Ditemukan 2504 data

Urut Berdasarkan
 
Register : 07-06-2018 — Putus : 02-10-2018 — Upload : 02-05-2019
Putusan PTUN MATARAM Nomor 41/G/2018/PTUN.MTR
Tanggal 2 Oktober 2018 — Penggugat:
MURHAM
Tergugat:
KEPALA DESA MAMBEN LAUK KABUPATEN LOMBOK TIMUR.
254172
  • Karena kata DAPAT adalahmelekat KEWENANGAN DISKRESI dari T selaku Kepala Desa untukmengangkat atau memberhentikan Penggugat sebagai Kepala Dusun;Bahwa wewenang diskresi, dalam konteks 12 ayat (2a) Permendagri aquo ada kata dapat. Dalam lampiran dua UndangUndang Nomor 12Tahun 2011 butir 267, dikatakan, Untuk menyatakan sifat diskrasionerdari suatu kKewenangan yang diberikan kepada seseorang atau lembaga,gunakan kata dapat, Tergugat kutip dari penjelasan di UndangUndangNomor 12 Tahun 2011.
    Mengenai bagaimana esensi dari Suatu diskresi?Wewenang diskresi memberikan suatu pilinan. Jadi seperti dalamkonteks 12 ayat (2a) Permendagri a quo ada pilihan soal pemberhentiankarena habis masa jabatan atau dapat mengangkatnya kembali sebagaiPutusan Nomor : 41/G/2018/PTUN. Mtr halaman 21Plt. Rumusan norma katakata hukum salah satunya seperti dalamlampiran butir 267, tentang kata dapat.
    Ini katakata hukummengindikasikan bahwa wewenang tersebut mengandung suatu diskresi;Bagaimana kita mengukur penggunaan wewenang diskresi, pertamadiukur dengan peraturan perundangundangan. Kedua yang palingpenting, lebihlebih dengan tipe diskresi yang pertama, dari rumusanhukum yang tadi, maka pengujian penggunaan wewenang diskresiparameternya adalah asasasas umum pemerintahan yang baik.Khususnya, penggunaan wewenang tersebut harus menghindari tindakanyang sewenangwenang.
    Kebebasan kebijaksanaan(beleidsvrijheid ) yang juga dimaknai sebagai wewenang diskresi dalamarti sempit, apabila peraturan perundangundangan memberikanPutusan Nomor : 41/G/2018/PTUN. Mtr halaman 23wewenang tertentu kepada organ pemerintah, sedangkan organ tersebutbebas untuk (tidak) menggunakannya meskipun syaratsyarat lagipenggunaannya secara sah dipenuhi.
    Sedangkan kebebasan penilaian(beoordelingsvrijheid) yang juga disebut wewenang diskresi dalam artiyang tidak sesungguhnya ada, sejauh menurut hukum diserahkankepada organ pemerintah untuk menilai secara mandiri dan eksklusifapakah syaratsyarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sahtelah dipenuhi. Lebih lanjut Philipus M. Hadjon menyimpulkan, bahwakekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi meliputi dua kewenangan,yakni : (1).
Register : 18-10-2016 — Putus : 20-12-2016 — Upload : 24-05-2017
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 489 K/TUN/2016
Tanggal 20 Desember 2016 — JAKSA AGUNG RI VS MANGASI SITUMEANG, SH.,MH;
297107 Berkekuatan Hukum Tetap
  • persoalan konkret dimanaperaturan perundangundangannya tidak mengatur lebih lanjut,maka seorang pejabat TUN dapat mengeluarkan kebijakan dalamrangka melaksanakan kewenangannya (diskresi).
    Dalammelakukan diskresinya, seorang pejabat TUN tentu saja harusdalam batasan tertentu, misal syarat adanya kewenangan daripejabat TUN yang melaksanakan diskresi (vide Pasal 22 ayat (1)UU Administrasi Pemerintahan).Prof Dr. Philipus M.
    Putusan Nomor 489 K/TUN/2016bahwa ruang diskresi bisa berdasarkan ketentuan hukum ataukondisi faktual.
    Profesor Hadjon memberikan contoh Pasal 7 ayat(4) PERJA Nomor Per049 Tahun 2011 khusus frasa...kebijakan Pejabat Pembina Kepegawaian merupakan diskresiPemohon Kasasi.Jelas bahwa diskresi itu bisa berdasarkan ketentuan hukum(kiranya ini yang dimaksud Judex Facti dalam pertimbanganputusannya yaitu harus ada keadaan melanggar peraturanperundangundangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan),tetapi menurut Prof Hadjon, diskresi juga dapat meliputi kondisifaktual.Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor Per049
    Mengapa menurut Pemohon' Kasasi itumerupakan diskresi? Bila menggunakan definisi dari Indrohartoyaitu karena PERJA Nomor Per049 Tahun 2011 sebagaiperaturan dasar masih memberikan kebebasan kepada pejabatTUN untuk menentukan sendiri isi keputusan yang dibuatnyaHalaman 32 dari 39 halaman.
Register : 14-03-2018 — Putus : 18-07-2018 — Upload : 13-11-2018
Putusan PTUN BANDUNG Nomor 21/G/2018/PTUN.BDG
Tanggal 18 Juli 2018 — Penggugat:
SANTOSA
Tergugat:
BUPATI CIREBON
12747
  • Ayat (2) huruf e menyatakan Hak sebagaimana dimaksudpada ayat (1) : menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya ;Bahwa Pasal 22 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 tentangAdministrasi Pemerintanhan, menyebutkan :(1) Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yangDErweNnaNg j nnonane nnn nnn nnn nn nnn nnn ncn nnn ncn n cence(2) Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk :a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;b.
