Ditemukan 5885 data
18 — 21
Dalamsituasi seperti ini perceraian dipandang lebih tepat, dengan harapan akanmendatangkan kebaikan (mashlahah) bagi kedua belah pihak dikemudian hari.Oleh karena itu Hakim Majelis sependapat dengan pakar hukum Islam Dr.Musthofa As Sibai sebagaimana tersebut dalam kitab A/ Maratu Baina Al fighiWal Qanun halaman 100, yang menyatakan: Dan tidak ada manfaat yangPtsn.No.0239/Pat.G/2018/PA.Pbr., Tgl.19042018, Hal. 26 dari 38 hal. Ptsn.No.0239/Pat. G/2018/PA. Por.
12 — 9
Olehkarena itu, membiarkan hubungan perkawinan Pemohon dengan Termohonterus berlangsung demikian sudah tidak memberi harapan mashlahah,sebaliknya justeru dapat mendatangkan mafsadat baik kepada Pemohon,Termohon, maupun anak keturunannya;Menimbang, bahwa berdasarkan segenap pertimbangan tersebut diatas, dan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 118 Kompilasi Hukum Islam,permohonan Pemohon untuk menjatuhkan talak kepada Termohon (petitumangka 2) dapat dikabulkan dengan memberi izin kepada Pemohon untukmengikrarkan
36 — 2
perceraianadalah solusi yang terbaik bagi Pemohon dan Termohon, agar keduanyaterlepas dari beban penderitaan lahir dan batin yang berkepanjangan, kalaudipaksakan juga untuk mempertahankannya, patut diduga bahwa hal itu akanmenimbulkan mafsadah (bahaya) yang lebih besar dari maslahahnya (manfaat)baik bagi diri Pemohon sendiri maupun bagi diri Termohon;Menimbang, bahwa kaidah fighiyah memberikan petunjuk bahwamenolak atau menghindari bahaya (mafsadah) haruslah diutamakan daripadamencari manfaat (mashlahah
114 — 60
Oleh karena itu, membiarkan hubungan perkawinan Pemohon dengan Termohonterus berlangsung demikian sudah tidak memberi harapan mashlahah, sebaliknya dapatmembawa mafsadat.Menimbang, bahwa berikut ini Majelis Hakim mengutip legal maxim sebagaiberikut : Artinya : Menolak kerusakan didahulukan dari pada menarik kemaslahatan.Menimbang, bahwa berdasarkan segenap pertimbangan tersebut di atas, sertamengacu pada ketentuan Pasal 117 dan 118 Kompilasi Hukum Islam, maka petitum angka2 dan 3 permohonan Pemohon
20 — 4
Termohon, agar keduanyaHalaman 22 dari 38 putusan Nomor 0058/Padt.G/2018/PA.Pnterlepas dari beban penderitaan lahir dan batin yang berkepanjangan, kalaudipaksakan juga untuk mempertahankannya, patut diduga bahwa hal itu akanmenimbulkan mafsadah (bahaya) yang lebih besar dari maslahahnya (manfaat)baik bagi diri Pemohon sendiri maupun bagi diri Termohon;Menimbang, bahwa kaidah fighivah memberikan petunjuk bahwamenolak atau menghindari bahaya (mafsadah) haruslah diutamakan daripadamencari manfaat (mashlahah
22 — 13
Penggugat akan kembali ke agamanyasemula dan akan mengikutsertakan anaknya untuk memeluk agama Penggugatsemula yaitu Kristen Katholik, oleh karenya terhadap hal ini Pengadilan akanmempertimbangkannya sebagai berikut ;Bahwa dalam kajian figh dikenal dengan istilah Maqgashid Syariah yaitukonsep untuk mengetahui hikmah (nilainilai dan sasaran syara' yangtersurat dan tersirat dalam AlQuran dan Hadits). yang ditetapkan oleh Allahtaala terhadap manusia yang tujuan akhir dari hukum tersebut adalah satu,yaitu mashlahah
48 — 13
No. 046/Pdt.G/2011/PA.Srl.diutamakan dibandingkan mengambil dampak positif (mashlahah)nya sebagaimanamaksud kaidah fikih di atas;Menimbang, bahwa dengan menggunakan metode almashliahat almursalah makatalak baru dipandang jatuh menurut hukum Islam jika dilakukan di depan sidangPengadilan Agama, sebagaimana maksud Pasal 39 ayat (1) UndangUndang Nomor 1Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 115 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991Tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia di atas, maka oleh karena
