Ditemukan 3003 data
100 — 63 — Berkekuatan Hukum Tetap
Kedua, terlepasdari Production Sharing Contract merupakan perjanjian yang bersifat Gto B yang dasarnya secara umum berlaku tax domestic law, sedangkanP3B merupakan perjanjian G to G yang berlaku international tax law,namun di sisi lain sepanjang perjanjian yang telah mengatur PE dalamhubungannya Branch Profit Tax atau additional tax akan berlakusebaliknya, dalam arti P3B akan meredusir Production Sharing Contract,dan berlaku secara equilbrium dimana PSC secara mutatis mutandisakan mengadopsi P3B
Sedangkan P3B mengatur bahwapembebanan atas pemberlakuan pembagian perpajakan secaraseimbang sehubungan dengan timbulnya hak dan kewajiban yangmelekat dari perjanjian yang berasal dari kegiatan business profit, yangsudah barang tentu mempunyai yuridiksi dan tunduk pada regulasikonvensi internasional.
Keempat, in casu Branch Profit Tax, memilikiketerkaitan hubungan hukum (innerlijke samenhang) antara KontrakBagi Hasil (Production Sharing Contract) dengan P3B Indonesia Inggrissebagaimana yang dimuat dalam Article 10.7 yang menyatakan bahwa:Notwithstanding any other provisions of this Agreement, where aHalaman 5 dari 9 halaman.
menyelesaikan melalui renegosiasi kontrak (videKeputusan Terbanding Nomor KEP01536/KEB/WPJ.07/2016 tanggal27 Oktober 2016), maka Pemohon Banding sekarang PemohonPeninjauan Kembali dalam in casu dapat dibenarkan melakukan pilihanhukum dan menggunakan asas in dubio contra fisco sehingga berlakutarif tidak boleh lebih dari 10% (sepuluh persen), sehingga PemohonBanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali tidak melanggarketentuan peraturan perundangundang perpajakan atas penggunaantarif pajak sesuai dengan P3B
dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea KetigaUndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan JunctoPasal 11 sampai dengan Pasal 13 Perjanjian Kontrak Karya JunctoPasal 4 dan Pasal 26 ayat (4) serta Pasal 32A dan Pasal 33A ayat (3dan 4) UndangUndang Pajak Penghasilan Juncto UndangUndangNomor 1 Tahun 1967 Juncto Penjelasan Pasal 13 UndangUndangNomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Juncto ViennaConvention Juncto Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional JunctoPasal 10 ayat (7) P3B
85 — 46 — Berkekuatan Hukum Tetap
Kedua, terlepas dari Production SharingContract merupakan perjanjian yang bersifat G to B yang dasarnyasecara umum berlaku tax domestic law, sedangkan P3B merupakanperjanjian G to G yang berlaku international tax law, namun di sisi lainsepanjang perjanjian yang telah mengatur PE dalam hubungannyaBranch Profit Tax atau additional tax akan berlaku sebaliknya, dalam artiP3B akan meredusir Production Sharing Contract, dan berlaku secaraekuilibrium di mana PSC secara mutatis mutandis akan mengadopsi P3Ba
Ketiga, dalam postulat hukum bahwa Production Sharing Contractwalaupun selama ini merupakan perjanjian atau kesepakatan atas usahapatungan yang mengatur bagi hasil produksi di bidang pertambangan.Sedangkan P3B mengatur bahwa pembebanan atas pemberlakuanpembagian perpajakan secara seimbang sehubungan dengan timbulnyahak dan kewajiban yang melekat dari perjanjian yang berasal darikegiatan business profit, yang sudah barang tentu mempunyai yuridiksidan tunduk pada regulasi konvensi internasional.
Keempat, in casuBranch Profit Tax, memiliki keterkaitan hubungan hukum (innerlijkesamenhang) antara Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)dengan P3B Indonesia Inggris sebagaimana yang dimuat dalam Article10.7 yang menyatakan bahwa: Not with standing any other provisions ofthis Agreement, where a company which is a resident of a ContractingState, having a permanent establishment in that Contracting State,derives profits through of the permanent establishment, such profits maybe taxed (in
Dengandemikian, dalildalil yang diajukan oleh Pemohon Banding sekarangPemohon Peninjauan Kembali dalam in casu dapat dibenarkan, makadengan melakukan pilihan hukum dan menggunakan asas in dubiocontra fisco sehingga berlaku tarif tidak boleh lebih dari 10% (sepuluhpersen) sesuai dengan P3B dibenarkan dan tidak terdapat pelanggaranperjanjian, sehingga Pemohon Banding sekarang Pemohon PeninjauanKembali tidak melanggar ketentuan peraturan perundangundanganPerpajakan atas penggunaan tarif pajak sesuai
dengan P3B yang secaraHalaman 7 dari 11 halaman.
