Ditemukan 3003 data

Urut Berdasarkan
 
Register : 15-03-2012 — Putus : 25-11-2013 — Upload : 25-03-2014
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put-48427/PP/M.V/13/2013
Tanggal 25 Nopember 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
269146
  • dapatmemberikan Certificate of Domicile (COD) dimaksud adalah tidak benar;: bahwa Terbanding melakukan koreksi terhadap Objek PPh Pasal 26dengan alasan karena sampai dengan pembahasan dilakukan, PemohonBanding tidak dapat memberikan Certificate of Domicile (COD) atasPerusahaan Luar Negeri tersebut sehingga atas objek tersebut dikenakantarif PPh Pasal 26 sebesar 20%.bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :SE03/PJ.101/1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B
    bahwa Surat Keterangan Domisili berlakuselama (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan, kecuali untuk WayibPajak Bank.bahwa menurut pendapat Majelis, sengketa banding ini hanya berkaitan denganmasalah yuridis formal dimana Terbanding menggunakan tarif 20 % sedangkanPemohon Banding menggunakan tarif 15 % sesuai dengan tax treaty Indonesiadengan Swiss.bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan buktibukti sebagaiberikut :COD SGS Societe Generale De Surveillance SA tertanggal 18 Oktober 2010,P3B
    Dengan demikian bisa dikenai tarif pemotongan PPh Pasal 26sesuai tarif tax treaty;aes pbahwa berdasarkan ketentuan P3B Indonesia dengan Konfederasi SwissPasal 10, ditegaskan bahwa :DIVIDENDS1. Dividends paid by a company which is a resident of a ContractingState to a resident of the other Contracting State may be taxed in thatother State.2.
    Dengan demikian alasan Terbanding melakukankoreksi karena Pemohon Banding tidak dapat memberikan Certificate ofDomicile (COD) dimaksud adalah tidak benar.bahwa berdasarkan uraian diatas, Majelis berkesimpulan bahwa tarif yangseharusnya dikenakan adalah sebesar 15% sesuai dengan ketentuan dalamPasal 10 P3B Indonesia dengan Konfederasi Swiss, dengan demikianMajelis berketetapan bahwa koreksi Terbanding tidak dapatdipertahankan, sehingga jumlah PPh Pasal 26 yang masih harus dibayardihitung kembali menjadi
Register : 07-06-2012 — Putus : 30-05-2013 — Upload : 08-11-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor PUT45363/PP/M.II/27/2013
Tanggal 30 Mei 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
21777
  • SE2/PJ.03/2008 menurut PemohonBanding menjadi sebagai berikut: KeteranganPPh terutang atas 28% X 1% = 0.280%penghasilan netoPPh Pasal 26(4) dengan 10% x (10.28)% = 0.072%P3B Tarif efektif 0.352% bahwa menurut Majelis dasar hukum yang digunakan oleh Terbanding maupunPemohon Banding untuk memperkuat argumentasi masingmasing adalahKeputusan Menteri Keuangan Nomor KMK634/KMK.04/1994, Keputusan DirekturJenderal Pajak Nomor Kep667/PJ./2001 tentang Norma Penghitungan KhususPenghasilan Netto bagi Wajib Pajak
    atas penghasilan kena pajak terutang = 30%X 1% = 0,30% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 20% x (10,3)% = 0,14%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 20%) Total = 0,44% Angka 2Wajib Pajak luar negeri yang dimaksud dalam KEP667/PJ./2001 tersebut adalahWajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang(representative office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, di Indonesia yangberasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B
    ) dengan Indonesia;Angka 3Untuk KPD dari negaranegara mitra P38 dengan Indonesia, maka besarnya tarifpajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu Bentuk Usaha Tetaptersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait;Contoh 1: Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Spanyol.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Spanyol (Spain, nomor 43 dari tabelterlampir) sebesar 10%.
    Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagaiberikut: PPh atas penghasilan kena pajak terutang = 30% x 1% = 0,30% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 10% x (10,3)% = 0,07%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total = 0,37% b. contoh 2: penghitungan untuk KPD yang berasal dari Australia.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Australia (nomor 2 dari tabelterlampir) sebesar 15%, dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagaiberikut: PPh atas penghasilan kena
    SE2/PJ.03/2008 tanggal 31 Juli 2008 adalah sebagai berikut: UraianTarif Pajak PPh atas penghasilan kena pajak terutang = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x 1% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = Tarif P3B x (1 Tarif PPh Pasal 17 UU PPh)% Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total tarif efektif= jumlah PPh atas PKP terutang ditambahPKP setelah dikurangi pajak dari suatu BUT (branchprofit tax(BPT) MenimbangMenimbangMenimbangMenimbangMengingatMemutuskanbahwa menurut Majelis dengan
Putus : 05-12-2016 — Upload : 20-04-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1143/B/PK/PJK/2016
Tanggal 5 Desember 2016 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. BANK ANZ INDONESIA,
112191 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Putusan Nomor 1143/B/PK/PJK/2016e Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) P38B IndonesiaAustralia atastransaksi berupa pembayaran royalti dari Pemohon Bandingkepada ANZ Banking Group dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif10%;Menurut Pemohon Banding;Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukanoleh Terbanding dengan alasanalasan sebagai berikut:e Dasar hukum yang digunakan oleh Peneliti yakni Pasal 12 ayat (3)huruf b dan d dari Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda("P3B") antara Indonesia
    dan Australia adalah salah dan tidaksesuai dengan fakta yang ada;Di bawah ini adalah kutipan dari Pasal 12 ayat (3) huruf b dan ddari P3B antara Indonesia dan Australia:The term "royalties" in this Article means payments, whetherperiodical or not, and however described or computed, to theextent to which they are made as consideration for:(b) The use of or the right to use, any industrial, commercial orscientific equipment, or(dq) The supply of any assistance that is ancillary and subsidiaryto, and
    Adapun bentukdan materinya mengacu pada konvensi internasional danketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masingmasing negara.Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau TaxTreaty IndonesiaAustralia, yang mengatur :Article 1:This Agreement shall apply to persons who are residents of oneor both of the Contracting States.Article 4:1.
