Ditemukan 6514 data
41 — 13
Sehingga Pemohon sudah merasajera dan menolak untuk melanjutkan perkawinannya dengan Termohon;Menimbang, bahwa di antara yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri monial guilt" tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisinandan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Pengadilan Agamaadalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tanggaPemohon
19 — 9
klimakshingga diajukannya gugatan Ini; Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan kaidah dalamYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 OktoberSalinan Putusan Nomor 1105/Pdt.G/2017/PA.SMd. ooecccecceeccccccceececceeeeeeeeeseeeeecceeeeeeeeeeeeeeeeesseeseeneeenes 201991, bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal 19 huruf (f)Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi HukumIslam, dimana doktrin yang harus diterapbkan dalam perkara perceraianbukanlah matri
monial guilt* tetapi broken marriage atau azzawway almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidak mencarikesalahan siapa yang menjadi pemicu adanya perselisihnan, akan tetapiharuslah menekankan pada kondisi rumah tangga itu Sendiri; Menimbang, bahwa setelah mengkonstatir, dan mengkualifisir faktafaktasebagaimana diuraikan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa sehubungandengan peristiwa perselisihan Penggugat dan Tergugat telah sesuai dengansifat, kualitas, dan karaktersitik keadaan
16 — 2
Putusan No1712/Pdt.G/2018/PA.Gs.Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklan penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
32 — 3
ada harapanakan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, sehingga tujuan perkawinanuntuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal sebagaimanadimaksud pasal 1 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau rumah tanggayang sakinah mawaddah dan rahmah sebagaimana dikehendaki dalam AlQur'an surat ArRum ayat (21) jo. pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, tidakdapat diwujudkan dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian adalah bukanlah matri
monial guilt tetapi brokenmariage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), olehkarenanya tidaklah penting menitikberatkan dan mengetahui siapa yangbersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akantetap yang terpenting bagi Majelis Hakim adalah mengetahui keadaansenyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat,perkawinan itu sendiri apakah masih dapat dipertahankan atau tidak.
18 — 3
perorangan ( personenrecht ) bukan masuk dalam kelompok hukum kebendaan ( zaken recht ) oleh karenanya sesuaidengan Yurisprodensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 863 K/Pdt/1990, tanggal28 Nopember 1991 tidaklah dibenarkan dalam perkara perceraian sematamata didasarkanpada adanya pengakuan dan atau adanya kesepakatan saja karena dikkawatirkan timbulnyakebohongan besar ( de grote langen ) ex pasal 208 Menimbang, bahwa disamping itu doktrin yang harus diterapkan dalam perkara perceraianbukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage oleh karenaya tidaklah pentingmenitik beratkan dan mengetahui serta menggali siapa yang bersalah yang menyebabkantimbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Majelis adalahmengetahui keadaan senyatanya yang dialami oleh Pemohondan Termohon di dalam membinarumah tangganya.
37 — 23
Pasal 3 KompilasiHukum Islam;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriageHal. 29 dari 33 Hal.
15 — 5
terus menerus (Pasal 19 huruf fPeraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975), untuk itu Majelis Hakim memberipertimbangan sebagai berikut :Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober1991, yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraian denganalasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal116 Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt tetapi broken marriage atauazzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidakmenitik beratkan pada kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanyaperselisihan, akan tetapi haruslah menekankan pada kondisi rumah tangga itusendiri;Menimbang, bahwa setelah mengkonstatir dan mengkualifisir faktafaktasebagaimana diuraikan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa sehubungandengan peristiwa perselisihan Pemohon dan Termohon telah sesuai dengansifat, kualitas, dan karaktersitik
35 — 5
yang justeru menjadi sendi utama keharmonisan dan keutuhanrumah tangga, tidak dapat terwujud;Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, PengadilanAgama berkesimpulan bahwa terlepas dari penyebabnya, ternyata rumahtangga Penggugat dan Tergugat benarbenar sudah tidak harmonis, karenaseringnya terjadi pertengakaran dan perselisinan yang sudah tidak mungkindapat dirukunkan lagi dalam suatu rumah tangga;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisinan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Pengadilanhalaman 20 dari 32 halaman, Putusan Nomor 0335/Pdt.G/2018/PA.Mn.adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tanggaPenggugat dan Tergugat, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi MahkamahAgung Republik Indonesia Nomor : 28 PK/AG/1995 , tanggal
9 — 12
cseseeeeeeeeeeeeeeeeeenes 2Majelis Hakim menilai bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat telahkehilangan makna sebuah perkawinan sebagai sebuah ikatan lahir bathin;Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan kaidah dalamYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober1991, bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal 19 huruf (f)Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi HukumIslam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalam perkara perceraianbukanlah matri
monial guilt* tetapi broken marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidak mencarikesalahan siapa yang menjadi pemicu adanya perselisihan, akan tetapiharuslah menekankan pada kondisi rumah tangga itu sendiri;Menimbang, bahwa tanpa mempersoalkan siapa yang menjadipenyebab perselisinan dan pertengkaran tersebut serta terlepas dari apapunyang melatar belakanginya, yang tampak adalah antara Penggugat denganTergugat telah terjadi pertengkaran dan perselisinan serta
12 — 3
berlanjutsecara teruS menerus maka secara sosiologis suatu perkawinan yang didalamnya sering terjadi perselisihan dan pertengkaran akan sulit mewujudkanrumah tangga bahagia sakinah mawaddah wa rahmah sebagaimana yangdiharapkan oleh setiap pasangan suami isteri yang akan terjadi justrusebaliknya akan menimbulkan kemadlaratan dan penderitaan lahir batin yangberkepanjangan bagi salah satu atau kedua belah pihak;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapbkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage( pecahnya rumah tangga ) oleh karenanya tidaklah penting menitikberatkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting adalah mengetahulkeadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohon dan TermohonPutusan Nomor : 3526/Pdt.G/2018/PA.BL hal. 27 dari 34 halamanhal ini Ssesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.
