Ditemukan 5027 data
72 — 48
menilai bahwa syarat formil penyebutan tentang obyek atau jenis perkarayang digugat adalah tidak terpenuhi ;Menimbang, bahwa pada surat kuasa khusus tanggal 13 Januari 2017Penggugat/Pemberi kuasa telah menandatangani surat kuasa, sedang penerimakuasa tidak menandatanganinya, terhadap hal ini majelis mempertimbangkansebagai berikut;Menimbang, bahwa dalam perspektik ilmu hukum, ada tiga teori tentangkuasa atau wakil, pertama adalah theori representasi atau fiksi, ke duaorgaantheorie atau nuntius theorie
dan ke tiga cooperatie theorie atau gabunganteori pertama dengan teori ke dua;Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan theorie representasie atau fiksiadalah adanya kebebasan bagi penerima kuasa (lastgaver) untuk melakukantindakan hukum bagi kepentingan penerima kuasa (lastgaving) karena penerimakuasa dianggap sebagai persoon atau pribadi yang mempunyai kehendak(selfstanding) untuk bertindak, sehingga segala tindakan yang dilakukan olehpenerima kuasa harus dianggap untuk kepentingan pemberi kuasa (
orgaantheorie atau nuntiustheorie adalah penerima kuasa tidak mempunyai kebebasan untuk melakukansuatu tindakan hukum selain apa yang dinginkan atau diperintahkan pemberikuasa, karena kuasa atau wakil hanyalah merupakan organ yang tersedia untukyang mewakilkan, sehingga untuk melakukan tindakan hukum kuasa harusdidampingi sipemberi kuasa atau yang disebut vertegenwoordiger karenapenerima kuasa tak ubahnya seperti utusan;Menimbang, bahwa dari tiga teori yang disebutkan diatas majelisberpendapat bahwa theorie
yang ke tiga adalah teori yang paling sesuai denganpraktek peradilan di Indonesia yaitu coorperatie theorie berupa kombinasi antararepresentasi theorie dengan orgaantheorie, artinya bahwa penerima kuasa adakebebasan untuk melakukan tindakan hukum sejauh dimaksudkan untukkepentingan pemberi kuasa, sebaliknya pemberi kuasa mempunyai kewajibankepada penerima kuasa, sehingga untuk kepastian hubungan ke duanyadituangkan dalam bentuk surat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 123 HIR ;Menimbang, bahwa berdasarkan
108 — 98
adalah:Termohon tidak memperhatikan secara maximal terhadapPemohon; Termohon tidak mau melaksanakan sholat lima waktu, lebihsuka mengenakan baju yang tidak islami, tidak maumenghormati orang tua Pemohon; Termohon tidak mau diajak tinggal di rumah orang. tuaPemohon tanpa alasan yangAntara Pemohon dengan Termohon tidak bisa berkomunikasilayaknya rumah tangga yangharmonis; Menimbang, bahwa dalam hukum acara perdata dikenal duateori tentang cara menyusun gugatan kepada pengadilanyaitu:Substantiering theorie
, teori ini menyatakan bahwa gugatanselain harus menyebut peristiwa hukum yang menjadi dasargugatan, juga harus menyebut~ kejadian kejadian nyatayang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebabtimbulnya peristiwa hukumtersebut; Individualisering theorie, tiori ini menyatakan bahwa dalamHal 5 dari 7 hal Put.
tuntutan (rechtelijkegronden); Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atastelah ternyata posita (fundamentum petendi) permohonanPemohon//Terbanding yang menyatakan bahwa sejak bulan April2010 ketenteraman rumah tangga Pemohon dengan Termohonmulai goyah dan tidak harmonis berikut segala penyebabnya,adalah kesimpulan Pemohon yang bersifat abstrak, bukankejadian kejadian atau peristiwa peristiwa yang benar benarterjadi secara konkrit (feitelijke gronden) sebagaimanayang dimaksud oleh substantiering theorie
,individualisering theorie dan praktek peradilan di atas,dan ternyata pula dalam posita (fundamentum petendi)permohonan Pemohon tidak menyebutkan uraian tentanghukumnya yang menjadi dasar yuridis (rechtelijke gronden)permohonan Pemohontersebut; Menimbang, bahwa posita (fundamentum petendi)permohonan Pemohon tidak menguraikan alasan perceraiansebagaimana yang dimaksud pasal 19 huruf (f) PeraturanPemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f)Kompilasi Hukum Islam secara jelas, sitimatis dankronologis
20 — 11
dapat dicatatkan menurut peraturan perundangundangan yangberlaku;Menimbang, bahwa maka untuk menyelaraskan kaedah hukum denganpermohonan Para Pemohon tersebut, maka dalam permohonan Para Pemohonharus dijelaskan secara detail dan rinci (clear and certainly) mengenai peristiwaperkawinan yang mendasari perkawinan para Pemohon yang meliputi rukundan syarat perkawinan;Menimbang, bahwa dalam merumuskan permohonan dikenal dua teoritentang cara menyusun permohonan kepada pengadilan, yaitu;1) Substantiering Theorie
Penetapan Nomor 43/Pdt.P/2019/PA.Sglt..dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut, dan jugamenyebutkan secara jelas dan tegas apa yang menjadi pokok sengketa;2) Individualiserings Theorie, teori ini menyatakan permohonan cukupdisebut peristiwaperistiwa atau kejadiankejadian yang menunjukkanadanya hubungan hukum yang menjadi dasar permohonan;Menimbang, bahwa mendasarkan pada Substantiering Theorie tersebut,dalam permohonan Para Pemohon sepatutnya dalam posita Para Pemohonmenjelaskan bahwa
32 — 16
Substantiering Theorie, teori ini menyatakan bahwa permohonanselain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasarpermohonan, juga harus menyebut kejadiankejadian nyata yangmendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwahukum tersebut, dan juga menyebutkan secara jelas dan tegas apa yangmenjadi pokok sengketa;z..
Individualiserings Theorie, teori ini menyatakan permohonancukup disebut peristiwaperistiwa atau kejadiankejadian yangmenunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasarpermohonan;Menimbang, bahwa mendasarkan pada Substantiering Theorie tersebut,dalam gugatan Penggugat sepatutnya dalam gugatan Penggugat menjelaskanbahwa Penggugat sebagai Pegawai Negeri Sipil bertatus seorang Jandamenikah dengan Tergugat yang masih memiliki ikatan perkawinan denganseorang wanita, karena perkawinan antara Penggugat
48 — 42
kewarisan aquo yangtidak memenuhi syarat formil sebuah gugatan yang baik dan benar;Menimbang, bahwa HIR maupun RBg hanya mengatur tentang tata carapengajuan gugatan, namun tidak mengatur mengenai syarat formil gugatanyang memenuhi syarat baik dan benar, namun terhadap dalil eksepsi mengenaitidak terpenuhinya syarat formil gugatan kewarisan para Penggugat aquo,majelis hakim menilik pada teori tentang cara menyusun gugatan kepadapengadilan, yang substansinya menjelaskan sebagai berikut;1) Substantiering Theorie
, teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harusmenyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harusmenyebut kejadiankejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum danmenjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut, dan juga menyebutkansecara jelas dan tegas apa yang menjadi pokok sengketa;2) Individualiserings Theorie, teori ini menyatakan gugatan cukup disebutperistiwaperistiwa atau kejadiankejadian yang menunjukkan adanyahubungan hukum yang menjadi dasar gugatan;Menimbang, bahwa
majelis hakim dalam mengkaji syarat formil gugatandalam perkara ini lebin cenderung menggunakan Substantiering Theorie, teoritersebut lebih menitikberatkan sebuah penjelasan yang rinci mengenaiperistiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebut kejadiankejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnyaperistiwa hukum tersebut dalam suatu gugatan;Menimbang, bahwa jika menilik dan mendasarkan pada teori pembuatangugatan Substantiering Theorie tersebut, dapat dipahami
Peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebutkejadiankejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadisebab timbulnya peristiwa hukum tersebutMenimbang, bahwa jika mengaitkan teori pembuatan gugatanSubstantiering Theorie tersebut dengan gugatan para Penggugat, maka sebuahgugatan sepatutnya terlebih dahulu menjelaskan mengenai hal hubunganhukum antara Tergugat dengan almarhum Supoyo Bin Bejo dengan Tergugat,para Penggugat dalam gugatannya hanya menjelaskan hubungan hukumantara
tersebut disesuaikan dengan data surat hak milik yang diterbitkanoleh pejabat yang berwenang untuk itu, dengan tujuan untuk menghindarikekeliruan perbedaan mengenai batas dan luas tanah dalam surat hak tersebutdengan keadaan objek sengketa secara konkreto, apakah bersinggungandengan pihak ketiga atau tidak, dan utamanya juga sebagai perlindunganhukum terhadap hak milik pihak ketiga;Menimbang, bahwa berdasarkan segenap uraian pertimbangan majelishakim tentang teori pembuatan gugatan Substantiering Theorie
86 — 84 — Berkekuatan Hukum Tetap
SudiknoMertokusumo, S.H., edisi ketujuh cetakan pertama, 2006 Penerbit LibertyYogyakarta halaman 55: "teori lain /ndividualisasi (Individualiseing theorie),menyatakan bahwa kejadiankejadian yang disebutkan dalam gugatan, haruscukup menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan,tanpa disebutkan dasar terjadinya atau sejarah terjadinya, karena hal ini dapatdi kKemukakan didalam persidangan pengadilan dengan disertai pembuktian,menurut Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 15 Maret
Yahya Harahap, S.H (Pensiunan HakimAgung RI) pada halaman 57: teori individualisasi (Individualisering Theorie),yang menjelaskan peristiwa atau kejadian hukum yang dikemukakan dalamgugatan, harus dengan jelas memperlihatkan hubungan hukum(rechtsverhouding) yang menjadi dasar tuntutan. namun tidak perludikemukakan dasar dan sejarah terjadinya hubungan hukum, karena hal inidapat diajukan berikutnya dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan.tentang hal itu Prof.
Riduan Syahrani, S.Hpada Halaman 28: /ndividualiserings Theorie, teori ini menyatakan bahwadalam gugatan cukup disebutkan peristiwaperistiwa, atau kejadiankejadianyang menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan,tanpaharus menyebutkan kejadiankejadian yang mendahului, dan menjadi sebabtimbulnya kejadiankejadian hukum tersebut. bagi Penggugat yang menuntutsuatu benda miliknya misalnya, dalam gugatannya cukup disebutkan bahwa diaadalah pemilik benda itu. dasar terjadinya atau sejarah
adanya hak milik atasbenda itu. padanya, tidak perlu dimasukkan dalam gugatan, karena ini dapatdikemukakan di muka persidangan pengadilan dengan disertai bukti bukti.Individualisering Theorie ini agaknya sesuai dengan sistem yang dianut dalamHIR dan RBG;Hal. 14 dari 17 hal.
Putusan Nomor 1793 K/Pdt/2014Bahwa dalam buku penuntun membuat gugatan cetakan ke5, November 2006,penerbit Liberti Yogyakarta yang ditulis oleh Jeremias Lemek, S.H (SeorangAdvokat ) Pada Halaman 2: /ndividualiserings Theorie, teori ini mengatakan,bahwa gugatan cukup menunjukkan hubungan hukum yang menjadi dasargugatan tanpa harus disebutkan sejarahnya (Mr.R.
19 — 12
dicatatkan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku;Menimbang, bahwa maka untuk menyelaraskan kaedah hukum denganpermohonan Para Pemohon tersebut, maka dalam permohonan Para Pemohonharus dijelaskan secara detail dan rinci (clear and certainly) mengenai peristiwaperkawinan yang mendasari perkawinan para Pemohon yang meliputi rukundan syarat perkawinan;Menimbang, bahwa dalam merumuskan permohonan dikenal dua teoritentang cara menyusun permohonan kepada pengadilan, yaitu;1) Substantiering Theorie
, teori ini menyatakan bahwa permohonan selainharus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar permohonan, jugaharus menyebut kejadiankejadian nyata yang mendahului peristiwa hukumdan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut, dan jugamenyebutkan secara jelas dan tegas apa yang menjadi pokok sengketa;2) Individualiserings Theorie, teori ini menyatakan permohonan cukupdisebut peristiwaperistiwa atau kejadiankejadian yang menunjukkanadanya hubungan hukum yang menjadi dasar permohonan;Menimbang
, bahwa mendasarkan pada Substantiering Theorie tersebut,dalam permohonan Para Pemohon sepatutnya dalam posita Para Pemohonmenjelaskan yang sebenarbenarnya mengenai peristiwa perkawinan yaituperkawinan antara para Pemohon telah dilangsungkan di Kecamatan Kamal,Kabupaten Bangkalan, Madura, Propinsi Jawa Timur bukan dilaksanakan diDesa Sukapulih, Kecamatan Pedamaran Kabupaten OKI sebagaimana yangtertera dalam surat permohonan para Pemohon, dan pihak yang menjadi saksisaksi dalam akad nikah para Pemohon
42 — 8
memberikan definisi mengenai arti penganiayaan, yaitudengan sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijm)ataupun luka;Menimbang bahwa menurut Memorie Van Toelichting (MvT) bahwa yangdimaksud dengan sengaja atau Opzet itu adalah Willen en Weten dalam arti bahwapembuat harus menghendaki (Willen) melakukan perbuatan tersebut dan juga harusmengerti (Weten) akan akibat dari perbuatannya tersebut;Menimbang bahwa menurut doktrina pengertian Opzet ini telah dikembangkandalam beberapa theorie
Teori kehendak (Wills theorie) dari Van hippel mengatakan bahwa opzet itusebagai de will atau kehendak, dengan alasan karena tingkah laku (handelling) itumerupakan = suatu pernyataan kehendak yang mana kehendak itu dapat ditujukankepada suatu. perbuatan tertentu (formale opzet) yang kesemuanya dilarang dan diancampidana oleh UndangUndang;2.
Teori bayangan / pengetahuan (Voorstellings theorie) dari frankatau. waarschijulykheids theorie dari van bemmelen yang mengatakan bahwaperbuatan itu memang dikehendaki oleh pembuat, tetapi akibat dari perbuatantersebut paling jauh hanyalah dapat diharapkan akan terjadi oleh pembuat,setidaknya masalah tersebut akan dapat dibayangkan akan terjadi oleh pembuat;Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti keterangan Saksisaksi, alat bukti suratdan keterangan Terdakwa diperoleh faktafakta hukum sebagai berikut
16 — 12
Substantiering Theorie, teori ini menyatakan bahwapermohonan selain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadidasar permohonan, juga harus menyebut kejadiankejadian nyata yangmendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwahukum tersebut, dan juga menyebutkan secara jelas dan tegas apa yangmenjadi pokok sengketa;2.
Individualiserings Theorie, teori ini menyatakanpermohonan cukup disebut peristiwaperistiwa atau kejadiankejadianyang menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasarpermohonan;Menimbang, bahwa mendasarkan pada Substantiering Theorie tersebut,dalam permohonan Para Pemohon sepatutnya dalam permohonan ParaPemohon menjelaskan bahwa wali nikah Pemohon II adalah wali hakim sertaalasan mengapa Pemohon II menggunakan wali hakim.
13 — 4
hukum dengangugatan Penggugat tersebut, maka dalam gugatan Penggugat harus dijelaskansecara detail dan rinci (clear and certainly) mengenai kronologi atau sejarahterbentuknya harta bersama Penggugat dan Tergugat selama dalam masaperkawinan;Menimbang, bahwa mengaitkan kaedah hukum yang terkandung dalamnorma legis Pasal 35 UndangUndang Perkawinan tersebut dengan gugatanPenggugat, maka dalam merumuskan gugatan dikenal dua teori tentang caramenyusun gugatan kepada pengadilan, yaitu;1) Substantiering Theorie
, teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harusmenyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harusmenyebut kejadiankejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum danHalaman 6 dari 10 Halaman Putusan Nomor 233/Pdt.G/2017/PA.KAGmenjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut, dan juga menyebutkansecara jelas dan tegas apa yang menjadi pokok sengketa;2) Individualiserings Theorie, teori ini menyatakan gugatan cukup disebutperistiwaperistiwa atau kejadiankejadian yang menunjukkan adanyahubungan
hukum yang menjadi dasar gugatan;Menimbang, bahwa mendasarkan pada Substantiering Theorie tersebut,dalam gugatan Penggugat sepatutnya dalam posita Penggugat menjelaskantentang hubungan hukum antara dirinya dengan hak dengan hak yang melekatatas objek yang disengketakan dalam gugatan ini, incasu Penggugat mampumenjabarkan kaitan hukum sebagai subjek hak dengan suatu objek hak dalamhal ini objek sengketa yang ia gugat di pengadilan, dan seharusnya Penggugatmampu menjelaskan secara lugas dan tegas
55 — 9
Teori kehendak (wils theorie)2. Teori Membayangkan ( voorsteling theorie) Bahwa, menurut Teor!
Kehendak (wils theorie), sengaja artinya akibatsuatu perbuatan dikehendaki dan ini terbukti apabila akibat itu sungguhsunggguh dimaksudkan oleh perbuatan yang dilakukan oleh pembuat ;Bahwa, menurut Teor Membayangkan ( voorsteling theorie) , sengajaartinya jika suatu akibat ( yang timbul karena perbuatan pembuat )dibayangkan sebagai maksud ( perbuatan itu ) dan karena itu tindakan yangbersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu dibuattersebut ;Bahwa, dengan demikian, maka menurut
teori kehendak unsurkesengajaan dititik beratkan kepada apa yang dikehendaki pada waktuberbuat, sedangkan menurut teori membayangkan , unsur kesengajaandititikberatkan pada apa yang diketahui waktu berbuat.Bahwa, dari penjelasan sebagaimana termaksud dalam MVT (memorievan toelichting) dinubungkan dengan teoriteori kesengajaan tersebut diatas ,akan dipertimbangkan perbuatan Terdakwa dengan mempergunakan teorikehendak (wils theorie) dalam menentukan ada / tidaknya kesengajaan, yaituunsur sengaja dititik
78 — 23
Teori Kehendak (Wills Theorie) sebagaimana dikemukakan oleh VONHIPPEL;b. Teori Pengetahuan / membayangkan (Voorstellings Theorie) dari FRANKyang didukung oleh VON LISZT;1314Menimbang, bahwa dalam praktek peradilan diantara kedua teori tersebutmenurut Prof.
MOELYATNO ternyata teori Pengetahuan / membayangkan(Voorstelling Theorie) dipandang lebih memuaskan;Pertimbangan ini berdasarkan pertimbangan, apa yang dikehendaki tentu diketahui,dan tidak sebaliknya apa yang diketahui belum tentu dikehendaki;Menimbang, bahwa menurut teori membayangkan (Voorstellings theorie),manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat, ia hanya dapatmembayangkan, mengingini, mengharapkan atau membayangkan adanya suatuakibat. (DR.
selanjutnya dibakar dengan mancis, namun pembakarantersebut terlalu besar apinya sehingga merambat atau menjalar mengenailahan lainnya.e Bahwa benar tujuan terdakwa membakar adalah untuk membersihkanlahan tersebut untuk ditanami.1415e Bahwa benar terdakwa telah melakukan upaya pemadaman denganmenyiram dengan air, namun sisa dari pembakaran tersebut masihmengeluarkan asap;Menimbang, bahwa berdasarkan faktafakta persidangan tersebut diatasapabila dihubungkan dengan teori membayangkan (Voorstellings theorie
40 — 7
Teori kehendak (Wills Theorie) dari Von Hippel ;b. Teori pengetahuan (Voorstelling Theorie) dari Frank yangdidukung Von List ;Dalam praktek peradilan diantara kedua teori tersebut' ternyatateori pengetahuan (Voorstelling Theorie ) dipandang lebihmemuaskan, demikian menurut Prof.Moelyatno.
Mengenai pengertian dengan sengaja ini dalamhokum pidana terdapat dua teori yaitu1.Teori kehendak (Wills Theorie) dari Von Hippel ;2.Teori pengetahuan ( Voorstelling Theorie) dari Frank yangdidukung Von Liszt ;22Dalam praktek peradilan diantara kedua teori tersebut ternyatateori pengetahuan ((Voorstelling Theorie) dipandang lebihmemuaskan, demikian menurut Prof.Moelyatno.
23 — 8
Penggugat harus dijelaskansecara detail dan rinci (clear and certainly) mengenai kronologi atau sejarahterbentuknya harta bersama Penggugat dan Tergugat selama dalam masaperkawinan;Halaman 6 dari 10 Halaman Putusan Nomor 233/Pdt.G/2017/PA.KAG.Menimbang, bahwa mengaitkan kaedah hukum yang terkandung dalamnorma legis Pasal 35 UndangUndang Perkawinan tersebut dengan gugatanPenggugat, maka dalam merumuskan gugatan dikenal dua teori tentang caramenyusun gugatan kepada pengadilan, yaitu;1 Substantiering Theorie
, teori ini menyatekan bahwa gugatan selain harusmenyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harusmenyebut kejadiankejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum danmenjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut, dan juga menyebutkansecara jelas dan tegas apa yang menjadi pokok sengketa;2) individualiserings Theorie, teori ini menyatakan gugatan cukup disebutperistiwaperistiwa atau kejadiankejadian yang menunjukkan adanyahubungan hukum yang menjadi dasar gugatan;Menimbang, bahwa
mendasarkan pada Substantiering Theorie tersebut,dalam gugatan Penggugat sepatuinya dalam posita Penggugat menjelaekantentang hubungan hukum antara dirinya dengan hak dengan hak yang melekatatas objek yang disengketakan dalam gugatan ini, incasu Penggugat mampumenjabarkan kaitan hukum sebagai subjek hak dengan suatu objek hak dalamhal ini objek sengketa yang ia gugat di pengadilan, dan seharuenya Penggugatmampu menjelaskan secara lugas dan tegas tentang kronologis bagaimanadan sejak kapan Penggugat
389 — 48
Teori Kehendak (Wills Theorie) sebagaimana dikemukakan oleh VONHIPPEL;b. Teori Pengetahuan / membayangkan (Voorstellings Theorie) dari FRANKyang didukung oleh VON LISZT;1314Menimbang, bahwa dalam praktek peradilan diantara kedua teori tersebutmenurut Prof.
MOELYATNO ternyata teori Pengetahuan / membayangkan(Voorstelling Theorie) dipandang lebih memuaskan;Pertimbangan ini berdasarkan pertimbangan, apa yang dikehendaki tentu diketahui,dan tidak sebaliknya apa yang diketahui belum tentu dikehendaki;Menimbang, bahwa menurut teori membayangkan (Voorstellings theorie),manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat, ia hanya dapatmembayangkan, mengingini, mengharapkan atau membayangkan adanya suatuakibat. (DR.
selanjutnya dibakar dengan mancis, namun pembakarantersebut terlalu besar apinya sehingga merambat atau menjalar mengenailahan lainnya.e Bahwa benar tujuan terdakwa membakar adalah untuk membersihkanlahan tersebut untuk ditanami.1415e Bahwa benar terdakwa telah melakukan upaya pemadaman denganmenyiram dengan air, namun sisa dari pembakaran tersebut masihmengeluarkan asap;Menimbang, bahwa berdasarkan faktafakta persidangan tersebut diatasapabila dihubungkan dengan teori membayangkan (Voorstellings theorie
1.NURDHINA HAKIM, SH, MH.
2.LA ODE TAFRIMADA, SH.
Terdakwa:
ADI PUTRA PRATAMA
30 — 5
Pengertiansengaja disini sama dengan willens en wetens (dikehendaki dan diketahui)artinya seseorang yang mengkhendaki suatu perbuatan juga harus mengetahulakibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut;Menimbang bahwa dalam ilmu hukum pidana, terdapat 2 (dua) teoritentang pengertian sengaja, yaitu teori kehendak (Wills Theorie) dari Von Hippeldan teori pengetahuan atau membayangkan (Voorstelling Theorie) dari Frank.Teori kehendak (Wills Theorie) dari Von Hippel, yang menyatakan bahwasengaja berarti
Sedangkan teori pengetahuan (Voorstelling Theorie) dari Frank, menyatakanbahwa secara psikologis, tidak mungkin suatu akibat dapat dikehendaki.Manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat. la hanya dapatmembayangkan adanya suatu akibat;Menimbang, bahwa dengan mengacu kedua teori tersebut diatas, makapengertian "dengan maksud adalah merupakan sikap batin dari pelaku tindakpidana yang diwujudkan dalam perbuatanperbuatan yang akibatnya diinsyafiatau diketahui atau dimengerti oleh pelaku tindak
63 — 17
orang atau lebih sehingga mengakibatkan terjadinyakerusakan atau kehancuran barang atau melakukan tindakan kekerasan terhadap oranglain ;Menimbang bahwa menurut Memorie Van Toelichting (MvT) bahwa yangdimaksud dengan sengaja atau Opzet itu adalah Willen en Weten dalam artibahwa pembuat harus menghendaki (Willen) melakukan perbuatan tersebut dan jugaharus mengerti (Weten) akan akibat dari perbuatannya tersebut;Menimbang bahwa menurut doktrina pengertian Opzet ini telah dikembangkandalam beberapa theorie
Teori kehendak (Wills theorie) dari Van hippel mengatakan bahwa opzet itusebagai de will atau kehendak, dengan alasan karena tingkah laku(handelling) itu merupakan suatu pernyataan kehendak yang mana kehendakitu dapat ditujukan kepada suatu perbuatan tertentu (formale opzet) yangkesemuanya dilarang dan diancam pidana oleh UndangUndang;2.
