Ditemukan 5171 data
248 — 119
Bunga Keterlambatan sebagaimana yang telah disepakatibersama dalam Akta Pengakuan Hutang sebesar 0,25% (nol koma duapuluh lima persen) perhari. adalah bertentangan dengan rasa keadilan,asas hukum dan norma hukum yang berlaku karena putusan tersebutmelebihi apa yang diminta / dituntut oleh para pihak (ultra petita) ;Bahwa di dalam gugatan maupun di dalam jawaban tidak pernah diminta /dituntut / dipersoalkan agar Penggugat membayar bunga keterlambatansebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen)
atau ultra petita noncognoscitur;Bahwa adapun larangan terhadap putusan ultra petita juga terdapat dalamketentuan Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR dan Pasal 189 ayat (2) dan (3)RBg yang pada pokoknya melarang hakim memutus melebihi apa yangdituntut (petitum).
Putusan yang sifatnya ultra petita dianggap sebagaitindakan yang melampaui kewenangan ;Halaman 42 Putusan Nomor284/Pat/2018/PT SMG8.10.Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang juga tidakmempertimbangkan secara utuh dan terkesan tergesagesa dalammempertimbangkan perkara a quo, karena seharusnya Majelis HakimPengadilan Negeri Semarang perlu. mempertimbangkan mengapaPenggugat/Pembanding belum membayar hutangnya kepada TergugatI/Terbanding , karena berdasarkan fakta yang ada, pada saatPenggugat
atau ultra petita noncognoscitur ";20.Bahwa adapun larangan terhadap putusan ultra petita juga terdapat dalam21ketentuan Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR dan Pasal 189 ayat (2) dan (3)RBg yang pada pokoknya melarang hakim memutus melebihi apa yangdituntut (petitum).
atau ultra pelita noncognoscitur ";13.Bahwa adapun larangan terhadap putusan ultra petita juga terdapat dalamketentuan Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR dan Pasal 189 ayat (2) dan (3)RBg yang pada pokoknya melarang hakim memutus melebihi apa yangdituntut (Petitum).
80 — 64 — Berkekuatan Hukum Tetap
Yahya Harahap, SH melalui bukunya berjudul "Hukum AcaraPerdata" pada halaman 801 sebagai berikut:Jika Hakim melanggar prinsip ultra petita maka sama denganpelanggara terhadap prinsip rule of law;(Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata. Jakarta; Sinar Grafika,Him. 801)Selain doktrin sebagaimana tersebut ketentuan hukum di Indonesiajuga mengatur larangan ultrapetita yakni Pasal 178 ayat (2) dan (3) HetHerziene Indonesisch. menegaskan sebagai berikut:Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR:(2).
NegeriJakarta Pusat telah salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagaiberikut:Bahwa Pekerja/Penggugat selaku Pekerja tetap sejak tanggal 7 Oktober2009 dari Tergugat/Pemohon Kasasi, padahal yang dituntut adalahdiangkat menjadi buruh tetap atau dalam PKWTT;Bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang menyatakanhubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat adalah pekerja tetapsejak tanggal 7 Oktober 2009, putusan mana adalah putusan yangmelebihi dari apa yang dituntut atau bersifat ultra petita
54 — 18
Majelis HakimPengadilan Tinggi Agama Banten berpendapat bahwa amar putusan tersebutmelebihi tuntutan dalam gugatan (ultra petita) karenanya harus dibatalkan sesuaiPasal 178 (3) HIRMenimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas keberatanPenggugat Rekonpensi/Pembanding dalam memori bandingnya angka 2, 3 dan 4tidak dapat diterima dan dikesampingkan;Menimbang, bahwa terhadap gugatan Rekonpensi agar memerintahkanTergugat Rekonpensi (PENGGUGAT) dan Penggugat Rekonpensi (AkhmadTERGUGAT) dalam
dengan Tergugat Rekonpensi / Penggugat Konpensi adalah sah danmengikat, dan amar putusan angka 4 yang berbunyi : Menghukum PenggugatRekonpensi / Tergugat Konpensi dan Tergugat Rekonpensi / Penggugat Konpensiuntuk melaksanakan surat kesepakatan bersama yang dibuat tanggal 26 Nopember2012 oleh Penggugat Rekonpensi / Tergugat Konpensi dengan TergugatRekonpensi / Penggugat Konpensi, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Bantenberpendapat amar putusan tersebut melebihi tuntutan dalam gugatan (Ultra Petita
