Ditemukan 6515 data
28 — 12
Bahwa antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada harapan hiduprukun kembali;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah dan menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi MajelisHakim adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumahtangga Pemohon dan Termohon
74 — 39
lakilaki, oleh karena itu untukmencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah lagi dalam rumah tangga Pemohon danTermohon, maka perceraian merupakan jalan mashlahat bagi Pemohon dan Termohon.Menimbang bahwa berdasarkan pasal 39 ayat (2) Undangundang Nomor 1Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukupalasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.Menimbang bahwa dalam masalah perceraian, doktrin yang harus diterapkanbukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage oleh karenanya tidaklahpenting menitikberatkan siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran akan tetapi yang terpenting adalah mengetahui keadaan senyatanyayang dialami oleh Pemohon dan Termohon, apakah rumah tangganya telah nyatanyata35sudah pecah atau masih bisa diperbaiki.
15 — 2
Pasal 116huruf (f) Kompilasi Hukum Islam;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991,yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 KompilasiHukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalam perkara perceraianbukanlah matri monial guilt tetapi broken marriage atau azzawwajalmaksuroh (pecahnya rumah tangga), dan
11 — 5
tidak dapat terlaksana dengan baiksebagaimana dikehendaki sebagai kehidupan rumah tangga yang layakdalam kategori harmonis;Menimbang, bahwa essensi dari perkawinan adalah satunya jiwa danraga dalam ikatan lahir dan batin yang saling kasih, take and give, salingmemberi dan menerima, saling hormat menghormati serta memberikanbantuan dengan ikhlas secara lahir dan batin dalam mengarungi bahterakehidupan berumah tangga;Menimbang, bahwa diantara yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri
monial guilt tetapi broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi PengadilanHim.31 dari 42 him.
85 — 22
berkesimpulan bahwa faktafakta perselisihan Penggugat danTergugat tersebut telah memenuhi unsurunsur yang terkandung dalamketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 joPasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, yaitu rumah tangga Penggugat danTergugat sudah tidak ada keharmonisan lagi, disebabkan pertengkaran, sertatidak ada harapan untuk kembali membina rumah tangga;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat doktrin yang harusditerapkan dalam perkara perceraian bukanlah matri
monial guilt, akan tetapibroken down marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga),dan menurut Imam asySyatibi dalam kitabnya alMuwafagat tentang MaqgashidMashlahat asySyariyah dalam hal hifdhun nafs yang diambil alih menjadipendapat majelis yang menyatakan sebagai berikut: bahwa keselamatan Jiwalebih diutamakan dari pada mempertahankan keutuhan rumah tangga yangtidak harmonis (terjadi perselisihan dan pertengkaran terusmenerus).Sehingga pengadilan tidak menitikberatkan pada kesalahan
27 — 6
Pasal 77 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah *matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyaHal.28 dari 38 hal. Putusan No.0524/Pat.G/201 7/PA.
51 — 18
terusmenerus antaraPemohon Konvensi dan Termohon Konvensi yang disebabkan karena masalahtempat tinggal;Menimbang, bahwa Majelis Hakim tidak mempermasalahkan dari pihakSiapa penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran, akan tetapi MajelisHakim menilai rumah tangga Pemohon Konvensi dan Termohon Konvensi sulitdipersatukan kembali, sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor28 PK/AG/1995 tanggal 16 Oktober 1996, bahwa diantara doktrin yang harusditerapkan dalam perkara perceraian adalah bukanlah matri
monial guilt tetapibroken marriage (pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah pentingmenitikberatkan siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisinan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Pengadilanadalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tanggaPemohon Konvensi dan Termohon Konvensi;Menimbang, bahwa akibat dari perselisihan dan pertengkaran yangterjadi antara Pemohon Konvensi dan Termohon Konvensi adalah telah terjadipisah tempat tinggal dan selama
13 — 0
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
28 — 19
Pasal 116 huruf (f)Kompilasi Hukum Islam, karena itu permohonan Pemohon telah memenuhialasan hukum;Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkanpetitum sebagai berikut:Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri monial guilt tetapi "broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah dan menyebabkan timbulnya perselisinan danpertengkaran, akan tetapi yang terpenting
20 — 12
) Kompilasi Hukum Islam, bahwa hakdan kewajiban serta tanggung jawab masingmasing subjek (Suami dan istri)haruslah dipenuhi secara berimbang, sehingga apabila salah salah satupihak, dalam konteks ini Tergugat, tidak berperilaku baik sebagaimanalayaknya suami terhadap Penggugat selaku istri, tentulah kondisi sosialkeluarga antara Penggugat dan Tergugat tidak akan berimbang danberpotensi mengalami kegoyahan;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah "matri
monial guilt tetapi "broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah dan menyebabkan timbulnyaperselisinan dan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi MajelisHakim adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumahtangga Penggugat dan Tergugat, hal ini Sesuai dengan YurisprudensiMahkamah Agung RI Nomor 28 PK/AG/1995 tanggal 16 Oktober 1996;Hal. 34 dari 42 Hal.
