Ditemukan 1067 data
21 — 18
dengan memperhatikan Pasal 70 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989, permohonan Pemohon Konvensi patutdikabulkan;Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 70 ayat (3) UndangUndangNomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah terakhir dengan UndangUndangNomor 50 Tahun 2009, sidang penyaksian ikrar talak akan ditentukan kemudiansetelah putusan ini berkekuatan hukum tetap;Menimbang, bahwa dalam hal perceraian, sesuai dengan ketentuan Q.S.AlBagarah (2): 229, Islam mengajarkan prinsip perceraian dengan cara yangbaik (tasrihun
biihsan), yang dalam tafsir athThabari, frase tasrihun biihsandimaknai sebagai perceraian dengan memenuhi hakhak istri yang ditalak, tidakmendzalimi, tidak menyakiti, dan tidak menghina istri;Hal. 9 dari 12 Put.
(tigajuta rupiah) selama tiga bulan;Menimbang, bahwa untuk mewujudkan prinsip tasrihun biihsan, makaberdasarkan Pasal 41 huruf c UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974, MajelisHakim secara ex officio atau karena jabatan membebankan kewajiban kepadaPemohon untuk memberikan nafkah iddah sebesar Rp3.000.000,00 (tiga jutarupiah) selama tiga bulan kepada Termohon dan muthah berupa uangsejumlah Rp. 4.000.000, ( empat juta rupiah);Menimbang, bahwa perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan,maka berdasarkan pasal
10 — 4
Sebab, segenap pembebanan tersebuttimbul dalam dan akibat adanya tuntutan cerai yang diajukan Pemohon.Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Bagarah(QS. 2) ayat 229, sebagai berikut:Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu bolehrujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan carayang baik.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyaHal. 13 dari 16 Put.
Dalamkonteks demikian, maka hukum tidak lagi memberi perlindungan secaraproporsional terhadap hakhak Termohon, sekaligus berakibat putusanpengadilan menjadi i//ussoir, dan filosofi tasrihun bi thsan dalam perceraiantidak dapat diwujudkan.Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakimmenghukum Pemohon untuk memenuhi mutah berupa pemberian uangsejumlah Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) kepada Termohonsebelum pengucapan ikrar talak, sekaligus menjadikan pemenuhan kewajibanpembayaran
Selain landasan hukumnormatif tersebut, cara atau metode seperti itu dinilai Majelis Hakim sebagaicara atau metode yang lebin menjamin perlindungan hakhak istri, mencegahkemungkinan putusan pengadilan bersifat i/lussoir, dan lebin mencerminkanpemenuhan nilai filosofi tasrihun bi ihsan dalam perkara perceraian,khususnya dalam perkara ini.Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk dalam bidangperkawinan, maka biaya perkara harus dibebankan kepada Pemohon, sesuaiketentuan Pasal 89 Ayat (1) UndangUndang
18 — 14
AlBaqarah (2): 229, Islam mengajarkan prinsip perceraiandengan cara yang baik (tasrihun biihsan), yang dalam tafsir athThabari,frase tasrihun biihsan dimaknai sebagai perceraian dengan memenuhihakhak istri yang ditalak, tidak mendzalimi, tidak menyakiti, dan tidakmenghina istri;Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 149 huruf a dan b jo.