220 — 206
Januari sampai denganDesember 2009 menjadi batal, namun demikian Terbanding kemudian menetapkankembali objek PPh Pasal 26 atas pembayaran jasa manajemen kepada GMSAOThailand dengan nilai objek (DPP) yang sama dan ditetapkan melalui KeputusanKeberatan;bahwa dengan demikian menurut Pemohon Banding, Keputusan Terbanding NomorKEP663/WPJ.22/BD.06/2012 tanggal 13 Juni 2012 yang menetapkan objek PPhPasal 26 tanpa melalui penerbitan kembali SKPKB PPh Pasal 26 adalah bersifatprematur dan bersifat ultra petita
sehingga seharusnya dibatalkan;bahwa menurut Terbanding, di dalam keputusannya Terbanding tidak menimbulkankoreksi baru tetapi mengembalikannya menjadi objek PPh Pasal 26 kemudian ditelitiapakah kewajiban perpajakannya sudah dilakukan atau belum kalau Terbandingtidak menetapkan itu sebagai obyek PPh Pasal 26, itu merupakan kesalahan fatal;bahwa menurut Terbanding, tidak ada ultra petita dalam keputusan keberatan karenamasih merupakan obyek yang sama, yaitu biaya ROH (management fee),Terbanding sesuai
PAULINA BENGA DONI
124 — 22
III/665;Pada Posita ke3 (tiga) yaitu kata Termohon diperbaiki menjadi Pemohon;Pada Posita ke5 yaitu tanggal meninggalnya Suami Pemohon semula tertulistanggal 18 Maret 2020 diperbaiki menjadi tanggal O7 Maret 2020;Pada Petita ke2 yaitu kata Termohon diubah menjadi kata Pemohon dantanggal perkawinan Pemohon dengan Almarhum Suaminya yang semula tertulistanggal 24 Juli 2020 diperbaiki menjadi tanggal 22 Juli 2004;Pada Petita ke3 yaitu tanggal kematian Suami Pemohon yang semula tertulistanggal 18 Maret
2020 diperbaiki menjadi tanggal O7 Maret 2020;Pada Petita Ke4 (empat) yaitu tanggal Perkawinan Pemohon dengan AlmarhumSuaminya yang semula tertulis 24 Juli 2020 diperbaiki menjadi tanggal 22 Juli2020 sebagaimana tercantum dalam Surat perkawinan Nomor WH.III/665;Menimbang, bahwa untuk membuktikan permohonannya, Pemohon telahmengajukan suratsurat bukti di persidangan berupa:1.Fotokopi Kartu Keluarga Nomor 5306122808190001 atas nama MarselinusMolan Paron (Alm/Suami Pemohon) yang dikeluarkan oleh DinasKependudukan
87 — 39
Sbyoleh Penggugat (ultra petita); Bahwa tindakan aktif judex factie dalamperkara perdata adalah tindakan yang dilarang menurut doktrin HukumAcara Perdata, demikian menurut hukum adalah suatu pelanggaranhukum acara perdata secara khusus dan pelanggaran rasa keadilansecara umumnya, sebagaimana ketentuan Pasal 178 ayat (3) HetHerziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Pasal 189 ayat (3) Rbg yangmelarang seseorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut(petitum).
Berdasarkan ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR dan Pasal 189ayat (3) RBg tersebut ultra petita dilarang, sehingga judex factie PutusanPengadilan Agama Banyuwangi Nomor: 1949/Pdt.G/2020/PA.Bwitanggal 16 September 2020, aquo telah melanggar ultra petita sebagaitindakan yang melampaui kewenangan lantaran telah memutus tidaksesuai dengan apa yang dimohon (petitum) dalam jawaban Terbandingsemula Tergugat; sehingga karenanya Pembanding semula Penggugatmohon kepada Majelis Hakim Tingkat Banding agar Putusan
46 — 20 — Berkekuatan Hukum Tetap
diterima tanggal 29 Oktober 2018yang pada pokoknya menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi;Menimbang, bahwa setelah meneliti memori kasasi dan kontra memorikasasi dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, Mahkamah Agungmempertimbangkan sebagai berikut:Mengenai alasanalasan ke1 sampai dengan ke5:Bahwa alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti/Pengadilan Tinggi Agama Semarang telah salah menerapkan hukum denganpertimbangan sebagai berikut:Bahwa Judex Facti telah melakukan ultra petita
Oleh karena Judex Facti telah melakukan ultra petita atauHalaman 6 dari 9 hal. Put. Nomor 252 K/Ag/2019memutus halhal yang tidak dituntut oleh Penggugat, yaitu membatalkanwasiat dan menyatakan sertifikat tidak berkekuatan hukum.
