Ditemukan 6514 data
11 — 1
disyariatkannya pernikahan sebagai mitsaqanghalidhan mempunyai tujuan yang suci dan mulia, yakni untuk menciptakanrumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah, sebagaimana dimaksuddalam AlQur'an surat Ar Rum ayat 21 dan pasal 1 Undangundang Nomor 1Tahun 1974 Jo pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, namun dengan keadaan rumahtangga Penggugat dan Tergugat tersebut, maka tujuan pernikahan tersebutmenjadi sulit untuk bisa dicapai;Menimbang, bahwa diantara yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri
monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Pengadilan Agama adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Penggugatdan Tergugat;Menimbang, bahwa faktafakta tersebut diatas telah menunjukkan bahwaperkawinan Penggugat dan Tergugat benarbenar telah pecah (marriage breakdown) dan telah sampai
15 — 5
Tergugat, namun juga mengetahui baik pada peristiwaperistiwasebelumnya maupun pada peristiwa terakhir yang menjadi klimaks hinggadiajukannya gugatan ini;Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan kaidah dalamYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober1991, bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal 19 huruf (f)Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi HukumIslam, dimana doktrin yang harus diterapbkan dalam perkara perceraianbukanlah matri
monial guilt* tetapi broken marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidak mencarikesalahan siapa yang menjadi pemicu adanya perselisihnan, akan tetapiharuslah menekankan pada kondisi rumah tangga itu sendiri;Menimbang, bahwa setelah mengkonstatir, dan mengkualifisir faktafaktasebagaimana diuraikan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa sehubungandengan peristiwa perselisihan Penggugat dan Tergugat telah sesuai dengansifat, kualitas, dan karaktersitik keadaan
13 — 2
Pasal 116huruf (f) Kompilasi Hukum Islam;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991,yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 KompilasiHukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalam perkara perceraianbukanlah matri monial guilt tetapi broken marriage atau azzawwajalmaksuroh (pecahnya rumah tangga), dan
24 — 7
Bahwa antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada harapan hiduprukun kembali;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage(pecahnya rumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkandan mengetahui siapa yang bersalah dan menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi MajelisHakim adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumahtangga Pemohon dan Termohon
69 — 37
lakilaki, oleh karena itu untukmencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah lagi dalam rumah tangga Pemohon danTermohon, maka perceraian merupakan jalan mashlahat bagi Pemohon dan Termohon.Menimbang bahwa berdasarkan pasal 39 ayat (2) Undangundang Nomor 1Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukupalasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.Menimbang bahwa dalam masalah perceraian, doktrin yang harus diterapkanbukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage oleh karenanya tidaklahpenting menitikberatkan siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran akan tetapi yang terpenting adalah mengetahui keadaan senyatanyayang dialami oleh Pemohon dan Termohon, apakah rumah tangganya telah nyatanyata35sudah pecah atau masih bisa diperbaiki.