    Peraturan Bupati Cirebon Nomor 60 Tahun 2017 tentangPemilinan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kuwu di Kabupaten Cirebon tidakmengatur tentang penundaan pengesahan/pelantikan Kepala Desa HasilPemilinan Kepala Desa, tetapi di dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014tentang Administrasi Pemerintahan diatur mengenai Diskresi.
    Bahwa pengertianDiskresi berdasarkan Pasal 1 angka 9 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan Diskresi adalah Keputusandan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahanuntuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraanpemerintahan dalam hal peraturan perundangundangan yang memberikan pilihan,tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasiPemerintahan.
    Ayat (2) huruf e menyatakan Hak sebagaimanadimaksud pada ayat (1) : menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya;Menimbang, bahwa Pasal 22 ayat (3) dan ayat (4) UndangUndang Nomor30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyebutkan :Halaman 31 dari 38 Halaman Putusan Nomor: 21/G/2018/PTUN.BDG(3) Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang ;(4) Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk :a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahnanb.
    Bahwa penerbitan objek sengketa a quo yangdilakukan Tergugat didasarkan pada Diskresi sebagaimana yang dimaksud dalamPasal 1 angka 9 dan Pasal 22 ayat (3) dan ayat (4) UndangUndang Nomor 30Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Putus : 10-10-2017 — Upload : 22-11-2018
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1397 K/PID.SUS/2017
Tanggal 10 Oktober 2017 — ANDIK SUHARTO bin MARJUKI
5029 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Berdasarkan faktafakta hukum tersebutseharusnya Terdakwa dapat dinyatakan terbukti melakukan tindak pidanapenyalahgunaan Narkotika Golongan bagi diri sendiri sebagaimanaketentuan Pasal 127 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 35 Tahun2009 tentang Narkotika, namun karena ketentuan Pasal 127 ayat (1) hurufatersebut tidak didakwakan oleh Penuntut Umum, maka Hakim dapatmelakukan diskresi yudisial mengenai penjatuhan pidana terhadapTerdakwa.
    otoritas Penuntut Umum membuat surat dakwaan, Terdakwatetap dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukantindak pidana "tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan bukan tanaman" tetapiberdasarkan pertimbangan keadilan bagi Terdakwa dan kemanfaatan bagimasyarakat ketentuan pidana minimal yang diancamkan terhadap tindakpidana yang dirumuskan dalam Pasal 112 ayat (1) Undang Undang Nomor35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu dilakukan diskresi
    Diskresi yudisialtersebut sesuai dengan kebijakan Kamar Pidana Mahkamah Agung RImengenai Hakim dapat menyimpangi ketentuan pidana minimal yangdiancamkan terhadap ketentuan Pasal 112 ayat (1) jika berdasarkan faktafakta hukum yang terungkap di persidangan sesungguhnya Terdakwaadalah seorang penyalahguna narkotika namun ketentuan Pasal 127 ayat(1) huruf a tersebut tidak didakwakan Penuntut Umum kepada Terdakwa,dan diskresi yudisial tersebut dilaksanakan guna mewujudkan nilainilaikeadilan dalam praktek
Register : 02-12-2015 — Putus : 20-01-2016 — Upload : 23-02-2016
Putusan PTUN JAKARTA Nomor 250/P/PW/2015/PTUN-JKT
Tanggal 20 Januari 2016 — Drs. H. SURYA DHARMA ALI, M.Si.
9882
  • berkaitan denganrepresentasi, pelayanan, keamanan dan biaya kegiatan lain gunamelancarkan pelaksanaan tugas menteri / pejabat setingkat menteriseharihari ;Bahwa Peraturan Menteri Keuangan No. 03/PMK.06/2006 tersebuttidak mengatur penjelasan halhal apa saja yang termasuk atausedikategorikan sebagai bagian dari kegiatan representasi,pelayanan, keamanan dan biaya kegiatan lain , oleh karenanya teknispelaksanaan dari Peraturan Menteri tersebut hanya mengacu padaStandar Operasional Prosedur (SOP) dan Diskresi
    serta kebiasaan yangberlaku pada Kementerian Agama ;Penggunaan Diskresi dalam Penggunaan DOM adalah diperbolehkanberdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK No. 03/PMK. 06/2006 berbunyi Dana Operasional Menteri/Pejabat setingkat Menteri digunakanberdasarkan pertimbangan kebijakan / diskresi Menteri / Pejabatsetingkat Menteri dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi,dan tidak untuk keperluan pribadi yang tidak berkaitan dengankebutuhan dinas atau Jabatan ;6.11.6.12.Bahwa menurut laporan BPKP berdasarkan
    Menyatakan bahwa tidak ada penyimpangan/penyalahgunaan Dana OpersionalMenteri (DOM) yang dilakukan oleh Pemohon dan segala diskresi dan / ataukebijakan yang diambil Pemohon sehubungan dengan penggunaan DanaOpersional Menteri (DOM) pada Kementerian Agama RI periode 27September 2011 sampai dengan 19 Mei 2014 telah sesuai dengan peraturanperundangundangan yang berlaku dan AUPB ;4.