40 — 31 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa Majelis Hakim melakukan pelanggaran ultra petita karena memutussuatu perkara melebihi apa yang dimohon oleh Termohon Kasasi atauPenggugat mengenai uang pesangon yang dikaitkan dengan Pasal 156 ayat1, 2, 3 dan 4 dan penggunaan UMP Kab. Lampung Selatan tahun 2014sebesar Rp1.402.500,00 padahal saat itu UMP tahun 2013 KabupatenLampung Selatan sebesar Rp1.150.000,00 untuk penetapan pesangon danupah proses;6.
Bahwa Majelis Hakim telah melakukan ultra petita, sesungguhnyalarangan ultra petita terdapat dalam hukum acara perdatasebagaimana diatur dalam Pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR dan Pasal189 ayat 2 dan 3 RBg terhadap Pasal 156 ayat 1, 2, 3 dan 4UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu uang pesangon, uangpenghargaan masa kerja, uang penggantian hak serta dengan UMKLampung Selatan tahun 2014 sebesar Rp1.402.500,00 dalamperhitugannya karena Hakim memutus perkara ini lebih dari yangdiminta/dimohon oleh Termohon
Bahwa Majelis Hakim memutus upah proses 4 bulan dengan UMKLampung Selatan terhitung sejak perundingan bipartit merupakanultra petita yang melebihi yurisdiksi yang bertentangan denganHal. 25 dari 32 hal. Put. No. 711 K/Pdt.SusPHI/2014persyaratan prosedural atau mengabaikan peraturan keadilan alamyang ada;e.
Bahwa Majelis Hakim telah melanggar larangan ultra petita yangdiatur dalam Pasal 178 ayat 1 dan 2 HIR dan Pasal 189 ayat 1 dan 2RBg;12.Bahwa pada halaman 47 dalam pertimbangan Majelis Hakim telah salahmempertimbangkan fakta hukum yang ada pertimbangan tersebut yaitu:Menimbang, bahwa berdasarkan segala pertimbangan di atas Majelismengabulkan gugatan Para Penggugat sebagian berupa hakhak uangdengan total keseluruhan sebesar Rp33.730.125,00 (tiga puluh tiga jutatujuh ratus tiga puluh ribu seratus dua
Bahwa Majelis Hakim Majelis yang mengabulkan gugatan ParaPenggugat sebagian berupa hakhak uang dengan total keseluruhansebesar Rp33.730.125,00 dengan perincian masingmasing perinciantersebut di atas adalah ultra petita;b.
151 — 127 — Berkekuatan Hukum Tetap
., tertanggal 1 Juli 2015tanpa memberikan dasar dan alasan yang jelas dalam pengambilalihanputusan Pengadilan Negeri Mataram perkara a quo adalah tidak cukup dansepatutnyalah dibatalkan;Putusan Pengadilan Negeri Mataram perkara a quo telah ultra petita atauMajelis Hakim telah melampaui kewenangannya dengan menjatuhkanPutusan yang melebihi apa yang dimohonkan (petitum)Bahwa gugatan Termohon Kasasi (dahulu Terbanding dan Penggugatdalam Pokok Perkara) pada Pengadilan Negeri Mataram a quo dalam pointb
Nomor 1229 K/Pdt/2016Hakim Pengadilan Negeri Mataram perkara a quo menyatakan bahwaperbuatan melanggar hukum terjadi sejak berdirinya PT Gusung DutaTamisa sampai dengan tahun 2013 atau dengan kata lain Majelis Hakimtelah menjatuhkan putusan yang ultra petita;Bahwa larangan ultra petita diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) HetHerziene Indonesisch Reglement (HIR) serta dalam Pasal 189 ayat (2) dan(3) RBg yang melarang seorang Hakim memutus melebihi apa yang dituntut(petitum).
Putusan perkara a quo yang sifatnya ultra petita merupakantindakan yang melampaui kewenangan karena Majelis Hakim memutustidak sesuai dengan apa yang dimohonkan (petitum). Keputusan MajelisHakim dalam perkara a quo seharusnya berdasarkan halhal yang diajukanpara pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya (judex non ultrapetita atau ultra petita non cognoscitur).