13 — 2
yangartinya menyatakan: "Islam memilin lembaga talak/perceraian ketika rumahtangga sudah terbukti guncang/tidak harmonis dan tidak bermanfaat laginasihat perdamaian dan hubungan suami isteri Sudah hilang (tanpa ruh), sebabdengan meneruskan perkawinan berarti menghukum suami istri dalam penjarayang berkepanjangan, hal tersebut adalah suatu bentuk penganiayaan yangbertentangan dengan semangat keadilan dan syariah Islam;Menimbang, bahwa dalam masalah perceraian, doktrin yang harusditerapkan bukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage olehkarenanya tidaklah penting menitik beratkan siapa yang bersalah yangmenyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yangterpenting adalah mengetahui keadaan senyatanya yang dialami oleh Pemohondan Termohon, apakah rumah tangganya telah nyatanyata sudah pecah ataumasih bisa diperbaiki lagi;Menimbang, bahwa oleh karena itu dalam rangka mewujudkan tujuantersebut, karena mudharat yang ditanggung lebih besar daripada maslahatyang diperoleh,
5 — 0
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui kKeadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
51 — 11
26 Maret 1997 yangabstraksi hukumnya menyatakan suami istri yang tidak berdiam serumah lagidan tidak ada harapan untuk dapat hidup rukun kembali, maka rumah tanggatersebut telah terbukti retak dan telah memenuhi alasan cerai Pasal 19 huruf (f)Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;Menimbang, bahwa berdasarkan faktafakta tersebut, Majelis Hakimberpendapat bahwa doktrin yang harus diterapbkan dalam perkara perceraianbukanlah matri
monial guilt tetapi broken dow marriage atau azzawwej almaksuroh (pecahnya rumah tangga), dan menurut Imam asySyatibi dalamkitabnya alMuweafagat tentang Maqashid Mashlahat asySyariyah dalam halhifdhun nafs yang diambil alin menjadi pendapat majelis sebagai berikut:pahwa keselamatan jiwa lebih diutamakan dari pada mempertahankankeutuhan rumah tangga yang tidak harmonis, sehingga pengadilan tidak menitikberatkan pada kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanya perselisihan,akan tetapi haruslah menekankan
14 — 8
pisah tempat kediaman bersama, yanghingga kini telah berlangsung selama 5 bulan, selama itu sudah tidak salingmenghiraukan seperti layaknya suami isteri;Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan kaidah dalamYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991,bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal 19 huruf (f) PeraturanPemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrinyang harus diterapkan dalam perkara perceraian bukanlah matri
monial guilt tetapibroken marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehinggaPengadilan tidak mencari kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanyaperselisihan,akan tetapi haruslah menekankan pada kondisi rumah tangga itu sendiri;Menimbang, bahwa setelah mengkonstatir, dan mengkualifisir faktafaktasebagaimana diuraikan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa sehubungan denganperistiwa perselisihan Penggugat dan Tergugat telah sesuai dengan sifat, kualitas, dankaraktersitik keadaan sebagaimana
13 — 3
Pasal 77ayat (2) Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri monial guilt tetapi broken marriage (pecahnya rumahtangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan dan mengetahui siapa yangbersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang23terpenting bagi Majelis Hakim adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadidalam rumah tangga Pemohon dan Termohon, hal ini sesuai dengan YurisprudensiMahkamah
49 — 5
pertengkaran antara Pemohon Konpensi dengan Termohon Konpensisudah sedemikian rupa sifatnya yang tidak mungkin lagi dapat didamaikan;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai denganYurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober1991, yang melahirkan kaidah bahwa dalam pemeriksaan perceraian denganalasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal116 Kompilasi Hukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt tetapi broken marriage atauazZZzawwa almaksuroh (pecahnya rumah tangga), sehingga Pengadilan tidakmenitik beratkan pada kesalahan siapa yang menjadi pemicu adanyaperselisinan, akan tetapi haruslah menekankan pada kondisi rumah tangga itusendiriMenimbang, bahwa dengan adanya faktafakta tersebut telah merupakanbukti bahwa rumah tangga antara Pemohon Konpensi dengan TermohonKonpensi telah pecah, dan sendisendi rumah tangga telah rapuh dan sulituntuk ditegakkan kembali yang dapat dinyatakan
75 — 7
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklan penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
78 — 58