    Menyatakan tidak ada pelanggaran dan atau penyalahgunaan wewenang olehPemohon dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 20112014 sehubungandengan adanya kebijakan/diskresi berupa : a. Penunjukan Petugas Haji dan / atau Panitia Penyelenggara Ibadah Haji(PPIH) Tahun 20102013 ; soneb. Penunjukan Petugas Pendamping Amirul Hajj Tahun 20102013 ;c. Penyewaan perumahaan bagi Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi Tahun20102013 ; a nena naan nnnd.
    tetapi bersyarat apabila UndangUndang tidak cukup jelas mengatur apa yang harus dilakukan oleh Menteri atautidak mengatur mengenai pilihan salah satu yang harus dilakukan oleh Menteri ;Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2006 mengatur ataumemberikan kewenangan diskresi kepada Menteri dalam menggunakan DanaOperasional Menteri ; Bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai DanaOperasional Menteri seharusnya diatur secara rinci agar tidak menimbulkan tafsiryang macammacam
Register : 03-06-2021 — Putus : 18-08-2021 — Upload : 15-11-2021
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 2296 B/PK/PJK/2021
Tanggal 18 Agustus 2021 — PT. CENTRAL PROTEINA PRIMA TBK VS DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI;
14850 Berkekuatan Hukum Tetap
  • ;Menimbang, bahwa masalah a quo merupakan masalah yuridis, danJudex Facti telah salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan: Bahwa koreksi Termohon Peninjauan Kembali/Terbanding didasarkanpada kewenangan diskresi, dengan melakukan penundukan diri secaraHalaman 4 dari 7 halaman.
    Putusan Nomor 2296/B/PK/Pjk/2021diamdiam dalam pelaksanaan impor/clearance stage, telah mereduksiketentuan tentang kewajibannya untuk penerbitan SPTNP menurut Pasal16 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2)UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atasUndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; Bahwa koreksi Termohon Peninjauan Kembali/Terbanding didasarkanpada kewenangan diskresi yang salah arah dan tidak sesuai dengantujuan diberikannya kewenangan diskresi tersebut
Register : 11-03-2019 — Putus : 25-07-2019 — Upload : 15-10-2019
Putusan PN PALANGKARAYA Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2019/PN Plk
Tanggal 25 Juli 2019 — Penuntut Umum:
1.EMAN SULAEMAN, SH.,MH
2.AGUS WIDODO ,SH MH
3.RABANIM. HALAWA, SH.,MH
4.RAHMAD ISNAINI, SH.,MH
5.SUSTINE PRIDAWATI, SH
6.KASPUL ZEN TOMY APRIANTO, SH
7.HADIARTO, SH.
8.ADITYA NUGROHO, SH
Terdakwa:
H. AHMAD YANTENGLIE Bin DESIE UGA
27693
  • Jadi diskresi Bupati untuk menunjuk advokad untukmencari uang tersebut dapat diperkenankan, karena merupakan upayaBupati untuk menyelamatkan keuangan daerah; Bahwa Diskresi dilakukan untuk kepentingan umum dan menyelamatkankeuangan negara karena itu diskresi dalam hal ini diperbolehkan.
    ;Bahwa diskresi (fresh emerson) dapat dilakukan secara formal sehinggamelahirkan suatu perundangundangan dan ada juga non formal artinyatanpa alur; Bahwa diskresi dilakukan dengan penilaian fakta yang ada pada saat itu.Dalam UndangUndang Tindak Pidana Korupsi harus ada syaratya yaknidilakukan oleh pejabat yang berwenang;Bahwa pejabat yang berwenang untuk melakukan diskresi, dimanakewenangan itu bersumber dari delegasi, mandat, atribut.
    delegasikepada BUD, tapi secara formal harus ada persetujuan dari Bupati, sepertihalnya penempatan dana ini; Bahwa kalau dalam keadaan normal maka tindakan diskresi harus melaluiprosedur sehingga produknya hukum Keputusan Tata Usaha Negara, tapikalau tidak normal maka asal ada isi dan jabatannya juga diskresi bisadilakukan sehingga tidak perlu form; Bahwa dalam kejadian itu menurut ahli ada 2 (dua) diskresi, yakni diskresibawahan sehubungan dengan adanya uang hilang dan diskresi KepalaDaerah untuk
    dan/atau terjadi bencana alam, PejabatPemerintahan wajib memberitahukan kepada Atasan Pejabat sebelumpenggunaan Diskresi dan melaporkan kepada Atasan Pejabat setelahpenggunaan Diskresi.(4) Pemberitahuan sebelum penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud padaayat (3) dilakukan apabila penggunaan Diskresi berdasarkan ketentuandalam Pasal 23 huruf d yang berpotensi menimbulkan keresahanmasyarakat.(5) Pelaporan setelah penggunaan diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat(3) dilakukan apabila penggunaan
    kepada Atasan Pejabat sebelumpenggunaan Diskresi dan melaporkan kepada Atasan Pejabat setelahpenggunaan Diskresi.(4) Pemberitahuan sebelum penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud padaayat (3) dilakukan apabila penggunaan Diskresi berdasarkan ketentuandalam Pasal 23 huruf d yang berpotensi menimbulkan keresahanmasyarakat.(5) Pelaporan setelah penggunaan diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat(3) dilakukan apabila penggunaan diskresi berdasarkan ketentuan dalamPasal 23 huruf d yang terjadi dalam
Register : 05-10-2015 — Putus : 20-04-2016 — Upload : 16-05-2016
Putusan PTUN JAKARTA Nomor 210/G/2015/PTUN-JKT
Tanggal 20 April 2016 — PT. DWIKARYA REKSA ABADI ; MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
122108
  • Terbatas, diskresi boleh diambil dalambatas kewenangan tidak boleh dilakukan olehpejabat yang tidak berwenang;e Bahwa batasanbatasan yang lain diskresi tersebutadalah batasan prosedur, untuk diskresi yangmenyebabkan peralihan pengunaan anggaran harusberdasarkan persetujuan atasan;e Bahwa untuk diskresi untuk halhal yang dianggapmendesak perlu pemberitahuan atasan;e Bahwa Standar Operasinal Prosedur (SOP)merupakan praktek yang lazim dalam pemerintahanuntuk menata sebuah manajemen untukmengetahui
    adalah sebuah kebijakan, bisa sajadiskresi disalahgunakan, maka PerundangUndangan kita mengaturmengenai diskresi.