    Putusan Nomor 1143/B/PK/PJK/2016royalti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b danhuruf d P3B Indonesia Australia.Bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (2) P3B IndonesiaAustralia atastransaksi berupa pembayaran royalti dari Termohon PeninjauanKembali (semula Pemohon Banding) kepada ANZ Banking Groupdikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 10%.Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (Semula Pemohon Banding)dalam surat banding, tanggapan tertulis, maupun pernyataan lisanselama persidangan menyatakan bahwa
    Jasajasa tersebut berkaitandengan teknologi yang berfungsi sebagai Grow The Business danRun The Business beserta jasajasa pendukung bisnis.Sesuai dengan Pasal 7 dari Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B) antara Indonesia dengan Australia, maka ataspembayaran yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali(semula Pemohon Banding) tersebut bukan merupakan objek PPhPasal 26.Bahwa dengan demikian, pokok sengketa adalah mengenai masalahyuridis fiskal.Halaman 22 dari 36 halaman.
Putus : 31-05-2018 — Upload : 29-08-2018
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1145 B/PK/PJK/2018
Tanggal 31 Mei 2018 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. FRISIAN FLAG INDONESIA;
4442 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa alasanalasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalamperkara a quo Koreksi PPh Pasal 26 terutang sebesarRp489.732.616,00; terkait perbedaan tarif sehubungan denganpenerapan P3B Indonesia dengan negara Mitra P3B yang tidakdipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, tidak dapatdibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji Kembali dalildalil yangHalaman 4 dari 8 halaman.
    yang cukup memadai diantaranya berupaCertificate of Domicile atau Surat Keterangan Domisili dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali)dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesualdengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlakusebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea KetigaUndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan junctoPasal 26 dan Pasal 32A UndangUndang Pajak Penghasilan junctoPasal 26 ayat (1) dan (2) P3B
    Indonesia Thailand, Pasal 25 ayat (1)dan ayat (2) P3B Indonesia Belanda, Penjelasan Pasal 13Undangundang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasionaljuncto Article 27 Vienna Convention juncto Pasal 38 International Courtof Justice;.
Putus : 05-05-2015 — Upload : 01-10-2015
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 150/B/PK/PJK/2015
Tanggal 5 Mei 2015 — PT. HYUNDAI INDONESIA MOTOR vs DIREKTUR JENDERAL PAJAK
6052 Berkekuatan Hukum Tetap
  • biaya deletion compensation merupakan biaya yang berkaitanerat dengan usaha Pemohon Banding dan merupakan biaya untuk mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a, UndangUndang PPh;bahwa selain itu menurut Pemohon Banding biaya ini boleh diakui sebagai biaya sebabhal ini telah dipertegas oleh Direktorat Peraturan Perpajakan II Nomor Surat S746/P1032/2009, bahwa deletion compensation ini termasuk dalam kategori penghasilanyang tidak diatur secara tegas dalam P3B
    Maka perlakuanperpajakannya mengacu pada Pasal 22 P3B RIRepublik Korea dimana hak pemajakanberada di Korea sepanjang HMC tidak memiliki BUT di Indonesia;Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut, maka menurut pendapat Pemohon Bandingperhitungan jumlah pajak terutang yang seharusnya adalah sebagai berikut: Uraian JumlahPenghasilan Kena Pajak 7.342.864.527PPh Pasal 26 yang terutang 1.063.749.723Kredit Pajak:a. PPh Ditanggung Pemerintah b. Setoran Masa 1.063.749.723c. STP (pokok kurang bayar)d.
    di pasalpasal terdahulu dalam Persetujuan ini, yang diterima penduduk suatuNegara pihak pada persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negarapihak pada persetujuan tersebut.Dari surat permohonan penjelasan Pemohon Peninjauan Kembali kepada DirekturJenderal Pajak yang telah dijawab dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S746/PJ.032/2009 tanggal 01 Juli 2009 juga telah ditegaskan dalam butir 3 bahwa:3 Jika deletion compensation termasuk kategori penghasilan yang tidaksecara tegas diatur dalam P3B
    RIRepublik Korea maka perlakuanperpajakannya mengacu pada Pasal 22 P3B RIRepublik Korea yaitudikenakan pajak di Korea sepanjang HMC tidak memiliki BUT diIndonesia.PERTIMBANGAN HUKUMMenimbang, bahwa terhadap alasanalasan peninjauan kembali tersebut,Mahkamah Agung berpendapat:Bahwa alasanalasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapatdibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonanbanding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP304/WPJ.19/BD.05
    dengan KontraMemori tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalampersidangan dan pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, oleh karenanyakoreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) mengenai perkaraa quo terikat dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar PemerintahIndonesia dengan Belanda, dengan demikian koreksi Terbanding (sekarangTermohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuaidengan ketentuan Pasal 22 juncto Pasal 12 ayat (3) P3B
Register : 07-06-2012 — Putus : 30-05-2013 — Upload : 08-11-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put.45357/PP/M.II/27/2013
Tanggal 30 Mei 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
239108
  • SE2/PJ.03/2008 menurut Pemohon Banding menjadisebagai berikut: KeteranganPPh terutang atas 28% x 1% = 0.280%penghasilan netoPPh Pasal 26(4) dengan P3B 10% x (10.28) % = 0.072%Tarif efektif 0.352% bahwa menurut Majelis dasar hukum yang digunakan oleh Terbandingmaupun Pemohon Banding untuk memperkuat argumentasi masingmasingadalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK634/KMK.04/1994,Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep667/PJ./2001 tentang NormaPenghitungan Khusus Penghasilan Netto bagi Wajib
    PPh atas penghasilan kena pajak terutang =30% x 1% = 0,30%Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 20% x (10,3)% =0,14%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 20%) Total = 0,44% Angka 2Wajib Pajak luar negeri yang dimaksud dalam KEP667/PJ./2001 tersebutadalah Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor PerwakilanDagang (representative office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, diIndonesia yang berasal dari negara yang belum mempunyai PersetujuanPenghindaran Pajak Berganda (P3B
    ) dengan Indonesia.Angka 3Untuk KPD dari negaranegara mitra P38 dengan Indonesia, maka besarnyatarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu BentukUsaha Tetap tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait.Contoh 1: Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Spanyol.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Spanyol (Spain, nomor 43 daritabel terlampir) sebesar 10%.