Pasal158 huruf b KHI, hakhak pasca perceraian bagi istri yang ditalak olehsuami mencakup mutah dan nafkah iddah;Menimbang, bahwa di persidangan Pemohon menyatakan sanggupmemberikan nafkah iddah sejumlah Rp. 500.000, (lima ratus ribu rupiah)per bulan sehingga menjadi sejumlah Rp. 1.500.000, (Satu juta lima ratusribu rupiah) dan mut'ah sebanyak Rp. 1.000.000, (Satu juta rupiah)kepada Termohon;Menimbang, bahwa untuk mewujudkan prinsip tasrihun biihsan,maka berdasarkan Pasal 41 huruf c UndangUndang Nomor
11 — 4
Dalam Pokok Perkara :
- Mengabulkan permohonan pemohon;
- Memberi izin kepada pemohon, Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj'i terhadap termohon, Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Samarinda;
- Pasal 1 : Bahwa pemohon dan termohon sepakat untuk mengakhiri ikatan perkawinannya dengan perceraian secara baik-baik (tasrihun bi ihsan);
- Pasal 2 : Bahwa tiga orang anak pemohon dan termohon yang bernama Anak Pertama
mengakui danmembenarkan permohonan pemohon, maka majelis hakim telahmencukupkan pemeriksaan perkara ini sSampai jawab menjawab dantidak perlu lagi diteruskan ke tahap replik dan duplik;Menimbang, bahwa sebagai akibat dari perceraian, dalammediasi antara pemohon dan termohon telah terjadi perdamaiansebagaimana tertuang dalam kesepakatan perdamaian tertanggal 17April 2011 sebagai berikutPasal 1 : Bahwa pemohon dan termohon sepakat untuk mengakhiriikatan perkawinannya dengan perceraian secara baikbaik (tasrihun
Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam;Dalam Kesepakatan PerdamaianMenimbang, bahwa sebagai akibat dari perceraian, dalammediasi antara pemohon dan termohon telah terjadi perdamaiansebagaimana tertuang dalam kesepakatan perdamaian tertanggal 17April 2011 sebagai berikutPasal 1 : Bahwa pemohon dan termohon sepakat untuk mengakhiriikatan perkawinannya dengan perceraian secara baikbaik(tasrihun bi ihsan);Pasal 2 : Bahwa tiga orang anak pemohon dan termohon yangbernama Anak Pertama, lahir di Samarinda
perkaraini dibebankan kepada pemohon;Mengingat, segala ketentuan perundangundangan danperaturan serta hukum syara' yang berkaitan dengan perkara ini;MENGADTILIDalam Pokok Perkara : Mengabulkan permohonan pemohon;e Memberi izin kepada pemohon, Pemohon untuk menjatuhkantalak satu raj'i terhadap termohon, Termohon di depansidang Pengadilan Agama Samarinda;Dalam Kesepakatan Perdamaiane Pasal 1 : Bahwa pemohon dan termohon' = sepakat untukmengakhiri ikatan perkawinannya dengan perceraian secarabaikbaik (tasrihun
12 — 6
No. 0070/Pdt.G/2019/PA.KdrMenimbang, bahwa dalam hal perceraian, sesuai dengan ketentuan Q.S.AlBagarah (2): 229, Islam mengajarkan prinsip perceraian dengan cara yangbaik (tasrihun biihsan), yang dalam tafsir athThabari, frase tasrihun biihsandimaknai sebagai perceraian dengan memenuhi hakhak istri yang ditalak, tidakmendzalimi, tidak menyakiti, dan tidak menghina istri;Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 149 huruf a dan b jo.
149huruf b KHI;Menimbang, bahwa dalam menentukan besarnya nafkah iddah, majelishakim berpendapat bahwa nafkah iddah harus memenuhi kebutuhan hidupminimal Termohon, sesuai dengan kepatutan dan kemampuan Pemohon;Menimbang, bahwa berdasarkan pekerjaan Pemohon sebagai karyawanswasta, Majelis hakim menilai besar nafkah iddah yang patut dan memenuhikebutuhan hidup minimal bagi Termohon adalah sebesar Rp. 1.500.000, (Satujuta lima ratus ribu rupiah) selama tiga bulan;Menimbang, bahwa untuk mewujudkan prinsip tasrihun
14 — 6
membayarmutah sejumlah Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah), nafkah iddah sejumlahRp 6.000.000.00 (enam juta rupiah) dan nafkah untuk dua orang anak sejumlahRp 1.300.000,00 (satu juta tiga ratus ribu rupiah) menurut Majelis Hakim,merupakan bagian tak terpisah dari terjadinya perceraian antara Pemohondengan Termohon karena segenap pembebanan tersebut timbul dalam danakibat adanya tuntutan cerai yang diajukan Pemohon.Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendaki berlangsungdengan cara yang baik (tasrihun
Setelah itu boleh rujuklagidengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun bi ihsandalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinya kesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhak yang seharusnyadapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak Termohon untuk memperolehpembayaran mutah dan nafkah iddah dari Pemohon serta hak anakanakPemohon dan Termohon.Menimbang, bahwa pemenuhan hakhak Termohon