    Tindakan diskresi itu ada analisis dan evaluasi dankajiankajian sesuai pendapat ahi;Bahwa kita menggunakan diskresi untuk tujuan matigheid,doelmatigheid dan rechmatigheid. Tidak semua perbuatan hukumdapat diatur dalam peraturan perundangundangan, karena diadibutuhkan cepat. Maka ada diskresi/ fries ermessen.
    Mengenai Diskresi idealnya ada rujukan sehingga perlu :a)Proses memuat : (1) Good Process, (2) Good Norms(baik norma, tidak tumpang tindih, harus konsistensi,(3) Good Drafting (baik teknik perancangannormanya), (4) Implementatif/ dapat dijalankan, (5)Enforceable (dapat ditegakkan). ;Wewenang dalam menerbitkan Diskresi dapat berasaldari Attribusi (diberikan undangundang) atauDelegasi;Substansi diskresi / beschikking yang bagus adalahbeschikking yang terikat.
    Diskresi dibutuhkan ketika ada perbuatannya dan adapeluang untuk menggunakan pilihan hukuman mana yangakan dikenakan. Kewenangan pejabat untuk mencabut izinbukan Diskresi, kKewenangan mencabut izin itu diberikanundangundang. Diskresi itu. adalah prosedurnya saja,tentang pencabutan ijin adalah produk hukum Pejabat.;6.
Register : 30-03-2017 — Putus : 14-06-2017 — Upload : 20-09-2017
Putusan PTUN PALU Nomor 4/G/2017/PTUN.PL
Tanggal 14 Juni 2017 — - PT. HERTO PERSADA SAKTI vs PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN KEGIATAN BIDANG BINA MARGA TAHUN ANGGARAN 2016 DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN TOLITOLI
14461
  • Atau dalam arti kata saat ini untuk pekerjaan tersebut tidak adalagi jabatan PPK; Gugatan penggugat obsekur libell /Kabur karena terjadi kontra diksi antaraposita dan petitum serta tidak menjelaskan maksud diskresi yang dikehendakipengugat, Bahwa penggugat menghendaki adanya diskresi dari tergugatnamun tidak menjelaskan diskresi seperti apa yang dimaksud. Bahwakewenangan Diskresi tidak dapat digunakan secara sewenangwenangsebagaimana pendapat H.M.
    Laica Marzuki (Terlampir Bukti T.9) dalamMakalah yang berjudul Penggunan Diskresi dalam PenyelenggaranPemerintahan yang mengatakan Diskresi atau discretion merupakankebijakan yang digunakan pejabat = pemerintah dalam rangkapenyelenggaraan kebijakan (Beleid) administrasi, yang lazim disebutDiscretionary Power. Diskresi menjabarkan hal faktual yang melekat padakewenangan jabatan (herambt).
    Penggunaan diskresi tidak boleh melampaui lingkup kewenanganyang melekat pada jabatan seorang pejabat (ambtsdrager). Hanya pejabatyang dapat melakukan diskresi yang melampaui kewenangan jabatannya,bukan jabatan (het ambt) ansich.
    Ketika terjadi penggunaan diskresi yangmelintasi kewenangan jabatan, maka hal tersebut sudah merupakanpelanggaran hukum (Onrechtmatig). dalam hal ini tergugat selaku PPK padasaat itu telah berupaya untuk dapat menyelesaikan paket pekerjaan yangdilaksanakan oleh penggugat sesuai dengan ketentuan yang ada dalam halHal 23 dari 63 Hal.
    Putusan No. 4/G/2017/PTUN.PLSedangkan Penggunaan Hak Diskresi sebagaimana Undang Undang Nomor30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 ayat 9 yangberbunyi : Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/ataudilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkretyang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturanperundangundangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidaklengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan
Putus : 12-02-2019 — Upload : 27-08-2020
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 3128 K/Pid.Sus/2018
Tanggal 12 Februari 2019 — EKO PRAWIRO bin SYAMSUL
16559 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Namun karena tindak pidanapenyalahgunaan Narkotika tersebut tidak didakwakan Penuntut Umum,maka Majelis Hakim Kasasi harus melakukan diskresi yudisial terhadapsanksi pidana yang diancamkan terhadap tindak pidana yang diatur dalamPasal 114 Ayat (1) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentangNarkotika, dengan menyimpangi ketentuan pidana minimal yang diancamterhadap tindak pidana tersebut berdasarkan pertimbangan menghormatiotoritas Penuntut unum dalam membuat surat dakwaan, dan mengikutidoktrin bahwa
    Hakim harus memutus perkara pidana berdasarkan dakwaanPenuntut Umum (kepastian hukum), serta untuk mewujudkan pemidanaanyang adil bagi Terdakwa (keadilan) karena sesungguhnya Terdakwa adalahseorang penyalahguna Narkotika;Bahwa dasar Majelis Hakim Kasasi melakukan diskresi yudisial tersebutadalah Kesepakatan Rapat Kamar Pidana Mahkamah Agung RepublikIndonedia pada Tahun 2015 yang kemudian dituangkan dalam Surat EdaranMahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentangPemberlakuan Rumusan
    Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah AgungTahun 2015 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan yangmemberi wewenang diskresi kepada Hakim untuk menyimpangi ketentuanpidana minimal yang ditentukan dalam Pasal 114 Ayat (1) atau Pasal 112Ayat (1) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 karena menghadapi dilemahukum, Terdakwa didakwa dengan ketentuan Pasal 114 Ayat (1) atauPasal 112 Ayat (1) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tetapiberdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan Terdakwaadalah seorang
Register : 07-12-2017 — Putus : 11-04-2018 — Upload : 23-04-2018
Putusan PTUN PEKAN BARU Nomor 60/G/2017/PTUN.PBR
Tanggal 11 April 2018 — Penggugat:
HERLINA PERTIWI
Tergugat:
BUPATI INDRAGIRI HULU
135135
  • oleh PejabatPemerintahan; Menimbang, bahwa diskresi dalam bidang administrasi negara dikenaldengan istilah freis ermessen, yang merupakan salah satu sarana yangmemberikan ruang gerak bagi Pejabat atau Badan Administrasi Negara untukmelakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya kepada peraturanperundangundangan.
