Ditemukan 604 data
193 — 95 — Berkekuatan Hukum Tetap
Kepadapejabat penegak hukum KUHAP memberikan kewenangan, namunkewenangan tersebut harus terbatas dan dibatasi karena penggunaankewenangan tersebut akan menimbulkan kerugian yang sangat besarterhadap anggota masyarakat yang dijamin hak konstitusionalnya.Sebagai hukum yang bersinggungan dengan hak asasi manusia, makaperumusan hukum acara pidana dalam suatu negara harus memenuhiasas, (i) /ex scripta, yaitu ketentuan hukumnya harus tertulis, (Il) lex certa,yaitu ketentuan hukumnya harus menjamin kepastian
Ir. I Gede Agus Hardiawan
Termohon:
Kementerian Keuangan RI Dirjen Pajak Kanwil DJP Bali, Cq. PPNS Dirjen Pajak Bali
409 — 210
Bahwa Termohon memahami secara baik dan benar terkaitPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUUXII/2014, yang dalamHalaman 48 dari 100 halaman Putusan Nomor :19/Pid.Pra/2018/PN.Dps.pertimbangan hukumnya pada halaman 98 Putusantersebutmenyatakan sebagai berikut:agar memenuhi asas kepastian hukum yang adilsebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex strictadalam hukum pidana maka frasa bukti permulaan, buktipermulaan yang cukup, dan bukti yang cukupsebagaimana
DARSAN SIMAMORA, S.E.,
Termohon:
Kepala Kejaksaan Negeri Humbang Hasundutan
84 — 21
Pasal 1 angka 2 KUHAP yang berbunyi:Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurutcara yang diatur dalam undangundang ini untuk mencari sertamengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidanayang teryadi dan guna menemukan tersangkanya;Bahwa meskipun terkesan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2KUHAP terlihat jelas, namun dalam praktik telah menimbulkan pengertianyang sifatnya multi tafsir dan pengertian yang multi tafsir telah melanggarasas lex certa
Terbanding/Pembanding/Penuntut Umum : A. SAIFULLAH, SH
166 — 93
Selain itu, katadapat ini bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidana yang harusHalaman 64 dari 110 halamanPutusan Nomor 18PIDTPK2020PT.MKSmemenuhi prinsip hukum harus tertulis (lex scripta), harus ditafsirkan sepertiyang dibaca (lex stricta), dan tidak multitafsir (lex certa)oleh karena itu putusanFacti Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar dalam perkaraa quo menyatakan Terdakwa H.HUSLAN,SST, M.Kes terbukti secara sahdan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana korupsi berdasar
220 — 76
Konsekwensi selanjutnya,ketentuan dalam hukum acara pidana tidak dapat ditafsirkan selain apayang tertulis; Ketiga azaz lex certa yang berarti hakim tidak boleh membuatpenafsiran lain dari yang ditentukan oleh undangundang.
59 — 11
Karenanya, asastersebut menjadi tumpuan dari hukum pidana dan hukum acara pidana ;Kedua, Asas Lex certa yang mengharuskan perumusan ketentuan perundangundangandilakukan secermat mungkin dan jelas. Suatu perundangundangan harus membatasisecara tajam dan jelas wewenang pemerintah terhadap rakyatnya karena sesungguhnyatugas yuridis dari hukum pidana bukanlah mengatur masyarakat, melainkan terutamamengatur penegak hukumnya, seperti yang telah diungkapkan Prof.
1.FRENGKI M. RADJA, SH
2.YUSUF KURNIAWAN ABADI, SH
3.Rahmattullah
4.DAVID ROGER JULIUS PAKPAHAN, S.H
5.ISFARDI, S.H.,M.H
6.REYGA JELINDO, S.H
Terdakwa:
YUSTINUS SOLE IHING ALIAS SOLE
172 — 100
Saat itu Saksi menyampaikan bahwa HENDRIKUS KEJAWA memilikikekuatan mistis dan perlu diperhadapkan untuk menceritakan secaralangsung apa yang diketahuinya tentang peristiwa meninggalnya korban;Bahwa, saksi pernah mendengar certa lain tentang penyebab meninggalnyakorban.