    Dengan demikian tarif pajak yang terutangadalah sebagai berikut: PPh atas penghasilan kena pajak terutang =30% x 1% = 0,30%Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 10% x (10,3)% =0,07%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total = 0,37%b. contoh 2: penghitungan untuk KPD yang berasal dari Australia.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Australia (nomor 2 dari tabelterlampir) sebesar 15%, dengan demikian tarif pajak yang terutang adalahsebagai berikut: PPh atas penghasilan kena
    SE2/PJ.03/2008 tanggal 31 Juli 2008 adalah sebagaiberikut: Uraian Tarif Pajak PPh atas penghasilan kena pajak terutang = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x 1% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = Tarif P3B x (1 Tarif PPh Pasal 17 UUPh)%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total tarif efektif = jumlah PPh atas PKP terutang ditambahPKP setelah dikurangi pajak dari suatu BUT (branch profit tax(BPT) bahwa menurut Majelis dengan berubahnya salah satu unsur formula di dalamperhitungan
Register : 01-11-2018 — Putus : 04-12-2018 — Upload : 20-03-2019
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 3029 B/PK/PJK/2018
Tanggal 4 Desember 2018 — PT. CITI BANK N.A VS DIREKTUR JENDERAL PAJAK;
6642 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Kedua, in casu secara umum berlaku P3Bmerupakan perjanjian G to G yang berlaku international tax law, namundi sisi lain, in casu sepanjang perjanjian yang telah mengatur PE baikdalam hubungannya Branch Profit Tax atau additional tax atau apapunbentuknya yang diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh akan berlakusebaliknya, dalam arti P3B akan meredusir koreksi Terbanding sekarangTermohon Peninjauan Kembali in casu berupa pemberian jasajasa yangberkaitan dengan teknologi yang berlaku antar grup dan berlaku
    secaraequilbrium dimana jasajasa a quo secara mutatis mutandis seharusnyaakan mengadopsi P3B a quo.
    Ketiga, dalam postulat hukum bahwajasajasa a quo P3B mengatur bahwa hakhak pembebanan ataspemberlakuan pembagian perpajakan dilakukan secara seimbangsehubungan dengan timbulnya hak dan kewajiban yang melekat darisuatu perjanjian yang berasal dari kegiatan business profit yang diikutisalah satu prasyarat certificate of domicile dari otoritas perpajakan, makasudah barang tentu mempunyai yuridiksi dan tunduk pada P3B a quoHalaman 6 dari 12 halaman.
    ,Terjemahan ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia Amerika:Dalam menentukan besarnya laba usaha suatu bentuk usaha tetap,dapat dikurangkan biayabiaya yang berkaitan dengan laba usahatersebut, termasuk biayabiaya pimpinan dan administrasi umum, baikHalaman 7 dari 12 halaman. Putusan Nomor 3029/B/PK/Pjk/2018yang dikeluarkan di Negara Pihak pada Perjanjian dimana bentuk usahatetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain.
    Putusan Nomor 3029/B/PK/Pjk/2018Perpajakan juncto Pasal 33A ayat (3) dan ayat (4) UndangUndangPajak Penghasilan juncto UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 junctoPenjelasan Pasal 13 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2000 tentangPerjanjian Internasional juncto Vienna Convention juncto Pasal 38Piagam Mahkamah Internasional juncto Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia Amerika:b.
Putus : 28-11-2011 — Upload : 20-05-2014
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 620/B/PK/PJK/2010
Tanggal 28 Nopember 2011 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK vs PT. ABC PRESIDENT INDONESIA
228130 Berkekuatan Hukum Tetap
  • sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran DirekturJenderal Pajak Nomor SE03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret1996,bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan data, bukti dalam berkasbanding, penjelasan dan keterangan serta bukti yang disampaikandalam persidangan, Majelis berkesimpulan bahva terdapat cukupbukti dan alasan untuk mengabulkan permohonan bandingPemohon Banding, maka Majelis berpendapat pengenaan tarifPPh Pasal 26 sebesar 20 % atas Jasa Instalasi oleh Terbandingtidak dapat dipertahankan dan sesuai P3B
    Bahwa berdasarkan ketentuan Surat Edaran Direktur JenderalPajak Nomor SE03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentangPenerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B),pada angka 2 huruf a dan huruf b serta angka 3 huruf a dan hurufc, mengatur sebagai berikut:Angka 2 :Angka 3 :Sehubungan dengan hal tersebut, untuk memberikankemudahan bagi semua pihak, penerapan PPh Pasal26 sesuai dengan P3B dilaksanakan sebagai berikut:a.
    Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asliSurat Keterangan Domisili kepada pihak yangberkedudukan di Indonesia yang membayarpenghasilan dan menyampaikan fotokopi SuratKeterangan Domisili tersebut kepada KepalaKantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yangmembayar penghasilan terdaftar;Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadidasar bagi pihak yang membayar penghasilanuntuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai denganyang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antaraIndonesia dengan negara tempat kedudukan
    Bahwa berdasarkan ketentuan Surat Edaran Direktur JenderalPajak Nomor SE03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentangPenerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B),pada angka 2 huruf a dan huruf b serta angka 3 huruf a dan hurufc, mengatur sebagai berikut:Angka 2 : Sehubungan dengan hal tersebut, untuk memberikankemudahan bagi semua pihak, penerapan PPh Pasal26 sesuai dengan P3B dilaksanakan sebagai berikut:a.
    Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadidasar bagi pihak yang membayar penghasilanuntuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai denganHalaman 17 dari 23 halaman Putusan Nomor 620 B/PK/PJK/2010yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antaraIndonesia dengan negara tempat kedudukan(residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut;Dalam hal Surat Keterangan Domisili akandigunakan untuk lebih dari satu pembayarpenghasilan, maka Wajib Pajak luar negeri dapatmenyampaikan fotokopi yang telah dilegalisasiKepala
Register : 10-04-2014 — Putus : 30-06-2014 — Upload : 30-04-2015
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 218 B/PK/PJK/2014
Tanggal 30 Juni 2014 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. WIRAKARYA SAKTI;
6752 Berkekuatan Hukum Tetap
  • ;Bahwa Pertukaran Informasi (Exchange of (Information) yangselanjutnya disebut EOI adalah fasilitas pertukaran informasi perpajakanyang terdapat didalam P3B yang dapat dimanfaatkan oleh PemerintahIndonesia dan Pemerintah Negara Mitra P3B untuk upaya pencegahanpenghindaran pajak (tax avoidance), pengelakan pajak (tax evasion),dan penyalahgunaan P3B oleh pihakpihak yang tidak berhak (tax treatyabuse);Bahwa berdasarkan penelitian berdasarkan penelitian terhadapdokumen Exchange of Information (EOI) antara
    IndonesiaBelanda (Treaty Abuse);Bahwa adapun struktur atau skema yang dibentuk untuk memanfaatkanfasilitas dalam P3B IndonesiaBelanda tersebut adalah sebagai berikut:Halaman 26 dari 40 halaman.
    Bahwa berdasarkan penelitian tersebut di atas, Dupoer Finance B.V.21.tidak memenuhi salah satu kriteria/oersyaratan untuk mendapatkanfasilitas P3B IndonesiaBelanda berupa tidak dikenakan pajak diIndonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) P3B IndonesiaBelanda, karena Dupoer Finance B.V. bukan sebagai pemilik manfaatdari bunga (Beneficial Omer) sehingga tidak berhak mendapat fasilitasP3B IndonesiaBelanda.
    Penyerahan asli Surat Keterangan Domisili hanya merupakan salahsatu bentuk pengujian untuk meyakinkan apakah pihak yangmemanfaatkan fasilitas dalam tax treaty (P3B) adalah benarbenarpihak yang berhak;b.
    Bahwa oleh karena penerima penghasilan bunga yaitu DupoerFinance, B.V. bukan merupakan Beneficial Owner, padahal nyatanyata kepastian status Beneficial Owner menjadi salah satu syaratuntuk mendapatkan fasilitas P3B IndonesiaBelanda, maka sesuaiPasal 11 ayat (2) P3B IndonesiaBelanda, pembayaran bungatersebut dikenakan pajak di Negara dimana bunga tersebut berasal(Indonesia) dan sesuai dengan perundangundangan negara yangbersangkutan.
Putus : 16-06-2016 — Upload : 13-09-2016
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 500/B/PK/PJK/2016
Tanggal 16 Juni 2016 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK vs. PT. GM AUTOWORLD INDONESIA
7661 Berkekuatan Hukum Tetap
  • ultra petita sehingga seharusnya dibatalkan;Alasan Material :a. bahwa Pemohon Banding telah melakukan perjanjian InterCompanyServices Agreement dengan General Motors Southeast Asia OperationsLimited Thailand (GMSAO) sejak tanggal1 Oktober 2007, dimana di dalamperjanjian tersebut telah dinyatakan hak dan kewajiban masingmasing pihakdan diantara kewajiban Pemohon Banding adalah melakukan pembayaranservices fee sesuai dengan tagihan dan GMSAO Thailand;b. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B
    c. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat(1) P3B antara Kerajaan Thailand dengan Pemerintah Indonesia di atas,maka hak pemajakan atas pendapatan jasa manajemen yang diterima olehGMSAO adalah di negara Thailand (negara tempat kedudukan GMSAO),karena GMSAO tidak mempunyai BUT di Indonesia;d. bahwa Pemohon Banding melampirkan bukti COD yang menyatakan bahwaGMSAO Thailand adalah Tax Resident dari Kerajaan Thailand dan telahmenyampaikan SPT PPh Badan Tahun Pajak 2009 (periode
    Januari Desember 2009);Halaman 4 dari 20 halaman Putusan Nomor 500/B/PK/PJK/2016e. bahwa dengan demikian jika atas pembayaran jasa manajemen dikenakanpajak di Indonesia melalui pemotongan PPh Pasal 26, maka akan terjadidouble taxation dan hal ini bertentangan dengan prinsip yang tercantumdalam P3B yang bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda;2.4 Perhitungan Pajak menurut Pemohon Bandingbahwa berdasarkan alasanalasan yang telah Pemohon Banding kemukakantersebut di atas, maka perhitungan
    Kesimpulan dan Permohonanbahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Pemohon Banding menyimpulkanbahwa :a. secara formal penerbitan Keputusan Keberatan Terbanding Nomor KEP663/WPJ.22/BD.06/2012 tanggal 13 Juni 2012 adalah bersifat premature danultra petita,b. demikian juga secara materi, penetapan objek PPh Pasal 26 ataspembayaran jasa manajemen juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 7ayat (1) P3B antara Pemerintah Kerajaan Thailand dengan PemerintahIndonesia;Bahwa berdasarkan kesimpulan tersebut
    , mengatur :Angka 1P3B antara Indonesia dengan negaranegara treaty partner yang telahberlaku secara efektif sampai dengan saat ini adalah sebanyak 32 (tigapuluh dua) P3B dengan perincian sebagaimana terlampir.