Teori bayangan / pengetahuan (Voorstellings theorie) dari frank atauwaarschijulykheids theorie dari van bemmelen yang mengatakan bahwaperbuatan itu memang dikehendaki oleh pembuat, tetapi akibat dariperbuatan tersebut paling jauh hanyalah dapat diharapkan akan terjadi olehpembuat, setidaknya masalah tersebut akan dapat dibayangkan akanterjadi oleh pembuat;Menimbang, bahwa berdasarkan faktafakta hukum yang telah terungkap dipersidangan Bahwa benar pada hari Minggu tanggal 01 September 2013 sekitar
47 — 2
Penggugat dalam dalil gugatannya, hanyalah bersandarpada pendapat pribadi para Penggugat bukan bersandar padahukum, oleh arenanya gugatan para Penggugat haruslahdinyatakan ditolak atau setidaktidaknya dinyatakan tidakdapat diterima ;14Berdasarkan uraian di atas, maka kami mohon kepada yang terhormatMajelis Hakim pemeriksa perkara ini untuk memberikan putusan sebagaiberikut :Dalam Eksepsi :Menerima dan mengabulkan eksepsi Tergugat ;1 Menyatakan gugatan para Penggugat tidak memenuhi syaratsubstantierings theorie
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusanini ;20TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMDALAM EKSEPSI :Menimbang, bahwa dalam jawabannya pihak Tergugat telahmengajukan eksepsi seperti tersebut di atas ;Menimbang, bahwa setelah Majelis memperhatikan dengan seksamaeksepsi yang diajukan oleh pihak Tergugat, yang pada pokoknya adalahsebagai berikut :211 Bahwa gugatan para Penggugat tidak memenuhi syarat atauformulasi suatu gugatan, hal ini disebabkan karena gugatan paraPenggugat tidak memenuhi substantierings theorie
terhadapgugatan ini adalah merupakan kewenangan yang terhormamajelis hakim pemeriksa perkara ini untuk menolak atau setidaktidaknya menyatakan tidak dapat diterima ;4 Bahwa Penggugat I dan Penggugat II adalah orang yang tidakberhak menggugat karena baik Penggugat I maupun PenggugatII adalah subyek hukum yang sama sekali tidak mempunyaihubungan dengan obyek sengketa tersebut ;Menimbang, bahwa eksepsi Tergugat mengenai gugatan paraPenggugat tidak memenuhi syarat atau formulasi suatu gugatan(substantiering theorie
peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan jugaharus menyebutkan kejadiankejadian yang mendahului peristiwahukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut.a Individualisering Theorie.Yaitu menyatakan bahwa dalam membuat surat gugatan cukupditulis yang pokokpokoknya saja, tanpa harus menyebutkankejadiankejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebabtimbulnya kejadiankejadian tersebut.Menimbang, bahwa di Indonesia kedua teori boleh digunakan didalam menyusun surat gugatan baik substantiering theorie
maupunindividualisering theorie ;Menimbang, bahwa apabila dihubungkan kedua teori ini denganformulasi surat gugatan para Penggugat, ternyata formulasi surat gugatanpara Penggugat telah memenuhi syaratsyarat menurut individualiseringtheory, sehingga dengan demikian eksepsi point 1 para Tergugat ini harustidak dapat diterima ;Menimbang, bahwa mengenai eksepsi para Tergugat point 2 yaitu dalilgugatan para Penggugat tidak jelas (obscuur libel) karena adanya positayang terpotong dan tergolong pada gugatan
93 — 29
Teori Kehendak (Wills Theorie) dari Von Hippel;b. Teori Pengetahuan (Voorstellings Theorie) dari Frank yang didukung Von Liszt.Dalam praktek peradilan diantara kedua teori tersebut ternyata teori pengetahuan(Voorstellings Theorie) dipandang lebih memuaskan, demikian menurut Prof.
Fattah Ambiya Fajrianto SH
Terdakwa:
SUHENDRA PRATAMA bin SUHAIMI
71 — 26
Teori Kehendak (Wills Theorie) dari Von Hippel.b. Teori Pengetahuan (Voorstelling Theorie) dari Frank yang didukung VonLiszt.Dalam praktek peradilan diantara kedua teori tersebut ternyata TeoriPengetahuan (Voorstelling Theorie) dipandang lebin memuaskan, demikianmenurut Prof. Moelyatno.