Hakim yang melakukan ultrapetita dianggap telah melampaui wewenang atau ultra vires dan menurutYahya Harahap jika Hakim melanggar prinsip ultra petita maka samadengan pelanggaran terhadap prinsip rule of law;Hal ini juga sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dalamPutusan Mahkamah Agung Nomor 77 K/Sip/1973, tanggal 19 September1973, yang berbunyi:Karena petitum tidak menuntut ganti rugi, maka putusan Pengadilan Tinggiyang mengharuskan Tergugat mengganti kerugian harus dibatalkan;Oleh karena
Terbanding/Penggugat : Ir. SUDRAJAT SUKAULYO
38 — 27
Bahwa yudex facti Pengadilan Negeri Cibinong dalam putusannya telahmelampaui wewenang (Ultra Petita) adalah putusan yang keliru dan harusdibatalkan;5. Bahwa judex facti Pengadilan Negeri Cibinong telah keliru dalam membuatpertimbangan hukum didalam Rekonpensi a quo, karena telah mengabaikanbukti T/PR6;6.
mengabulkan petitum angka 2 dalam gugatan Penggugat dapatdikabulkan dan putusan Pengadilan Negeri Cibinong dalam amar putusanangka 3 beralasan hukum untuk diperbaiki sesuai dengan petitum gugatanPenggugat angka 2, sejalan dengan bunyi ketentuan pasal 35 ayat (1) dan(2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tersebut, hal tersebut jugasejalan dengan dalildalil keberatan dalam memori banding dariPembanding/Tergugat, bahwa putusan judex facti Pengadilan NegeriCibinong telah melampaui wewenangnya (Ultra Petita
19 — 2
Sidik Bin Mamam) dan Pemohon II (Audias Yola Audita BintiMarman);Menimbang, bahwa oleh karena Akte Kelahiran atas nama AlmeeraAzzahra Alfathunissa (vide bukti P.5) dikeluarkan oleh Pejabat Pencatatan SipilDinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, maka cukupberalasan bagi Majelis Hakim untuk mengabulkan petita angka 3 suratpermohonan para Pemohon, dengan memerintahkan kepada para Pemohonuntuk melaporkan pecatatan tentang Penetapan Asal Usul Anak tersebutkepada Kantor Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Jakarta Utara Cq.Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta untuk dicatatdan didaftar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;Menimbang, bahwa oleh karena petita angka 2 dan angka 3 dikabulkan,maka dengan demikian petita angka 1 dapat dikabulkan seluruhnya;Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun1989, tentang Peradilan Agama, yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun2006, dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009, tentangPerubahan
81 — 53 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa kalau diperhatikan secara seksama petitum gugatan Penggugat/Terbanding/Pemohon Kasasi tidak pernah memohonkan bunga pembayaranapakah 8%. 6% atau 2%;Bahwa Putusan seperti ini jelasjelas dilarang dalam hukum acara perdatakarena bersifat ultra petita, larangan terhadap putusan ultra petita diatur dalamPasal 178 ayat (2 ) dan ayat (3) Het Herziening Indonesisch Reglement (HIR)serta dalam Pasal 189 ayat (2) dan ayat (3) RBg yang melarang seorang Hakimmemutus melebihi apa yang dimohon (petitum),