Putus : 16-07-2019 — Upload : 17-10-2019
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1106/B/PK/Pjk/2019
Tanggal 16 Juli 2019 — BUT NATUNA I BV vs DIREKTUR JENDERAL PAJAK
16673 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Kedua, terlepas dari Production SharingContract (PSC) merupakan perjanjian yang bersifat G to B yangdasarnya secara umum berlaku tax domestic law, sedangkan P3Bmerupakan perjanjian G to G yang berlaku international tax law, namundi sisi lain sepanjang perjanjian yang telah mengatur PE dalamhubungannya Branch Profit Tax atau additional tax akan berlakusebaliknya, dalam arti P3B akan meredusir Production Sharing Contract(PSC), dan berlaku secara equilbrium dimana Production SharingContract (PSC) secara
    mutatis mutandis akan mengadopsi P3B a quo.Ketiga, dalam postulat hukum bahwa Production Sharing Contract(PSC) walaupun selama ini merupakan perjanjian atau kesepakatan atasusaha patungan yang mengatur bagi hasil produksi di bidangpertambangan.
    Sedangkan P3B mengatur bahwa pembebanan ataspemberlakuan pembagian perpajakan secara seimbang sehubungandengan timbulnya hak dan kewajiban yang melekat dari perjanjian yangberasal dari kegiatan business profit, yang sudah barang tentumempunyai yuridiksi dan tunduk pada regulasi konvensi internasional.Keempat, in casu Branch Profit Tax, memiliki keterkaitan hubunganhukum (innerlijkke samenhang) antara Kontrak Bagi Hasil (ProductionSharing Contract) dengan P3B Indonesia Belanda sebagaimana yangdimuat
    P3B yang secaramutatis mutandis in casu tidak terdapat sengketa perpajakan dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Termohon PeninjauanKembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidakdilakukan secara terukur yang sesuai dengan ketentuan peraturanperundangundangan yang berlaku sebagaimana diatur dalamPenjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga UndangUndang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 11 sampai dengan Pasal13 Perjanjian Kontrak Karya juncto Pasal 4 dan
    Pasal 26 ayat (4) sertaPasal 32A dan Pasal 33A ayat (8 dan 4) UndangUndang PajakPenghasilan juncto UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 junctoPenjelasan Pasal 13 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2000 tentangPerjanjian Internasional juncto Vienna Convention juncto Pasal 38Piagam Mahkamah Internasional juncto Pasal 10 ayat (8) P3B Indonesia Belanda juncto S604/MK/017/1998;Bahwa dengan demikian, alasanalasan permohonan PemohonPeninjauan Kembali dapat dibenarkan karena pendapat yangdisampaikan cukup berdasar
Register : 11-09-2012 — Putus : 04-03-2014 — Upload : 10-11-2014
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor PUT.51041/PP/M.XIIIA/13/2014
Tanggal 4 Maret 2014 — Pemohon Banding dan Terbanding
249252
  • bahwa terkait dengan alasan material, Pemohon Banding menyatakan bahwa :Pemohon Banding telah melakukan perjanjian InterCompany Services Agreementdengan General Motors Southeast Asia Operations Limited Thailand (GMSAO) sejaktanggal 1 Oktober 2007, dimana di dalam perjanjian tersebut telah dinyatakan hakdan kewajiban masingmasing pihak dan diantara kewajiban Pemohon Bandingadalah melakukan pembayaran services fee sesuai dengan tagihan dan GMSAOThailand;bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B
    kedudukan GMSAOQ), karena GMSAO tidakmempunyai BUT di Indonesia;bahwa Pemohon Banding telah menyampaikan alat bukti berupa COD yangmenyatakan bahwa GMSAO Thailand adalah Tax Resident dari Kerajaan Thailanddan telah menyampaikan SPT PPh Badan Tahun Pajak 2009 (periode Januari Desember 2009);bahwa dengan demikian jika atas pembayaran jasa manajemen dikenakan pajak diIndonesia melalui pemotongan PPh Pasal 26, maka akan terjadi double taxation danhal ini bertentangan dengan prinsip yang tercantum dalam P3B
    Thailanddapat menunjukkan COD dan merupakan Wajib Pajak Thailand, maka ia berhakuntuk menerapkan P3B Indonesia Thailand.bahwa di dalam Pasal 7 ayat (1) P3B antara Pemerintah Kerajaan Thailand denganPemerintah Indonesia sebagaimana tersebut di atas, antara lain disebutkan bahwa :Pendapatan atau laba suatu perusahaan dari suatu Negara hanya akan dikenakanpajak di Negara itu, kecuali perusahaan tersebut menjalankan usaha melalui suatubentuk usaha tetap di Negara lain... dst;bahwa bedasarkan ketentuan
    tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa hakpemajakan atas pendapatan jasa manajemen yang diterima oleh GMSAO adalah dinegara Thailand (negara tempat kedudukan GMSAO), karena GMSAO tidakmempunyai BUT di Indonesia;bahwa menurut Majelis, jika atas pembayaran jasa manajemen dikenakan pajak diIndonesia melalui pemotongan PPh Pasal 26, maka akan terjadi pengenaan doubletaxation dan hal ini bertentangan dengan prinsip yang tercantum dalam P3B yangbertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda;
Register : 07-06-2012 — Putus : 30-05-2013 — Upload : 08-11-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put.45360/PP/M.II/27/2013
Tanggal 30 Mei 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
289118
  • SE2/PJ.03/2008 menurut Pemohon Banding menjadisebagai berikut: KeteranganPPh terutang atas 28% x 1% = 0.280%penghasilan netoPPh Pasal 26(4) dengan P3B 10% x (10.28)% = 0.072%Tarif efektif 0.352% bahwa menurut Majelis dasar hukum yang digunakan oleh Terbandingmaupun Pemohon Banding untuk memperkuat argumentasi masingmasingadalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK634/KMK.04/1994,Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep667/PJ./2001 tentang NormaPenghitungan Khusus Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak
    atas penghasilan kena pajak terutang =30% x 1% = 0,30% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 20% x (10,3)% =0,14%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 20%) Total = 0,44% Angka 2Wajib Pajak luar negeri yang dimaksud dalam KEP667/PJ./2001 tersebutadalah Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor PerwakilanDagang (representative office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, diIndonesia yang berasal dari negara yang belum mempunyai PersetujuanPenghindaran Pajak Berganda (P3B
    ) dengan Indonesia.Angka 3Untuk KPD dari negaranegara mitra P38 dengan Indonesia, maka besarnyatarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu BentukUsaha Tetap tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait.a.