13 — 0
penyebab perselisihan/pertengkaranyang masingmasing Penggugat dan Tergugat berselisih, ternyata keduanyatidak dikuatkan oleh buktibukti, oleh karenanya Majelis Hakim berpendapatbahwa sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990tanggal 5 Oktober 1991, yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaanperceraian dengan alasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harusditerapkan dalam perkara perceraian bukanlah matri
monial guilt tetapibroken marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga),sehingga Pengadilan tidak menitik beratkan pada kesalahan siapa yangmenjadi pemicu adanya perselisihan, akan tetapi haruslah menekankan padakondisi rumah tangga itu sendiri;Menimbang, bahwa setelah mengkonstatir dan mengkualifisir faktafaktasebagaimana diuraikan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa sehubungandengan peristiwa perselisihan Penggugat dan Tergugat telah sesuai dengansifat, kualitas, dan karaktersitik
15 — 8
yang justeru menjadi sendi utama keharmonisan dan keutuhanrumah tangga, tidak dapat terwujud;Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, PengadilanAgama berkesimpulan bahwa terlepas dari penyebabnya, ternyata rumahtangga Penggugat dan Tergugat benarbenar sudah tidak harmonis, karenaseringnya terjadi pertengkaran dan perselisihan yang sudah tidak mungkindapat dirukunkan lagi dalam suatu rumah tangga;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt* akan tetapi broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Pengadilanadalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tanggaPenggugat dan Tergugat, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi MahkamahAgung Republik Indonesia Nomor : 28 PK/AG/1995, tanggal 16 Oktober 1996;Menimbang, bahwa berdasarkan keadaan senyatanya
17 — 15
terdapat disharmonidalam rumah tangga Pemohon dan Termohon;Menimbang, bahwa pertimbangan yang demikian itu, Sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober1991, dan Majelis Hakim mengambil alih sebagai bagian pertimbangan perkaraini, yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraian denganalasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal116 Kompilasi Hukum Islam, di mana doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt tetapi broken marriage atauazzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidakmenitik beratkan pada kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanyaperselisinan, tetapi haruslah menekankan pada kondisi rumah tangga itusendiri;Menimbang bahwa Majelis Hakim berpendapat disharmoni sebuahperkawinan dalam permasalahan keluarga landasannya bukan sematamataadanya pertengkaran fisik (phsysical cruelty), akan tetapi termasuk jugakekejaman mental (mental cruelty) yang menyebabkan
38 — 9
dalam rumah tangga tersebut, namunyang harus dilihat adalah sedalam mana permasalahan rumah tangga tersebuttimbul yang mengakibat suami istri tidak dapat dirukunkan kembali, hal ini sesuaidengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 38/K/AG/1990 tanggal 5Oktober 1991, yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraiandengan alasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 joPasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt* tetapi broken marriage atauazzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidakmenitik beratkan pada kesalahan siapa yang menjadi pemicu perselisinan danpertengkaran, akan tetapi haruslan menekankan pada kondisi nyata rumahtangga itu sendiri.Putusan Nomor 10/Pdt.G/2019/PA.SdwHalaman 16 dari 39 halamanMenimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengemukakan dalil Syari yangterdapat dalam alQuran surat alBaqarah ayat 227 dan surat alAhzab ayat 28yang berbunyi sebagai berikut
52 — 20
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri monial guilt" tetapi broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitikberatkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisinan danpertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Majelis Hakim adalah mengetahuikeadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugatyang telah pisah rumah dan tidak
15 — 14
Pasal 116 huruf (f)Kompilasi Hukum Islam, karena itu permohonan Pemohon telah memenuhialasan hukum;Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkanpetitum sebagai berikut:Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri monial guilt tetapi "broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah dan menyebabkan timbulnya perselisinan danpertengkaran, akan tetapi yang terpenting
17 — 9
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapbkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
19 — 9
Pasal 116 huruf(f) Kompilasi Hukum Islam, maka dalildalil permohonan Pemohon Konvensidapat dibenarkan menurut hukum yang berlaku;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 05 Oktober1991, yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraiandengan alasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun1975 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harusditerapkan dalam perkara perceraian bukanlah matri
monial guilt tetapibroken marriageatauazzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga),sehingga Pengadilan tidak menitik beratkan pada kesalahan siapa yangmenjadi pemicu adanya perselisihan, akan tetapi haruslah menekankanpada kondisi rumah tangga itu sendiri;Menimbang, bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membina rumahtangga yang kekal, bahagia, mawaddah dan rahmah, akan tetapi kenyataansebagaimana yang dialami oleh Pemohon Konvensi dan Termohon Konvensiseperti apa yang telah dipertimbangkan di atas
14 — 1
Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalam perkara perceraianbukanlah matri monial guilt tetapi broken marriage (pecahnya rumah tangga), olehkarenanya tidaklah penting menitik beratkan dan mengetahui siapa yang bersalah yangmenyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagiMajelis Hakim adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tanggaPemohon dan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RepublikIndonesia
12 — 8
dalam rumah tangga apalagi mengetahui tentangpenyebabnya;Menimbang, bahwa pertimbangan yang demikian itu, Sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober1991, dan Majelis Hakim mengambil alin sebagai bagian pertimbanganperkara ini, yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraiandengan alasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun1975 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harusditerapkan dalam perkara perceraian bukanlah matri
monial guilt" tetapibroken marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga),sehingga Pengadilan tidak menitik beratkan pada kesalahan siapa yangmenjadi pemicu adanya perselisihan, tetapi haruslah menekankan padakondisi rumah tangga itu sendiri;Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka MajelisHakim menilai terdapat disharmoni dalam rumah tangga Pemohon danTermohon;Menimbang bahwa Majelis Hakim berpendapat disharmoni sebuahperkawinan dalam permasalahan keluarga landasannya bukan