terhadap putusan ini dianggapmelampaui batas kewenangan, oleh Karenanya Mahkamah Agung RI dalamtingkat kasasi harus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Medan dalamperkara a quo karena tidak berwenang atau melampaui batas;Bahwa di dalam Hukum Acara Perdata berlaku asas Hakim bersifat pasif atauhakim bersifat menunggu, putusan Hakim pada dasarnya ditentukan oleh parapihak yang berpekara, hakim hanya menimbang halhal yang diajukan dantuntutan hukum yang didasarkan kepadanya (judex non ultra petita
Yahya Harahap,Hukum Acara Perdata, penerbit Sinar Grafika, Jakarta tahun 2000, Halam801), putusan tersebut harus dinyatakan cacat meskipun putusan tersebutdilandasi oleh itikad baik maupun telah sesuai kepentingan umum, sehinggaputusan yang demikian bukan hanya melampaui batas wewenang ataumelanggar prinsip larangan ulta petita melainkan juga dapat dianggap samadengan pelanggaran terhadap prinsip of law;Bahwa putusan seperti ini dapat dikualifikasi sebagai putusan yang didasarkanatas pertimbangan
627 — 383 — Berkekuatan Hukum Tetap
Fakta Pelanggaran Ultra Petita Yang Terdapat Dalam Putusan Arbitrase aquo.Mengenai permasalahan kebenaran adanya pelanggaran Ultra Petita dalamputusan arbitrase a quo, dapat para Pemohon jelaskan halhal berikut :3.1Secara universal maupun berdasar Pasal 178 ayat (8) HIR, melarangputusan melanggar prinsip Ultra Petitum Partium;Berdasarkan prinsip Ultra Petita, dilarang mengabulkan danmenjatuhkan putusan yang melebihi dari apa yang diminta pihakPenggugat ;Putusan yang melanggar larangan ultra petita
)yang digariskan Pasal 178 ayat (3) HIR.Ternyata Putusan Arbitrase Case No.14387/JB/JEM MelanggarAsas Ultra Petita, Karena Mengabulkan Perhitungan KeuntunganYang Diharapkan Sejak Tahun 1995, Padahal Permintaan StatusKomersialitas Diajukan Oleh Terbanding Pada Tahun 1997.Selama proses pemeriksaan persidangan berlangsung, Terbandingtidak dapat membantah dan = melumpuhkan kebenaran dalilPembanding dan Turut Terbanding, bahwa permintaan StatusKomersialitas atas lapangan produksi Molek, South Pulai, North
dan jelas adanya pelanggaran ultra petita ataspengabulan ganti kerugian atas keuntungan yang diharapkan (/ucrumcessan) terhitung sejak tahun 1995, sedangkan status komersialitasuntuk berproduksi secara finansial, baru diajukan Terbanding padatahun 1997.Putusan a quo Sendiri Membenarkan Dan Menyetujui PerluasanAlasan Pembatalan Putusan Arbitrase Berpedoman KepadaPasal 643 RvSeperti yang telah Pembanding kemukakan pada uraian terdahulu,putusan a quo pada halaman 73 membenarkan dan menyetujuiperluasan
No. 904 K/Pdt.Sus/2009merujuk kepada Penjelasan Umum alinea ke18 UU No.30/1999 danYurisprudensi, juga berpedoman kepada ketentuan Pasal 643 Rv.Berarti secara yuridis, putusan a quo membenarkan ultra petita sebagaisalah satu alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase yang sahmenurut hukum. Sebab ternyata ketentuan Pasal 643 ke4 Rvmembenarkan alasan ultra petita sebagai salah satu alasanpermohonan pembatalan putusan arbitrase.
Oleh karena itu, tindakan Putusan Arbitrase CaseNo.14387/JB/JEM yang mengabulkan keuntungan yang diharapkansejak tahun 1995, nyatanyata bersifat u/tra petita atau ultra vires.Dengan demikian, putusan a quo yang membenarkan dan mentolerirPutusan Arbitrase Case No.14387/JB/JEM melanggar asas ultra petita,nyatanyata merupakan kesalahan/kekeliruan penerapan hukum, karenamelanggar batas yang ditentukan Pasal 178 ayat (3) HIR.
