemerintah No.138 Tahun 2000 tersebut dinyatakan Ketentuanini) mengatur tentang batas waktu pelaksanaan kewajibanpemotongan dan pemungutan pajak atas penghasilansebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 23 dan Pasal 26UndangUndang Pajak Penghasilan yang dikaitkan dengan saatpembayaran atau surat terutangnya penghasilan.
Saat terutangnya penghasilan lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti :bunga dan sewa), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti : gajidan deviden), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian ataufaktur (seperti : royalty, imbalan jasa tehnik/jasa manjemen/asalainnya), atau saat tertentu lainnya.
Saat terutangnya penghasilantersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biayasesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yangberkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan. Padaprinsipnya saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongandan pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalahmana yang lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.
Untuk kemudahan, pelaksanaan pemotonganpajak dapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupunsesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajaktersebut terjadi pada akhir bulan pembayaran ;Bahwa untuk memperkuat Pemohon Peninjauan Kembali/Pemohon Banding di atas, bahwa P.T.
192 — 26
merupakan bagian dari koreksiTerbanding atas Peredaran Usaha pada PPh Badan Tahun Pajak 2008 sebesarRp.1.706.390.250,00;bahwa Majelis berpendapat, oleh karena atas sengketa PPh Badan dimaksud telahdiperiksa dan diputus oleh Majelis I Hakim Pengadilan Pajak, maka dasardasarpertimbangan dan putusan Majelis I Pengadilan Pajak atas sengketa Peredaran usaha padaPPh Badan tahun 2008 tersebut diterapkan dalam memeriksa dan memutus sengketa DPPPPN Masa Mei 2008 sebesar Rp.134.500.000,00;bahwa mengenai saat terutangnya
pajak, saat terutangnya PPN adalah kondisi mana yanglebih dulu terjadi antara saat pembayaran atau saat penyerahan Barang Kena Pajak/jasaMenimbangMenimbangMenimbangMenimbangMengingatMemutuskanKena Pajak.
Pemohon Banding tidak dapat membuktikan dengan jelas kapan terjadinyapenyerahan dan pembayaran dilakukan sehingga Majelis sependapat dengan Terbandingbahwa penyerahan maupun pembayaran dilakukan di tahun 2008;bahwa mengenai tempat terutangnya pajak, Majelis berpendapat meskipun kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh Pemohon Banding dilakukan di berbagai wilayah di seluruhIndonesia karena statusnya sebagai Wajib Pajak tunggal dan tidak mempunyai cabang,maka tempat terutangnya PPN adalah berada di
232 — 78 — Berkekuatan Hukum Tetap
Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasanPeninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:Tentang koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 berupa Bunga SuratUtang dan Obligasi sebesar Rp157.623.657,00 yang dibatalkan oleh Majelis HakimPengadilan Pajak.1 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatandengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lainberbunyi sebagai berikut:Halaman 17 Alinea ke8"Bahwa Majelis berpendapat, saat terutangnya
pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima be/aspersen) dari jumlah bruto atas bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1) huruf f;"S Bahwa Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentangPenghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan DalamTahun Berjalan menyatakan bahwa "Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihakpihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UndangUndang PajakPenghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhirbulan terutangnya
Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saatpengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yangberkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan..."9 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksipositif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesarRp157.623.657,00 karena terdapat objek PPh Pasal 23 yang belum dilaporkandengan faktafakta sebagai berikut:a Bahwa berdasarkan Laporan Keuangan: Neraca per 31 Desember
penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuhtempo (seperti : bunga dan sewa), dan saat terutangnya penghasilan tersebutjuga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metodepembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban memotong ataumemungut Pajak Penghasilan.c Bahwa karena berdasarkan hasil uji bukti dalam persidangan diketahui bahwa:e Metode pembukuan Termohon Peninjauan Kembali(semula Pemohon Banding) adalah Akrual Basis;e Jatuh tempo pembayaran bunga adalah 31 Desember2005
Terhadap hal iniMajelis Hakim Pengadilan Pajak juga sudah mengakui sebagaimana dimuat padahalaman 17 alinea ke8 Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.25732/PP/M.IV/12/2010 tanggal 1 September 2010 bahwa "...saat terutangnya objek pajakPajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desernber Tahun2005 atas bunga surat utang (redeemable notes) dan bunga obligasi (convertiblebonds) seharusnya adalah tanggal 31 Desember 2005 yaitu saat jatuh tempopembayaran bunga...;".Bahwa dengan demikian
192 — 46
Penghasilan Kena Pajak danPelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan dinyatakan bahwa:"Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalamPasal 26 ayat (1) UndamgUndang Pajak Penghasilan, dilakukan pada akhirbulan:dibayarkannya penghasilan,disediakan untuk dibayarkannya penghasilan, ataujatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjaditerlebih dahulu".bahwa dalam bagian penjelasan Bab V Pasal 15 ayat (4) Peraturan tersebutdinyatakan bahwa Saat terutangnya
denganAnggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.bahwa yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" adalah saatkewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan,baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian ataufaktur.bahwa dalam bagian penjelasan Bab V Pasal 15 ayat (4) Peraturan PemerintahNomor 94 tahun 2010 tentang Perhitungan Penghasilan Kena Pajak danPelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan melalui pihak lain secarajelas dinyatakan terutangnya
UndangUndang Nomor 17 tahun 2000 dan peraturan dibawahnya (PeraturanPemerintah Nomor 138 Tahun 2000 Pasal 8 beserta penjelasannya) yangmenyatakan bahwa terutangnya PPh Pasal 26 juga ditentukan berdasarkansaat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut olehpihak yang berkewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan.
