Ditemukan 6514 data
153 — 23
;Menimbang, bahwa dengan mengenyampingkan siapa yang terlebihdahulu melakukan kesasalahan dan apapun faktor yang menyebabkanretaknya hubungan suami istri, Majelis Hakim berpendapat bahwa doktrin yangditerapkan dalam perkara perceraian bukan matri monial guilt melainkandoktrin broken marriage atau azzawwaj al maksuroh yaitu pecahnya rumahtangga, oleh karena itu urgensinya tidaklah menitikberatkan kepada salah satupihak atau mengetahui siapa yang bersalah dan/atau siapa yang menyebabkantimbulnya perselisinan
87 — 22
Putusan Nomor 318/Pat.G/2019/PA.JprMenimbang bahwa dalam masalah perceraian, doktrin yang harusditerapkan bukanlah matri monial guilt" akan tetapi broken marriage olehkarenanya tidaklah penting menitik beratkan siapa yang bersalah yangmenyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yangterpenting adalah mengetahui keadaan senyatanya yang dialami oleh Pemohondan Termohon, apakah rumah tangganya telah nyatanyata sudah pecah ataumasih bisa diperbaiki.
23 — 6
justru hanyamemberikan penderitaan batin bagi Pemohon ataupun Termohon, karena ituperceraian patut menjadi jalan keluar dari kemelut rumah tangga tersebut;Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan kaidahdalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5Oktober 1991, bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt tetapi broken marriageatau. azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehinggaPengadilan tidak mencari kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanyaperselisihan, akan tetapi haruslah menekankan pada kondisi rumah tanggaitu sendiri;Menimbang, bahwa berdasarkan keadaan senyatanya sebagaimanaterurai dalam fakta di atas yang juga merupakan fakta hukum di persidangan,antara lain antara Penggugat dan Tergugat sering berselisin dan bertengkarbahkan telah berpisah tempat tidur selama kurang
6 — 0
disyariatkannya pernikahan sebagai mitsaganghalidhan mempunyai tujuan yang suci dan mulia, yakni untuk menciptakanrumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah, sebagaimana dimaksuddalam AlQur'an surat Ar Rum ayat 21 dan pasal 1 Undangundang Nomor 1Tahun 1974 Jo pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, namun dengan keadaanrumah tangga Pemohon dan Termohon tersebut, maka tujuan pernikahantersebut menjadi sulit untuk bisa dicapai;Menimbang, bahwa diantara yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri
monial guilt* tetapi "broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisinan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi PengadilanAgama adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumahtangga Pemohon dan Termohon;Menimbang, bahwa faktafakta tersebut diatas telah menunjukkanbahwa perkawinan Pemohon dan Termohon benarbenar telah pecah dantelah sampai pada taraf yang sudah tidak
14 — 1
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
79 — 20
berkesimpulan bahwa faktafakta perselisihan Penggugat danTergugat tersebut telah memenuhi unsurunsur yang terkandung dalamketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 joPasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, yaitu rumah tangga Penggugat danTergugat sudah tidak ada keharmonisan lagi, disebabkan pertengkaran, sertatidak ada harapan untuk kembali membina rumah tangga;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat doktrin yang harusditerapkan dalam perkara perceraian bukanlah matri
monial guilt, akan tetapibroken down marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga),dan menurut Imam asySyatibi dalam kitabnya alMuwafagat tentang MaqgashidMashlahat asySyariyah dalam hal hifdhun nafs yang diambil alih menjadipendapat majelis yang menyatakan sebagai berikut: bahwa keselamatan Jiwalebih diutamakan dari pada mempertahankan keutuhan rumah tangga yangtidak harmonis (terjadi perselisihan dan pertengkaran terusmenerus).Sehingga pengadilan tidak menitikberatkan pada kesalahan
11 — 5
tidak dapat terlaksana dengan baiksebagaimana dikehendaki sebagai kehidupan rumah tangga yang layakdalam kategori harmonis;Menimbang, bahwa essensi dari perkawinan adalah satunya jiwa danraga dalam ikatan lahir dan batin yang saling kasih, take and give, salingmemberi dan menerima, saling hormat menghormati serta memberikanbantuan dengan ikhlas secara lahir dan batin dalam mengarungi bahterakehidupan berumah tangga;Menimbang, bahwa diantara yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri
monial guilt tetapi broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi PengadilanHim.31 dari 42 him.