Dalam konteks demikian, maka hukum tidak lagimemberi perlindungan secara proporsional terhadap hakhak Termohon,sekaligus berakibat putusan pengadilan menjadi i//ussoir, dan filosofi tasrihun biihsan dalam perceraian tidak dapat diwujudkan.Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakimmenghukum Pemohon untuk memenuhi pembayaran hakhak Termohon atasmutah dan nafkah iddah yang totalnya berjumlah Rp 10.000.000,00 (sepuluhjuta rupiah) dan hak nafkah untuk 2 orang anak minimal sejumlah Rp1.300.000,00
13 — 11
, Pasal 152dan Pasal 158 Kompilasi Hukum Islam;menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Pemohon dipersidangan bahwa Pemohon sanggup memberikan kepada Termohonmut'ah berupa cincin emas 23 karat seberat 3 (tiga) gram dan nafkahiddah sejumlah Rp. 1.000.000, (satu juta rupiah) perbulan selama 3 bulanhingga menjadi sejumlah Rp.3.000.000, (tiga juta rupiah);Menimbang, bahwa dalam hal perceraian, sesuai denganketentuan Surat alBagarah ayat 229, Islam mengajarkan prinsipperceraian dengan cara yang baik (tasrihun
biihsan), yang dalam tafsirathThabari, frase tasrihun biihsan dimaknai sebagai perceraian denganmemenuhi hakhak isteri yang ditalak, tidak mendzalimi, tidak menyakiti,dan tidak menghina isteri;Menimbang, bahwa untuk mewujudkan prinsip tasrihun biihsan,maka berdasarkan Pasal 41 huruf c UndangUndang Nomor 1 Tahun1974, Majelis Hakim secara ex officio atau karena jabatan membebankankewajiban kepada Pemohon untuk memberikan mutah berupa cincinemas 23 karat seberat 3 (tiga) gram dan nafkah iddah sejumlah
11 — 10
Sebab segenap pembebanan tersebut timbul dalam dan akibatadanya tuntutan cerai yang diajukan Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi.Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Baqarah(QS. 2) ayat 229, sebagai berikut:Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
No.0202/Pdt.G/2018/PA.WspMenimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun bifhsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhak yangseharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvensi untuk memperoleh pembayaran nafkahlampau, nafkah iddah, dan mutah.Menimbang, bahwa pemenuhan hakhak TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvens tersebut secara teknis sangat bergantungpada
Dalam konteks demikian, maka hukum tidak lagi memberiperlindungan secara proporsional terhadap hakhak TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvensi, sekaligus berakibat putusan pengadilanmenjadi i/lussoir, dan filosofi tasrihun bi ihsan dalam perceraian tidak dapatdiwujudkan.Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, majelis hakimmemerintahkan Pemohon untuk memenuhi pembayaran hakhak Termohonatas nafkah lampau, nafkah iddah, mut'ah, sejumlah Rp 3.500.000,yaitusebelum pengucapan ikrar talak dilaksanakan
No.0202/Pdt.G/2018/PA.Wsphukum normatif tersebut, cara atau metode seperti itu dinilai majelis hakimsebagai cara atau metode yang lebin menjamin perlindungan hakhak istri,mencegah kemungkinan putusan pengadilan bersifat i/lussoir, dan lebihmencerminkan pemenuhan nilai filosofi tasrihun bi ihsan dalam perkaraperceraian, khususnya dalam perkara ini.Menimbang, bahwa karena perkara ini menyangkut perkawinan makaberdasarkan pasal 89 ayat 1 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 yangdiubah dengan UndangUndang
32 — 18
WspMenimbang, bahwa pembebanan Tergugat untuk membayar nafkahlampau, nafkah iddah dan mutah kepada Penggugat adalah akibat adanyatuntutan cerai talak yang diajukan Tergugat;Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Bagqarah(QS. 2) ayat 229, sebagai berikut:Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu boleh rujuk lagidengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yangbaik.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhakyang seharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak Penggugatuntuk memperoleh pembayaran nafkah lampau dari Tergugat;Menimbang, bahwa pemenuhan hakhak Penggugat tersebut secarateknis sangat bergantung pada
Dalam konteks demikian, maka hukum tidak lagi memberiperlindungan secara proporsional terhadap hakhak Penggugat, sekaligusberakibat putusan pengadilan menjadi ///lussoir dan filosofi tasrihun bi ihsandalam perceraian tidak dapat diwujudkan.Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, majelis hakimmenghukum Tergugat untuk memenuhi pembayaran hakhak Penggugatatas nafkah lampau, nafkah iddah dan mutah yaitu sebelum pengucapanikrar talak, sekaligus menjadikan pemenuhan kewajiban pembayarantersebut sebagai
41 — 19
Sebab, segenap pembebanan tersebut timbul dalam danakibat adanya tuntutan cerai yang diajukan Pemohon;Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Bagarah(QS. 2) ayat 229, sebagai berikut:gluaal Cap 9 29 Row lbwole oli pO. gillArtinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu boleh rujuklagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan carayang balk.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhakyang seharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak Istri untukmemperoleh pembayaran nafkah iddah dan mutah dari Pemohon;Menimbang, bahwa pemenuhan hakhak Istri dari Pemohon tersebutsecara teknis sangat bergantung
Dalam konteks demikian, maka hukum tidak lagi memberiperlindungan secara proporsional terhadap hakhak Istri, sekaligus berakibatputusan pengadilan menjadi i/lussoir, danfilosofi tasrihun bi ihsan dalamperceraian tidak dapat diwujudkan;Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakimsepakat secara ex officio untuk menghukum Pemohon untuk memenuhipembayaran hakhak Istri atas iddah dan mutah sebelum pengucapan ikrartalak, sekaligus menjadikan pemenuhan kewajiban pembayaran tersebutsebagai
tidakberkekuatan hukum lagi, kecuali jika Termohon menyatakan kerelaannyadijatuhi talak sebelum pemenuhan hakhak nafkah Istri tersebut terlaksana;Menimbang, bahwa pembebanan kepada Pemohon untukmenjalankan amar pembebanan nafkah iddah dan mutah Istri dalam perkaraa quo sebelum melaksanakanan pengucapan ikrar talak dinilai Majelis Hakimsebagai cara yang lebih menjamin perlindungan hakhak Istri, mencegahkemungkinan putusan pengadilan bersifat i//ussoir, dan lebih mencerminkanpemenuhan nilai filosofi tasrihun
33 — 1
perlindungan cukup atas kepentingan hukumistridan anakMenimbang, bahwa pembebanan kepada Pemohon untuk nafkahiddah sejumlah Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), merupakan bagian takterpisah dari terjadinya perceraian antara Pemohon dengan Termohon.Sebab, segenap pembebanan tersebut timbul dalam dan akibat adanyatuntutan ceral yang diajukan Pemohon;Halaman 17 dari 21 halaman,Putusan Nomor 0326/Pdt.G/2018/PA.Mn.Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun
Setelah itu boleh rujuklagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan carayang balk.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhakyang seharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak Istri untukmemperoleh pembayaran nafkah iddah dan mutah dari Pemohon;Menimbang, bahwa pemenuhan hakhak Istri dari Pemohon tersebutsecara teknis sangat bergantung
Dalam konteks demikian, maka hukum tidak lagi memberiperlindungan secara proporsional terhadap hakhak Istri, sekaligus berakibatputusan pengadilan menjadi //lussoir, danfilosofi tasrihun bi ihsan dalamperceraian tidak dapat diwujudkan;Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakimsepakat secara ex officio untuk menghukum Pemohon untuk memenuhipembayaran hakhak Istri atas iddah dan mutah sebelum pengucapan ikrartalak, sekaligus menjadikan pemenuhan kewajiban pembayaran tersebutsebagai
hukum lagi, kecuali jika Termohon menyatakan kerelaannyadijatuhi talak sebelum pemenuhan hakhak nafkah lampau (madhyah) Istritersebut terlaksana;Menimbang, bahwa pembebanan kepada Pemohon untukmenjalankan amar pembebanan nafkah iddah dan mutah Istri dalam perkaraa quo sebelum melaksanakanan pengucapan ikrar talak dinilai Majelis Hakimsebagai cara yang lebih menjamin perlindungan hakhak Istri, mencegahkemungkinan putusan pengadilan bersifat i/ussoir, dan lebih mencerminkanpemenuhan nilai filosofi tasrihun
13 — 13
Dengan demikian gugatanPenggugat mengenai nafkah aquo hanya dapat dikabulkan untuk sebagiandan ditolak untuk selebihnya;DALAM KONVENSI DAN REKONVENSIMenimbang, bahwa pembebanan kepada Pemohon / TergugatRekonvensi untuk membayar nafkah lampau, nafkah iddah dan mutahkepada Termohon / Penggugat Rekonvensi adalah akibat adanya tuntutancerai talak yang diajukan Pemohon / Tergugat Rekonvensi.Menimbang, bahwa secara ffilosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan),