Terbanding/Penggugat : SEPTI
82 — 34
sebagaimana dipertimbangkan di bawah ini:Menimbang bahwa sesuai dengan gugatan Terbanding semulaPenggugat dimana yang dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan adalahdengan dasar adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sementara apa yangdipertimbangkan dan diputus oleh Hakim tingkat pertama adalah denganadanya perbuatan wanprestasi dari pada Pembanding semula Tergugat, yanghal itu adalah merupakan materi keberatan yang diajukan oleh Pembandingdalam Memori Bandingnya.Menimbang bahwa sesuai azas hukum Ultra petita
suatu perkara perdata adalah ada padagugatan, sebagaimana dalam perkara pidana dibatasi olen dakwaan.Menimbang bahwa apa yang menjadi keberatan Pembanding semulaTergugat yang pada pokoknya menilai bahwa putusan aquo telah merubahdasar tuntutan dari Perbuatan Melawan Hukum (PMH) menjadi PerbuatanWanprestasi /inkar janji sehingga yang menjadi persoalan dalam hal ini apakahputusan perkara aquo yang dimohonkan banding oleh Pembanding semulaTergugat sudah benar dan tepat dan tidak melanggar azas Ultra Petita
makaakan dipertimbangkan sebagaimana dibawah ini sebagai berikut:Bahwa setelah majelis hakim Tinggi mempelajari dan meneliti gugatanyang diajukan oleh Terbanding semula Penggugat dimana karena ada tuntutansubsider berupa aquo et bono diajukan, hal mana sesuai dengan putusanMahkamah Agung RI No. 1097 K/Sip/2009 yang kaedahnya menyatakan bahwamembolehkan putusan ultra petita meskipun tidak secara jelas disebutkandalam petitum dalam perkara aquo, tetapi dalam gugatan memuat petitumsubsidaritas serta
memberikan barang material bangunankepada Pembanding semula Tergugat hingga perkara aquo diajukan pada tahun2019 sehingga uang Terbanding semula Penggugat telah tertahan selamahampir 4 tahun, maka untuk adanya keadilan bagi Terbanding semulaPenggugat maka alasan hakim pertama meluruskan dasar gugatan menjadiperbuatan wanprestasi tersebut dapat dibenarkan, sehingga azas peradilansederhana, cepat dan biaya ringan dapat terwujud sehingga putusan aquodapat dibenarkan dan tidak melanggar azas ultra petita
64 — 12
Perkawinan atas namaPemohon serta merekam dalam database kependudukan sebagaimana ketentuan Pasal 93Peraturan Presiden No. 25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara PendaftaranPenduduk dan Pencatatan Sipil jo Pasal 52 UU Nomor 23 tahun 2006 tentang AdministrasiKependudukan, sehingga petitum ke4 perlu diperbaiki dalam amarnya dikarenakanperintah pencatatan perubahan nama dalam akta sudah limitatif ditentukan dalam undangundang oleh karena itu perbaikan/perubahan amar tidak mengakibatkan ultra petita
untukmengirimkan salinan resmi penetapan ini tanpa materai kepada Dinas Kependudukan danPencatatan Sipil Kabupaten Purworejo cukup beralasan untuk dikabulkan, oleh karenaperintah pengiriman salinan resmi penetapan ini merupakan aturan dalam peraturanperundangundangan yang harus dilaksanakan, sehingga meskipun perintah ini tidakdiminta oleh Pemohon dalam permohonannya, tetapi perintah ini perlu ditambahkan dalamamar penetapan ini guna kepastian hukum dan kemanfaatan hukum bagi Pemohon tanpamengakibatkan ultra petita
106 — 59
Oleh karena itu majelis hakim PN Oelamasiyang memeriksa dan memutus perkara a quo telah memutus perkara aquo melampaui kKewenangannya dan memutus lebih dari yang dimintaoleh Para Pihak (ultra petita). Dalam hal ini majelis hakim dalamperkara a quo sangat aktif dan hal ini tentunya bertentangan denganasas hakim bersifat pasif atau hakim tidak berbuat apaapa.6.
Maka dari itu, Hakim hanyamempertimbangkan sebatas halhal yang diajukan oleh para pihak(iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur).d. Hakim perdata harus menguak dan menerima kebenaranformiil........ ;CL eceesees peradilan perdata bersifat tuntutan sengketa antarapenggugat dan tergugat.Halaman 16 dari 23 Putusan Nomor 09/PDT/2017/PT KPG.5.
513 — 350 — Berkekuatan Hukum Tetap
Arbitrase Nasional 916/XII/ARBBANI/2016 tanggal 16 April 2018 tersebut, Pemohon telah mengajukanpermohonan pembatalan di depan persidangan Pengadilan Negeri Palembangagar memberikan putusan sebagai berikut:1.2,Menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;Menyatakan Putusan Badan Arbitrase Nasional Nomor 916/XII/ARBBANI/2016 batal demi hukum;Menyatakan Majelis Arbiter yang memeriksa dan mengadili serta memutusPerkara Arbitrase Nomor 916/XII/ARBBANI/2016 telah melakukan tindakanultra petita
Menyatakan Majelis Arbiter yang memeriksa dan mengadili serta memutusPerkara Arbitrase Nomor 916/XII/ARBBANI/2016 telah melakukan tindakanultra petita;Halaman 4 dari 10 hal. Put. Nomor 323 B/Pdt.SusArbt/20194. Menyatakan Termohon 2 telah melanggar kesepakatan hutang sesuaidengan Surat Nomor 258GH/Leg/ST/X/2015 dan lampirannya;5. Menghukum Termohon Il membayar biaya yang timbul dari perkara inisejumlah Rp351.500,00 (tiga ratus lima puluh satu ribu lima ratus rupiah);6.