    Contoh 1: Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Spanyol.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Spanyol (Spain, nomor 43 daritabel terlampir) sebesar 10%.
    Dengan demikian tarif pajak yang terutangadalah sebagai berikut: PPh atas penghasilan kena pajak terutang =30% x 1% = 0,30%Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 10% x (10,3)% =0,07%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total = 0,37%b. contoh 2: penghitungan untuk KPD yang berasal dari Australia.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Australia (nomor 2 dari tabelterlampir) sebesar 15%, dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai berikut:PPh atas penghasilan kena
Register : 05-08-2011 — Putus : 22-02-2013 — Upload : 14-07-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor PUT.43407/PP/M.VI/13/2013
Tanggal 22 Februari 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
219107
  • PJ/2005 tanggal 1 Juni 2005 yangmenyatakan bahwa sejak tanggal 1 Januari 2004, bunga yang dibayarkan kepadapihak di Belanda merupakan objek PPh Pasal 26 dari Tarif 10 %;bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi biaya bunga sebesarRp 10.592.392.882,00 yang dilakukan oleh Terbanding karena berdasarkanPerjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Indonesia denganPemerintah Belanda menyatakan bahwa bunga yang dibayarkan ke Belanda bukanmerupakan objek PPh Pasal 26;bahwa berdasarkan P3B
    Pemeriksaan dilakukan terhadap unsurunsur biaya yang dimungkinkanterdapat objek PPh Pasal 26 serta bukti potong PPh Pasal 26 yang ada;: bahwa berdasarkan uraian penjelasan di atas, alasan Terbanding untukmempertahankan koreksi atas objek deviden sebesar Rp15.080.694.950,00. tidaktepat karena tidak dilandasi dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, dalam halini ketentuan perpajakan yang mengatur debt to equity ratio dan penggunaan Pasal10 dari P3B Indonesia Belanda di dalam mendefinisikan bunga sebagai
    Dilain pihak, Pemohon Banding menganggapbahwa dividen ini sebenarnya bunga dan sesuai P3B antara Indonesia dan Belanda,bunga pinjaman ini bukan merupakan Objek PPh Pasal 26;bahwa Pemegang Saham Pemohon Banding adalah Bekaert Holding BV sebesar99,17% dan NV Bekaert SA Belgium sebesar 0,83%. NV Bekaert SA Belgiummenguasai 100% saham Bekaert Holding BV. Jumlah Karyawan Bekaert Holding BVadalah Nol .
    Jadi dapat dikatakan bahwa NV Bekaert SA Belgium adalah BeneficieryOwner, sedangkan Bekaert Holding BV Belanda merupakan special purposevehicles dalam bentuk Conduit Company;bahwa sejalan dengan paragraph 9 dan 10 OECD Commentary , manfaat P3B tidakdapat diberikan hanya dengan mengacu kepada kepemilikan formal dari penghasilandividen , bunga, dan royalty, namun manfaat P3B harus diberikan kepada pemilikyang sebenarnya dari penghasilan dimaksud;bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
    Nomor: SE04/PJ.34/2005tanggal 7 Juli 2005 tentang Petunjuk Penetapan Kriteria Beneficial Ownersebagaimana tercantum dalam P3B antara Indonesia dengan Negara Lainnyamenegaskan hal hal sebagai berikut:Yang dimaksud dengan Beneficial Owner adalah pemilik yang sebenarnya daripenghasilan berupa dividen, bunga dan atau royalty baik Wajib Pajak peroranganmaupun Wajib Pajak Badan, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secaralangsung manfaat penghasilan penghasilan tersebut.bahwa dengan demikian, maka "
Register : 07-06-2012 — Putus : 30-05-2013 — Upload : 08-11-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put.45361/PP/M.II/27/2013
Tanggal 30 Mei 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
246104
  • SE2/PJ.03/2008 menurut Pemohon Banding menjadi sebagaiberikut: anganerutang atas penghasilan 28% x 1% = 0.280%asal 26(4) dengan P3B 10% x (10.28)% = 0.072%efektif 0.352% bahwa menurut Majelis dasar hukum yang digunakan oleh Terbanding maupunPemohon Banding untuk memperkuat argumentasi masingmasing adalah KeputusanMenteri Keuangan Nomor KMK634/KMK.04/1994, Keputusan Direktur JenderalPajak Nomor Kep667/PJ./2001 tentang Norma Penghitungan Khusus PenghasilanNetto bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai
    PPh atas penghasilan kena pajak terutang = 30% x 1% = 0,30%Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 20% x (10,3)% =0,14%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 20%)Total =0,44% Angka 2Wajib Pajak luar negeri yang dimaksud dalam KEP667/PJ./2001 tersebut adalahWajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang(representative office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, di Indonesia yangberasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B
    ) dengan Indonesia;Angka 3Untuk KPD dari negaranegara mitra P38 dengan Indonesia, maka besarnya tarifpajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu Bentuk Usaha Tetaptersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait;a.
    Contoh 1: Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Spanyol.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Spanyol (Spain, nomor 43 dari tabelterlampir) sebesar 10%.
    Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai berikut:PPh atas penghasilan kena pajak terutang = 30% x 1% = 0,30%Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 10% x (10,3)% =0,07%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%)Total = 0,37%b. contoh 2: penghitungan untuk KPD yang berasal dari Australia.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Australia (nomor 2 dari tabel terlampir)sebesar 15%, dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai berikut:PPh atas penghasilan kena
Register : 12-10-2011 — Putus : 16-01-2013 — Upload : 14-07-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor PUT. 42752/PP/M.XIV/13/2013
Tanggal 16 Januari 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
223141
  • mobil)sebesar 20% dari jumlah bruto sewa, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding,bahwa menurut Pemohon Banding tarif PPh Pasal 26 atas sewa tersebut adalah sebesar 10%karena aktiva berupa mesin tersebut milik perusahaan Induk Yasunaga Corporation Jepang,yang diperoleh dengan cara leasing, sehingga memenuhi ketentuan artikel 12 ayat (3)Perjanjian penghindaran Pajak berganda antara Indonesia dan Jepang sebagai;bahwa menurut Pemohon Banding, sesuai dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda(P3B
    berarti segala bentukpembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak menggunakan setiaphak cipta, atau penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan industri, perdagangan ataupengetahuan, perdagangan atau ilmu pengetahuan;bahwa terdapat fakta Pemohon Banding secara periodik telah melakukan pembayaran biayasewa yang atas pembayaran biaya sewa tersebut telah dilakukan kewajiban pembayaran PajakPertambahan Nilai Jasa Luar Negeri dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (tarif 10%P3B
    );bahwa menurut pendapat Pemohon Banding atas sewa mesin tersebut termasuk dalampengertian royalty dan dikenakan pajak berdasarkan Pasal 12 ayat (3) P3B IndonesiaJepangdengan tarif 10% namun menurut pendapat Terbanding terhadap sewa mesin tersebutdikenakan pajak berdasarkan Pasal 26 Undangundang Pajak Penghasilan dengan tarif 20%;bahwa Artikel 6 ayat (1) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia danJepang menjelaskan pendapatan yang diterima oleh negara sumber yang berasal dari hartatidak
    danJepang menjelaskan ketentuan artikel 6 ayat (1) akan berlaku untuk pendapatan yangdiperoleh dari penggunaan Iangsung sewa atau setiap bentuk penggunaan lainnya dari hartatak bergerak;bahwa berdasarkan Artikel 6 ayat (2) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antaraIndonesia dan Jepang tersebut di atas mengenai definisi harta tak bergerak diserahkan kepadaketentuan domestik negara Sumber;bahwa ketentuan domestik negara sumber tetap memperhatikan/dilengkapi dengan pengertianharta tak bergerak dalam P3B
Register : 21-07-2017 — Putus : 15-08-2017 — Upload : 01-11-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1518 B/PK/PJK/2017
Tanggal 15 Agustus 2017 — DIREKTUR JENDERAL PAJAK VS PT. BHLN KOMATSU LOGISTICS CORP;
9270 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Jika perusahaan (Jepang) menjalankan usahannyaseperti yang dikatakan sebelumnya, laba dari perusahaan itu (Jepang) bisadikenakan pajak di Negara lain itu (Indonesia), tetapi hanya mengenai bagianlaba yang dianggap berasal dari pendirian tetap tersebut (Indonesia);Bahwa mengacu pada ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda(P3B) di atas, Pemohon Banding merupakan Negara yang mempunyaiPersetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia yangmelakukan kegiatankegiatan terkait dengan
    Tax Treaty) merupakan"lex specialis dalam ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan,sehingga sesuai dengan asas hukum "/ex specialis derogat lex generalis" makaketentuan yang diatur dalam P3B (Tax Treaty) dapat mengesampingkanketentuan yang diatur dalam peraturan perundangundangan perpajakan;Halaman 8 dari 44 halaman.
    Kantor Perwakilan Dagangyang berasal dari Negaranegara yang mempunyai P3B dengan Indonesiakarena dilindungi oleh P3B (Treaty Protection) di mana seperti telahdikemukakan sebelumnya, jika laba perusahaan luar negeri diperoleh darikegiatan usaha yang dilakukan tidak melalui BUT di Indonesia, maka Indonesiatidak berhak memberlakukan pajak laba usaha tersebut;Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B) IndonesiaJepang yang berlaku, disebutkan:Ketentuan P3B Indonesia
    dengan Indonesia, makabesarnya tarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif branchprofit tax dari suatu Bentuk Usaha Tetap tersebut sebagaimanadimaksud dalam P3B terkait;Lampiran:Tarif Branch Profit Tax (Branch Profit Tax) P3B Indonesia denganNegara Mitra (Jepang): 10%;Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S 279/PJ.312/2002 tentangPPh Final Bagi Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia;Angka 4 huruf b:Meskipun kegiatan ekspor barang ke Indonesia dilakukan secaratidak langsung melalui afiliasi yang
    yang dipergunakan oleh Subjek Pajak LuarNegeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatandi Indonesia, yang dapat berupa salah satunya kantorperwakilan;Bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia Jepang, ditegaskan bahwa laba perusahaan dari salah satuNegara hanya akan dikenakan pajak di Negara domisiliperusahaan tersebut, kecuali perusahaan tersebutmenjalankan usaha di Negara lainnya (Negara sumber)melalui suatu Bentuk Usaha Tetap.
Putus : 13-05-2015 — Upload : 08-03-2016
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 159/B/PK/PJK/2015
Tanggal 13 Mei 2015 — PT. DONALDSON FILTRATION INDONESIA vs DIREKTUR JENDERAL PAJAK
356 Berkekuatan Hukum Tetap
  • )sebagaimana yang diatur dalam PER61/PJ./2009 tanggal 5 November 2009dan SE114/PJ/2009 tanggal 15 Desember 2009 tentang Tata Cara PenerapanPersetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B);bahwa sengketa pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PajakPenghasilan Pasal 26 adalah untuk tahun buku 2008 (Masa Pajak April 2008s.d.
    Maret 2009);bahwa PER61/PJ./2009 tanggal 5 November 2009 dan SE114/PJ/ 2009tanggal 15 Desember 2009 tentang Tata Cara Penerapan PersetujuanPenghindaran Pajak Berganda (P3B) mulai berlaku sejak 1 Januari 2010;bahwa PER61/PJ./2009 tanggal 5 November 2009 dan SE114/PJ/2009tanggal 15 Desember 2009 tentang Tata Cara Penerapan PersetujuanPenghindaran Pajak Berganda (P3B) telah diubah dengan PER24/PJ./2010tanggal 20 April 2010 tentang "Perubahan atas Peraturan Terbanding No.
    ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010;bahwa berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak SE03/PJ.101/1996 tanggal 29Maret 1996 (yang berlaku sejak 29 Maret 1996 s.d. 31 Desember 2009), dalambutir 4 disebutkan bahwa Indonesia tidak berhak mengenakan pajak atas jasayang dilakukan di negara Tax Treaty partner apabila jasa yang dilakukan di luarnegeri oleh pihak negara Tax Treaty partner atau jika jasa yang dilakukan diIndonesia kurang dari time test ketentuan Bentuk Usaha Tetap yaitu 90 hariuntuk P3B
    Jadi dilinat dari "nature of transaction", maka jelas yangdibayar oleh Pemohon Banding adalah jasa managemen;bahwa sebagaimana telah Pemohon Banding jelaskan kepada Pemeriksa Pajakpada saat pemeriksaan pajak, bahwa berdasarkan Pasal 7 PerjanjianPenghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura,menyebutkan bahwa perusahaan Singapura yang melakukan jasa di Indonesiaakan dikenakan pajak di Indonesia jika memiliki Bentuk Usaha Tetap diIndonesia.
    IndonesiaSingapura dan dibebaskan daripengenaan PPh Pasal 26;bahwa dari03/PJ.101/996 tanggal 29 Maret 1996 dan juga memenuhi PER24/PJ./2010tanggal 30 April 2010 sehingga telah memenuhi persyaratan administratif untukpenjelasan diatas, Pemohon Banding telah memenuhi SEmenerapkan ketentuan dalam P3B, oleh karena itu seharusnya koreksi ObjekPPh Pasal 26 sebesar Rp2.727.332.640,00 dapat dibatalkan demi hukum;Perhitungan Pajak Menurut Pemohon Bandingbahwa berdasarkan penjelasan dari Surat Permohonan
Putus : 08-11-2017 — Upload : 28-12-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1831 B/PK/PJK/2017
Tanggal 8 Nopember 2017 — BUT. CNOOC SES, LTD VS DIREKTUR JENDERAL PAJAK
271133 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Tetap Dihormati, Tanpoa Mengurangi Porsi Pemerintah KarenaPenerapan Tarif P3B;Menurut Terbanding:Bahwa dalam penjelasan koreksi huruf d Hasil Penelitian Keberatan, disebutkanbahwa Sesuai dengan pendapat Tim Pemeriksa BPKP, dijelaskan bahwa PSCmerupakan kontrak bagi hasil, maka P3B tetap dihormati, namunporsiPemerintah tidak berkurang karena penetapan tarif pajak berdasarkan P3Btersebut.
    Sesuai dengan hukum dan peraturan perundangundangan yangberlaku, apakah tarif Tax Treaty (P3B) dapat diberlakukan terhadapBranch Profit Tax bergantung pada Tahun/Masa Pajak dari kewajibanpajak yang bersangkutan.
    DalamKontrak Bagi Hasil (PSC) versi lain yang ditandatangani tanggal 27Mei 2008 di mana perusahaan afiliasi Pemohon Peninjauan Kembali(CNOOC Palung Aru Ltd) merupakan pihak di dalamnya (Bukti PK9),pelarangan menerapkan P3B secara jelas tercantum dalam salahsatu pasal PSC. Dengan demikian, koreksi Termohon PeninjauanKembali dengan menafsirkan tidak diaturnya secara tegaspenggunaan P3B sebagai pelarangan menerapkan P3B adalah kelirudan tidak taat asas.
    Mengacu kepada pasal 32A UndangUndangPajak Penghasilan secara jelas menyebutkan bahwa dalam halUndangUndang Pajak Penghasilan dan P3B memuat ketentuanyang sama, dalam hal penetapan pajak penghasilan, maka ketentuanHalaman 45 dari 68 halaman Putusan Nomor 1831/B/PK/PJK/2017yang berlaku adalah ketentuan P3B yang merupakan hukum khusus(Lex Specialis derogat Legi Generali);Bahwa sebagai suatu perjanjian internasional yang dibuat oleh duasubjek hukum internasional, P3B Indonesia Malaysia tunduk padahukum
    Dengan demikian kedudukan P3B Indonesia Malaysiadalam hubungannya dengan UndangUndang PPh berlaku beberapaasas hukum sebagai berikut:i. Pacta sunt servanda (sebagai perjanjian antara dua subjekhukum internasional, P3B mengikat (binding) kedua pihakpenandatangan dan harus ditaati);ii. Lex specialis derogat legi generali (sebagai aturan khususpemajakan atas transaksi cross border IndonesiaMalaysia, P3Bpunya prioritas berlaku ketimbang UndangUndang PPh); danili.
Register : 23-06-2011 — Putus : 14-03-2013 — Upload : 14-07-2013
Putusan PENGADILAN PAJAK Nomor Put-43934 /PP/M.VI/13/2013
Tanggal 14 Maret 2013 — Pemohon Banding dan Terbanding
22776
  • Sesuai dengan Pasal 14 P3B IndonesiaJepang yang berlaku bahwa jasa tersebut hanya dikenakan pajak di negara yang bersangkutandikarenakan penerima jasa tidak berdomisili di Indonesia selain ituPemohon Banding tidakmelampirkan SKD;bahwa menurut Pemohon Banding pembayaran extra management fee sebesar Rp156.078.774,00 bukan merupakan objek PPh Pasal 26 karena jasa manajemen tersebut diterimadi luar negeri, dan seperti tertera dalam P3B IndonesiaJepang.
    Pemohon Banding dapatmembuktikan dengan SKD, passport dan laporan perjalanan pegawai Pemohon Banding yangmenerima pelayanan manajemen tersebut;bahwa Pemohon Banding menerima jasa management dari Arysta Lifescience Co Jepang di luarnegeri, dan seperti tertera dalam P3B IndonesiaJepang Pemohon Banding dapat membuktikandengan SKD, passport, dan laporan perjalanan pegawai Pemohon Banding yang menerimapelayanan manajemen tersebut, sehingga menurut Pemohon Banding pembayaran ExtraManagement Fee sebesar