    Menurut Ridwan HR dalam bukunya HukumAdministrasi Negara, halaman 177, menyatakan diskresi (freis ermessen)adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan bagi Pejabat PublikHalaman 33 dari 43 Putusan Nomor : 60/G/2017/PTUN.PBRyang berwenang berdasarkan pendapat sendiri.
    Diskresi diperlukan sebagaipelengkap Asas Legalitas yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiaptindakan atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuanundangundang, akan tetapi tidak mungkin undangundang mengatur segalamacam hal dalam praktek kehidupan seharihari.
    karena keputusan objek sengketa a quoterbit dari Kewenangan diskresi Bupati Indragiri Hulu dalam kedudukannya sebagai Pejabat Pemerintahan;Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan; Pasal 22 ayat (2) Setiap penggunaan diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk :a.
    Mengatasi stagnasi pemerintahan dalamkeadaantertentu guna kemanfaatan dankepentingan umum;Pasal 24 Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat : a. Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 22 ayat(2);b. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturanperundangundangan;C. Sesual denganAUPB;d. Berdasarkan alasanalasan yangobjektif;e. Tidak menimbulkan konflik kepentingan;danf.
Putus : 09-12-2010 — Upload : 19-12-2011
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 369 K/TUN/2010
Tanggal 9 Desember 2010 — PT. KARSA BAYU BANGUN PERKASA vs SEKRETARIS DAERAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA,
10477 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Bahwa Pemohon Kasasi menolak pertimbangan Majelis HakimPemeriksa sebagaimana tersebut dalam halamah 43 alinea 2 yangberbunyi Pengadilan berpendapat bahwa tindakan Tergugatmeloloskan Tergugat Il Intervensi seperti tersebut Keputusan TataUsaha Negara yang menjadi obyek gugatan adalah merupakantindakan Diskresi yang dimungkinkan oleh peraturan perundangundangan, oleh karenanya gugatan harus ditolak dan kepadaPenggugat harus dihukum membayar biaya perkara ;Bantahan :1. Bahwa menurut pendapat Prof.
    Laica Marzuki menyebutkan sebuahdiskresi bisa diuji oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dengancatatan diskresi tersebut menyimpang dalam dua hal yakni secaraHal. 13 dari 16 hal. Put. No.369 K/TUN/2010nyata melanggar dari UndangUndang dan menyimpang dari AzasAzas Umum Pemerintahan Yang Baik.
    Dan juga menurut Gayus T.Lumbun mendefinisikan diskresi sebagai berikut : diskresi adalahkebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinyamembolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yangmelanggar dengan undangundang, dengan tiga syarat yakni : demikepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya,dan tidak melanggar AzasAzas Umum Pemerintahan yang Baik(Hardjon, Philipus M, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997. dan
    Bahwa dari literatur diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secarateori tindakan diskresi Termohon Kasasi diperbolehkan jika tindakandiskresi tersebut tidak melanggar AzasAzas Umum Pemerintahanyang Baik ;3. Bahwa berdasarkan buktibukti yang diakui keasliannya olehTermohon Kasasi dipersidangan, tebukti Termohon Kasasi IlIntervensi selaku peserta tidak memenuhi ketentuan PersyaratanRencana Kerja dan Syaratsyarat (RKS)/Term Of Reference (TOR),sehingga tidak layak untuk dinyatakan lulus ;4.
Register : 02-05-2016 — Putus : 01-09-2016 — Upload : 22-02-2017
Putusan PTUN YOGYAKARTA Nomor 8/G/2016/PTUN.YK
Tanggal 1 September 2016 — Handoko, S.H., M.Kn., M.H.Adv, warganegara Indonesia, Tempat Tinggal di Jl. Tamansiswa 153 Kota Yogyakarta, Pekerjaan Advokat; Untuk selanjutnya disebut sebagai..........PENGGUGAT; M E L A W A N Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, berkedudukan di Jl. Malioboro 52-54, Kota Yogyakarta;
507305
  • YK9.10.gugatan pada 2 Mei 2016, sehingga masih dalam jangka waktu 90 harisejak mengetahui obyek yang digugat adalah sebuah KTUN atausetidaktidaknya sebagai Diskresi; Bahwa PENGGUGAT baru mengetahui Instruksi Wakil Kepala DaerahDaerah Istimewa Yogyakarta No. K.898/V/A/1975 pada tanggal 10 Maret2016, sehingga pada tanggal tersebut baru diperoleh kepastianhukum kalauInstruksi Wakil Kepala Daerah Daerah IstimewaYogyakarta No.
    K.898/V/A/1975 adalah sebuah KTUN atau setidaktidaknya sebagai Diskresi yang menjadi wilayah pemeriksaanPENGADILAN TATA USAHA NEGARA dan bukan wilayah pemeriksaanhak uji materi MA karena bukan perundangundangan.