54 — 45 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa ternyata Hakim juga telah memberikan sebuah penilaian terhadapsesuatu hal yang tidak diminta oleh para pihak, sehingga dalam hal iniHakim Pengadilan Tinggi telah melanggar asas penting dalam hukumacara perdata yaitu (asas judex non ultra petita atau petita noncognoscitur) ;g.
No. 1226 K/Pdt/2010.g.Bahwa Majelis Hakim telah dengan arogan, mempertimbangkan dengantidak teliti dan memberikan pendapat sendiri tanpa memperhatikan fakta dipersidangan, melakukan penilaian secara sepihak, memeriksa danmemutus lebih dari apa yang di minta oleh para pihak sehingga melanggarasas /udex non ultra petita atau petita non cognoscitur, yang bukanwewenang Judex Facti dan telah melampaui wewenang Judex Juris dalamhukum acara perdata di Indonesia ;h.
acara perdata diIndonesia, dengan merubah dan memperbaiki petitum gugatan paraTermohon Kasasi/Pembanding/Penggugat (lihat : hal. 2223 Majelis Hakimmemperbaiki petitum gugatan) ;Bagaimana mungkin Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memperbaiki gugatan(petitum) yang tidak sempurna agar menjadi sebuah gugatan yang sempurna,hal ini menunjukkan tindakan Hakim yang melampaui wewenangnya sebagaiHakim pada tingkat Judex Facti, memutus lebih dari apa yang di minta/di tuntut(melanggar azas azas judex non ultra petita
87 — 71
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang telah kelirudalam menerapkan Hukum Acara Perdata karena telah memutusperkaraperkara melebihi apa yang telah diminta olehTerbanding (ultra petita) dalam petitumnya ;3.
Menghukum Penggguat Terbanding untuk membayar biayaperkara pada kedua tingkat ;Menimbang, bahwa terhadap Memori Banding tersebut,Terbanding semula Penggguat telah mengajukan Kontra MemoriBanding yang pada pokoknya telah menyatakan bahwa PutusanPengadilan Negeri Tangerang sudah tepat dan benar, Putusan yangbersangkutan tidak menyalahi asas ultra petita, oleh karena itumohon agar Pengadilan Tinggi Banten memutus perkara ini denganamar sebagai berikut :1.2.Menyatakan menolak Permohonan Banding dari
49 — 25 — Berkekuatan Hukum Tetap
Para Pembanding dinyatakantidak dapat diterima, maka putusan Pengadilan Negeri Kendari dalam perkara aquo tidak dapat dipertahankan lagi sehingga haruslah dibatalkan dan pengadilanTinggi Sulawesi Tenggara akan mengadili sendiriBahwa secara hukum pertimbanganpertimbangan hukum Pengadilan TinggiSultra di atas telah melanggar Asas Hukum Acara Perdata sehingga pertimbanganpertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Sultra dalam putusannya melampauibatas wewenangnya dalam memutus yaitu larangan putusan ultra petita
Pengadilan Tinggi Sultra tidaklah dapat dibenarkandalam koridor Hukum Acara Perdata, karena secara hukum putusan hakim padadasarnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dalam hal ini adalahPemohon Kasasi (Tergugat/Terbanding) dan Termohon Kasasi (Penggugat/Pembanding), seharusnyalah secara hukum menurut Hukum Acara Perdata yangberlaku Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sultra hanya menimbang halhal yangdiajukan atau diminta oleh para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkankepadanya (iudex non ultra petita
non cognoscitur)Bahwa secara hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sultra telah melampauiwewenang yang diberikan padanya dengan melanggar azas Hukum Acara Perdatayang berlaku yaitu memberikan putusan dengan ultra petita (mengabaikanlarangan ultra petita) sehingga secara hukum Majelis Hakim Tinggi Sultra dalammemutus melampaui batas wewenang atau ultra vires.Menurut M.
Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya Hukum Acara Perdata tentangGugatan, Persidangan, Penyitaan, pembuktian dan Putusan Pengadilanmenyatakan jika hakim melanggar prinsip ultra petita maka sama denganpelanggaran terhadap prinsip Rule of Law.Hal. 19 dari 27 hal. Put.