14 — 5
telah berpisahtempat tinggal yang sudah berlangsung kurang lebih 2 tahun lamanyasecara berturutturut, namun oleh karena perkara ini perkara perceraianmaka sesuai dengan Yurisprudensi MARI No 863 K/Pdt/1990 tanggal 28Nopember 1991 bahwa tidaklah dibenarkan dalam perkara perceraiansematamata didasarkan pada adanya pengakuan dan atau adanyakesepakatan saja karena dikhawatirkan timbulnya kebohongan besar (Degrote langen) eks pasal 208 BW, dan doktrin yang diterapbkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage ,oleh karenanya Majelis tidak perlu mencari siapa yang bersalah atau siapayang menjadi penyebab atau pemicu terjadinya pertengkaran, yang dilihatoleh Majelis adalah pecah atau tidaknya rumah tangga yang bersangkutan(vide Jurisprudensi Mahkamah Agung RI nomor 28 PK/AG/1995.
12 — 1
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapbkan dalam perkaraperceraian bukanlah *matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihanHim. 21 dari 34 hlm..
13 — 1
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapbkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
10 — 5
Namun perselisinan danpertengkaran tersebut akan menjadi tidak wajar, jika menyebabkan keretakandan ketidakharmonisan rumah tangga yang berakhir pada hidup terpisah sertapengabaian kewajiban masingmasing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34ayat (3) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan;Menimbang, bahwa dalam masalah perceraian, tidak mencari siapayang salah dan siapa yang benar (matri monial guilt) atau siapa yang menjadipenyebab perselisinan, karena meskipun ditemukan penyebab perselisinan
17 — 1
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini Sesuai dengan Yurisprudensi
42 — 31
ditetapkan oleh peraturan perundangan sepertitersebut di atas, maka permohonan Pemohon untuk cerai dengan Termohonpatut untuk dikabulkan;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991,yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasanPasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri
monial guilt* tetapi broken marriage atau azZawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), dan menurut Imam AsySyatibidalam kitabnya AlMuwafagat tentang Maqashid Mashlahat AsySyariyahdalam hal hifdhun nafs yang diambil alin menjadi pendapat majelis sebagaiberikut: bahwa keselamatan jiwa lebih diutamakan dari pada mempertahankankeutuhan rumah tangga yang tidak harmonis (terjadi perselisihan danpertengkaran terus menerus), sehingga pengadilan tidak menitik beratkan padakesalahan siapa yang menjadi pemicu
52 — 28
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri monial guilt* tetapi broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkantimbulnyaperselisinan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Majelis Hakimadalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tanggaPemohon dan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
8 — 0
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklan penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga PemohonHal. 26 dari 36 hal.Salinan Putusan No.1567
15 — 9
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975), untuk itu MajelisHakim memberikan pertimbangan oleh karena telah dikuatkan saksisaksi olehkarenanya pula Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober1991, yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraian denganalasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal116 Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt* tetapi broken marriage atauHalaman 22 dari 36 putusan Nomor 1909/Pdt.G/2021/PA.Mksazzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidakmenitik beratkan pada kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanyaperselisinan, akan tetapi haruslah menekankan pada kondisi rumah tangga itusendiri;Menimbang, bahwa setelah mengkonstatir dan mengkualifisir faktafaktasebagaimana diuraikan di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa sehubungandengan peristiwa perselisihan Pemohon dan Termohon
11 — 5
tahun secarateruSs menerus maka secara sosiologis suatu perkawinan yang di dalamnyasering terjadi perselisihan dan pertengkaran akan sulit mewujudkan rumahtangga bahagia sakinah mawaddah wa rahmah sebagaimana yangdiharapkan oleh setiap pasangan suami isteri yang akan terjadi justrusebaliknya akan menimbulkan kemadlaratan dan penderitaan lahir batin yangberkepanjangan bagi salah satu atau kedua belah pihak;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage( pecahnya rumah tangga ) oleh karenanya tidaklah penting menitikberatkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting adalah mengetahuikeadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohon dan Termohonhal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.