    YKmengeluarkan peraturanperaturan kebijaksanaan adalah in casu tidakmemiliki Kewenangan pembuatan peraturan (weigevende bevoegdheid).Peraturanperaturan kebijaksanaan juga tidak mengikat hukum secara langsung, namun mempunyai relevansi hukum;Menimbang, bahwa selain itu, berdasarkan praktek pemerintahan jugadikenal keputusan diskresi (beleids beschikking) yang diterbitkan padapokoknya ada dua hal, pertama keputusan diskresi terikat yaitu diskresi yangtelah ditentukan alternatifnya oleh UndangUndang
    dan kedua, keputusandiskresi bebas yaitu diskresi yang tidak ditentukan alternatifnya oleh UndangUndang karena belum ada pengaturannya.
    YKMenimbang, bahwa berdasarkan pengelompokan kriteria tersebut diatas, dikaitkan dengan konsep diskresi dalam teori dan doktrin HukumAdministrasi Negara, maka menurut Majelis Hakim, objek sengketa yangdapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara antara lain adalah tindakanBadan/Pejabat Tata Usaha Negara yang berupa keputusan tata usahanegara (beschikking) termasuk tindakan faktual dan diskresi atau disebutjuga keputusan kebijakan (beleids beschikking); Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati
Putus : 10-07-2012 — Upload : 20-05-2014
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 78 K/PID.SUS/2012
Tanggal 10 Juli 2012 — BADRUN Bin M. NASIR;
3848 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Sungai Kakap sehingga 3 (tiga) sifathilangnya unsur melawan hukum materiil sebagai alasan penghapus pidana (yang tidaktertulis) berupa faktor negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani dan Terdakwatidak mendapat untung dianggap telah terpenuhi;e Bahwa kekeliruan Judex Facti tersebut terurai dalam pertimbangan putusan a quo darihalaman 93 hingga halaman 101;e Bahwa Judex Facti keliru dalam menafsirkan diskresi sebagaimana PutusanMahkamah Agung Nomor : 81/K/Kr/1973 tanggal 30 Mei 1977 yang pada
    intinyamemperbolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan dimana undangundangbelum mengaturnya secara tegas dengan tiga syarat yakni negara tidak dirugikan,kepentingan umum dilayani dan Terdakwa tidak mendapat untung;e Bahwa untuk mengetahui lebih jauh mengenai diskresi, terlebih dahulu perludipahami apa yang dimaksud dengan diskresi itu sendiri;Menurut pakar hukum yakni Gayus T.
    Lumbuun mendefinisikan diskresi sebagaiberikut: "Diskresi adalah kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yangintinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggarundangundang, dengan tiga syarat. Yakni demi kepentingan umum, masih dalambatas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar AsasAsas UmumPemerintahan Yang Baik (AUPB)". Definisi tersebut menjelaskan bahwa secaraHal. 17 dari 29 hal. Put.
    No. 78 K/PID.SUS/2012ahukum mungkin orang yang menggunakan asas diskresi tersebut melanggar, tetapisecara azas ia tidak melanggar kepentingan umum dan itu merupakan instant decision(tanpa rencana) dan itu bukan pelanggaran tindak pidana;Menurut Sjechran Basah seperti dikutip oleh Patuan Sinaga, adalah :"... tujuan kehidupan bernegera yang harus dicapai..., melibatkan administrasi negaradi dalam melaksanakan tugastugas servis publiknya yang sangat kompleks, luaslingkupnya, dan memasuki semua sektor
    secara hukum dan juga secara moral;Sehingga terdapat beberapa parameter dalam hal batasan toleransi bagi Badan atauPejabat pemerintah dalam menggunakan asas diskresi ini yaitu :Adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atasinisiatif sendiri;bUntuk menyelesaikan persoalanpersoalan yang mendesak yang belum adaaturannya untuk itu ;CcTidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapatdipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral.18e Bahwa pada tahun
Register : 13-12-2016 — Putus : 04-04-2017 — Upload : 20-09-2017
Putusan PTUN MATARAM Nomor 58/G/2016/PTUN.MTR
Tanggal 4 April 2017 — MUHAMMAD AMIN dkk vs BUPATI BIMA
205119
  • Dalamperkembangannya, kewenangan bebas ini kerap diidentikkan dengan freisermessen ataupun diskresi;Menimbang, bahwa sebagaimana konteks kewenangan maupundiskresi yang telah terurai di atas, selanjutnya konteks diskresi telahternormakan dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 tentangAdministrasi Pemerintahan, dimana sebagaimana ketentuan Pasal 6 ayat (2)huruf e@ pada pokoknya menentukan dalam melaksanakan urusanpemerintahannya, Pejabat Pemerintahan berhak menggunakan diskresi,sesuai tujuan yang termuat
    dalam Pasal 22;Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 22 Undangundang Nomor 30Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksudberbunyi:(1) Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yangberwenang.(2) Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk:a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;b. mengisi kekosongan hukum;c. memberikan kepastian hukum; dand. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu gunakemanfaatan dan kepentingan umum.Menimbang,
    Diskresi secaranormatif telah ditetaokan pula menurut ketentuan Pasal 23 UndnagundangNomor 30 Tahun 2014, yakni meliputi:a.Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuanperaturan perundangundangan yang memberikan suatupilihanKeputusan dan/atau Tindakan ;pengambilan Keputusan dan/atau. tindakan karena peraturanperundangundangan tidak mengatur;pengambilan Keputusan dan/atau.