Padaprinsipnya, saat yang menentukan kapan kewajiban pemotongan danpemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang lebihdulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.bahwa berdasarkan perjanjian peminjaman, kewajiban melakukan pelunasanadalah pada tahun 2015 yang diperkirakan perusahaan telah memilikikemampuan ekonomis untuk melakukan pembayaran bunga dan pokokhutang. Dengan demikian maka jatuh tempo pembayaran bunga adalah padatahun 2015 dan bukan tahun 2009.
148 — 59
Ekspor Jasa Kena PajakPenjelasan:Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipunpembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belumsepenuhnya diterima, atau pada saat impor Barang Kena Pajak.
Olehkarena itu, dalam hal dilakukan penagihan, maka saat penagihan itudianggap sebagai saat tersedianya barang, fasilitas atau hak untukdipakai, yang berarti dianggap sebagai saat penyerahan jasa yangdimaksud;Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UndangUndang Nomor 8Tahun 1983, apabila terjadi pembayaran/lebih dulu dari padapenyerahannya, maka saat terutangnya PPN adalah pada saatpembayaran;Dalam hal tidak dilakukan penagihan sedangkan pembayaran jugatidak dilakukan, maka saat terutangnya PPN
OLEH KARENA ITU, DALAM HALDILAKUKANNYA PENAGIHAN, MAKA SAAT PENAGIHAN ITU DIANGGAPSEBAGAI SAAT TERSEDIANYA BARANG, FASILITAS ATAU HAK UNTUKDIPAKAI, YANG BERARTI DIANGGAP SEBAGAI SAAT PENYERAHAN JASAYANG DIMAKSUD;Sesuai dengan ketentuan Pasal I1 ayat (2) UndangUndang Nomor 8 Tahun1983, apabila terjadi pembayaran lebih dulu dari pada penyerahannya, makasaat terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran;Dalam hal tidak dilakukan penagihan sedangkan pembayaran juga tidakdilakukan, maka saat terutangnya
Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) PP 24 tahun 2002, Terutangnya Pajakatas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitasatau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya;Oleh karenanya penyerahan jasa terjadi pada saat dimulainya kegiatanpemberian jasa tersebut, bukan pada saat jasa tersebut telah selesai dilakukanseluruhnya;Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU PPN, terutangnya pajak terjadi pada saatpenyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, selanjutnya
, seharusnya berbunyi sebagai berikut:Pasal 13 ayat (4)Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulaitersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atauseluruhnya;Penjelasan Pasal 13 ayat (4) Atas penyerahan Jasa Kena Pajak selain pemborong bangunan, terutangnya pajakterjadi pada saat :a. tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai, baik sebagian atau seluruhnya;b. dilakukan penagihan pembangunan atau penggantian; atauc. pembayaran,
170 — 39 — Berkekuatan Hukum Tetap
Sedangkan apa yang disampaikanPemohon Banding diatas adalah belum terjadi penyerahansehingga tidak ada obyek Pajak Pertambahan Nilai;b) Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saatpenyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf aUndangUndang Nomor 18 Tahun 2000).
Putusan Nomor 1058/B/PK/PJK/20162.3.Pasal 5a:Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahatas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapatdikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalianBarang Kena Pajak tersebut yang tata caranya ditetapkan olehMenteri Keuangan;Pasal 11:1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:a) penyerahan Barang Kena Pajak;b) impor Barang Kena Pajak;c) penyerahan Jasa Kena Pajak
pajak adalah pada saat pembayaran;3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saatterutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994 tanggal 21Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk Barang KenaPajak yang DikembalikanPasal 3:1) Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak
Putusan Nomor 1058/B/PK/PJK/2016Penjualan atas Barang Mewah terutang dalam Masa Pajakterjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut yang tatacaranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan;Pasal 11:4) Terutangnya pajak terjadi pada saat:g) penyerahan Barang Kena Pajak;h) impor Barang Kena Pajak;penyerahan Jasa Kena Pajak;pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luarDaerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf d;k) pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabeansebagaimana dimaksud
terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukarditetapbkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapatmenimbulkan ketidakadilan;bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan,barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisakiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belumterjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelisberpendapat koreksi Terbanding atas Barang yang tidak jadidikirim/dijual (SKR) sebesar Rp342.291.672,00 tidak dapatdipertahankan