75 — 81 — Berkekuatan Hukum Tetap
Kedua, terlepas dari Production Sharing Contractmerupakan perjanjian yang bersifat G to B yang dasarnya secara umumberlaku tax domestic law, sedangkan P3B merupakan perjanjian G to Gyang berlaku international tax law, namun di sisi lain sepanjangperjanjian yang telah mengatur PE dalam hubungannya Branch ProfitTax atau additional tax akan berlaku sebaliknya, dalam arti P3B akanmeredusir Production Sharing Contract, dan berlaku secara equilbriumdimana PSC secara mutatis mutandis akan mengadopsi P3B
a quo.Ketiga, dalam postulat hukum bahwa Production Sharing Contractwalaupun selama ini merupakan perjanjian atau kesepakatan atas usahapatungan yang mengatur bagi hasil produksi di bidang pertambangan.Sedangkan P3B mengatur bahwa pembebanan atas pemberlakuanpembagian perpajakan secara seimbang sehubungan dengan timbulnyahak dan kewajiban yang melekat dari perjanjian yang berasal darikegiatan business profit, yang sudah barang tentu mempunyai yuridiksidan tunduk pada regulasi konvensi internasional
Keempat, in casuBranch Profit Tax, memiliki keterkaitan hubungan hukum (innerlijkesamenhang) antara Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)dengan P3B Indonesia Inggris sebagaimana yang dimuat dalam Article10.7 yang menyatakan bahwa : Notwithstanding any other provisions ofthis Agreement, where a company which is a resident of one of the twoStates has a permanent establishment in the other State, the profits ofthe permanent establishment may be subjected to an additional tax inthat other
menyelesaikan melalui renegosiasi kontrak(vide Keputusan Terbanding Nomor KEP01422/KEB/WPJ.07/2016tanggal 22 September 2016), maka Pemohon Banding sekarangPemohon Peninjauan Kembali dalam in casu dapat dibenarkanmelakukan pilinan hukum dan menggunakan asas in dubio contra fiscosehingga berlaku tarif tidak boleh lebih dari 10% (sepuluh persen),sehingga Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembalitidak melanggar ketentuan peraturan perUndangUndang perpajakanatas penggunaan tarif pajak sesuai dengan P3B
Putusan Nomor 1432/B/PK/Pjk/2019UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 juncto Penjelasan Pasal 13UndangUndang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasionaljuncto Vienna Convention juncto Pasal 38 Piagam MahkamahInternasional juncto Pasal 10 ayat (7) P3B Indonesia Inggris juncto$604/ MK/017/1998:b.
77 — 86 — Berkekuatan Hukum Tetap
ayat (1) UndangUndang PajakPenghasilan diatur bahwa atas penghasilan dengan nama dan dalam bentukapapun termasuk deviden, yang dibayarkan atau yang terutang oleh SubjekPajak dalam negeri kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetapdi Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah brutooleh pihak yang wajib dibayarkan;bahwa dalam hal ini pada saat pemeriksaan Pemohon Banding sudahmenyerahkan asli Surat Keterangan Domisili sehingga sesuai dengan Article 10butir 1 P3B
guna memastikan bahwa PemohonBanding mendapatkan imbalan yang wajar (arm's length) sesuai dengan perandan resiko Pemohon Banding sebagai distributor di Indonesia, karena koreksitersebut berakibat kenaikan harga beli IT Products maupun IT services danSolutions yang Pemohon Banding beli atau peroleh dari WN International,koreksi tersebut menambah biaya yang Pemohon Banding klaim sebagaipengurang penghasilan bruto (deductible expense);bahwa berdasarkan Pasal 9 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B
)antara Indonesia dan Jerman, transaksi yang dilakukan antara pendudukIndonesia dan Penduduk Jerman yang terjalin dalam hubungan istimewa(Common Control) harus dilaksanakan sesuai dengan azas kewajaran (armslength principle) dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubunganistimewa;bahwa P3B tidak mengatur secara rinci apa yang dimaksud arm's length, dalamkeadaan demikian sesuai dengan Pasal 31 Konvensi Wina, yang manaIndonesia sudah meratifikasi, ketentuan P3B harus diinterpretasikan sesuaidengan
tujuan P3B sendiri dan prinsipprinsip atau praktek yang telah diterimaInternational, prinsipprinsip dan praktek yang dimaksud adalah uraian yangtertuang dalam dokumen OECD Transfer Pricing Guidelines (OECD TPGuidelines);bahwa Pemohon Banding beritikad baik untuk menjalankan usaha di Indonesiasesuai dengan peraturanperaturan yang berlaku termaksud dalam segiperpajakan, yang antara lain, mengharuskan transaksi yang dilakukan antarapihakpihak yang mempunyai hubungan istimewa (Common Control)dilaksanakan
P3B tidak mengatur secara rinci apa yang dimaksud arm's length. Namundemikian sesuai dengan Pasal 31 Konvensi Wina, di mana Indonesia sudahmeratifikasinya, ketentuan P3B harus diienterpretasikan sesuai dengantujuan P3B itu sendiri dan prinsipprinsip atau praktekpraktek yang telahditerima International. Prinsipprinsip dan praktekpraktek yang dimaksudadalah seperti di dalam uraian yang tertuang dalam dokumen OECDTransfer Pricing Guidelines (OECD TP Guidelines)..
228 — 83
./2001 tersebut adalahWajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang(representative office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, di Indonesia yangberasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B) dengan Indonesia;Angka 3Untuk KPD dari negaranegara mitra P38 dengan Indonesia, maka besarnya tarifpajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu Bentuk Usaha Tetaptersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait;Contoh 1: Penghitungan
untuk KPD yang berasal dari Spanyol.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Spanyol (Spain, nomor 43 dari tabelterlampir) sebesar 10%.
Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagaiberikut: PPh atas penghasilan kena pajak terutang = 30% x 1% = 0,30% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 10% x (10,3)% = 0,07%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total = 0,37% b. contoh 2: penghitungan untuk KPD yang berasal dari Australia.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Australia (nomor 2 dari tabelterlampir) sebesar 15%, dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai berikut:PPh atas penghasilan kena
SE2/PJ.03/2008 tanggal 31 Juli 2008 adalah sebagai berikut: Uraian Tarif PajakPPh atas penghasilan kena pajak terutang = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x 1%Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = Tarif P3B x (1 Tarif PPh Pasal 17 UUPPh)Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total tarif efektif = jumlah PPh atas PKP terutang ditambah PKP setelah dikurangi pajak dari suatu BUT (bprofit tax(BPT) bahwa menurut Majelis dengan berubahnya salah satu unsur formula di dalamperhitungan PPh
459 — 152 — Berkekuatan Hukum Tetap
Kedua, in casu secara umumberlaku P3B merupakan perjanjian G to G yang berlaku international taxlaw, namun di sisi lain, in casu sepanjang perjanjian yang telah mengaturPE baik dalam hubungannya Branch Profit Tax atau additional tax atauapapun bentuknya yang diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh akanberlaku sebaliknya, dalam arti P3B akan meredusir koreksi Terbandingsekarang Termohon Peninjauan Kembali in casu berupa pemberianjasajasa yang berkaitan dengan tekhnologi yang berlaku antar groupdan berlaku
secara equilbrium dimana jasajasa a quo secara mutatismutandis seharusnya akan mengadopsi P3B a quo.