    Tindakan karena peraturanperundangundangan tidak lengkap atau tidak jelas; danpengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasipemerintahan guna kepentingan yang lebih luas;Menimbang, bahwa lebih lanjut mengenai penerapan diskresi dalampenyelenggaraan urusan pemerintahan juga diatur dalam ketentuan Pasal 24Undangundang Nomor 30 Tahun 2014, yang berbunyi:Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Dliskresi harus memenuhisyarat:a.~ 2 2 9sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam
    Saleh, saksi Anmad dan saksi Suherman);Menimbang, bahwa Majelis Hakim menilai perimbangan kepentingansebagai ukuran obyektivitas penerapan Diskresi dalam hal ini, adalah terletakpada keinginan mayoritas yang diperbandingkan dengan keinginan minoritasterkait dilanjutkannya tahapan Pemilihan Kepala Desa Parangina.
Register : 23-08-2018 — Putus : 07-01-2019 — Upload : 26-02-2019
Putusan PTUN JAKARTA Nomor 192/G/2018/PTUN.JKT
Tanggal 7 Januari 2019 — Penggugat melawan Tergugat
6221
  • Pasal 26 UndangUndang RI Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasipemerintahan, sebagai berikut :Pasal 22 : (1) Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahanyang berwenang,., (2) Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuanuntuk : a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; b. mengisi kekosonganhukum; c. memberikan kepastian hukum; dan d. mengatasi stagnasi pemerintahandalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.Pasal 23 : Diskresi Pejabat Pemerintahan meliputi
    Sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalamPasal 22 ayat (2); b. tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan; c. sesuai dengan AUPB; d. berdasarkan alasanalasan yang objektif; e.tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan f. dilakukan dengan iktikad baik.Pasal 25 (1) Penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasianggaran wajid memperoleh persetujuan dari Atasan Pejabat sesuai denganketentuan peraturan perundangundangan. (2) Persetujuan sebagaimanadimaksud pada
    ayat (1) dilakukan apabila penggunaan Diskresi berdasarkanketentuan Pasal 23 huruf a, huruf b, dan huruf c serta menimbulkan akibat hukumyang berpotensi membebani keuangan negara. (3) Dalam hal penggunaanDiskresi menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesakHalaman 65 dari 75 halaman.
    Putusan Nomor : 192/G/2018/PTUNJKTdan/atau terjadi bencana alam, Pejabat Pemerintahan wajib memberitahukankepada Atasan Pejabat sebelum penggunaan Diskresi dan melaporkan kepadaAtasan Pejabat setelah penggunaan Diskresi. (4) Pemberitahuan sebelumpenggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan apabilapenggunaan Diskresi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 huruf d yangberpotensi menimbulkan keresahan masyarakat. (5) Pelaporan setelahpenggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat
    (3) dilakukan apabilapenggunaan Diskresi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 huruf d yang terjadidalam keadaan darurat, keadaan mendesak, dan/atau terjadi bencana alam.Pasal 26 (1) Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) wajib menguraikan maksud, tujuan,substansi, serta dampak administrasi dan keuangan. (2) Pejabat yangmenggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikanpermohonan persetujuan secara tertulis kepada Atasan
Register : 13-06-2019 — Putus : 26-09-2019 — Upload : 27-12-2019
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 96 PK/TUN/2019
Tanggal 26 September 2019 — AMIR YAHYA VS I. KEPALA DESA NANGGUNGAN, KECAMATAN KAYEN KIDUL, KABUPATEN KEDIRI., II. NINIEK LISA RAHMAWATI;
17088 Berkekuatan Hukum Tetap
  • tertinggi akan tetapiTermohon Peninjauan Kembali I/Tergugat pada kolom rekomendasi Camatpada kolom Pertinbangan Pengajuan Rekomendasi, pada jabatan KepalaUrusan Tata Usaha Negara dan Umum, hanya pada Termohon PeninjauanKembali Il/Tergugat II Intervensi saja Termohon Peninjauan KembaliIl/Tergugat menambahkan keterangan antara lain yaitu putri dari anggotaBPD Desa Nanggungan, Pendidikan Terakhir D3 Kebidanan, aktif dalamorganisasi Karang Taruna Dusun Sumur, anggota Remaja Masjid...dst. halmana penggunaan diskresi
    oleh Termohon Peninjauan Kembali I/Tergugatnyatanyata tidak didasarkan alasanalasan yang objektif sebagaimanasyarat yang ditentukan Pasal 24 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014tentang Administrasi Pemerintahan tersebut dalam menggunakan diskresi;Halaman 4 dari 9 halaman.
    Putusan Nomor 96 PK/TUN/2019Bahwa hal demikian dikategorikan sebagai bentuk nepotisme danatau KKN sehingga Termohon Peninjauan Kembali I/Tergugat dikategorikanmemenuhi unsur Pasal 31 ayat (1) huruf (a) UndangUndang Nomor 30Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu mencampuradukkanwewenang karena menggunakan Diskresi tidak sesuai dengan tujuanWewenang yang diberikan.
Putus : 18-06-2019 — Upload : 04-12-2020
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1433 K/Pid.Sus/2019
Tanggal 18 Juni 2019 — HERI IRAWAN alias HERI
10823 Berkekuatan Hukum Tetap
  • Namun karena tindak pidana penyalahgunaanNarkotika tersebut tidak didakwakan Penuntut Umum, maka Majelis HakimKasasi harus melakukan diskresi yudisial terhadap sanksi pidana yangdiancamkan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Pasal 114 Ayat (1)Halaman 6 dari 9 halaman Putusan Nomor 1433 K/Pid.