Setelah itu boleh rujuk lagidengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yangbaik.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhakyang seharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak Termohon/ Penggugat Rekonvensi untuk memperoleh pembayaran nafkah lampau dariPemohon / Tergugat Rekonvensi;Menimbang, bahwa pemenuhan hakhak Termohon /
Pemohon / Tergugat Rekonvensi untuk menjalankan sejumlah amarputusan tertentu sebelum melaksanakan amar putusan yang lain, telahbersesuaian dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 84/K/AG/2009tanggal 17 April 2009 dan SEMA nomor 1 Tahun 2017, selain landasanhukum normatif tersebut, cara atau metode seperti itu dinilai majelis hakimsebagai cara atau metode yang lebih menjamin perlindungan hakhak istri,mencegah kemungkinan putusan pengadilan bersifat i/lussoir dan lebihmencerminkan pemenuhan nilai filosofi tasrihun
19 — 11
dalam dan akibat adanya tuntutancerai yang diajukan pemohon konvensi/tergugat rekonvensi;Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendaki berlangsungdengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan cara sewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Bagarah (QS. 2) ayat229, sebagai berikut :Hal. 20 dari 25 Hal. Put. No. 33/Pdt.G/2015/PA TKI.Artinya : Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu boleh rujuk lagi dengancara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun bi ithsandalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinya kesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhak yang seharusnyadapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak termohon konvensi/penggugatrekonvensi untuk memperoleh penggantian mahar, pembayaran nafkah iddah,mutah dan nafkah anak dari pemohon konvensi/tergugat
Dalam konteksdemikian, maka hukum tidak lagi memberi perlindungan secara proporsionalterhadap hakhak termohon konvensi/penggugat rekonvensi, sekaligus berakibatputusan pengadilan menjadi i//ussoir, dan filosofi tasrihun bi ihsan dalamperceraian tidak dapat diwujudkan;Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, majelis hakimmenghukum pemohon konvensi/tergugat rekonvensi untuk memenuhipembayaran hakhak termohon konvensi/penggugat rekonvensi ataspenggantian mahar, pembayaran nafkah iddah, mutah dan
Selain landasan hukum normatiftersebut, cara atau metode seperti itu dinilai majelis hakim sebagai cara ataumetode yang lebih menjamin perlindungan hakhak istri, mencegahkemungkinan putusan pengadilan bersifat ///ussoir, dan lebin mencerminkanpemenuhan nilai filosofi tasrihun bi ihsan dalam perkara perceraian, knususnyadalam perkara ini;Menimbang, bahwa karena perkara ini adalah perkara dalam bidangperkawinan maka menurut ketetuan dalam Pasal 89 ayat 1 UndangUndangNomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
33 — 14
Sebab segenap pembebanan tersebut timbul dalam dan akibatadanya tuntutan cerai yang diajukan Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi.Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Baqarah(QS. 2) ayat 229, sebagai berikut: ;a bases ol vet ade by WSs SlipArtinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu bolehrujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang balk.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhak yangseharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvensi untuk memperoleh pembayaran nafkahlampau, nafkah iddah, mutah dan nafkah hadhana.Menimbang, bahwa pemenuhan hakhak
Dalam konteks demikian, maka hukum tidak lagi memberiperlindungan secara proporsional terhadap hakhak TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvensi, sekaligus berakibat putusan pengadilanmenjadi i/lussoir, dan filosofi tasrihun bi ihsan dalam perceraian tidak dapatdiwujudkan.Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakimmenghukum Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk memenuhipembayaran hakhak Termohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi atas nafkahnafkah lampau, serta hadhana yaitu sebelum pengucapan
sudut pandang hukum formal, pembebanankepada Pemohon untuk menjalankan sejumlah amar putusan tertentu sebelummelaksanakan amar putusan yang lain, telah bersesuaian dengan PutusanMahkamah Agung Nomor 84/K/AG/2009 tanggal 17 April 2009, Selain landasanhukum normatif tersebut, cara atau metode seperti itu dinilai majelis hakimsebagai cara atau metode yang lebin menjamin perlindungan hakhak istri,mencegah kemungkinan putusan pengadilan bersifat j/lussoir, dan lebihmencerminkan pemenuhan nilai filosofi tasrihun