Ketiga, dalampostulat hukum bahwa jasajasa a quo P3B mengatur bahwa hakhakpembebanan atas pemberlakuan pembagian perpajakan dilakukansecara seimbang sehubungan dengan timbulnya hak dan kewajibanyang melekat dari suatu perjanjian yang berasal dari kegiatan businessprofit yang diikuti salah satu prasyarat certificate of domicile dari otoritasperpajakan, maka sudah barang tentu mempunyai yuridiksi dan tundukpada P3B a quo dan ketentuan regulasi atau konvensi internasional.Keempat, in casu koreksi biaya
usaha yang dibayarkan kepada kantorpusat dan Asia Pasific regional lainnya (Offshore Charges) yangdidalilkan oleh Terbanding sekarang Termohon Peninjauan Kembali,maka Majelis Hakim Agung berpendapat bahwa in casu memilikiketerkaitan hubungan hukum (innerlijke samenhang) ketentuan P3BIndonesia Amerika Serikat sebagaimana yang dimuat dalam Article 8 :section (3) P3B Indonesia Amerika yang menyatakan bahwa :/n theHalaman 6 dari 11 halaman.
;Terjemahan ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia Amerika :Dalam menentukan besarnya laba usaha suatu bentuk usaha tetap,dapat dikurangkan biayabiaya yang berkaitan dengan laba usahatersebut, termasuk biayabiaya pimpinan dan administrasi umum, baikyang dikeluarkan di Negara Pihak pada Perjanjian dimana bentuk usahatetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain.
71 — 48 — Berkekuatan Hukum Tetap
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (2), Pasal 11 ayat (5), Pasal22 ayat (1) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepangmenyatakan:Pasal 3 ayat (2):Untuk penerapan persetujuan ini oleh suatu negara, istilah istilah yang tidak dirumuskan, kecuali dari hubungan kalimatnyaharus diartikan lain, akan mempunyai arti menurutperundangundangan negara itu menyangkut pajakpajak yangberlaku dalam persetujuan ini;Pasal 11 ayat
tentang definisi suatukegiatan yang yang tidak dirumuskan dalam perjanjian tersebutmaka akan diberlakukan pengertian berdasarkan perundanganperpajakan negara yang bersangkutan;Bahwa karena imbalan guarantee fee tersebut merupakanpassive income yang bukan berasal dari kegiatan usaha utamadari Sumitomo Electric Industries, Ltd. dan Mitsubishi Material,Corp. sehingga seharusnya guarantee fee tidak dikenakanpajak di Negara Jepang;Bahwa memang secara tegas pengertian guarantee fee tidakdinyatakan dalam P3B
P3B antara PemerintahIndonesia dengan Pemerintah Jepang juga tidak mengaturHalaman 18 dari 21 halaman. Putusan Nomor 813/B/PK/PJK/201316.17.pengenaan pajak atas Guarantee Fee, namun demikian,berdasarkan Pasal 3 ayat (2) P3B antara Pemerintah Indonesiadengan Pemerintah Jepang dalam hal suatu istilah yang tidakdirumuskan dalam perjanjian tersebut maka akan diberlakukanpengertian berdasarkan perundangan perpajakan negara itudalam hal ini Negara Indonesia.
.22/BD.06/2009tanggal 2 November 2009 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan PajakKurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai denganDesember 2006 Nomor 00021/204/06/413/08 tanggal 6 Agustus 2008 atasnama Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali NPWP:01.071.223.0413.001, sehingga PPh Pasal 26 yang masih harus dibayarmenjadi sebesar Nihil, adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbanganbahwa Guarantee Fee tidak diatur dalam Perjanjian Penghindaran PajakBerganda (P3B
) Indonesia Jepang sehingga sesuai Pasal 22 PerjanjianPenghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia Jepang hak pemajakannyaadalah Jepang, oleh karenanya koreksi Terbanding tersebut tidak dapatdipertahankan;Halaman 20 dari 21 halaman.
61 — 53 — Berkekuatan Hukum Tetap
biaya deletion compensation merupakan biaya yang berkaitanerat dengan usaha Pemohon Banding dan merupakan biaya untuk mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a, UndangUndang PPh;bahwa selain itu menurut Pemohon Banding biaya ini boleh diakui sebagai biaya sebabhal ini telah dipertegas oleh Direktorat Peraturan Perpajakan II Nomor Surat S746/P1032/2009, bahwa deletion compensation ini termasuk dalam kategori penghasilanyang tidak diatur secara tegas dalam P3B
Maka perlakuanperpajakannya mengacu pada Pasal 22 P3B RIRepublik Korea dimana hak pemajakanberada di Korea sepanjang HMC tidak memiliki BUT di Indonesia;Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut, maka menurut pendapat Pemohon Bandingperhitungan jumlah pajak terutang yang seharusnya adalah sebagai berikut: Uraian JumlahPenghasilan Kena Pajak 7.342.864.527PPh Pasal 26 yang terutang 1.063.749.723Kredit Pajak:a. PPh Ditanggung Pemerintah b. Setoran Masa 1.063.749.723c. STP (pokok kurang bayar)d.
di pasalpasal terdahulu dalam Persetujuan ini, yang diterima penduduk suatuNegara pihak pada persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negarapihak pada persetujuan tersebut.Dari surat permohonan penjelasan Pemohon Peninjauan Kembali kepada DirekturJenderal Pajak yang telah dijawab dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S746/PJ.032/2009 tanggal 01 Juli 2009 juga telah ditegaskan dalam butir 3 bahwa:3 Jika deletion compensation termasuk kategori penghasilan yang tidaksecara tegas diatur dalam P3B
RIRepublik Korea maka perlakuanperpajakannya mengacu pada Pasal 22 P3B RIRepublik Korea yaitudikenakan pajak di Korea sepanjang HMC tidak memiliki BUT diIndonesia.PERTIMBANGAN HUKUMMenimbang, bahwa terhadap alasanalasan peninjauan kembali tersebut,Mahkamah Agung berpendapat:Bahwa alasanalasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapatdibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonanbanding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP304/WPJ.19/BD.05
dengan KontraMemori tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalampersidangan dan pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, oleh karenanyakoreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) mengenai perkaraa quo terikat dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar PemerintahIndonesia dengan Belanda, dengan demikian koreksi Terbanding (sekarangTermohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuaidengan ketentuan Pasal 22 juncto Pasal 12 ayat (3) P3B
46 — 76 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa hal tersebut bertentangan dengan ketentuan hukumpembuktian yang berlaku bahwa foto copy tulisan tangantanpa ada aslinya (bukti P3a dan P3b), tanpa alatbukti pendukung lainnya dan saksi saksi dianggapsebagai bukti yang tidak sah yang tidak menentukan(decisive evidence) kemenangan perkara a quo;.
Bahwa Pemohon PK memohon dengan sangat bahwa dalamtingkat pemeriksaan peninjauan kembali ini agarMahkamah Agung berkenan memberikan pertimbangan danmenyikapinya dengan tegas, jelas dan lugas mengenaibukti foto copy tulisan tangan (bukti P3a dan P3b)tanpa ada aslinya, tanpa didukung dokumen bukti buktilainya dan saksi saksi, dapatkah dibenarkan "bukti"Hal. 10 dari 15 hal. Put.
No. 121PK/Pdt.Sus/2009yang semata mata dan melulu) menjadi faktor penentu(decisive factor) memenangkan perkara aquo;Atau dengan kata lain bisakah dibenarkan bila buktifoto copy tulisan tangan seperti (P3a dan P3b)tanpa dukungan alat bukti lainnya dan saksi dianggapsebagai bukti yang sah?
;10.Bahwa permohonan pertimbangan dan sikap Mahkamah11.Agung dalam tingkat peninjauan kembali ini mengenaidibenarkan tidaknya atas foto copy tulisan tangantanpa ada aslinya dan tanpa dukungan bukti buktilainnya dan saksi saksi (bukti P3a dan P3b)dijadikan bukti satu satunya yang menentukankemenangan perkara a quo.
Bahwa bilamana Mahkamah Agung menyikapinyamembolehkan/membenarkan foto copy. tulisan tangantanpa ada aslinya, tanpa dukungan alat bukti lain,tanpa dukungan saksi seperti dalam casus quo, buktiP3a dan P3b dijadikan "bukti" sah dan menjadi buktiyang menentukan (decisive evidence) memenangkanperkara a quo, maka bilamana demikian pendapat danpertimbangan Mahkamah Agung dalam tingkat peninjauankembali maka secara final telah diperoleh ketentuanhukum baru ( yurisprudensi, judge made law) bahwafoto copy
168 — 75 — Berkekuatan Hukum Tetap
Kedua, terlepas dari Production SharingContract (PSC) merupakan perjanjian yang bersifat G to B yangdasarnya secara umum berlaku tax domestic law, sedangkan P3Bmerupakan perjanjian G to G yang berlaku international tax law, namundi sisi lain sepanjang perjanjian yang telah mengatur PE dalamhubungannya Branch Profit Tax atau additional tax akan berlakusebaliknya, dalam arti P3B akan meredusir Production Sharing Contract(PSC), dan berlaku secara equilbrium dimana Production SharingContract (PSC) secara
mutatis mutandis akan mengadopsi P3B a quo.Ketiga, dalam postulat hukum bahwa Production Sharing Contract(PSC) walaupun selama ini merupakan perjanjian atau kesepakatan atasusaha patungan yang mengatur bagi hasil produksi di bidangpertambangan.
Sedangkan P3B mengatur bahwa pembebanan ataspemberlakuan pembagian perpajakan secara seimbang sehubungandengan timbulnya hak dan kewajiban yang melekat dari perjanjian yangberasal dari kegiatan business profit, yang sudah barang tentumempunyai yuridiksi dan tunduk pada regulasi konvensi internasional.Keempat, in casu Branch Profit Tax, memiliki keterkaitan hubunganhukum (innerlijkke samenhang) antara Kontrak Bagi Hasil (ProductionSharing Contract) dengan P3B Indonesia Belanda sebagaimana yangdimuat
P3B yang secaramutatis mutandis in casu tidak terdapat sengketa perpajakan dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Termohon PeninjauanKembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidakdilakukan secara terukur yang sesuai dengan ketentuan peraturanperundangundangan yang berlaku sebagaimana diatur dalamPenjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga UndangUndang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 11 sampai dengan Pasal13 Perjanjian Kontrak Karya juncto Pasal 4 dan
Pasal 26 ayat (4) sertaPasal 32A dan Pasal 33A ayat (8 dan 4) UndangUndang PajakPenghasilan juncto UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 junctoPenjelasan Pasal 13 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2000 tentangPerjanjian Internasional juncto Vienna Convention juncto Pasal 38Piagam Mahkamah Internasional juncto Pasal 10 ayat (8) P3B Indonesia Belanda juncto S604/MK/017/1998;Bahwa dengan demikian, alasanalasan permohonan PemohonPeninjauan Kembali dapat dibenarkan karena pendapat yangdisampaikan cukup berdasar
209 — 63
berpendapat atas pembayaran ke Master dan Visa,berdasarkan data/dokumen yang disampaikan, tidak dapat diyakini merupakan pembayaranjasa (bukan merupakan royalti) yang dilakukan di luar negeri;bahwa Pemohon Banding mengemukakan, bahwa Pemohon Banding tidak setuju koreksiobjek Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pembayaran ke Master Card Internasional karenamerupakan pembayaran jasa yang tidak dilakukan di Indonesia;bahwa Pemohon Banding mengemukakan, Pasal 13 ayat 3a Persetujuan PenghindaranPajak Berganda (P3B
bahwa selanjutnya Pasal 13 ayat 3b Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)antara Indonesia dan Amerika menyebutkan bahwa :"The term "royalties" as used in this Article also includes payments by a resident of one ofthe Contracting States for the use of, or the fight to use, industrial, commercial or scientificequipment, but not including ships, aircraft or containers the income from which is exemptfrom tax by the other Contracting State under Article 9 (Shipping and Air Transport)"bahwa Pasal
8 ayat 1 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesiadan Amerika menyebutkan bahwa :"Business profits of a resident of one of the Contracting States shall be exempt from tax bythe other Contracting State unless such resident carries on business in that otherContracting State through a permanent establishment situated therein.