Saksi pernah mendengar secara langsung dari Markus Aku bahwaanak IRENIUS GILI pernah menyampaikan bahwa pada malam kejadiankorban sudah pulang ke rumahnya, lalu SIMON SUGI menyuruh IRENIUSGILI memanggil korban untuk pergi ke pantai karena istri korban yangbernama Maria Hala tenggelam di laut;Bahwa, setahu Saksi cerita tersebut sudah diketahui oleh banyak warga desaWatodiri;Bahwa, saksi tidak tahu apakah certa tentang penyebab meninggalnyakorban tersebut diketahui oleh MATEUS LENGARI;Bahwa, Saksi
72 — 16
Selain itukarena ketentuan hukum pidana harus ditafsirkan secara tertulis (lex scripta),tidak bersifat multitafsir (lex certa) dan harus ditafsirkan secara ketat (lex stricta)(Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUUX/2012 tanggal 22 November2012, halaman 25 nomor 11, halaman 47 nomor 1); Menimbang, bahwa pengaturan tersebut tidak bertentangan denganketentuan Pasal 3 Undangundang Nomor 48 Tahun 2009 tentang KekuasaanKehakiman, ayat (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya hakim wajibmenjaga kemandirian
74 — 100
. , konstruksiPasal 3 ini tidak memenuhi asas lex certa yang mengandung arti suatuketentuan pidana harus jelas dan tegas.
bahwa Tersangka tidaklahdapat disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UndangUndangPemberantasan Tipokor Tegasnya, perbuatan Tersangka dalam kegiatanpengadaan tanah tersebut diatas tidaklah merupakan perbuatan pidanasebagaimana dimaksud dalam pasal aquo.e Bestandeel delict Pasal 3 Undangundang Nomor : 31 tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sipelakumempunyai jabatan atau kedudukan berkaitan erat denganperbuatan yang ia lakukan. , konstruksi Pasal 3 ini tidak memenuhiasas lex certa
51 — 11
MenurutMahkamah Konstitusi, konsep melawan hukum yang secara forrnil tertulis ( formele53wederrechtelijke ) yang mewajibkan pembuat Undang Undang untuk merumuskan secerrnat danserinci mungkin ( Vide Jan Remmelink, Hukum Pidana, 2003358) merupakan syarat untukmenjamin kepastian hukum ( lex certa) atau yang dikenal juga dengan istilah Bestimmheitsgebotsehingga konsep melawan hukum materil (Mateirele wederrechtelijke ) yang merujuk padahukum tidak tertulis dalam ukuran kepatutan, kehatihatian dan kecerrnatan
LA ODE TAFRIMADA, S.H.
Terdakwa:
SUPARNOTO.
110 — 61
Selain itukarena ketentuan hukum pidana harus ditafsirkan secara tertulis (/ex scripta), tidakbersifat multitafsir (lex certa), dan harus ditafsirkan secara ketat (/ex stricta) (PutusanMahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUUX/2012 pada hari Selasa tanggal 22November 2012, halaman 25 nomor 11, halaman 47 nomor 1); Menimbang, bahwa pengaturan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuanpasal 3 Undangundang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, ayat(1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim
92 — 51 — Berkekuatan Hukum Tetap
Bahwa kata "dapat" dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UndangUndang Tipikor juga bertentangan dengan prinsip perumusan tindakpidana yang harus memenuhi prinsip hukum harus tertulis (/exscripta), harus ditafsirkan seperti yang dibaca (lex stricta), dantidak multitafsir (/ex certa), oleh karenanya bertentangan denganprinsip Negara bukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1Ayat (3) UndangUndang Dasar 1945;(Pendapat Mahkamah paragraf 3.10.5. halaman 113114):Hal. 95 dari 112 hal.