Dalam perkara a quo telah terbukti bahwa rumah tangga antaraPemohon dengan Termohon adalah sudah pecah sebagaimana fakta yangtelah dipertimbangkan di atas;Menimbang bahwa, di antara doktrin yang harus diterapkan dalamperkara perceraian bukanlah matri monial guilt" akan tetapi brokenmarriage (pecahnya rumah tangga) oleh karenanya tidaklah pentingmenitikberatkan dan mengetahul siapa yang bersalah yang menyebabkantimbulnya perselisihnan dan pertengkaran, akan tetapi yang terpentingadalah mengetahui
68 — 8
Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam;Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat doktrin yang harusditerapkan dalam perkara perceraian bukanlah matri monial guilt tetapi brokendown marriage atau azzawwaj almaksuroh (pecahnya rumah tangga), danmenurut Imam asySyatibi dalam kitabnya alMuwafagat tentang MaqashidMashlahat asySyariyah dalam hal hifdhun nafs yang diambil alih menjadipendapat majelis sebagai berikut: bahwa keselamatan jiwa lebih diuttamakandari pada mempertahankan keutuhan rumah tangga
14 — 4
empatbulan secara terus menerus maka secara sosiologis suatu perkawinan yang didalamnya sering terjadi perselisihan dan pertengkaran akan sulit mewujudkanrumah tangga bahagia sakinah mawaddah wa rahmah sebagaimana yangdiharapkan oleh setiap pasangan suami isteri yang akan terjadi justrusebaliknya akan menimbulkan kemadlaratan dan penderitaan lahir batin yangberkepanjangan bagi salah satu atau kedua belah pihak;Menimbang, bahwa di antara doktrin yang harus diterapbkan dalamperkara perceraian bukanlah matri
monial guilt akan tetapi broken marriage( pecahnya rumah tangga ) oleh karenanya tidaklah penting menitikberatkandan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnyaperselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting adalah mengetahulkeadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohon dan Termohonhal ini Ssesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.
22 — 6
Pasal 77 ayat (2)Kompilasi Hukum Islam);Menimbang, bahwa diantara doktrin yang harus diterapkan dalam perkaraperceraian bukanlah "matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklan penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran, akan tetapi yang terpenting bagi majelis hakim adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi
21 — 9
aE tale ashe auladdl jdArtinya : Menolak kemafsadatan itu adalah lebih utama dari pada menarikkemaslahatan;Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan kaidahdalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5Oktober 1991, bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal 19huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 KompilasiHukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapbkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri monial guilt tetapi broken marriage atauazzawwaj
46 — 15
yangartinya menyatakan: "Islam memilin lembaga talak/perceraian ketika rumahtangga sudah terbukti guncang/tidak harmonis dan tidak bermanfaat laginasihat perdamaian dan hubungan suami isteri Sudah hilang (tanpa ruh), sebabdengan meneruskan perkawinan berarti menghukum suami istri dalam penjarayang berkepanjangan, hal tersebut adalah suatu bentuk penganiayaan yangbertentangan dengan semangat keadilan dan syariah Islam;Menimbang, bahwa dalam masalah perceraian, doktrin yang harusditerapkan bukanlah matri
monial guilt" akan tetapi broken marriage olehkarenanya tidaklah penting menitik beratkan siapa yang bersalah yangmenyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yangterpenting adalah mengetahui keadaan senyatanya yang dialami oleh Pemohondan Termohon, apakah rumah tangganya telah nyatanyata sudah pecah ataumasih bisa diperbaiki lagi;Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka MajelisHakim berpendapat:1. bahwa unsurunsur alasan percerian berdasarkan Pasal 19 huruf f
18 — 4
PtkArtinya : Menolak kemafsadatan itu adalah lebih utama dari pada menarikkemaslahatan,Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan kaidahdalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 38/K/AG/1990 tanggal 5Oktober 1991, bahwa dalam pemeriksaan perceraian dengan alasan Pasal 19huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 KompilasiHukum Islam, dimana doktrin yang harus diterapbkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri monial guilt tetapi broken marriage atauazzawwaj almaksuroh
15 — 1
Putusan No. 1521/Pdt.G/2016/PA.SdaMenimbang, bahwa diantara yang harus diterapbkan dalam perkaraperceraian bukanlah matri monial guilt tetapi "broken marriage (pecahnyarumah tangga), oleh karenanya tidaklah penting menitik beratkan danmengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihandan pertengkaran akan tetapi yang terpenting bagi Pengadilan Agama adalahmengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Pemohondan Termohon;Menimbang, bahwa faktafakta tersebut diatas