16 — 15
seorang priadengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluargayang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan apabilaperkawinan seperti ini tetap dipertahankan dapat menimbulkan dampak negatifyang berkepanjangan bahkan dapat menjadi madlarat bagi PemohonKonvensidan Termohon Konvensi, karena masingmasing pihak tidak dapatmelaksanakan kewajiban dan mendapatkan hakhaknya, oleh karena itu untukmenghindarkan kemadlaratan yang lebih besar perkawinan tersebut lebih baik(mashlahah
64 — 32
Mahkamah Agung RI Nomor 312 K/AG/2010, yang tidakmempermasalahkan kedudukan anak angkat yang tidak berdasarkan keputusanpengadilan, tapi menggunakan hukum adat kebiasaan yang tertuang dalamUndangUndang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Kesejahteraan Anak;Menimbang, bahwa selain itu Ssesuai dengan teori alMashlahah (TeoriKeadilan Sosial Hukum Islam), bahwa anak angkat dibolehkan dalam Islamsebatas pemeliharaan, pengayoman, dan pendidikan, dan dilarang memberistatus sebagai layaknya anak kandung, Teori a/Mashlahah
39 — 35
menerus yang menyebabkan suami istri tidak ada harapan untuk kembalirukun meskipun telah didamaikan oleh Pengadilan, dengan demikian MajelisHakim berpendapat telah terpenuhi unsurunsur terjadinya perceraiansebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundangan seperti tersebut di atas;Menimbang, bahwa meskipun perceraian adalah perbuatan yangdibenci Allah SWT, akan tetapi mempertahankan perkawinan dengan kondisitersebut di atas patut diduga akan lebin mendatangkan keburukan (mafsadah)daripada kebaikan (mashlahah
19 — 3
perceraianadalah solusi yang terbaik bagi Pemohon dan Termohon, agar keduanyaterlepas dari beban penderitaan lahir dan batin yang berkepanjangan, kalaudipaksakan juga untuk mempertahankannya, patut diduga bahwa hal itu akanmenimbulkan mafsadah (bahaya) yang lebih besar dari maslahahnya (manfaat)baik bagi diri Pemohon sendiri maupun bagi diri Termohon;Menimbang, bahwa kaidah fighivah memberikan petunjuk bahwamenolak atau menghindari bahaya (mafsadah) haruslah diutamakan daripadamencari manfaat (mashlahah
11 — 6
TLGmembentuk keluarga yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan YangMaha Esa dan apabila perkawinan seperti ini tetap dipertahankandapat menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan bahkandapat menjadi madlarat bagi Pemohon Konvensi dan TermohonKonvensi, karena Pemohon Konvensi tidak dapat melaksanakankewajiban dan tanggung jawabnya, oleh karena itu untukmenghindarkan kemadlaratan yang lebih besar perkawinan tersebutlebih baik (mashlahah) bila diakhiri dengan perceraian;Menimbang, bahwa atas dasar
23 — 13
melalui mediasi sesuat PERMA Nomor Tahun2008, namun upaya tersebut tidak berhasil dengan demikian maka unsur ketiga jugatelah terpenuhi dalam perkara ini;Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut di atas, maka MajelisHakim berkesimpulan bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon telahberada pada tingkat pecahnya perkawinan (broken marriage), rumah tangga yangdemikian ini jika tetap dipertahankan dapat menimbulkan mudarat yang lebih besarbagi keduanya, karenanya jalan keluar yang terbaik (mashlahah
13 — 6
Dalamsituasi seperti ini perceraian dipandang lebih tepat, dengan harapan akanmendatangkan kebaikan (mashlahah) bagi kedua belah pihak dikemudian hari.Oleh karena itu Majelis Hakim sependapat dengan pakar hukum Islam Dr.Musthofa As Sibai sebagaimana tersebut dalam kitab A/ Maratu Baina Al fighiWal Qanun halaman 100, yang menyatakan: Dan tidak ada manfaat yangHal. 27 dari 41 hal. Ptsn. No.0694/Pat.G/2016/PA.
17 — 5
mengambil dampak positif dan menolak dampak negatif);Menimbang, bahwa apabila di Indonesia pada saat sekarang hak menjatuhkan talakdiserahkan sepenuhnya kepada suami sebagaimana yang telah diformulasikan oleh parafuqaha~ terdahulu maka sangat potensial menimbulkan dampak negatif (mafsadah) bagisepasang suami istri, terutama bagi istri, sementara Syaritidak menghendaki adanyamafsadah tersebut sehingga jika mafsadah itu ditemukan maka menolaknya lebihdiutamakan dibandingkan mengambil dampak positif (mashlahah
13 — 7
Dalam situasi seperti ini perceraian dipandang lebih tepatsebagai suatu kemudhoratan yang lebih ringan, dengan harapan akanmendatangkan kebaikan (mashlahah) bagi kedua belah pihak. Oleh karena ituMajelis Hakim sependapat dengan pakar hukum Islam bernama Dr.
60 — 4
berpendapat perceraianadalah solusi terbaik bagi Pemohon dan Termohon, agar keduanya terlepas dari bebanpenderitaan lahir batin yang berkepanjangan, kalau dipaksakan juga untukmempertahankannya, patut diduga bahwa hal itu akan menimbulkan mafsadah(bahaya) yang lebih besar dari maslahahnya (manfaat) baik bagi diri Pemohon sendirimaupun bagi diri Termohon;Menimbang, bahwa kaidah fiqhiyah memberikan petunjuk bahwa menolak ataumenghindari bahaya (mafsadah) haruslah diutamakan daripada mencari manfaat(mashlahah
470 — 408
Oleh karena itu, membiarkan hubungan perkawinan Pemohon denganTermohon terns berlangsung demikian sudah tidak memberi harapan mashlahah,sebaliknya dapat membawa mafsadat.Menimbang, bahwa berikut ini Majelis Hakim mengutip salah azas pokok azaspokok dalam metode istinbath (penetapan) hukum Islam sebagai berikut:albaollolaccleerdoruldolli,Artinya : "Menolak kerusakan didahulukan dari pada menarik kemaslahatan ".dan doktrin hukum dalam kitab Madza Hurriyah alZaujain fl alThalaq yang diambilalih sebagai
26 — 3
makatujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana dimaksud oleh AlQur'an surat ArRum ayat 21, Pasal 1UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam sudahtidak mungkin dapat diwujudkan lagi, bahkan mempertahankan perkawinan dalamkondisi sebagaimana tersebut di atas, dikhawatirkan justru akan menimbulkankemudharatan bagi kedua belah pihak dan dalam situasi seperti ini perceraiandipandang lebih tepat, dengan harapan akan mendatangkan kebaikan (mashlahah
53 — 10
TLGmendapatkan hakhaknya, oleh karena itu untuk menghindarkan kemadlaratan yanglebih besar perkawinan tersebut lebih baik (mashlahah) bila diakhiri dengan perceraian;Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan tersebut Majelis Hakimberkesimpulan bahwa dalildalil permohonan Pemohon Konvensi telah terbukti dan telahmemenuhi ketentuan Pasal 19 huruf (d dan f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975jo Pasal 116 huruf (d dan f) Kompilasi Hukum Islam dengan demikian permohonanPemohon patut dikabulkan;Menimbang