15 — 11
Sebab, segenappembebanan tersebut timbul dalam dan akibat adanya tuntutan cerai yangdiajukan pemohon konvensi/tergugat rekonvensi.Menimbang, bahwa secara ffilosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Baqarah (QS.2) ayat 229, sebagai berikut: = . =. = = = re * oat J =5 Fs A tS +2 9s Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu bolehrujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhak yangseharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak termohon konvensi/penggugat rekonvensi untuk memperoleh pembayaran nafkah iddah, mutah,nafkah anak, dan utang pemohon konvensi/tergugat rekonvensi.Menimbang
Dalam konteksdemikian, maka hukum tidak lagi memberi perlindungan secara proporsionalterhadap hakhak termohon konvensi/penggugat rekonvensi, sekaligus berakibatputusan pengadilan menjadi i/lussoir, dan filosofi tasrihun bi ihsan dalamperceraian tidak dapat diwujudkan.Pts Nomor 112/Pdt.G/2014/PA TkI hal 23 dari 27Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, majelis hakimmenghukum pemohon konvensi/tergugat rekonvensi untuk memenuhipembayaran hakhak termohon konvensi/penggugat rekonvensi atas nafkahiddah
pembebanankepada pemohon konvensi/tergugat rekonvensi untuk menjalankan sejumlahamar putusan tertentu sebelum melaksanakan amar putusan yang lain, telahbersesuaian dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 84/K/AG/2009 tanggal17 April 2009, Selain landasan hukum normatif tersebut, cara atau metodeseperti itu dinilai majelis hakim sebagai cara atau metode yang lebih menjaminperlindungan hakhak istri, mencegah kemungkinan putusan pengadilan bersifatillussoir, dan lebih mencerminkan pemenuhan nilai filosofi tasrihun
15 — 5
Sebab, segenap pembebanan tersebuttimbul dalam dan akibat adanya tuntutan cerai yang diajukan PemohonKonvensi/Tergugat Rekonvensi.Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi thsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Bagarah(QS. 2) ayat 229, sebagai berikut:Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu bolehrujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yangbak.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhak yangseharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvensi untuk memperoleh pembayaran nafkahiddah dan mutah dari Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi.Menimbang, bahwa pemenuhan
No. 411/Pdt.G/2016/PA Mrs.Konvensi/Penggugat Rekonvensi, sekaligus berakibat putusan pengadilanmenjadi i/lussoir, dan filosofi tasrihun bi ihsan dalam perceraian tidak dapatdiwujudkan.Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakimmenghukum Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk memenuhipembayaran hakhak Termohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi atas nafkahiddah dan mutah yang totalnya berjumlah Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah)yaitu sebelum pengucapan ikrar talak, sekaligus menjadikan
Selainlandasan hukum normatif tersebut, cara atau metode seperti itu dinilai MajelisHakim sebagai cara atau metode yang lebih menjamin perlindungan hakhakistri, mencegah kemungkinan putusan pengadilan bersifat i//lussoir, dan lebihmencerminkan pemenuhan nilai filosofi tasrihun bi ihsan dalam perkaraperceraian, khususnya dalam perkara ini.Hal. 22 dari 25 Put.
19 — 13
No. 442/Pat.G/2015/PA Mrs.adanya tuntutan cerai yang diajukan Pemohon Konvensi/TergugatRekonvensi.Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Bagarah(QS. 2) ayat 229, sebagai berikut:Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu boleh rujuk lagidengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yangbaik.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun biihsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhakyang seharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvensi untuk memperoleh pembayaran nafkahiddah, mutah, dan nafkah anak dari Pemohon Konvensi/TergugatRekonvensi.Menimbang
Dalam konteks demikian, maka hukumtidak lagi memberi perlindungan secara proporsional terhadap hakhakTermohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi, sekaligus berakibat putusanpengadilan menjadi ///ussoir, dan filosofi tasrihun bi ihsan dalam perceraiantidak dapat diwujudkan.Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakimmenghukum Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk memenuhiHal 21 dari 24 hal. Put.
Putusan mana sekaligus membatalkan putusan pengadilan tingkatbanding yang berbeda dengan putusan tingkat pertama dalam perkara aquo.Selain landasan hukum normatif tersebut, cara atau metode seperti itu dinilaiMajelis Hakim sebagai cara atau metode yang lebih menjamin perlindunganhakhak istri, mencegah kemungkinan putusan pengadilan bersifat ///ussoir,dan lebih mencerminkan pemenuhan nilai filosofi tasrihun bi ihsan dalamperkara perceraian, khususnya dalam perkara ini.Menimbang, bahwa karena perkara
59 — 18
AlBagarah (2): 229, Islam mengajarkan prinsip perceraian dengan carayang baik (tasrihun biihsan), yang dalam tafsir athThabari, frase tasrihun biihsan dimaknai sebagai perceraian dengan memenuhi hakhak istri yangditalak, tidak mendzalimi, tidak menyakiti, dan tidak menghina istri;Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 149 huruf a dan b jo.
Nafkah iddah selama 3 bulan sebesar Rp 9.000.000,00 (sembilan jutarupiah), dan;b. mutah berupa uang sebesar Rp 11.000.000,00 (sebelas juta rupiah);Menimbang, bahwa Majelis Hakim menyatakan layak atas kesanggupandari Pemohon, dan untuk mewujudkan prinsip tasrihun biihsan, makaberdasarkan Pasal 41 huruf c UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974, MajelisHakim secara ex officio atau karena jabatan membebankan kewajiban kepadaPemohon untuk membayar mutah berupa:a.
26 — 13
Tergugat tidak dapat dibebani untuk memberikan uang untukdijadikan sebagai maskan dan kiswah kepada Penggugat dan Gugatantersebut harus ditolak;Menimbang, berdasarkan pertimbanganpertimbangan tersebut di atasmaka gugatan rekonpensi Penggugat Rekonvensi dapat dikabulkan, namuntidak sebanyak jumlah yang Tergugat tuntut;Menimbang, bahwa bila seorang suami ingin menceraikan isterinyahendaklah ceraikanlah dengan baik sesuai dengan ketentuan firman Allahswt dalam surat AlBagarah ayat 229 yang berbunyi tasrihun
16 — 6
Sebab segenap pembebanan tersebut timbul dalam dan akibatadanya tuntutan cerai yang diajukan Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi.Menimbang, bahwa secara filosofis perceraian dikehendakiberlangsung dengan cara yang baik (tasrihun bi ihsan), bukan dengan carasewenangwenang. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surah al Bagarah(QS. 2) ayat 229, sebagai berikut:Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu bolehrujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.Menimbang, bahwa salah satu implementasi dari filosofi tasrihun bifhsan dalam perkara perceraian adalah dengan menghindari terjadinyakesewenangwenangan pada salah satu pihak akibat kehilangan hakhak yangseharusnya dapat diperoleh dengan baik, sebagaimana hak TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvensi untuk memperoleh pembayaran nafkahlampau, nafkah iddah, dan mutah.Hal. 24 dari 28 hal Put.
Dalam konteks demikian, maka hukum tidak lagi memberiperlindungan secara proporsional terhadap hakhak = TermohonKonvensi/Penggugat Rekonvensi, sekaligus berakibat putusan pengadilanmenjadi illussoir, dan filosofi tasrihun bi ihsan dalam perceraian tidak dapatdiwujudkan.Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut, majelis hakimmemerintahkan Pemohon untuk memenuhi pembayaran hakhak Termohonatas nafkah lampau, nafkah iddah, mut'ah, sejumlah Rp 10.000.000,yaitusebelum pengucapan ikrar talak dilaksanakan
sudut pandang hukum formal, pembebanankepada Pemohon untuk menjalankan sejumlah amar putusan tertentu sebelummelaksanakan amar putusan yang lain, telah bersesuaian dengan PutusanMahkamah Agung Nomor 84/K/AG/2009 tanggal 17 April 2009, Selain landasanhukum normatif tersebut, cara atau metode seperti itu dinilai majelis hakimsebagai cara atau metode yang lebih menjamin perlindungan hakhak istri,mencegah kemungkinan putusan pengadilan bersifat i/lussoir, dan lebihmencerminkan pemenuhan nilai filosofi tasrihun