    Tahun 2009 tentang Narkotika, denganmenyimpangi ketentuan pidana minimal yang diancamkan terhadap tindakpidana tersebut berdasarkan pertimbangan menghormati otoritas Penuntutumum dalam membuat surat dakwaan, dan mengikuti doktrin hukum bahwaHakim harus memutus perkara pidana berdasarkan dakwaan PenuntutUmum (kepastian hukum), serta untuk mewujudkan pemidanaan yang adilbagi Terdakwa (keadilan) karena sesungguhnya Terdakwa adalah seorangPenyalah Guna Narkotika;Bahwa dasar Majelis Hakim melakukan diskresi
    yudisial tersebut adalahKesepakatan Rapat Kamar Pidana Mahkamah Agung RI pada Tahun 2015yang kemudian dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor03 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno KamarMahkamah Agung Tahun 2015 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagiPengadilan yang memberi wewenang diskresi kepada Hakim untukmenyimpangi ketentuan pidana minimal yang ditentukan dalam Pasal 114Ayat (1), Pasal 111 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (1) UndangUndang Nomor35 Tahun 2009 karena
Register : 20-08-2018 — Putus : 18-09-2018 — Upload : 20-09-2018
Putusan PN KOLAKA Nomor 7/Pid.Pra/2018/PN Kka
Tanggal 18 September 2018 — Pemohon:
AKBAR
Termohon:
KAPOLRI Cq KAPOLDA SULTRA Cq KAPOLRES KOLAKA Cq KAPOLSEK POMALAA
5524
  • Dalam Pasal 15 Ayat 2 huruf k, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuaidengan peraturan perundangundangan lainnya berwenang : melaksanakankewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian;Dengan hal ini TERMOHON PRAPERADILAN melakukan tindakan dikenaldengan adanya tindakan lain disebut dengan DISKRESI KEPOLISIAN. Hal iniselaras sebagaimana dimaksudkan menurut para Ahli bahwa DISKRESI adalah: Menurut Roescoe Pound, sebagaimana dikutip olen Prof R.
    Abdussalam,(1997, 2526) mengartikan diskresi kepolisian yaitu: an authority conferredby law to act in certain condition or situation; in accordance with official's oran official agencys own considered judgement and conscience.
    It is anidea of morals, belonging to the twilight zone between law and morals.Artinya, diskresi kepolisian adalah suatu tindakan pihak yang berwenangberdasarkan hukum untuk bertindak pasti atas dasar situasi dan kondisi,menurut pertimbangan dan keputusan nuraninya sendiri.a Menurut kKamus hukum yang disusun oleh J.C.T Simorangkir, diskresidiartikan sebagai kKebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasiyang dihadapi menurut pendapatnya sendiri (Simorangkir, 2002: 38).a Thomas J.
    diskresibahwa: discretion is powerauthority conferred by law to action on the basic of judgement ofconscience, and its use is more than idea of morals than law yang dapatdiartikan sebagai suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukanberdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinan serta lebihHalaman 8 dari 18 Halaman Putusan Nomor 7/Pid.Pra/2018/PN Kka11.12.menekankan pertimbanganpertimbangan moral dari pada pertimbanganhukum (Faal, 1991: 16). 222222222 ene nnn nnn n nnna Menurut Wayne La Farve maka diskresi
    Sehingga dengan demikian termohon PRAPERADILAN secara hukum telah sahmelakukan tindakan dan atau upaya hukum terhadap diri PemohonPRAPERADILAN dengan pertimbangan tertentu sebgai batasan batasantindakan diskresi oleh polisi berdasarkan:1. Asas keperluan, bahwa tindakan itu harus benarbenar diperlukan;2. 2. Tindakan yang diambil benarbenar untuk Kepentingan tugas kepolisian,3. 3.
Register : 29-09-2015 — Putus : 23-06-2016 — Upload : 26-07-2016
Putusan PTUN JAKARTA Nomor 205/G/2015/PTUN.JKT
Tanggal 23 Juni 2016 — PT. ERA SISTEM INFORMASINDO ; MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
15679
  • diskresi,harus adanya persetujuan dari yang dijatuhnkan sanksi.
    Putusan Nomor : 205/G/2015/PTUN.JKT Bahwa kalau diambil terus diskresi, namanya bukan diskresi lagi, diasegera membuat aturan tersebut.
    Putusan Nomor : 205/G/2015/PTUN.JKTdan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan sepanjang memberikanmanfaat umum sesuai dengan AUPB:Menimbang, bahwa ketiadaan peraturan dapat menjadi alasan bagiTergugat untuk melakukan diskresi sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 tentang AdministrasiPemerintahan yang menyebutkan Diskresi Pejabat Pemerintahan meliputia.
    Putusan Nomor : 205/G/2015/PTUN.JKTPejabat Pemerintahan dicirikan dengan kata dapat, boleh, atau diberikanwevenang, berhak, seharusnya, diharapkan, dan katakata lain yangsejenis dalam ketentuan peraturan perundangundanganadalah termasukciri suatu bentuk diskresi, maka dapat disimpulkan bahwa Pasal 13 ayat(5) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 merupakan diskresi dalamsebuah pelimpahan wewenang delegasi;Menimbang, bahwa ruang lingkup diskresi bagi TERGUGAT dalammenggunakan wewenangnya sendiri meski telah
    Putusan Nomor : 205/G/2015/PTUN.JKTMenimbang, bahwa selanjutnya oleh karena pelaksanaanwewenang sendiri oleh TERGUGAT berdasar Pasal 13 ayat (5) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 merupakan suatu diskresi, maka berlakuketentuanketentuan diskresi sebagaimana diatur Pasal 22 sampai denganPasal 32 UndangUndang Nomor 30 tahun 2014;Menimbang, bahwa pada Pasal 22 ayat (1) UndangUndangNomor 30 Tahun 2014 disebutkan: Diskresi hanya dapat dilakukan olehpejabat pemerintahan yang bemenang; artinya untuk menjalankan