13 — 2
yangartinya menyatakan: "Islam memilin lembaga talak/perceraian ketika rumahtangga sudah terbukti guncang/tidak harmonis dan tidak bermanfaat laginasihat perdamaian dan hubungan suami isteri Sudah hilang (tanpa ruh), sebabdengan meneruskan perkawinan berarti menghukum suami istri dalam penjarayang berkepanjangan, hal tersebut adalah suatu bentuk penganiayaan yangbertentangan dengan semangat keadilan dan syariah Islam;Menimbang, bahwa dalam masalah perceraian, doktrin yang harusditerapkan bukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage olehkarenanya tidaklah penting menitik beratkan siapa yang bersalah yangmenyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yangterpenting adalah mengetahui keadaan senyatanya yang dialami oleh Pemohondan Termohon, apakah rumah tangganya telah nyatanyata sudah pecah ataumasih bisa diperbaiki lagi;Menimbang, bahwa oleh karena itu dalam rangka mewujudkan tujuantersebut, karena mudharat yang ditanggung lebih besar daripada maslahatyang diperoleh,
51 — 11
26 Maret 1997 yangabstraksi hukumnya menyatakan suami istri yang tidak berdiam serumah lagidan tidak ada harapan untuk dapat hidup rukun kembali, maka rumah tanggatersebut telah terbukti retak dan telah memenuhi alasan cerai Pasal 19 huruf (f)Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;Menimbang, bahwa berdasarkan faktafakta tersebut, Majelis Hakimberpendapat bahwa doktrin yang harus diterapbkan dalam perkara perceraianbukanlah matri
monial guilt tetapi broken dow marriage atau azzawwej almaksuroh (pecahnya rumah tangga), dan menurut Imam asySyatibi dalamkitabnya alMuweafagat tentang Maqashid Mashlahat asySyariyah dalam halhifdhun nafs yang diambil alin menjadi pendapat majelis sebagai berikut:pahwa keselamatan jiwa lebih diutamakan dari pada mempertahankankeutuhan rumah tangga yang tidak harmonis, sehingga pengadilan tidak menitikberatkan pada kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanya perselisihan,akan tetapi haruslah menekankan
6 — 0
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui kKeadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
30 — 0
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklan penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
15 — 6
Adanya alasan terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terusmenerus;Menimbang, bahwa dalam masalah perceraian, doktrin yang harusditerapkan bukanlah matri monial guilt* akan tetapi broken marriage olehkarenanya tidaklah penting menitik beratkan siapa yang bersalah yangmenyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yangterpenting adalah mengetahui keadaan senyatanya yang dialami oleh Pemohondan Termohon, apakah rumah tangganya telah nyatanyata sudah pecah ataumasih bisa dirukunkan
13 — 2
Pasal 116huruf (f) Kompilasi Hukum Islam;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991,yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 KompilasiHukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalam perkara perceraianbukanlah matri monial guilt tetapi broken marriage atau azzawwajalmaksuroh (pecahnya rumah tangga), dan
24 — 7
Bahwa antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada harapan hiduprukun kembali;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah dan menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi MajelisHakim adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumahtangga Pemohon dan Termohon
69 — 37
lakilaki, oleh karena itu untukmencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah lagi dalam rumah tangga Pemohon danTermohon, maka perceraian merupakan jalan mashlahat bagi Pemohon dan Termohon.Menimbang bahwa berdasarkan pasal 39 ayat (2) Undangundang Nomor 1Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukupalasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.Menimbang bahwa dalam masalah perceraian, doktrin yang harus diterapkanbukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage oleh karenanya tidaklahpenting menitikberatkan siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran akan tetapi yang terpenting adalah mengetahui keadaan senyatanyayang dialami oleh Pemohon dan Termohon, apakah rumah tangganya telah nyatanyata35sudah pecah atau masih bisa diperbaiki.
5 — 5
Pemohon danTermohon;Menimbang, bahwa meskipun yang terbukti penyebab adanyaperselisihan dan pertengkaran adalah dari pihak Pemohon sendiri, namunMajelis Hakim berpendapat bahwa sesuai dengan Yurisprudensi MahkamahAgung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991, yang melahirkan kaidahbahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal 19 huruf (f)Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi HukumIslam, dimana doktrin yang harus diterapbkan dalam perkara perceraianbukanlah matri
monial guilt tetapi broken marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidak menitikberatkan pada kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanya perselisihan,tetapi haruslah menekankan pada kondisi rumah tangga itu sendiri;halaman 19 dari 32 halaman, Putusan Nomor 0428/Pdt.G/2016/PA.Kab.MlgMenimbang bahwa Majelis Hakim berpendapat disharmoni sebuahperkawinan dalam permasalahan keluarga landasannya bukan sematamataadanya pertengkaran fisik (phsysical cruelty), akan
14 — 12
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
52 — 8
Pemohon menuntut agardiberi izin untuk menjatuhkan talak terhadap Termohon maka hal tersebutakan dipertimbangkan sebagai berikut;Menimbang, bahwa Pasal 39 UndangUndang Nomor 1 tahun 1974menentukan bahwa untuk melakukan perceraian harus cukup alasan, dimanaantara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri, danPengadilan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt" akan tetapi broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Pengadilan adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RepublikIndonesia Nomor : 28 PK/AG/1995 , tanggal 16 Oktober 1996;Menimbang, bahwa berdasarkan Yurisprudensi MARI
11 — 1
disyariatkannya pernikahan sebagai mitsaqanghalidhan mempunyai tujuan yang suci dan mulia, yakni untuk menciptakanrumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah, sebagaimana dimaksuddalam AlQur'an surat Ar Rum ayat 21 dan pasal 1 Undangundang Nomor 1Tahun 1974 Jo pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, namun dengan keadaan rumahtangga Penggugat dan Tergugat tersebut, maka tujuan pernikahan tersebutmenjadi sulit untuk bisa dicapai;Menimbang, bahwa diantara yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri
monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Pengadilan Agama adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Penggugatdan Tergugat;Menimbang, bahwa faktafakta tersebut diatas telah menunjukkan bahwaperkawinan Penggugat dan Tergugat benarbenar telah pecah (marriage breakdown) dan telah sampai
15 — 6
Tergugat, namun juga mengetahui baik pada peristiwaperistiwasebelumnya maupun pada peristiwa terakhir yang menjadi klimaks hinggadiajukannya gugatan ini;Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan kaidah dalamYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober1991, bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal 19 huruf (f)Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi HukumIslam, dimana doktrin yang harus diterapbkan dalam perkara perceraianbukanlah matri
monial guilt* tetapi broken marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidak mencarikesalahan siapa yang menjadi pemicu adanya perselisihnan, akan tetapiharuslah menekankan pada kondisi rumah tangga itu sendiri;Menimbang, bahwa setelah mengkonstatir, dan mengkualifisir faktafaktasebagaimana diuraikan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa sehubungandengan peristiwa perselisihan Penggugat dan Tergugat telah sesuai dengansifat, kualitas, dan karaktersitik keadaan