Asssist law enforcement agencies deter and prosecute counterfeiting, fraud and othercriminal acts that adversely affect the payment services industry; and guarantee settlement inc case of a failure by a member;bahwa Pemohon Banding mengemukakan, biaya yang Pemohon Banding catat merupakanpembayaran kepada Master Card Internasional atas jasajasa yang dilakukan (bukanmerupakan pembayaran royalti) dimana pengerjaan atas jasajasa tersebut tidak dilakukandi Indonesia sehingga berdasarkan P3B tersebut atas
16 Tahun2009;bahwa Terbanding dalam persidangan tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenaifakta Pemohon Banding tidak menyerahkan dokumen sebagaimana diminta oleh Terbandingdan tidak menunjukkan surat permintaan data sehingga dalil Terbanding tersebut tidak dapatdidukung oleh Majelis;MenimbangMengingatMemutuskanbahwa Majelis berpendapat, pembayaran kepada Master dan Visa merupakan businessprofits bagi Master dan Visa sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B
112 — 191 — Berkekuatan Hukum Tetap
Putusan Nomor 1143/B/PK/PJK/2016e Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) P38B IndonesiaAustralia atastransaksi berupa pembayaran royalti dari Pemohon Bandingkepada ANZ Banking Group dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif10%;Menurut Pemohon Banding;Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukanoleh Terbanding dengan alasanalasan sebagai berikut:e Dasar hukum yang digunakan oleh Peneliti yakni Pasal 12 ayat (3)huruf b dan d dari Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda("P3B") antara Indonesia
dan Australia adalah salah dan tidaksesuai dengan fakta yang ada;Di bawah ini adalah kutipan dari Pasal 12 ayat (3) huruf b dan ddari P3B antara Indonesia dan Australia:The term "royalties" in this Article means payments, whetherperiodical or not, and however described or computed, to theextent to which they are made as consideration for:(b) The use of or the right to use, any industrial, commercial orscientific equipment, or(dq) The supply of any assistance that is ancillary and subsidiaryto, and
Adapun bentukdan materinya mengacu pada konvensi internasional danketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masingmasing negara.Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau TaxTreaty IndonesiaAustralia, yang mengatur :Article 1:This Agreement shall apply to persons who are residents of oneor both of the Contracting States.Article 4:1.
Putusan Nomor 1143/B/PK/PJK/2016royalti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b danhuruf d P3B Indonesia Australia.Bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (2) P3B IndonesiaAustralia atastransaksi berupa pembayaran royalti dari Termohon PeninjauanKembali (semula Pemohon Banding) kepada ANZ Banking Groupdikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 10%.Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (Semula Pemohon Banding)dalam surat banding, tanggapan tertulis, maupun pernyataan lisanselama persidangan menyatakan bahwa
Jasajasa tersebut berkaitandengan teknologi yang berfungsi sebagai Grow The Business danRun The Business beserta jasajasa pendukung bisnis.Sesuai dengan Pasal 7 dari Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B) antara Indonesia dengan Australia, maka ataspembayaran yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali(semula Pemohon Banding) tersebut bukan merupakan objek PPhPasal 26.Bahwa dengan demikian, pokok sengketa adalah mengenai masalahyuridis fiskal.Halaman 22 dari 36 halaman.
199 — 63 — Berkekuatan Hukum Tetap
Semua kegiatan dilakukan di Thailand;Bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 7(1) P3B antara Indonesia andThailand, atas pembayaran jasa pemeliharaan tersebut tidak dapatdikenakan pajak (PPh Pasal 26) di Indonesia. Hal ini sesuai denganketentuan yang tertera dalam SE03/PJ.101/1996. Bersama dengan ini,Pemohon Banding lampirkan juga Surat Keterangan Domisili GM Thailand;2.
Pembayaran jasa ke GM AP sebesar Rp584.330.710,00Bahwa bukan merupakan objek PPh Pasal 26 karena jasa tersebutmerupakan jasa pembuatan buku manual dan buku diagnostic kerusakankendaraan yang dilakukan di Singapore;Bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 7(1) P3B antara Indonesia andSingapura, atas pembayaran jasa tersebut tidak dapat dikenakan pajak(PPh Pasal 26) di Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terteradalam SE03/PJ.101/1996.
Pembayaranjasa ke GM Filipina sebesar Rp3.646.159,00Bahwa bukan merupakan objek PPh Pasal 26 karena jasa tersebutmerupakan jasa komputer yang dilakukan di Filipina;Bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 7(1) P3B antara Indonesia danPilipina, atas pembayaran jasa tersebut tidak dapat dikenakan pajak (PPhPasal 26) di Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertera dalamSE03/PJ.101/1996. Bersama dengan ini, Pemohon Banding lampirkan jugaSurat Keterangan Domisili GM Filipina;4.
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentukusaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepadaWayib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotongpajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihakyang wajib membayarkan:d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;Bahwa berdasarkan ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal PajakNomor SE03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang PenerapanPersetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B
Pasific Singapura kepada Termohon PeninjauanKembali (Ssemula Pemohon Banding) terjadi atau dilakukan padatahun 2004;Selama proses pengajuan keberatan, Termohon PeninjauanKembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkanSurat Keterangan Domisili atas nama GM Thailand, GM AsiaPasific Singapura, GM Filipina dan Hughes Aircraft sebagaimanayang disyaratkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak NomorSE03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang PenerapanPersetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B
229 — 130 — Berkekuatan Hukum Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran DirekturJenderal Pajak Nomor SE03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret1996,bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan data, bukti dalam berkasbanding, penjelasan dan keterangan serta bukti yang disampaikandalam persidangan, Majelis berkesimpulan bahva terdapat cukupbukti dan alasan untuk mengabulkan permohonan bandingPemohon Banding, maka Majelis berpendapat pengenaan tarifPPh Pasal 26 sebesar 20 % atas Jasa Instalasi oleh Terbandingtidak dapat dipertahankan dan sesuai P3B
Bahwa berdasarkan ketentuan Surat Edaran Direktur JenderalPajak Nomor SE03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentangPenerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B),pada angka 2 huruf a dan huruf b serta angka 3 huruf a dan hurufc, mengatur sebagai berikut:Angka 2 :Angka 3 :Sehubungan dengan hal tersebut, untuk memberikankemudahan bagi semua pihak, penerapan PPh Pasal26 sesuai dengan P3B dilaksanakan sebagai berikut:a.
Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asliSurat Keterangan Domisili kepada pihak yangberkedudukan di Indonesia yang membayarpenghasilan dan menyampaikan fotokopi SuratKeterangan Domisili tersebut kepada KepalaKantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yangmembayar penghasilan terdaftar;Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadidasar bagi pihak yang membayar penghasilanuntuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai denganyang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antaraIndonesia dengan negara tempat kedudukan
Bahwa berdasarkan ketentuan Surat Edaran Direktur JenderalPajak Nomor SE03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentangPenerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B),pada angka 2 huruf a dan huruf b serta angka 3 huruf a dan hurufc, mengatur sebagai berikut:Angka 2 : Sehubungan dengan hal tersebut, untuk memberikankemudahan bagi semua pihak, penerapan PPh Pasal26 sesuai dengan P3B dilaksanakan sebagai berikut:a.
Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadidasar bagi pihak yang membayar penghasilanuntuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai denganHalaman 17 dari 23 halaman Putusan Nomor 620 B/PK/PJK/2010yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antaraIndonesia dengan negara tempat kedudukan(residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut;Dalam hal Surat Keterangan Domisili akandigunakan untuk lebih dari satu pembayarpenghasilan, maka Wajib Pajak luar negeri dapatmenyampaikan fotokopi yang telah dilegalisasiKepala
78 — 61 — Berkekuatan Hukum Tetap
ultra petita sehingga seharusnya dibatalkan;Alasan Material :a. bahwa Pemohon Banding telah melakukan perjanjian InterCompanyServices Agreement dengan General Motors Southeast Asia OperationsLimited Thailand (GMSAO) sejak tanggal1 Oktober 2007, dimana di dalamperjanjian tersebut telah dinyatakan hak dan kewajiban masingmasing pihakdan diantara kewajiban Pemohon Banding adalah melakukan pembayaranservices fee sesuai dengan tagihan dan GMSAO Thailand;b. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B
c. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat(1) P3B antara Kerajaan Thailand dengan Pemerintah Indonesia di atas,maka hak pemajakan atas pendapatan jasa manajemen yang diterima olehGMSAO adalah di negara Thailand (negara tempat kedudukan GMSAO),karena GMSAO tidak mempunyai BUT di Indonesia;d. bahwa Pemohon Banding melampirkan bukti COD yang menyatakan bahwaGMSAO Thailand adalah Tax Resident dari Kerajaan Thailand dan telahmenyampaikan SPT PPh Badan Tahun Pajak 2009 (periode
Januari Desember 2009);Halaman 4 dari 20 halaman Putusan Nomor 500/B/PK/PJK/2016e. bahwa dengan demikian jika atas pembayaran jasa manajemen dikenakanpajak di Indonesia melalui pemotongan PPh Pasal 26, maka akan terjadidouble taxation dan hal ini bertentangan dengan prinsip yang tercantumdalam P3B yang bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda;2.4 Perhitungan Pajak menurut Pemohon Bandingbahwa berdasarkan alasanalasan yang telah Pemohon Banding kemukakantersebut di atas, maka perhitungan
Kesimpulan dan Permohonanbahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Pemohon Banding menyimpulkanbahwa :a. secara formal penerbitan Keputusan Keberatan Terbanding Nomor KEP663/WPJ.22/BD.06/2012 tanggal 13 Juni 2012 adalah bersifat premature danultra petita,b. demikian juga secara materi, penetapan objek PPh Pasal 26 ataspembayaran jasa manajemen juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 7ayat (1) P3B antara Pemerintah Kerajaan Thailand dengan PemerintahIndonesia;Bahwa berdasarkan kesimpulan tersebut
, mengatur :Angka 1P3B antara Indonesia dengan negaranegara treaty partner yang telahberlaku secara efektif sampai dengan saat ini adalah sebanyak 32 (tigapuluh dua) P3B dengan perincian sebagaimana terlampir.
70 — 41 — Berkekuatan Hukum Tetap
antara Indonesia dan Belanda adalahketentuan Pasal 11 ayat 2 P3B Indonesia dengan Belanda;Pasal 11 ayat 2 P3B Indonesia dengan Belanda mengatur bahwa Wajib PajakIndonesia yang mempunyai hutang atau pinjaman kepada penduduk Belandabaik perseorangan maupun badan diwajibkan melakukan pemotongan PPhPasal 26 dengan tarif 10% dari jumlah bruto bunga yang dibayarkan ataspinjaman yang dimaksud;Lebih lanjut dalam proses keberatan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar,penelaah keberatan menolak permohonan keberatan
Selain itu,Pemohon Banding juga tidak setuju dengan pengenaan tarif atas objek PPhPasal 26 sebesar 20%;Berdasarkan Pasal 11 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antaraIndonesia dengan Belanda tanggal 29 Januari 2002 ditetapkan bahwa: Pasal 11 ayat 1:Bunga yang timbul di salah satu Negara dan dibayarkan kepada pendudukNegara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya; Pasal 11 ayat 2:Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana bunga tersebut berasal dan
Putusan Nomor 426/B/PK/PJK/2017Keberadaan Damiano Investment BV sebagai perusahaan yang terdaftar diBelanda dapat dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Domisili (SKD)yang telah Pemohon Banding serahkan kepada Penelaah Keberatan tanggal 25Oktober 2010;Sesuai dengan Pasal 11 ayat 4 P3B antara Indonesia dengan Belanda sangatjelas ditetapbkan bahwa pembayaran bunga sehubungan dengan pinjamandengan jangka waktu lebih dari dua tahun hak pemajakan atas bunga tersebutberada di Belanda;Selain itu Pemohon
Putusan Nomor 426/B/PK/PJK/2017Berdasarkan penjelasan dan peraturan di atas maka menurut PemohonBanding sesuai dengan P3B antara Indonesia dengan Belanda maka atas biayabunga yang Pemohon Banding akui pada tahun 2008 tidak terutang PPh Pasal26 sehingga seharusnya pemeriksa tidak melakukan koreksi positif atas objekPPh Pasal 26 atas bunga sebesar Rp156.249.072.573,00 dan asumsi Penelaahmengenai status beneficial owner juga seharusnya dibatalkan karena tidakdilandasi dengan fakta hukum;Perlu Pemohon
Bahwa Judex Facti sudah benar dengan pertimbangan: Bahwa penentuan Dasar Pengenaan Pajak atas bunga L/C terkait dengantransaksi antara Pemohon banding dengan Damiano Investments BVBelanda Apakah bisa/tidak fasilitas P3B IndonesiaBelanda digunakandalam transaksi Pemohon Banding dengan Damiano Investments BV?
170 — 89 — Berkekuatan Hukum Tetap
Kedua, terlepas dari Production SharingContract (PSC) merupakan perjanjian yang bersifat G to B yangdasarnya secara umum berlaku tax domestic law, sedangkan P3Bmerupakan perjanjian G to G yang berlaku international tax law, namundi sisi lain sepanjang perjanjian yang telah mengatur PE dalamhubungannya Branch Profit Tax atau additional tax akan berlakusebaliknya, dalam arti P3B akan meredusir Production Sharing Contract(PSC), dan berlaku secara equilbrium dimana Production SharingContract (PSC) secara
mutatis mutandis akan mengadopsi P3B a quo.Ketiga, dalam postulat hukum bahwa Production Sharing Contract(PSC) walaupun selama ini merupakan perjanjian atau kesepakatan atasusaha patungan yang mengatur bagi hasil produksi di bidangpertambangan.
Sedangkan P3B mengatur bahwa pembebanan ataspemberlakuan pembagian perpajakan secara seimbang sehubungandengan timbulnya hak dan kewajiban yang melekat dari perjanjian yangberasal dari kegiatan business profit, yang sudah barangtentumempunyai yuridiksi dan tunduk pada regulasi konvensi internasional.Keempat, in casu Branch Profit Tax, memiliki keterkaitan hubunganhukum (innerlijkke samenhang) antara Kontrak Bagi Hasil (ProductionSharing Contract) dengan P3B Indonesia Belanda sebagaimana yangdimuat
demikian, dalildalil yang diajukan olehPemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali dalam incasu dapat dibenarkan, maka dengan melakukan pilihan hukum danmenggunakan asas in dubio contra fisco sehingga berlaku tarif tidakboleh lebih dari 10% (sepuluh persen) sesuai dengan P3Bdibenarkan dan tidak terdapat pelanggaran perjanjian, sehinggaPemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali tidakmelanggar ketentuan peraturan perUndangUndang perpajakan ataspenggunaan tarif pajak sesuai dengan P3B
diatur dalamPenjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga UndangUndang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 11 sampai dengan Pasal 13Perjanjian Kontrak Karya juncto Pasal 4 dan Pasal 26 ayat (4) sertaPasal 32A dan Pasal 33A ayat (8 dan 4) UndangUndang PajakPenghasilan juncto UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 junctoPenjelasan Pasal 13 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2000 tentangPerjanjian Internasional juncto Vienna Convention juncto Pasal 38Piagam Mahkamah Internasional juncto Pasal 10 ayat (8) P3B
65 — 32 — Berkekuatan Hukum Tetap
dan Australia ataspembayaran komisi penjualan sebesar Rp. 85.445.540,00berlaku tarif 15%; Yagi Mg, Japan tertanggal 7 Desember 2005 yang manapenerima penghasilan berkedudukan di Jepang dan sesuaidengan P3B yang berlaku antara Indonesia dan Jepang ataspembayaran komisi penjualan sebesar Rp. 14.645.050,00berlaku tarif 10%; Marubeni Corp. tertanggal 13 Januari 2005 yang manapenerima penghasilan berkedudukan di Jepang dan sesuaidengan P3B yang berlaku antara Indonesia dan Jepang ataspembayaran bunga
sengketa atas Koreksi Tarif Pajak,berikut disampaikan:6.1.6.2.Bahwa tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 dikenakan sebesar20% karena Termohon Peninjauan Kembali (semulaPemohon Banding) tidak dapat menunjukkan SuratKeterangan Domisili dari lawan transaksi yang diterbitkanoleh Competent Authority Negara yang bersangkutan;Bahwa Angka 2 huruf b dan Angka 3 huruf c Surat EdaranDirektur Jenderal Pajak Nomor : SE03/PJ.101/1996 tanggal29 Maret 1996 tentang Penerapan PersetujuanPenghindaran Pajak Berganda (P3B
), menyatakan:Angka 2 huruf b:Sehubungan dengan hal tersebut, untuk memberikankemudahan bagi semua pihak, penerapan PPh Pasal 26sesual dengan P3B dilaksanakan sebagai berikut :Halaman 12 dari 22 halaman.
Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasarbagi pihak yang membayar penghasilan untukmenerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yangditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesiadengan negara tempat kedudukan (residence) dari WajibPajak luar negeri tersebut.Dalam hal Surat Keterangan Domisili akan digunakanuntuk lebih dari satu pembayar penghasilan, maka WajibPajak luar negeri dapat menyampaikan fotokopi yangtelah dilegalisasi Kepala KPP tempat salah satu pihakpembayar penghasilan terdaftar
Dalamhal ini, tidak diperlukan lagi pengujian keabsahan fotocopy SKDkarena SKD tersebut sudah tidak berlaku;Bahwa pertimbangan Majelis Hakim yang mengakui keabsahanResidence Certificate asli yang bertanggal 7 Desember 2005walaupun bukti atas pembayaran komisi kepada Yagi & Co, Ltd,Jepang tersebut tertanggal 12 Desember 2006 nyatanyatabertentangan dengan ketentuan teknis yang mengatur tentangPenerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B),sebagaimana telah dinyatakan dalam Angka 2 huruf b
67 — 42 — Berkekuatan Hukum Tetap
Kedua, in casu secara umum berlaku P3Bmerupakan perjanjian G to G yang berlaku international tax law, namundi sisi lain, in casu sepanjang perjanjian yang telah mengatur PE baikdalam hubungannya Branch Profit Tax atau additional tax atau apapunbentuknya yang diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh akan berlakusebaliknya, dalam arti P3B akan meredusir koreksi Terbanding sekarangTermohon Peninjauan Kembali in casu berupa pemberian jasajasa yangberkaitan dengan teknologi yang berlaku antar grup dan berlaku
secaraequilbrium dimana jasajasa a quo secara mutatis mutandis seharusnyaakan mengadopsi P3B a quo.
Ketiga, dalam postulat hukum bahwajasajasa a quo P3B mengatur bahwa hakhak pembebanan ataspemberlakuan pembagian perpajakan dilakukan secara seimbangsehubungan dengan timbulnya hak dan kewajiban yang melekat darisuatu perjanjian yang berasal dari kegiatan business profit yang diikutisalah satu prasyarat certificate of domicile dari otoritas perpajakan, makasudah barang tentu mempunyai yuridiksi dan tunduk pada P3B a quoHalaman 6 dari 12 halaman.
,Terjemahan ketentuan Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia Amerika:Dalam menentukan besarnya laba usaha suatu bentuk usaha tetap,dapat dikurangkan biayabiaya yang berkaitan dengan laba usahatersebut, termasuk biayabiaya pimpinan dan administrasi umum, baikHalaman 7 dari 12 halaman. Putusan Nomor 3029/B/PK/Pjk/2018yang dikeluarkan di Negara Pihak pada Perjanjian dimana bentuk usahatetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain.
Putusan Nomor 3029/B/PK/Pjk/2018Perpajakan juncto Pasal 33A ayat (3) dan ayat (4) UndangUndangPajak Penghasilan juncto UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 junctoPenjelasan Pasal 13 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2000 tentangPerjanjian Internasional juncto Vienna Convention juncto Pasal 38Piagam Mahkamah Internasional juncto Pasal 8 ayat (3) P3B Indonesia Amerika:b.
220 — 79
SE2/PJ.03/2008 menurut PemohonBanding menjadi sebagai berikut: KeteranganPPh terutang atas 28% X 1% = 0.280%penghasilan netoPPh Pasal 26(4) dengan 10% x (10.28)% = 0.072%P3B Tarif efektif 0.352% bahwa menurut Majelis dasar hukum yang digunakan oleh Terbanding maupunPemohon Banding untuk memperkuat argumentasi masingmasing adalahKeputusan Menteri Keuangan Nomor KMK634/KMK.04/1994, Keputusan DirekturJenderal Pajak Nomor Kep667/PJ./2001 tentang Norma Penghitungan KhususPenghasilan Netto bagi Wajib Pajak
atas penghasilan kena pajak terutang = 30%X 1% = 0,30% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 20% x (10,3)% = 0,14%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 20%) Total = 0,44% Angka 2Wajib Pajak luar negeri yang dimaksud dalam KEP667/PJ./2001 tersebut adalahWajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang(representative office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, di Indonesia yangberasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B
) dengan Indonesia;Angka 3Untuk KPD dari negaranegara mitra P38 dengan Indonesia, maka besarnya tarifpajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu Bentuk Usaha Tetaptersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait;Contoh 1: Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Spanyol.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Spanyol (Spain, nomor 43 dari tabelterlampir) sebesar 10%.
Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagaiberikut: PPh atas penghasilan kena pajak terutang = 30% x 1% = 0,30% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = 10% x (10,3)% = 0,07%Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total = 0,37% b. contoh 2: penghitungan untuk KPD yang berasal dari Australia.Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Australia (nomor 2 dari tabelterlampir) sebesar 15%, dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagaiberikut: PPh atas penghasilan kena
SE2/PJ.03/2008 tanggal 31 Juli 2008 adalah sebagai berikut: UraianTarif Pajak PPh atas penghasilan kena pajak terutang = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x 1% Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi = Tarif P3B x (1 Tarif PPh Pasal 17 UU PPh)% Pajak dari suatu BUT (branch profit tax/BPT) (tarif 10%) Total tarif efektif= jumlah PPh atas PKP terutang ditambahPKP setelah dikurangi pajak dari suatu BUT (branchprofit tax(BPT) MenimbangMenimbangMenimbangMenimbangMengingatMemutuskanbahwa menurut Majelis dengan