Ditemukan 972 data
152 — 136 — Berkekuatan Hukum Tetap
Pasal 1 ayat (2) dariUndangUndang No. 31 Tahun 1999, adapun yang menjadi pembeda adalahterletak pada adanya predikat unsur jabatan atau kedudukan di dalam Pasal 3yang tidak terdapat di dalam Pasal 2.Menimbang, bahwa dengan demikian unsur setiap orang yang terkandungdalam Pasal 3 tersebut memiliki kekhususan tersendiri yang tidak terdapatdalam Pasal 2 ayat (1), oleh karena itu sesuai dengan asas spesialitas apabiladalam waktu, tempat dan obyek yang sama saling dihadapkan antaraketentuan yang bersifat
Yanuar Utomo, SH., M.Hum
Terdakwa:
BETY
832 — 1711
tindak pidana korupsi atau orang perseorangan (Sswasta),Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara no. 892K/Pid/1983 tanggal 18 Desember 1984 sepanjang kata prasa kedudukandalam tindak pidana korupsi yang memangku atau tidak memangku jabatantertentu baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional, tetapi juga pelakutindak pidana korupsi yang bukan pegawai negeri atau perseorangan (swasta)yang mempunyai fungsi dalam suatu korporasi ;Menimbang, bahwa dengan demikian, sesuai dengan asas spesialitas
ELIANTO,SH
Terdakwa:
MAHYUDIN,S.Pd
117 — 25
PN.Pdgpelaku tindak pidana tidak mengetahui bahwa perbuatan yang ia dilakukanbertentangan dengan hukum, maka ia tetap dapat dipidana;Menimbang, bahwa untuk menilai apakah seseorang melakukanperbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang perlu diperhatikanparameter yang digunakan dimana dalam unsur melawan hukum parameteryang digunakan adalah peraturan perundangundangan (asaslegalitas/melawan hukum formil), sedangkan parameter yang digunakan dalampenyalahgunaan wewenang adalah asas legalitas, asas spesialitas
115 — 42
berbeda dengan Pasal 2 ayat (1) yang bersifat umumdan dengan unsur delik secara melawan hukum yang bersifat general;Menimbang, bahwa dengan demikian unsur setiap orang yang termaktubdalam Pasal 3 memiliki sifat kekhususan yang tidak terdapat didalam Pasal 2 ayat (1)UndangUndang Nomor : 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor : 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;Menimbang, bahwa sesuai dengan azas spesialitas
205 — 49
dandia memiliki Kewenangan atau hak untuk melaksanakan perbuatanperbuatantertentu dalam melaksanakan jabatannya; 20 nen no nnerMenimbang, bahwa berdasarkan dari pengertian unsur setiap orangdalam Pasal 2 dan Pasal 3 tersebut, maka Majelis Hakim berpendapat bahwapengertian unsur setiap orang dalam Pasal 3 memiliki sifat kekhususantersendiri, yang tidak terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Undangundang No. 31TiIFIGIF "1 SIS sets eae initia nine te narMenimbang, bahwa dengan demikian, sesuai dengan asas spesialitas
146 — 77
terdapat didalam pasal 2;Menimbang, bahwa pengertian unsur setiap orang dalam Pasal 3adalah bahwa pelaku tindak pidana korupsi hanya orang perseoranganyang memangku suatu jabatan atau kedudukan, dengan demikian unsursetiap orang yang terdapat dalam Pasal 3 UndangUndang No. 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki sifatkekhususan tersendiri (Spesifikasi) yang tidak terdapat dalam Pasal 2 ayat (1)UndangUndang No. 31 Tahun 1999 dimaksud;Menimbang, bahwa sesuai dengan azaz Spesialitas
108 — 11
terdapat didalam pasal 2;Menimbang, bahwa pengertian unsur setiap orang dalam Pasal 3adalah bahwa pelaku tindak pidana korupsi hanya orang perseoranganyang memangku suatu jabatan atau kedudukan, dengan demikian unsursetiap orang yang terdapat dalam Pasal 3 UndangUndang No. 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki sifatkekhususan tersendiri (Spesifikasi) yang tidak terdapat dalam Pasal 2 ayat (1)UndangUndang No. 31 Tahun 1999 dimaksud;Menimbang, bahwa sesuai dengan azaz Spesialitas
149 — 26
terdapat didalam pasal 2;Menimbang, bahwa pengertian unsur setiap orang dalam Pasal 3adalah bahwa pelaku tindak pidana korupsi hanya orang perseoranganyang memangku suatu jabatan atau kedudukan, dengan demikian unsursetiap orang yang terdapat dalam Pasal 3 UndangUndang No. 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki sifatkekhususan tersendiri (Spesifikasi) yang tidak terdapat dalam Pasal 2 ayat (1)UndangUndang No. 31 Tahun 1999 dimaksud;Menimbang, bahwa sesuai dengan azaz Spesialitas
169 — 45
Wiyono, Pembahasan UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2005, halaman 37) ;Menimbang, bahwa dengan demikian unsur setiap orang yang termaktub dalam Pasal3 memiliki sifat kekhususan tersendiri, yang tidak terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UndangUndang No. 31 Tahun 1999 ;Menimbang, bahwa dengan demikian, sesuai dengan asas spesialitas, apabila dalamwaktu, tempat dan obyek yang sama saling dihadapkan antara ketentuan yang bersifat umumdengan ketentuan yang bersifat
583 — 207
hukum orang tersebut tidak berlaku untuk semua orang, tetapi hanyaberlaku bagi orang yang memiliki jabatan atau kedudukan tertentu;Menimbang, bahwa memperhatikan ketentuan yang termaktub dalam unsursetiap orang dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 dimaksud, maka Majelis Hakimberpendapat bahwa pengertian unsur setiap orang dalam Pasal 3 memiliki sifatkekhususan tersendiri, yang tidak terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UndangundangNomor: 31 Tahun 1999;Menimbang, bahwa dengan demikian sesuai dengan asas spesialitas
Putra Iskandar
Terdakwa:
Budi Rachmat Kuriawan
288 — 88
SeSuai putusan Mahkamah AgungRepublik Indonesia Nomor 892K/Pid/1983 tanggal 18 Desember 1984, soalprasa kedudukan dalam unsur tersebut adalah adalah tidak hanya PegawaiNegeri sebagai pelaku tindak pidana korupsi yang memangku atau tidakmemangku jabatan tertentu baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional,tetapi juga pelaku tindak pidana korupsi yang bukan Pegawai Negeri atauperseorangan (swasta) yang mempunyai fungsi dalam suatu korporasi;Menimbang, bahwa dengan demikian, Sesuai dengan asas spesialitas
259 — 250 — Berkekuatan Hukum Tetap
Dalam halini pejabat menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain yang menyimpangdari tujuan yang telah diberikan kepada wewenang itu, dengan demikianpejabat melanggar asas spesialitas ;Bahwa terkait mengenai kondisi faktual dimana Prof. PHILIPUS M.