66 — 18
Selain itu karena ketentuan hukum pidana harus ditafsirkansecara tertulis (lex scripta), tidak bersifat multitafsir (lex certa), dan harusditafsirkan secara ketat (lex stricta) (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :69/PUUX/2012 pada hari Selasa tanggal 22 November 2012, halaman 25nomor 11, halaman 47 nomor 1);Menimbang, bahwa pengaturan tersebut tidak bertentangan denganketentuan pasal 3 Undangundang Nomor 48 Tahun 2009 tentangKekuasaan Kehakiman, ayat (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya,hakim
Terbanding/Pembanding/Penuntut Umum : A. SAIFULLAH, SH
164 — 72
pertimbangannya sendiriBahwa Pencantuman kata dapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UUTipikor menimbulkan ketidakpastian hukum dan secara nyata bertentangandengan jaminan bahwa setiap orang berhak atas rasa aman danperlindungan dari ancaman ketakutan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.Selain itu, kata dapat ini bertentangan dengan prinsip perumusantindak pidana yang harus memenuhi prinsip hukum harus tertulis (/exscripta), harus ditafsirkan seperti yang dibaca (lex stricta), dan tidakmultitafsir (lex certa
111 — 23
Konsep melawan hukum yang secaraformal tertulis ( formele wederrechtlijk ) mewajibkanpembuat undang undang untuk merumuskan secara cermat danterperinci, merupakan syarat untuk menjamin kepastian hukum(lex certa );Menimbang, bahwa namun demikian Mahkamah Agung RI dalamPutusan Mahkamah Agung Nomor : 996 K/Pid/2006 tanggal 16Agustus 2006 atas nama terdakwa Hamdani Amin dan PutusanMahkamah Agung RI Nomor: 2608 K / Pid / 2006 dengan TerdakwaAhmad Rojadi pada hakikatnya tetap mempertahankan danmenerapkan
Terbanding/Pembanding/Terdakwa I : Drs.H.ANDI HIJAZ ZAINUDDIN,Sos Diwakili Oleh : MABRUR AHMAD SH
Terbanding/Pembanding/Terdakwa II : MUCHTAR D Diwakili Oleh : RAHMAT KURNIAWAN SH
141 — 1036
menimbulkanketidakpastian hukum dan telah secara nyata bertentangan dengan jaminan bahwasetiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutansebagaiaman ditentukan dalam pasal 28G ayat (1) UndangUndang Dasar 1945.Selain itu, menurut Mahkamah kata dapat dalam pasal 2 ayat(1) dan pasal 3UndangUndang Tipikor juga bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidanayang harus memenuhi prinsip hokum tertulis (lex scripta), harus ditafsirkan sepertiyang dibaca (lex scripta), dan tidak multitafsir (lex certa
167 — 116 — Berkekuatan Hukum Tetap
Keempat, asas lex certa yang berartibahwa hukum acara pidana harus memuat ketentuan yang sejelasjelasnya.Kelima, asas lex stricta yang menyatakan bahwa aturan dalam hukumacara pidana harus ditafsirkan secara ketat. Konsekuensi selanjutnya,ketentuan dalam hukum acara pidana tidak dapat ditafsirkan selain dari apayang tertulis. Terhadap asas ketiga, keempat dan kelima dapatlah dipahamikarena karakter dari hukum acara pidana pada hakekatnya adalahHal. 22 dari 131 hal.
87 — 39
Selain itukarena ketentuan hukum pidana harus ditafsirkan secara tertulis (/ex scripta), tidakbersifat multitafsir (/ex certa), dan harus ditafsirkan secara ketat (/ex stricta) (PutusanMahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUUX/2012 pada hari Selasa tanggal 22November 2012, halaman 25 nomor 11, halaman 47 nomor 1 );5 Menimbang, bahwa pengaturan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuanpasal 3 Undangundang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,ayat (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
99 — 35
Selain itu karena ketentuan hukum pidana harus ditafsirkan secara tertulis(lex scripta), tidak bersifat multitafsir (/ex certa) dan harus ditafsirkan secara ketat(lex stricta) (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUUX/2012 tanggal 22November 2012, halaman 25 nomor 11, halaman 47 nomor 1);Menimbang, bahwa pengaturan tersebut tidak bertentangan denganketentuan Pasal 3 Undangundang Nomor 48 Tahun 2009 tentang KekuasaanKehakiman, ayat (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya hakim wajibmenjaga kemandirian
73 — 151 — Berkekuatan Hukum Tetap
UndangUndang yang baik adalah UndangUndangyang jelas Lex Certa dan Lex Scripta;Bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor17/PMK.03/2013 tanggal 7 Januari 2013 tentang Tata CaraPemeriksaan tidak ada satu ketentuan pun yang memberikanpengaturan khusuS mengenai penerbitan SKPKBT yangditerbitkan berdasarkan putusan pengadilan, oleh karena itumutatis mutandis penerbitan SKPKBT berdasarkan putusanpengadilan wajib mengikuti tata cara pemeriksaan yang diaturdalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK